Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127708 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Made Adhi Gunadi
"Community-based tourism (CBT) as an approach in the development of tourism can be viewed as an alternative to the development of tourism which have so far has been widely acknowledged. As a relatively new approach to tourism development, it's interesting the to study and analyze its application in a research aimed to identifying values of local wisdom of Kampung naga, and then review it using the qualitive approaches, with data collection through observation, interviews and literature review. The especially the value of togetherness, simplicity, independent, and specific pattern on spacial and agriculture, are able to encourage implementation of CBT principles in Kampung Naga."
Universitas Pancasila, 2016
790 JTDA 4:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Djamal
"Penelitian ini bermaksud menggambarkan strategi dalam perlindungan hutan yang dilakukan oleh masyarakat desa sekitar kawasan hutan Cagar Alam Gunung Simpang (CAGS). Kawasan hutan CAGS adalah kawasan konservasi yang mengalami tekanan dari penduduk sekitar kawasan berupa penebangan liar dan perambahan, yang mengakibatkan kerusakan hutan CAGS. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan diantaranya pasokan air berkurang dan munculnya isyu perebutan tanah. Pada gilirannya isyu-isyu tersebut telah memicu lahirnya konflik baik antar warga masyarakat maupun antara warga masyarakat dengan pihak pengelola kawasan CAGS (BKSDA). Dalam melihat hal tersebut, digunakan konsep adaptasi. Konsep ini mengasumsikan bahwa baik individu maupun masyarakat akan mengembangkan berbagai strategi untuk mengadaptasi berbagai persoalan yang dihadapi. Sedangkan untuk mendapatkan informasi tentang persoalan tersebut, dilakukan beberapa metode dan teknik, diantaranya dengan melalui pengamatan dan wawancara mendalam, kepada informan.
Hasil studi ini menunjukkan, bahwa faktor yang mendorong maraknya penebangan liar dan perambahan diantaranya penegakan hukum yang lemah dari aparat berwenang dan mekanisme keterlibatan warga masyarakat yang tidak jelas dalam proses pengelolaan kawasan hutan. Akibatnya, praktik pemafaatan hutan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat tidak terkendali, sehingga merusak dan menganggu ekosistem kawasan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut, masyarakat mengembangkan strategi adaptasi. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat desa sekitar kawasan CAGS adalah dengan cara membuat aturan berikut dengan organisasi yang bertangung jawab untuk mengontrol aktifitas warga masyarakat dalam mernanfaatkan sumber daya hutan CAGS. Keberadaan aturan dalam bentuk perda (peraturan desa) dan lembaga lokal (Raksabumi) dapat dipandang sebagai bentuk keterlibatan warga masyarakat dalam upaya perlindungan dan pelestarian kawasan hutan CAGS.
Keberadaan institusi lokal, sebagai salah satu bentuk pengejawantahan dari keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan kawasan konservasi, telah mampu mengatasi persoalan lokai yang dihadapi oleh masyarakat, seperti pcnebangan liar, perambahan, dan konflik yang terjadi dalam masyarakat. Hal tersebut salah satunya, dibuktikan dengan tidak ada aktivitas warga dalam bentuk penebangan liar dan perambahan sejak tahun 2003.
Kendatipun demikian, pembangunan dan pengembangan lembaga lokal harus diikuli dengan pembanguan dan pengembangan pada sektor yang lainnya. Banyak faktor yang menyebabkan warga masyarakat melakul-can tekanan terhadap kawasan hutan, diantara faktor lain tersebut adalah kesejahteraan dan pendidikan. Oleh karena itu perlu ada upaya perlingkatan ekonomi dan pendidikan warga masyarakat sekitar kawasan CAGS. Karena bukan tidak mungkin, pada gilirannya, persoalan ekonomi dan tingkat pendidikan rendah akan memicu kembali warga masyarakat untuk melakukan aktifitas yang dapat merusak kawasan CAGS."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratnamukti Wardani
"Tulisan ini membahas mengenai westernisasi pakaian yang terjadi pada masyarakat elite pribumi Jawa pada 1900-1942. Terjalinnya hubungan antara masyarakat Eropa dengan pribumi turut mendorong terjadinya akulturasi dalam hal berpakaian. Model pakaian Barat lambat laun mulai diterima dan digunakan oleh masyarakat pribumi, khususnya mereka yang berasal dari kelas sosial atas dan yang mendapat banyak pengaruh pemikiran Barat dalam dirinya. Penelitian ini akan berfokus pada proses westernisasi pakaian masyarakat elite pribumi Jawa pada 1900-1942, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya westernisasi dalam berpakaian di masyarakat elite Jawa, serta dampak yang ditimbulkan dari westernisasi pakaian tersebut. Dalam penulisannya, penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang dilakukan dengan mengkaji berbagai literatur serta foto dan surat kabar sezaman. Penelitian ini menunjukkan bahwa westernisasi pakaian yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor penyebab, mulai dari ekonomi, sosial, hingga pendidikan. Adanya westernisasi di bidang fashion dan masuknya produk Barat juga mendorong munculnya profesi baru di kalangan masyarakat pribumi.

This article discusses the westernization of clothing on the Javanese native elite in 1900-1942. The relations between Europeans and native encourage the acculturation of clothes. Western fashions gradually began to be accepted and used by the native, especially for those who came from the middle-up class and who got many Western influences on themselves. This study focuses on the process of the westernization of clothing on the Javanese native elite in 1900-1942, factors that cause the westernization of clothing on the Javanese native elite, and the impacts that occur from the westernization of clothing. In writing, this study used a historical research method which is carried out by examining various literature as well as photographs and contemporary newspapers. This study shows that the westernization of clothing is caused by several factors, ranging from economy, social, and education. The existence of westernization in the field of fashion and the influx of Western products have contributed to the emergence of new professions among the native people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aqidatul Izza Zain
"Penelitian ini menganalisis praktik jual beli suara di komunitas masyarakat adat Kesu’ pada Pemilihan Kepala Daerah Toraja Utara tahun 2020. Kemudian bagaimana praktik jual beli suara berdampak pada hancurnya praktik adat ma’ kombongan sebagai demokrasi lokal komunitas masyarakat adat Kesu’. Penelitian ini menggunakan teori pertukaran klientelistik Aspinall dan Berenschot (2019). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Yang khas dalam Pemilihan Kepala Daerah Toraja Utara 2020 di komunitas masyarakat adat Kesu’ adalah adanya pergeseran nilai dari kesepakatan bersama melalui mekanisme ma’ kombongan ke praktik jual beli suara; (2) Adanya pertukaran klientelistik berupa jual beli suara pada Pemilihan Kepala Daerah Toraja Utara 2020 di komunitas masyarakat adat Kesu’. Berdasarkan tiga dimensi Aspinall dan Berenschot (2019), jejaring non partai adalah pemangku adat dan anggota komunitas masyarakat adat Kesu’ sebagai timses dan broker, pada pola kontrol diskresi inkumben memberikan bantuan dan hibah menjelang pemilihan, sumber daya yang dipertukarkan adalah uang yang didistribusikan oleh broker; (3) Klientelisme dalam bentuk jual beli suara berdampak pada hancurnya demokrasi lokal komunitas masyarakat adat Kesu’, yakni ma’ kombongan.

This research analyzes the practice of vote buying in the Kesu' indigenous community in the 2020 North Toraja Regional Head Election. Then how the practice of vote buying has an impact on the destruction of ma' kombongan customary practices as local democracy in the Kesu' indigenous community. This research uses Aspinall and Berenschot's (2019) clientelistic exchange theory. This research uses a qualitative method with a case study approach. The findings of this study show that (1) What is unique in the 2020 North Toraja Regional Head Election in the Kesu' indigenous community is the shift in values from mutual agreement through the ma' kombongan mechanism to the practice of vote buying; (2) There is a clientelistic exchange in the form of vote buying in the 2020 North Toraja Regional Head Election in the Kesu' indigenous community. Based on Aspinall and Berenschot's (2019) three dimensions, non-party networks are traditional leaders and members of the Kesu' indigenous community as timses and brokers, in the discretionary control pattern the incumbent provides assistance and grants ahead of the election, the resources exchanged are money distributed by brokers; (3) Clientelism in the form of vote buying and selling has an impact on the destruction of the local democracy of the Kesu' indigenous community, namely ma' kombongan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Yulia
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat dalam pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terpilihnya Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi Ibu Kota Negara baru yang menciptakan peluang baru bagi daerah setempat namun di sisi lain juga menimbulkan tantangan besar bagi Masyarakat Hukum Adat yang mendiami wilayah tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan doktrinal, bersifat preskriptif, dan pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Rumusan permasalahan yag diangkat yakni bagaimana pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Kalimantan Timur serta bagaimana sistem hukum Indonesia melindungi hak ulayat mereka dalam menghadapi tantangan pembangunan IKN Nusantara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur telah mengeluarkan Perda No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, pengakuan formal terhadap Masyarakat Hukum Adat masih terbatas. Selain itu, peraturan perundang-undangan terkait masih membutuhkan penyelarasan dan harmonisasi yang lebih komprehensif. Pada pembangunan IKN Nusantara, upaya perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat dan hak-hak ulayat mereka belum optimal. Hal ini terlihat dari sejumlah Masyarakat Hukum Adat yang tidak mendapatkan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil, serta dalam UU IKN yang sama sekali tidak memuat ketentuan tentang perlindungan hak ulayat Masyarakat Hukum Adat.

This thesis aims to analyze the legal protection of customary land of Indigenous People in the development of the IKN Nusantara in the East Kalimantan. The background of the research is the challenges faced by the Indigenous People in East Kalimantan amid the development of the IKN Nusantara. Using the doctrinal and prescriptive research approach, and data collection conducted through literature review, this research addresses the recognition and protection of Indigenous Law Communities in East Kalimantan Province. It also explores how the Indonesian legal system safeguards their customary rights in the face of the challenges posed by the development of the IKN Nusantara. The findings indicate that, despite the issuance of Regional Regulation No. 1 of 2015 on Guidelines for Recognition and Protection of Indigenous People by the East Kalimantan Provincial Government, formal recognition of Indigenous People remains limited. Moreover, relevant legislation requires further alignment and comprehensive harmonization. In the development of the IKN Nusantara, efforts to protect Indigenous Law Communities and their customary rights are not yet optimal. This is apparent as numerous Indigenous People are not receiving sufficient and equitable compensation, and the IKN Law lacks clauses addressing the safeguarding of the customary rights of Indigenous People."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Ira Aldorina
"Proses Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) sangat penting untuk dilakukan untuk memastikan keberadaan dan kepastian akan terpenuhinya hak asasi masyarakat adat. Hutan adat merupakan salah satu hak masyarakat adat yang harus dipenuhi, sebab hutan adat merupakan bentuk perwujudan dari hutan hak. Penulisan makalah ilmiah ini menjelaskan dinamika yang terjadi dalam proses PPMHA, khususnya pengusulan Hutan Adat Himba Atang Ambun Liang Bungai, Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Dengan menggunakan pendekatan bottom-up, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) berupaya untuk mengadvokasi kebutuhan Masyarakat Adat Dayak Ot Danum Himba Atang Ambun Liang Bungai dalam upaya pengusulan hutan adat. Melalui pendekatan bottom-up, diharapkan BRWA mampu melibatkan seluruh anggota masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan terkait hutan adat berdasarkan konteks dan pengetahuan lokal. Dengan menggunakan konteks dan pengetahuan lokal dalam proses pengambilan keputusan terkait hutan adat, diharapkan komunitas masyarakat adat terkait dapat memastikan keberlanjutan dan kelestarian dari (calon) hutan adatnya. Makalah ilmiah ini merupakan hasil refleksi dari kegiatan magang saya ketika menjadi fasilitator BRWA di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, saat berupaya untuk mengadvokasi masyarakat adat akan perwujudan haknya, yaitu hutan adat.

The Process of Recognition and Protection of Indigenous Legal Communities (PPMHA) is crucial to ensure the existence and certainty of the fulfillment of indigenous people's basic rights. Customary forests are one of the rights of indigenous people that must be fulfilled, as customary forests are a manifestation of forest rights. This scientific paper explains the dynamics that occur in the PPMHA process, especially the customary forest registration of Himba Atang Ambun Liang Bungai, Gunung Mas, Central Kalimantan. Using a bottom-up approach, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) strives to advocate for the needs of the Dayak Ot Danum Himba Atang Ambun Liang Bungai indigenous community in their effort to apply for customary forests. Through a bottom-up approach, BRWA aims to involve all members of the indigenous community in the decision-making process related to customary forests based on local context and knowledge. By using local context and knowledge in the decision-making process related to customary forests, it is hoped that the related indigenous community can ensure the continuity and preservation of their (potential) customary forests. This scientific paper is the result of my internship reflection when I became a facilitator for BRWA at Gunung Mas Regency, Central Kalimantan, while striving to advocate for indigenous people's rights, namely their customary forests."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Konstitusi hijau (green constitution) menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki konsekuensi yuridis konstitusional di dalam UUD 1945 untuk menerapkan prinsip-prinsip ekokrasi, yakni setiap kebijaksanaan atau pembangunan dibidang perekonomian selalu memperhatikan lingkungan hidup disegala sektor, termasuk kehutanan. Objek kajian ini adalah putusan MK No. 35/ PUU-X/2012 dengan subjek hukumnya masyarakat adat yang telah dilanggar hak konstitusionalnya. Tujuan dari pengkajian ini adalah: pertama, untuk menguji dan menganalisis konsistensi kewenangan negara atas doktrin welfare state dalam pengelolaan hutan negara dengan kewenangan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan adat berdasarkan kajian socio-legal putusan Mahkamah Konstitusi; dan kedua, menjamin dan menganalisis terlaksananya prinsip-prinsip ekokrasi atas penguatan hak konstitusional masyarakat hukum adat sebagai living law dalam pengelolaan hutan adat, sebagai konsekuensi logis Indonesia penganut demokrasi berbasis lingkungan dan green constitution. Penulis menggunakan metodologi berdasarkan pengkajian putusan Mahkamah Konstitusi, dengan menelaah aspek socio-legal dalam putusan ini. Hasil kajian ini terungkap bahwa pertama, terdapat hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat. Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur dan memutuskan persediaan, peruntukan, pemanfaatan, pengurusan serta hubungan-hubunan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara. Adapun hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauhmana isi wewenang yang tercakup dalam hutan Adat. Hak pengelolaan hutan adat berada pada masyarakat hukum adat, namun jika dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat jatuh kepada Pemerintah. Kedua, Pelaksanaan pembangunan nasional ataupun daerah selama ini selalu memprioritaskan unsur ekonomi atau dalam konteks otonomi daerah lebih mengutamakan pendapatan asli daerah, tanpa memperhatikan demokrasi lingkungan berbasis pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Danu Kurnianto
"Pendidikan masyarakat adat merupakan salah satu media artikulasi hak-hak masyarakat adat. Beragam persoalan akibat pembangunan di berbagai wilayah adat dianggap meminggirkan posisi masyarakat adat dan mengancam keberlangsungan hidup mereka. Sejumlah organisasi masyarakat sipil selama ini menyuarakan perlunya entitas pendidikan masyarakat adat yang mampu berpihak bagi kepentingan masyarakat adat. Tesis ini, memberikan perhatian pada konsep artikulasi (ekspresi pengucapan untuk menunjukan posisi dan identitas kelompok) yang dapat memiliki efek berbeda ketika digulirkan sebagai suatu program. Penelitian ini menunjukan bahwa artikulasi melalui pendidikan masyarakat adat oleh sejumlah LSM di tingkat nasional, tidak selamanya berkesesuaian dengan program pendidikan masyarakat adat yang mereka garap di tingkat lokal. Penelitian ini juga menunjukan adanya keragaman perbedaan artikulasi yang dilakukan oleh beragam aktor yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan masyarakat adat di tingkat nasional, regional dan lokal. Berbagai persoalan penyelenggaraan pendidikan masyarakat adat di lapangan terkadang bekerja tidak sejalan dengan kepentingan yang diartikulasikan secara nasional oleh banyak LSM. Penelitian etnografis ini dilakukan dengan membandingkan dua bentuk penyelenggaraan pendidikan masyarakat adat yang dikoordinasikan oleh dua LSM yang berbeda wilayah Banten Kidul, Kabupaten Lebak. Komparasi dilakukan terhadap aktivitas penyelenggaraan Sekolah Adat Birawa dan pendidikan masyarakat adat Kisancang untuk melihat bagaimana artikulasi-artikulasi yang ada mengalami gejolak di lapangan. Berdasarkan persoalan pembangunan yang terjadi di sekitar wilayah adat, didapatkan fakta bahwa pendidikan masyarakat adat menggunakan strategi yang berbeda untuk penyelenggaraan aktivitas mereka. Penulis berpendapat bahwa terdapat dinamika artikulasi dalam penyelenggaraan pendidikan masyarakat adat dapat dipengaruhi oleh perbedaan strategi dan pendekatan metode yang ada dalam materi-materi pembelajaran di kedua komunitas tersebut.  Perbedaan artikulasi yang ada di tingkat lokal tersebut juga menunjukan adanya perbedaan posisi, dan cara mereka mengidentifikasi diri ketika menghadapi persoalan masing-masing yang bergantung pada konteks sejarah dan lansekap yang berbeda.

Education of indigenous peoples is one of the media for articulating the rights of indigenous peoples. Various problems resulting from development in various traditional areas are considered to marginalize the position of indigenous peoples and threaten their survival. A number of civil society organizations have been voicing the need for indigenous community education entities that are able to side with the interests of indigenous communities. This thesis pays attention to the concept of articulation (pronunciation expressions to show group position and identity) which can have different effects when rolled out as a program. This research shows that the articulation of indigenous peoples' education by a number of NGOs at the national level is not always in accordance with the indigenous peoples' education programs that they work on at the local level. This research also shows the diversity of different articulations carried out by various actors related to the implementation of education for indigenous peoples at the national, regional and local levels. Various problems in implementing education for indigenous peoples in the field sometimes work not in line with the interests articulated nationally by many NGOs. This ethnographic research was carried out by comparing two forms of implementation of indigenous community education coordinated by two different NGOs in the Banten Kidul area, Lebak Regency. A comparison was made of the activities of implementing the Birawa Traditional School and the education of the Kisancang traditional community to see how the existing articulations experienced turmoil in the field. Based on development issues that occur around customary areas, the fact is that indigenous community education uses different strategies to organize their activities. The author believes that there are dynamics of articulation in the implementation of indigenous community education which can be influenced by differences in strategies and method approaches in learning materials in the two communities. The differences in articulation at the local level also show differences in positions and the way they identify themselves when facing their respective problems which depend on different historical contexts and landscapes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>