Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185064 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Utomo Nusantara
"ABSTRAK
Hemolisis merupakan masalah yang umum dijumpai dalam praktik laboratorium dengan prevalensi 3,3 dari total spesimen yang diterima di laboratorium. Hemolisis memiliki pengaruh yang berbeda pada pemeriksaan PT dan APTT pada subyek sehat dan pasien Sysmex CS2100i merupakan alat koagulometer yang menggunakan prinsip deteksi koagulasi dengan transmisi cahaya foto-optikal yang dilengkapi dengan detektor hemolisis ikterik dan lipemik HIL dan multiple wavelength detector. Aspek terpenting dalam praktik laboratorium terkait hemolisis adalah mengetahui batasan indeks hemolisis yang dapat menimbulkan bias bermakna di dalam suatu pemeriksaan dalam hal ini PT dan APTT. Jumlah subyek penelitian sebesar 70 orang yang dibagi dua yaitu, kelompok sehat sebesar 35 orang dan kelompok sakit dengan warfarin sebesar 35 orang. Pembuatan hemolisat dilakukan dengan metode trauma mekanik menggunakan syringe insulin dengan jarum 30G. Pada hasil PT dan APTT subyek sehat didapatkan uji repeated measures ANOVA bermakna, p=0,001 dan subyek sakit dengan warfarin didapatkan uji Friedman bermakna, p=0,001. Uji post-hoc Dunnett subyek sehat untuk hasil PT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 150, 200, 250, 330 dan 500 mg/dL, sedangkan hasil APTT didapatkan hasil bermakna pada konsentrasi hemolisis 250, 330, dan 500 mg/dL. Uji post-hoc Wilcoxon subyek sakit untuk hasil PT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 100, 150, 200, 250, 330 dan 500 mg/dL, sedangkan hasil APTT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 250, 330 dan 500 mg/dL.Bias hemolisis maksimal yang masih dapat diterima dengan kriteria Ricos dkk untuk PT dan APTT subyek sehat masing-masing adalah 100 mg/dL, sedangkan subyek sakit dengan warfarin adalah 50 mg/dL dan 200 mg/dL. Batasan dengan kriteria CLIA untuk PT dan APTT subyek sehat adalah 330 mg/dL dan 250 mg/dL, sedangkan subyek sakit dengan warfarin adalah 330 mg/dL baik untuk PT maupun APTT. Dari grafik scatter didapatkan tren pemanjangan hasil PT dan APTT subyek sehat, sedangkan pada subyek sakit dengan warfarin didapatkan tren pemanjangan hasil PT dan pemendekan hasil APTT. Penerapan batasan bias hemolisis maksimal memungkinkan praktisi laboratorium untuk tetap menerima spesimen dengan interferensi hemolisis pada pemeriksaan PT dan APTT, memastikan hasil yang dikeluarkan tetap akurat, tanpa menunda penatalaksanaan terhadap pasien dan mengurangi biaya dan ketidaknyamanan yang timbul akibat pengambilan kembali spesimen.

ABSTRACT
Hemolysis is a common problem in laboratory practice with a prevalence of 3.3 of the total specimens received in the laboratory. Haemolysis have a different influence on the examination of the PT and APTT in healthy and patients subjects. Sysmex CS2100i is a coagulometer with the photo optical method, equipped with hemolysis, icteric and lipemic detector HIL and multiple wavelength. The most important aspect in laboratory practice is to know the limits associated with haemolysis that can cause significant bias in PT and APTT assay. The total number of research subjects are 70 people, divided into 35 healthy subjects and 35 patient subject undergoing warfarin therapy. Hemolysate was conducted using a mechanical trauma using insulin syringe with 30G needle.. Repeated measures ANOVA test of PT and APTT on healthy subjects obtained a significant statistical result, p 0.001. The warfarin users also had a significant statistical result with Friedman test, p 0.001. Post hoc Dunnett test on PT values of healthy subjects, obtained a statisticaly significant results in hemolysis concentration of 150, 200, 250, 330 and 500 mg dL, while the APTT results obtained significant statistical results in haemolysis concentration of 250, 330, and 500 mg dL. Wilcoxon post hoc test of PT on patient subjects obtained significant result in the haemolysis concentration of 100, 150, 200, 250, 330 and 500 mg dL, while the APTT values obtained significant results in hemolysis concentration 250, 330 and 500 mg dL. The maximum bias that still could acceptable by Ricos et al criteria for PT and APTT on healthy subjects for both were 100 mg dL, whereas patient subjects undergoing warfarin therapy was 50 mg dL and 330 mg dL. Using CLIA criteria for PT and APTT on healthy subjects resulted maximum bias was 330 mg dL and 250 mg dL, whereas warfarin users was 330 mg dL for PT and APTT. There was a trend of increase in the readings of PT and APTT on healthy subjects, while on patient subjects undergoing warfarin there was a trend of increase in PT and decrease of APTT results. The application of acceptable hemolysis bias limit, enable laboratory practitioners to process hemolysis specimens in PT and APTT assays, ensuring the results is still accurate without delaying clinical decision and to reduce the cost and inconvenience arising from the specimen recollection. "
2017
T55610
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Erida
"ABSTRAK
Pemeriksaan koagulasi rutin PT dan APTT sangat dipengaruhi oleh variabel pra analitik yaitu perbandingan darah dengan antikoagulan sitrat 0,109 M adalah 9:1. Kurangnya volume darah dalam tabung menyebabkan rasio berubah sehingga terjadi pengenceran sampel disebut underfilling. Underfilling pada tabung sitrat 0.109 M menyebabkan nilai PT dan APTT memanjang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan underfilling menyebabkan pemanjangan PT dan APTT, melihat adakah perbedaan rerata PT dan APTT antar berbagai volume dalam tabung, sekaligus menentukan volume minimal spesimen dalam tabung sitrat yang direkomendasikan untuk pemeriksaan PT dan APTT. Desain penelitian potong lintang dengan 38 subjek sehat dan 38 pasien dengan warfarin. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa underfilling menyebabkan pemanjangan PT dan APTT. Terdapat perbedaan rerata PT dan APTT pada berbagai volume spesimen, dan volume minimal spesimen dalam tabung sitrat yang direkomendasikan untuk pemeriksaan PT dan APTT adalah 90 untuk subjek sehat dan 100 untuk pasien dengan warfarin.Kata kunci: pra analitik; pemeriksaan koagulasi; underfilling; pemanjangan PT dan APTT; volume minimal spesimen

ABSTRACT
The routine coagulation measurement PT and APTT are highly influenced by pre analytical variables, one of which is the ratio of 9 1 between blood and citrate 0.109 M as anticoagulant. Lesser than minimum amount of blood volume in sample tube causes sample dilution known as underfilling. Underfilling of citrate 0.109 M tube results in prolonged PT and APTT. This study aims to prove that underfilling leads to prolonged PT and APTT by comparing mean PT and APTT value between sample tubes with different volume of blood. Furthermore, the recommended minimal volume of specimen in citrated tube would be sought. The study design was cross sectional with 38 healthy subjects and 38 patients on warfarin. This study indeed found that underfilling causes prolonged PT and APTT. There were significant mean difference of each PT and APTT for various specimen volumes. The recommended minimum specimen volume in citrate tube for PT and APTT measurement was 90 for healthy subject and 100 for patients on warfarin.Keywords pra analytic, coagulation measurement, underfilling, prolonged PT APTT, minimum specimen volume."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zamilatul Azkiyah
"ABSTRAK
Intrakranial hemoragik merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan secara intensif. Intrakranial hemoragik dapat bersifat spontan dan dapat disebabkan oleh malformasi pembuluh darah, trauma atau karena penggunaan obat antikoagulan. Tujuan dari penelitian ini adalah menilai efektivitas penggunaan asam traneksamat dan vitamin K terhadap nilai PT dan APTT pada pasien intrakranial hemoragik. Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif, data diambil dari rekam medis pasien di instalasi rekam medis RSUP Fatmawati Jakarta pada Januari 2013 - Desember 2015. Kelompok pertama adalah pasien yang menerima asam traneksamat tunggal dan kelompok kedua adalah pasien yang menerima asam traneksamat dan vitamin K. Sejumlah 125 rekam medis dimasukkan kedalam kriteria inklusi. Analisis statistik menggunakan uji chisquare dan regresi logistik. Pasien yang menggunakan asam traneksamat 2,5 kali berpeluang memendekkan nilai APTT dan 1,2 kali berpeluang memendekkan nilai PT. Pasien yang menggunakan asam traneksamat dan vitamin K 2,7 kali berpeluang memendekkan nilai APTT dan 1,6 kali berpeluang memendekkan nilai PT. Penggunaan asam traneksamat berpeluang menyebabkan terjadinya pemendekan nilai APTT 6 kali setelah dikontrol oleh variabel rentang waktu pengukuran. Penggunaan asam traneksamat dan vitamin k berpeluang menyebabkan terjadinya pemendekan nilai APTT 7,5 kali setelah dikontrol oleh penyakit penyerta.

ABSTRACT
Intracranial hemorrhage is a life threatening condition, the outcome of which can be improved by intensive care. Intracranial hemorrhage may be spontaneous, precipitated by an underlying vascular malformation, induced by trauma, or related to therapeutic anticoagulation. The purpose of this study was to determine the PT and APTT scores in patient with intracranial hemorrhage that received tranexamic acid and vitamin K. This study used observational with cohort retrospective design. The research was conducted in the Installation Medical Records, data takes from patient rsquo s medical records admitted to RSUP Fatmawati Jakarta in January 2013 until Desember 2015.First group is patient who received tranexamic acid alone and the second group is patient who received tranexamic acid and vitamin K. A total of 125 medical records were included in the inclusion criteria. The statistical analysis of the chi square test showed that patient used tranexamic acid shorten the APTT scores 2,5 times and shorten the PT scores 1,2 times. Patients used tranexamic acid and vitamin K shorten the APTT scores 2,7 and 1,6 times. The use of tranexamic acid shorten the APTT scores 6 times after being controlled by the measurement times. The use of tranexamic acid and vitamin k cause shorten APTT scores 7.5 times after being controlled by the comorbidities."
2017
T49695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekarpramita Darmaputri
"Latar belakang. Coronavirus disease-2019 (COVID-19) memiliki spektrum penyakit yang sangat luas dari gejala ringan sampai berat, hingga kematian. Reaksi inflamasi berat akibat dari COVID-19 ini menimbulkan gangguan hemostasis yang disebut dengan COVID-19 associated coagulopathy. Penelitian ini bertujuan untuk menilai profil koagulasi pada pasien dalam pemantauan (PDP) ataupun terkonfirmasi COVID-19 serta hubungannya terhadap mortalitas 30-hari pasien.
Metode. Studi ini merupakan studi kohort retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama Maret 2020 hingga Juni 2020. Sebanyak 106 subjek yang sesuai kriteria inklusi dianalisis dari data rekam medis. Dilakukan pengambilan data berupa data demografik, klinis atau hemodinamik pasien, profil koagulasi saat subjek ditentukan sebagai PDP atau terkonfirmasi COVID-19, pemberian terapi tromboprofilaksis heparin, dan status mortalitas 30 hari setelah admisi. Perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Package of Social Science (SPSS) versi 24.0. Profil koagulasi subjek penyintas 30 hari dibandingkan dengan subjek yang mengalami mortalitas. Variabel profil koagulasi yang bermakna kemudian dianalisis dengan analisis bivariat dan regresi logistik multivariat.
Hasil. Pada kelompok yang mengalami mortalitas 30-hari ditemukan adanya peningkatan jumlah leukosit (p: 0,022), penurunan kadar trombosit (p: 0,016), dan waktu protrombin (PT) dan waktu activated partial thromboplastin time (APTT) yang lebih panjang (p: 0,002 dan p: 0,018) dibandingkan pada kelompok penyintas 30-hari. Tidak ditemukan perbedaan fibrinogen dan d-Dimer yang bermakna secara statistik. PT merupakan suatu profil koagulasi tunggal yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas 30-hari dengan odds ratio (95% CI) sebesar 1,407 (1,072 – 1,846), nilai p: 0,014.
Simpulan. Terdapat hubungan antara faktor koagulasi pasien COVID-19 dengan mortalitas 30 hari di RSCM, khususnya PT yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas 30-hari.

.Background. Coronavirus disease-2019 (COVID-19) has a very broad spectrum of disease from mild to severe symptoms, to death. The severe inflammatory reaction as a result of COVID-19 infection causes a hemostasis disorder called COVID-19 associated coagulopathy. This study aims to assess the coagulation profile of patients under monitoring (PDP) or confirmed COVID-19 and its relationship with 30-day mortality.
Method. This retrospective cohort study was conducted at RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) from March 2020 to June 2020. A total of 106 subjects who met the inclusion criteria were analyzed from medical record data. Data were collected in the form of patient demographic, clinical or hemodynamic data, coagulation profile when the subject was determined as PDP or confirmed as COVID-19, administration of heparin thromboprophylaxis therapy, and mortality status 30 days after admission. Statistical calculations were performed using the Statistical Package of Social Science (SPSS) version 24.0. We compared the coagulation profiles of the survivor group in contrast to the non-survivor group. Significant coagulation profile variables were analyzed using bivariate analysis and multivariate logistic regression.
Results. There was elevated number of leukocytes (p: 0.022), reduced platelet levels (p: 0.016), and longer prothrombin time (PT) as well as activated partial thromboplastin time (APTT) (p: 0.002 and p: 0.018, consecutively) in non-survivor group. There were no statistical differences in fibrinogen and d-Dimer levels in both groups. Additionally, PT is a single coagulation profile which predicted 30-day mortality with an odds ratio (95% CI) of 1.407 (1.072 - 1.846), and p value: 0.014.
Conclusion. This present study shows abnormal coagulation results are associated with 30-day mortality in COVID-19 patients at RSCM. Prolonged PT was an independent predictor for 30-day mortality in COVID-19 patients
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sin Hariyanto Budiarta
"Latar Belakang: Penderita sirosis hati sering mengalami gangguan sistem hemostasis yang kompleks dan komplikasi perdarahan akut varises gastroesofageal. Peran gangguan sistem hemostasis dalam perdarahan akut varises gastroesofageal penderita sirosis hati masih belum jelas.Tujuan: Mengetahui perbedaan jumlah trombosit, nilai PT, nilai APTT dan kadar protein C penderita sirosis hati yang mengalami dan yang tidak mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada penderita sirosis hati. Subjek penelitian diperoleh dari penderita yang berobat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Seluruh penderita dilakukan pemeriksaan jumlah trombosit, nilai PT, nilai APTT dan kadar protein C. Penderita dengan gejala perdarahan akut saluran cerna bagian atas dilakukan pemeriksaan Esofago-Gastro-Duodenoskopi EGD. Diagnosis perdarahan akut varises gastroesofageal ditentukan dari hasil pemeriksaan EGD. Untuk mengetahui perbedaan jumlah trombosit, nilai PT, nilai APTT dan kadar protein C penderita sirosis hati yang mengalami dan yang tidak mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal dipakai uji T indepedent dan uji Mann-Whitney.
Hasil: Terdapat total 63 penderita sirosis hati yang ikut serta dalam penelitian, 21 penderita mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal dan 42 penderita tidak mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal. Perbedaan jumlah trombosit penderita sirosis hati yang mengalami perdarahan dan yang tidak mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal mempunyai nilai p>0,05. Jumlah trombosit.

Background Patients with liver cirrhosis have complex hemostatic system disturbances and acute gastroesophageal varices bleeding frequently. The role of hemostatic system disturbances in acute gastroesophageal varices bleeding has not been yet clear in liver cirrhosis.Objective To know the difference of thrombocyte count, PT, APTT and protein C level in liver cirrhosis patients with and without acute gastroesophageal varices bleeding.
Methods: This was a cross sectional study. Patients with liver cirrhosis were enrolled from Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. All patients underwent examination for thrombocyte count, PT, APTT and protein C level. Patients with acute upper gastrointestinal bleeding underwent examination for esophago gastro duodenoscopy EGD. Diagnosis of acute gastroesophageal varices bleeding based on the result of EGD examination. To know the difference of thrombocyte count, PT, APTT and protein C level in liver cirrhosis patients with and without acute gastroesophageal varices bleeding, T independent test and Mann Whitney test were used for statistical analysis.
Results There are 63 patients with liver cirrhosis in this study, 21 patients with acute gastroesophageal varices bleeding and 42 patients without acute gastroesophageal varices bleeding. The difference of thrombocyte count in liver cirrhosis patients with and without acute gastroesophageal bleeding has p value 0,05. Thrombocyte count.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonita Dochrist Teresa
"Stroke merupakan salah satu penyakit kardioserebrovaskular yang digolongkan sebagai penyakit katastropik. Seiring meningkatnya prevalensi stroke, maka beban biaya pelayanan kesehatan tentu akan meningkat. Beberapa penelitian mengenai penggunaan dabigatran dan warfarin pada pasien stroke iskemik menunjukkan bahwa dabigatran menghasilkan biaya medis langsung yang lebih tinggi dibandingkan warfarin, namun hal ini diimbangi dengan manfaat kesehatan tambahan dalam hal jumlah tahun kehidupan berkualitas yang disesuaikan (JTKD). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya terapi dabigatran dan warfarin pada pasien stroke iskemik. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pengumpulan data biaya berdasarkan perspektif rumah sakit. Subjek penelitian adalah pasien rawat jalan dengan diagnosis stroke iskemik yang berusia 18 tahun ke atas dan mendapat terapi dabigatran atau warfarin di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta pada tahun 2018-2019. Karakteristik pasien dari penelitian ini ialah pria (63%) dan berusia 55 - <65 tahun (40,7%). Berdasarkan hasil analisis, total biaya terapi dabigatran sebesar Rp1.656.412,03, dan Rp2.014.007,00 untuk terapi warfarin. Tidak ada perbedaan bermakna antara total biaya terapi dabigatran dan terapi warfarin berdasarkan uji beda Mann-Whitney (P=0,842). Oleh karena itu, dari aspek total biaya, dabigatran dapat dipertimbangkan sebagai rekomendasi terapi antikoagulan pada pasien stroke iskemik.

Stroke is a cardioserebrovascular disease which classified as a catastrophic disease. As the prevalence of stroke increase, the burden of healthcare cost will certainly increase. Several studies on the use of dabigatran and warfarin in ischemic stroke patients showed that dabigatran resulted in higher direct medical cost compared to warfarin, but this is offset by additional health benefits in terms of quality-adjusted life-year (QALY). This study aimed to analyze total costs of dabigatran and warfarin therapy in ischemic stroke patients. This study used a cross-sectional design with cost data collection based on hospital perspective. Subjects were outpatients with diagnosis of ischemic stroke aged 18 years and over who received dabigatran or warfarin therapy at the National Brain Center Hospital in 2018-2019. Patients’ characteristics of this study were men (63%) and aged 55 - <65 years old (40,7%). Based on the analysis, a total cost of Rp1,656,412.03, was obtained for dabigatran therapy, and Rp2,014,007.00 for warfarin therapy. There was no significant differences between the total cost of dabigatran therapy and warfarin therapy based on Mann-Whitney test (P=0,842). Therefore, from the aspect of total cost, dabigatran can be considered as a recommendation for anticoagulant therapy in ischemic stroke patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktrya Lidayya
"Pemberian konseling oleh apoteker dapat memperbaiki pengetahuan dan persepsi pasien yang mendapatkan terapi warfarin sehingga target nilai INR berhasil tercapai dan pasien dapat terhindar dari kejadian ESO warfarin. Warfarin adalah obat yang digunakan secara luas di dunia untuk terapi gangguan fungsi kardiovaskular. RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita merupakan rumah sakit rujukan nasional kardiovaskular. Penelitian menggunakan rancangan kuasi eksperimen pre- dan post-test design dengan membandingkan penurunan nilai INR dan kemunculan Efek Samping Obat (ESO) pada pasien di kelompok uji yang memperoleh konseling disertai leaflet dan kelompok kontrol yang memperoleh leaflet saja. Tujuan penelitian ini untuk menilai pengaruh konseling dan pemberian leaflet terhadap nilai INR dan adanya ESO pada pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di poliklinik umum RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita periode April-Oktober 2019. Sebesar 28 pasien kelompok kontrol dan 31 pasien kelompok uji dari hasil penelitian menunjukan pemberian leaflet dan konseling tidak berpengaruh terhadap penurunan nilai INR pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di RSJPDHK. Hasil analisis bivariat menggunakan uji T tidak berpasangan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pasien berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penurunan nilai INR pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di RSJPDHK dengan nilai P sebesar 0,016 (p < 0,05).

Providing counseling by pharmacists can improve the knowledge andperceptions of patients who get warfarin therapy so that the target INR value is achieved and patients can avoid the warfarin adverse drug reaction (ADR). Warfarin is a drug that is widely used in the world for the treatment of cardiovascular disorders. Harapan Kita Cardiovascular Hospital is a national cardiovascular referral hospital. The research method used was pre- and post-test design by comparing the decrease in the value of INR and the appearance of patients ADR in the test group who received counseling accompanied by leaflets and control groups who received leaflets only. The study used a quasi-experimental design pre- and post-test design by comparing the decrease in the value of INR and the emergence of ADR in patients in the test group  who received counseling accompanied by leaflets and control groups who received leaflets only. The purpose of this study was to assess the effect of counseling and leaflets on the value of INR and the presence of ESO in outpatients using warfarin in the general polyclinic of Harapan Kita Cardiovascular Hospital period from April to October 2019. A total of 28 patients in the control group and 31 patients in the test group from the results of the study showed that giving leaflets and counseling had no effect statistically on the decrease in the INR value of outpatients warfarin users at RSJPDHK. The results of the bivariate analysis using the unpaired T-test showed that the level of education of patients had a  statistically significant effect on the decrease in the value of INR outpatients using warfarin in RSJPDHK with a P value of 0.016 (p < 0.05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T55035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirda Syari
"Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terapi rivaroxabanmemiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan trombosis vena dalam deep vein thrombosis/DVT . Akan tetapi,masih sedikit dokter di RS Kanker Dharmais yang memberikan terapi rivaroxabanuntuk pengobatan DVT. Penelitian evaluasi ekonomi parsial ini bertujuan untukmenganalisis efektivitas/outcome dan besarnya biaya yang dibutuhkan dari perspektifrumah sakit antara pemberian terapi rivaroxaban dan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan DVT pada pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun2016 -; 2018.
Karena keterbatasan jumlah pasien yang mendapatkan terapi rivaroxabanselama 3 - 6 bulan, studi ini menganalisis biaya dan efektivitas/outcome dari pasienyang mendapatkan terapi selama 1 bulan. Efektivitas/outcome yang diukur adalahintermediate outcome, yang meliputi lama hari rawat, kesembuhan, dan kejadianperdarahan. Biaya dihitung berdasarkan biaya yang dibebankan kepada pasien charge ,yang meliputi biaya obat, pemeriksaan penunjang, tindakan, serta administrasi danakomodasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk efektivitas/outcome terapi rivaroxaban, sebagian besar pasien tidak mendapatkan perawatan rawat inap, 40 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi rivaroxaban hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 8.824.791,00. Untuk efektivitas/outcome terapi kombinasi UFH warfarin, sebagian besar pasien memiliki lama hari rawat antara 8 -; 14 hari, 46 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi kombinasi UFH warfarin hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 13.201.698,00.

Based on previous studies, rivaroxaban therapy has several advantages compared to combination therapy UFH warfarin for the treatment of deep vein thrombosis DVT. However, the use of rivaroxaban in Dharmais Cancer Hospital is still low. This partial economic evaluation study aims to analyze cost and consequence of rivaroxaban therapy and combination therapy UFH warfarin for DVT treatment in cancer patients at the Dharmais Cancer Hospital during 2016 - 2018. Data collection was done using cohort retrospective and individual unit of analysis.
Due to limited number ofpatient treated with rivaroxaban therapy within 3 - 6 months, we estimated the cost and consequence related to patients who were successfully treated in one month. The consequence was the intermediate outcome, i.e length of stay, recovery, and the occurrence of bleeding. The cost was calculated based on hospital perspective including drugs, laboratory tests, procedures, as well as the administrative and accommodation costs.
The results showed that patients with rivaroxaban therapy were not admitted to inpatient care, 40 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of rivaroxaban therapy to reach the expected outcome was Rp 8,824,791.00. The study also showed that the outcome of combination therapy UFH warfarin were length of stay between 8 to 14 days, 46 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of combination therapy UFH warfarin to reach the expected outcome was Rp 13,201,698.00.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanus Johanes Charles Tangel
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik pada anak memerlukan perhatian khusus, terutama dalam pemasangan catheter double lumen (CDL) untuk hemodialisis. Studi tentang faktor risiko disfungsi kateter pada anak dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis bertujuan mengevaluasi hubungan antara parameter laboratorium, seperti kadar platelet dan albumin serum, dengan disfungsi kateter. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai faktor risiko disfungsi kateter pada anak dengan penyakit ginjal kronik.

Metode: Studi ini memiliki desain studi potong lintang yang dilakukan dengan menggunakan sampel data rekam medik dari pasien-pasien anak yang sudah menggunakan catheter double lumen (CDL) tunnel mulai bulan September hingga Oktober 2023.

Hasil: Sebanyak 59 pasien memenuhi kriteria pada penelitian ini yang sebagian besar memiliki jenis kelamin perempuan (50,8%) dan berusia >10 tahun (69,5%). Kadar platelet yang tinggi berhubungan signifikan terhadap kejadian disfungsi kateter pada pasien anak dengan penyakit ginjal tahap akhir di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (p=0,001). Kadar APTT tidak memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian disfungsi kateter pada pasien anak dengan penyakit ginjal tahap akhir di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (p=0,810). Kadar albumin serum yang rendah atau hipoalbuminemia berhubungan signifikan terhadap kejadian disfungsi kateter pada pasien anak dengan penyakit ginjal tahap akhir di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (p=0,001). Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian disfungsi kateter pada pasien anak dengan penyakit ginjal tahap akhir di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah kadar albumin serum.

Kesimpulan: Kadar albumin dan platelet berhubungan signifikan terhadap kejadian disfungsi kateter pada pasien anak dengan penyakit ginjal tahap akhir di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian disfungsi kateter pada pasien anak dengan penyakit ginjal tahap akhir di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah kadar albumin serum.


Background: Chronic kidney disease in children requires special attention, particularly in the placement of double-lumen catheters (DLC) for hemodialysis. A study on the risk factors for catheter dysfunction in children with chronic kidney disease undergoing hemodialysis aimed to evaluate the relationship between laboratory parameters, such as platelet levels and serum albumin, and catheter dysfunction. This research is expected to enhance understanding of the risk factors for catheter dysfunction in children with chronic kidney disease.

Methods: This study employed a cross-sectional study design using medical record data samples from pediatric patients who had undergone double-lumen catheter (DLC) tunnel placement from September to October 2023.

Results: A total of 59 patients met the criteria for this study, the majority of whom were female (50.8%) and aged over 10 years (69.5%). High platelet levels were significantly associated with catheter dysfunction in pediatric patients with end-stage kidney disease at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (p=0.001). APTT levels did not have a significant association with catheter dysfunction in pediatric patients with end-stage kidney disease at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (p=0.810). Low serum albumin levels or hypoalbuminemia were significantly associated with catheter dysfunction in pediatric patients with end-stage kidney disease at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (p=0.001). The most influential factor for catheter dysfunction in pediatric patients with end-stage kidney disease at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo was serum albumin level.

Conclusion: Albumin levels and platelet are significantly associated with catheter dysfunction in pediatric patients with end-stage kidney disease at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. The most influential factor for catheter dysfunction in pediatric patients with end-stage kidney disease at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo was serum albumin level."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sulistiowati
"ABSTRAK
Warfarin merupakan antikoagulan dengan indeks terapetik yang sempit. Tidak tercapainya target International Normalized Ratio INR pada pasien yang menggunakan warfarin menyebabkan komplikasi thrombus atau perdarahan. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pencapaian target INR pada pasien rawat jalan yang menggunakan terapi warfarin. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan non-probability sampling pada 90 pasien rawat jalan yang menggunakan obat warfarin di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Analisis data menggunakan uji T, Chi Square dan analisis multivariat dengan regresi logistic berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan tercapainya target INR meningkat 3,8 kali pada kelompok pasien yang patuh minum obat dibandingkan dengan kelompok yang tidak patuh minum obat setelah dikontrol komorbiditas. Tingkat pengetahuan mengenai warfarin pada pasien rawat jalan di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita rendah yaitu sebesar 74,4 . Oleh sebab itu perlu dilakukan edukasi dan motivasi bagi pasien untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dan mengontrol komorbiditas agar aman dalam menggunakan warfarin.

ABSTRACT
Warfarin is an anticoagulant with a narrow therapeutic index. Not reaching the target of International Normalized Ratio INR in patients using warfarin caused complications like a thrombus or bleeding. The purpose of the study is to identify the factors that influence the achievement of target INR in outpatients who use warfarin therapy. This study uses cross sectional design with non probability sampling at 90 outpatient who consume warfarin at RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Data analysis using T test, Chi Square, multiple logistic regretion. The results showed probability of achievement INR target in adherence group increased 3,8 times than non adherent group after controlled by comorbidity. Level of knowledge about warfarin in outpatients RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita are low at 74,4 . It's necessary to provide education related and motivation to improve patient compliance to medication and maintain of comorbidity control in order to secure the use of warfarin."
2017
T48297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>