Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98663 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juwalita Surapsari
"ABSTRAK
Latar belakang: Sistektomi radikal dengan ileal conduit yang merupakan tata laksana utama karsinoma buli adalah prosedur pembedahan kompleks yang seringkali membutuhkan rawat inap yang lama dan menyebabkan berbagai komplikasi. Malnutrisi praoperatif merupakan kontributor penting terhadap tingginya morbiditas dan mortalitas pada sistektomi radikal. Dukungan nutrisi perioperatif yang adekuat bertujuan untuk menurunkan stres akibat pembedahan sehingga dapat mencegah komplikasi, menunjang outcome yang baik, dan memperpendek masa rawat inap pascaoperasi.
Metode: Laporan serial kasus ini menyajikan empat kasus karsinoma buli, dengandua kasus termasuk kaheksia kanker dan dua kasus termasuk pra-kaheksia. Keempat pasien dilakukan sistektomi radikal dengan ileal conduit dan diberikan dukungan nutrisi perioperatif yang mencakup carbohydrate loading dan nutrisi enteral dini pascaoperasi serta pemberian nutrisi secara bertahap. Dilakukan pemantauan yang meliputi keluhan klinis, pemeriksaan fisik, antropometri, hasil laboratorium, dan analisis asupan.
Hasil: Tiga pasien mengalami hiperglikemia yang berlangsung singkat tanpa membutuhkan terapi insulin. Dua pasien mengalami ileus paralitik pascaoperasi, namun dapat teratasi secara konservatif dalam waktu cepat. Dua pasien mencapai 70-80 target kalori dalam 5 hari pascaoperasi, sedangkan pasien yang mengalami ileus paralitik mencapai target kalori 60-70 dalam waktu 9 hari pascaoperasi. Masa rawat inap pascaoperasi bervariasi mulai dari 7 hingga 10 hari.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi perioperatif pada keempat pasien menunjang dalam mengontrol stres pembedahan yang terlihat dari hiperglikemia yang hanya berlangsung singkat, mencegah komplikasi, serta memperpendek masa rawat inap.

ABSTRACT
Background Radical cystectomy and ileal conduit, a mainstay treatment of bladder carcinoma, is a complex surgery which not rarely requires a long hospital stay and has many complications. Preoperative malnutrition is on of important contributor to high morbidity and mortality in radical cystectomy. Adequate perioperative nutritional support aims to alleviate surgical stress, thus prevent complications, support good outcome, and shorten length of hospital stay after surgery.
Method This case series presenting 4 cases of bladder carcinoma, consists of 2 cases of cancer cachexia and 2 cases of pre cachexia. All of the patients had undergone radical cystectomy and ileal conduit, and was supported by perioperative nutrition including carbohydrate loading and postoperative early enteral nutrition. The monitoring included clinical complaints, physical examination, anthropometry, laboratory results, and intake analysis.
Result Three patients had hyperglycemia lasted only in short period and no insulin treatment needed. Two patients experienced postoperative paralytic ileus and was resolved only with conservative treatment. Two patients achieved 70 ndash 80 calorie target on 5 days after surgery, while the others who experienced paralytic ileus achieved 60 ndash 70 calorie target in 9 days postoperative. Length of stay in the hospital after surgery was varied between 7 to 10 days.
Conclusion Perioperative nutritional support on the above patients had contribution in controlling surgical stress, seen on the short period hyperglycemia, preventing complications, and shortening the hospital stays.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55616
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
David Ralph Lienhardt Ringoringo
"Pendahuluan dan tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan alasan pasien di balik penolakan radikal sistektomi pada kanker kandung kemih
Metode: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Adam Malik dalam rentang periode Juli 2014 hingga Agustus 2020. Family meeting ataupun wawancara dilakukan untuk menjelaskan risiko dan manfaat dari operasi dan mendapatkan persetujuan atau penolakan (dan alasan penolakan) dari prosedur tersebut. Analisis bivariat menilai signifikansi semua variabel dependen sebagai prediktor penolakan radikal sistektomi. Variabel yang signifikan akan dimasukkan dalam analisis regresi multivariat.
Hasil: Sebanyak 51 pasien kanker kandung kemih yang baru terdiagnosis dan dindikasikan untuk radikal sistektomi diikutsertakan dalam penelitian ini, dengan rata- rata usia 51,73±8,73 tahun; 34 (66,67%) diantaranya berusia <55 tahun. Ada 42 pasien laki-laki (82,4%) dalam penelitian ini. 15 (29,4%) pasien menolak radikal sistektomi. 81,25% pasien stadium awal setuju untuk menjalani radikal sistektomi. Rasio prevalensi pasien stadium III-IV yang menolak menjalani radikal sistektomi adalah 1,544 (95% CI, 0,977-2,440). Hanya enam pasien (35,3%) berusia ≥55 tahun yang menyetujui prosedur, dengan rasio prevalensi pasien berusia ≥55 tahun yang menolak prosedur sebesar 2.500 (95% CI, 1.298–4.814).
Kesimpulan: Usia ≥55 tahun, tingkat pendidikan rendah, dan stadium III-IV menjadi faktor penentu penolakan radikal sistektomi. Odds rasio penolakan adalah 2.500 (95% CI, 1.298–4.814), 3.588 (95% CI, 1.708–7.537), dan 1.544 (95% CI, 0.977–2.440) masing-masing untuk usia ≥55 tahun, tingkat pendidikan rendah, dan tahap III-IV.

Introduction: This study aimed to describe the reasons behind patient’s radical cystectomy refusal for bladder cancer
Methods: This study was conducted at Adam Malik General Hospital between July 2014 and August 2020 were recruited in this study. A family conference or interview was taken to explain the risk and benefit of the surgery and get the approval or rejection (and refusal reason) of the procedure. The bivariate analysis assessed all dependent variables’significance as a predictor of radical cystectomy refusal. Significant variables will be included in the multivariate regression analysis.
Results: A total of 51 newly diagnosed bladder cancer patients indicated for radical cystectomy were included in this study, with an average of 51.73±8.73 years old; 34 (66.67%) of those were aged <55 years old. There were 42 male patients (82.4%) in this study. 15 (29.4%) patients refused the radical cystectomy. 81.25% of early-stage patients agreed to undergo radical cystectomy. The prevalence ratio of stage III–IV patients refused to undergo radical cystectomy was 1.544 (95% CI, 0.977–2.440). Only six patients (35.3%) aged ≥55 years agreed to the procedure, with a prevalence ratio of patients ≥55 years of age to refuse to the procedure of 2.500 (95% CI, 1.298–4.814). Conclusion: Age ≥55 years, low education level, and stage III-IV were the determining factors in the rejection of radical cystectomy. The odds ratios for refusal were 2.500 (95% CI, 1.298–4.814), 3.588 (95% CI, 1.708–7.537), and 1.544 (95% CI, 0.977–2.440) for ages ≥55 years, low education level, and stages III-IV, respectively.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy
"Latar Belakang Radikal sistektomi (radical cystectomy / RC) merupakan standar pengobatan untuk muscle-invasive bladder carcinoma. Diperlukan faktor prediksi untuk pendekatan agresif karena dapat menyebabkan pengobatan berlebihan. Hitung darah tepi (BCC) dilaporkan memiliki hubungan yang signifikan dengan beberapa jenis keganasan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan BCC sebagai faktor prediktor terhadap tingkat keselamatan umum (OS) pada pasien karsinoma kandung kemih (BC) setelah menjalani RC.
Metode Studi kohort retrospektif dibuat terhadap 26 pasien yang menjalani RC. Karakteristik demografis dan BCC seperti hemoglobin (Hb), NLR, PLR, dan rasio limfosit/monosit (LMR). Analisis kesintasan Kaplan-Meier dilakukan untuk menentukan overall survival (OS) pada penanda pemeriksaan hitung darah. Hubungan antara karakteristik pasien dengan kesintasan satu tahun juga dilakukan dengan menggunakan metode Mantel-Cox (Log-rank).
Hasil Dari 26 pasien, usia rata-rata adalah 55,6 ± 12,9 tahun. Pada analisis univariat, tidak ada karakteristik demografis yang ditemukan sebagai prediktor signifikan dari kelangsungan hidup satu tahun dan keseluruhan (p>0,05). Hb, NLR, PLR, dan LMR tidak menjadi prediktor signifikan dari kelangsungan hidup satu tahun dan OS (p>0,05).
Kesimpulan BCC bukan merupakan faktor prediktor yang signifikan terhadap kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker kandung kemih setelah menjalani radikal sistektomi.

Background
Radical cystectomy (RC) is the gold standard treatment for muscle-invasive bladder carcinoma. A predictive factor is needed for the aggressive approach as it could lead to overtreatment. Elevated blood cell count (BCC) markers are reported to have a significant association with poor outcomes in several types of malignancy. Neutrophil-to-lymphocyte-ratio (NLR) and platelet-to-lymphocyte ratio (PLR) are a well-known inexpensive and effective representative marker of inflammatory condition. This study aims to determine the BCC as a predictor factor of overall survival (OS) in bladder carcinoma (BC) after RC patients
Methods
A retrospective cohort study was designed to investigate 26 patients undergone RC. The demographic characteristics and BCC such as hemoglobin (Hb). NLR, PLR and lymphocyte/monocyte ratio (LMR) were collected. The patients were categorized based on the CBC markers value (≥Median and
Results
Among the 26 patients, the mean age was 55.6 ± 12.9 years. On univariate analysis, none of the demographic characteristics were found as a significant predictor of one year and overall survival (p>0.05). Hb, NLR, PLR and LMR were not a significant predictor of one year survival and OS (p>0.05).
Conclusions
The BCC was not a significant predictor factor survival in patients with bladder cancer after radical cystectomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zairida Rafidah Noor
"ABSTRAK
Latar belakang: Cholangiocarcinoma adalah keganasan traktus bilier yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan malnutrisi. Terapi kuratif adalah dengan pembedahan. Saat ini telah terdapat pedoman tata laksana nutrisi perioperatif pada slauran cerna tetapi belum terdapat rekomendasi spesifik terkait cholangiocarcinoma.
Presentasi kasus: Pasien dalam serial kasus ini terdiri dari empat pasien laki-laki berusia γ1?6β tahun dengan diagnosis cholangiocarcinoma ekstrahepatik dengan rencana bedah elektif. Maka tata laksana nutrisi yang dilakukan adalah dukungan nutrisi perioperatif. Pasien diberikan diet tinggi protein dan rendah lemak dengan nutrien spesifik berupa MCT dan BCAA. Pada kasus pertama dukungan nutrisi perioperatif mencakup pra dan pasca operasi, outcome operasi baik dan target nutrisi tercapai. Pada kasus kedua pasien mengalami komplikasi fistula pankreas dan tuberkulosis usus sehingga toleransi terhadap dukungan nutrisi pasca operasi berjalan lambat dan tidak mencapai target. Pada kasus ketiga pasien diberikan dukungan nutrisi pra operasi dan selama pemantauan didapatkan perbaikan kondisi klinis dan target nutrisi tercapai. Pasien kasus kedua dan ketiga diberikan suplementasi enzim pankreas yang meningkatkan toleransi asupan. Pada kasus keempat pasien mengalami perburukan kondisi klinis selama pemantauan yang berkaitan dengan beratnya penyakit dan berbagai komplikasi sehingga tata laksana nutrisi yang diberikan tidak optimal.
Kesimpulan: Tata laksana nutrisi perioperatif yang adekuat dapat memberikan outcome yang baik pada pasien cholangiocarcinoma. Pemberian nutrien spesifik berupa MCT dan BCAA, dan suplementasi enzim pankreas bermanfaat meningkatkan toleransi asupan pada pasien cholangiocarcinoma.

ABSTRACT
Background: Cholangiocarcinoma is biliary tract malignancy that may alter metabolism function and cause malnutrition. Curative therapy is abdominal surgery. Recommendations regarding perioperative nutrition in abdominal surgery has been established but there is no specific recommendations for cholangiocarcinoma yet.
Case presentation: Four male with range of age between γ1 to 6β years old are included in this case series. All cases were diagnosed with extrahepatic cholangiocarcinoma and bound to elective surgery therapy. Thus all patients were given perioperative nutrition support. All patient were given high protein and low diet with specific nutrients such as MCT and BCAA. The first patient received perioperative nutrition during pre and post operation phase, operation outcome was good, and nutrition target was achieved. The second patient experienced complications of pancreatic fistula and intestine tuberculosis, resulting in slow response to nutrition therapy. The third patient received nutrition therapy during pre operation phase with good response and nutrition target was achieved. The second and third patient were given pancreatic enzyme supplementation that improved nutrition tolerance. The fourth patient?s clinical condition worsen during monitoring due to nature of the severe disease and presence of complications hence nutrition therapy worked poorly.
Conclusion: Adequate perioperative nutrition support in cholangiocarcinoma improves outcome. Specific nutrients such as MCT and BCAA, and pancreatic enzyme supplementation improves nutrition tolerance and contribute to achieving nutrition target in cholangiocarcinoma patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Tiera
"ABSTRAK
Pemeriksaan Urinary Bladder Cancer Antigen (UBC) merupakan salah
satupemeriksaan non invasive terbaru dalam mendeteksi karsinoma buli dengan
mengidentifikasi ekspresisito keratin 8 dan 18 di dalam urin. Tujuan dari
penelitian ini adalah uji diagnostic dari pemeriksaan Rapid UBC pada populasi
Indonesia dengan kecurigaan klinis tumor buli.Penelitian ini mengevaluasi 21
pasien secara prospektif di rumah sakit pusat rujukan nasional Indonesia
padatahun 2011-2012. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien usia diatas
18 tahun dengan gross hematuria dan hasil pemeriksaan imajing menunjukkan
adanya tumor buli, atau pasien KST buli dengan riwayat reseksi tumor buli habis
yang menjalani follow up sistoskopi rutin. Kriteria eksklusi meliputi pasien
dengan infeksi saluran kemih atau dengan hasil pemeriksaan bakteri tahan asam di
urin positif. Pemeriksaan Rapid UBC dilakukan sebelum sistoskopi dilakukan.
Hasil pemeriksaan selanjutnya dibandingkan dengan hasil sistoskopi dan
histopatologi. Analisa statistic dilakukan dengan perbandingan bivariat
menggunakan SPSS v.17.0. Mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki (71.4%).
Nilai rerata usia adalah 56.1± 15.4 tahun. Lima belas pasien (71.4%) memiliki
hasil UBC positif, dan 6 pasien (28.6%) memilikihasil UBC negatif. Diantara
pasien-pasien dengan hasil positif tersebut, 93.3% memiliki penemuan sistoskopi
positif tumor buli dengan hasil histopatologi menunjukkan positif karsinoma sel
transisional buli, dan 1 pasien memiliki hasil sistoskopi dan histopatologi negatif.
Diantara pasien-pasien denganhasil UBC negatif, 83.3% memiliki hasil sistoskopi
positif menunjukkan adanya tumor buli dan hasilhistopatologi karsinoma sel
transisional buli, dan 1 pasien memiliki hasil sistoskopi dan histopatologi negatif.
Nilai positif predictive value pemeriksaan rapid UBC dalam mendeteksi KST buli
adalah 93.3% dan nilai negative predictive value adalah 16.7%. Sensitivitas rapid
UBC dalam penelitian ini sebesar 73.7%, spesifisitas 50%, p=0.5 Pemeriksaan
rapid UBC memberikan nilai PPV yang cukup tinggi terkait temuan sistoskopi
tumor buli dan hasil histopatologi karsinoma sel transisional buli. Pada penelitian
awal ini, pemeriksaan Rapid UBC dapat menjadi pemeriksaan penunjang yang
menjanjikan dan berguna untuk evaluasi cepat pada kasus-kasus dengan dugaan
tumor buli. Dibutuhkan studi lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar
untuk mengevaluasi nilai diagnostik pemeriksaan Rapid UBC.

ABSTRAK
Urinary Bladder Cancer Antigen (UBC) test is a novel non-invasive detection
method of bladder cancer, which identifies the expression of cytokeratin 8 and 18
in the urine. This study objective is to evaluate the diagnostic performance of the
Rapid UBC urine test in Indonesian population with clinical bladder tumor. We
prospectively evaluated 21 subjects in the national referral hospital of Indonesia
from year 2011-2012. The inclusion criteria were patients older than 18 years old
with gross hematuria and imaging result suggestive of bladder cancer, or patients
with history of complete transurethral resection of bladder tumor who underwent
routine follow-up cystoscopy. The exclusion criteria were: active urinary tract
infection or positive acid fast bacilli urine test. Rapid UBC urine tests were
conducted prior to cystoscopy. The result was compared with cystoscopy and
histopatology findings. Statistics were analyzed by chi-square comparison, using
SPSS v17.0. Majority of the subjects were males (71.4%). The mean age was 56.1
± 15.4 years old. Fifteen patients (71.4%) had positive UBC result, and 6 patients
(28.6%) had negative UBC result. Among those with positive UBC result, 93.3%
had positive cystoscopy finding of bladder mass and histopatology report of
bladder TCC, while one subject had negative cystoscopy and histopatology
findings. Among patients with negative UBC result, 83.3% had positive
cystoscopy finding of bladder mass and positive histopatology report of bladder
TCC, whereas one subject had negative cystoscopy and histopatology findings.
The positive predictive value of rapid UBC test in detection of bladder TCC was
93.3%, and the negative predictive value was 16.7%. The rapid UBC test
sensitivity was 73.7% and, the specificity was 50%, overall p = 0.5.Rapid UBC
urine test were giving high positive predictive value associated with positive
cystoscopic and histopathologic findings of bladder cancer in our initial
evaluation. The UBC rapid test may be a promising additional test that might be
useful for quick clinical evaluation of suspected bladder cancer. Further studies
with larger samples are required to evaluate the diagnostic value of rapid UBC
urine test"
Jakarta: [Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liliana
"ABSTRAK
Latar Belakang: Malnutrisi terjadi pada 80 karsinoma gaster. Pasien kanker yang menjalani pembedahan memerlukan dukungan nutrisi perioperatif dengan tujuan meningkatkan status gizi, mengurangi sensitivitas insulin dan menurunkan proses katabolisme. Metode: Pasien serial kasus adalah perempuan dengan rentang usia 28-74 tahun dengan diagnosis karsinoma gaster stadium lanjut. Terapi medik gizi prabedah diberikan dalam bentuk nutrisi oral dan enteral untuk mendukung kecukupan status gizi. Enam jam menjelang pembedahan, tiga pasien mendapatkan nutrisi parenteral formula glukosa asam amino dengan kandungan 15 g protein dan 37,5 g asam amino, sedangkan satu pasien dengan penyakit penyerta diabetes melitus tipe 2 mendapatkan nutrisi berupa cairan glukosa 50 g. Hasil: Pasien diberikan nutrisi enteral dini 2-30 jam pascabedah gastrektomi disertai dengan dukungan nutrisi parenteral. Hanya satu pasien mengalami kenaikan glukosa darah pascabedah hari pertama, namun glukosa darah terkontrol dengan pemberian insulin. Klinis dan penyembuhan luka pascabedah baik, pasien mendapatkan nutrisi oral pada 3 ndash; 7 hari pascabedah. Kesimpulan: Terapi medik gizi perioperatif pada karsinoma gaster memberikan hasil yang baik pada outcome bedah.

ABSTRACT<>br>
Objective Almost 80 gastric carcinoma patients was malnourished. Perioperative nutrition aims to support nutrition status, reduce insulin resistance and lower hypercatabolic state. Methods Four patients in this case series were female, age ranged 28-74 years with end stage gastric carcinoma. Preoperative nutrition was given by oral and enteral to support nutrition status. Six hours prior to surgery, patients were given preoperative nutrition glucose amino acid formula in three patients and dextrose formula in one patient. Glucose amino acid formula contains 15 g protein and 37,5 g amino acid, while dextrose formula contains 50 g glucose. Results All of patients have early enteral nutrition within 2 ndash 30 hours postoperative. Only one patient have risen blood glucose level, but had been controlled by administer insulin. Postoperative wound healing were good, the patients have oral nutrition within 3 ndash 7 days postoperative. Conclusion Perioperative nutrition supports good clinical outcomes in gastric carcinoma patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Christin Santun Sriati
"Latar Belakang: Penyakit keganasan urogenital merupakan spektrum penyakit yang luas, dengan penatalaksanaan mulai dari observasi dan pemantauan ketat hingga pembedahan ekstirpatif mayor. Risiko malnutrisi praoperatif akibat kanker dan pascaoperatif akibat stres pembedahan akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Terapi nutrisi perioperatif yang adekuat bertujuan untuk menunjang perbaikan klinis dan status nutrisi, mendukung proses pemulihan, menurunkan risiko komplikasi pascaoperasi, serta menurunkan lama rawat di rumah sakit.
Metode: Laporan serial kasus ini menyajikan empat kasus kanker urogenital, terdiri dari dua kasus kanker buli, satu kasus kanker ginjal, dan satu kasus kanker penis. Tiga kasus termasuk kaheksia kanker, dan satu kasus termasuk pra-kaheksia. Seluruh pasien menjalani pembedahan urologi mayor dengan anestesi umum dan epidural. Terapi nutrisi perioperatif yang diberikan antara lain carbohydrate loading, nutrisi enteral dini pascaoperasi, serta pemberian nutrisi secara bertahap berdasarkan kondisi klinis. Dilakukan pemantauan yang meliputi keluhan klinis, antropometri, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, dan analisis asupan.
Hasil: Dua pasien mengalami ileus paralitik pascaoperasi dengan satu pasien di antaranya membutuhkan nutrisi parenteral total, dan dapat teratasi dalam 7 hari pascaoperasi. Satu pasien mengalami hiperglikemia reaktif dan diberikan terapi insulin, dapat teratasi dalam 7 hari pascaoperasi. Satu pasien mengalami perlambatan penyembuhan luka dan memiliki masa rawat pascaoperasi paling lama. Pasien yang mengalami ileus paralitik membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai target kalori 80 , namun seluruh pasien telah dapat mencapai target tersebut dalam 7 hari pascaoperasi. Lama perawatan pascaoperasi bervariasi, sekitar 10-27 hari.
Kesimpulan: Terapi nutrisi perioperatif yang diberikan pada keempat pasien menunjang perbaikan klinis dan status nutrisi, mendukung proses pemulihan, menurunkan risiko komplikasi pascaoperasi, serta menurunkan lama rawat di rumah sakit.

Background: Genitourinary malignancy represents a broad spectrum of disease, with treatments ranging from watchful waiting to major extirpative surgery. The risk of preoperative malnutrition due to cancer and postoperatively due to surgical stress will increase the risk of morbidity and mortality. An adequate perioperative nutrition therapy aims to support clinical and nutritional status improvement, hasten the recovery process, reduce the risk of postoperative complications, and decrease the length of hospital stay.
Method This case series report presents four cases of genitourinary cancers, consist of two cases of bladder cancer, one case of kidney cancer, and one case of penile cancer. Three cases are classified into cancer cachexia, and one case of pre cachexia. All patients had undergone major urological surgery under general and epidural anesthesia. Perioperative nutrition therapy provides carbohydrate loading, postoperative early enteral nutrition, as well as gradual nutrition based on clinical conditions. The monitoring given included clinical complaints, anthropometric measurement, physical examination, laboratory test results, and intake analysis.
Result Two patients had postoperative paralytic ileus with one patient requires total parenteral nutrition, and resolved within 7 days after surgery. One patient had reactive hyperglycemia and treated with insulin therapy, resolved in 7 days postoperative. One patient experienced impaired wound healing and had the longest postoperative care period. Patients with paralytic ileus may take more days to achieve 80 calorie target, yet all patients have been able to achieve the target in 7 days postoperative. The length of hospital stay after surgery was varied between 10 to 27 days.
Conclusion Perioperative nutrition therapy given to four patients in this case series leads to the clinical and nutritional status improvement, supports the recovery process, decreases the risk of postoperative complications, and shortens the hospital stays.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Anastasia Kurniawan
"Pendahuluan: Disfagia salah satu gejala sisa stroke dapat memberikan komplikasi malnutrisi, dehidrasi dan pneumonia aspirasi. Oleh karena itu perlu dilakukan skrining disfagia untuk menentukan keamanan pemberian nutrisi secara per oral terutama saat weaning enteral nutrition (WEN). Dukungan nutrisi enteral diberikan sesuai kebutuhan nutrisi pasien dan mempertimbangkan beberapa hal seperti kesadaran, kemampuan menelan dan waktu akses enteral yang diperlukan pasien.
Presentasi kasus: Empat kasus stroke yang membutuhkan dukungan nutrisi enteral selama perawatan di RSUPNCM. Kasus pertama seorang wanita berusia 55 tahun, obesitas morbid, mengalami stroke hemoragik. Tiga kasus berikutnya dengan stroke iskemik dari dua orang wanita berusia 84 dan 65 tahun, serta seorang laki-laki berusia 57 tahun. Keempat kasus memiliki lesi stroke yang berbeda-beda. Skrining disfagia dilakukan sebelum WEN.
Kesimpulan: Efek disfagia tergantung lokasi lesi stroke, skrining disfagia diperlukan sebelum WEN, tidak semua kasus dapat dilakukan skrining disfagia. Dukungan nutrisi enteral diberikan sesuai kebutuhan individual pasien dan hanya 1 kasus yang dapat mencapai WEN memerlukan evaluasi asupan nutrisi per oral."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
"Latar belakang: Karsinoma nasofaring merupakan salah satu keganasan yang dapat menyebabkan malnutrisi. Radioterapi dan kemoterapi merupakan bagian dari terapi yang dapat menimbulkan berbagai efek samping yang dapat mempengaruhi status gizi. Tujuan dari tata laksana nutrisi adalah meminimalkan penurunan massa tubuh, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Tata laksana nutrisi yang diberikan meliputi pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrient spesifik, konseling dan edukasi.
Metode: Pasien serial kasus ini berjumlah empat orang dan berusia antara 38?69 tahun. Keempat pasien menjalankan terapi kemoradiasi. Hasil skrining pasien menggunakan malnutrition screening tools (MST) adalah SOH2. Kebutuhan energi total pasien dihitung menggunakan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stress sebesar 1,5. Pemantauan yang dilakukan meliputi keluhan subyektif, kondisi klinis, tanda vital, antropometri, massa lemak, massa otot, kapasitas fungsional, pemeriksaan kekuatan genggam tangan, analisis asupan, dan laboratorium. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara teratur untuk memantau pencapaian target nutrisi.
Hasil: Dukungan nutrisi pada keempat pasien dapat meningkatkan asupan, meminimalkan penurunan massa tubuh dan kapasitas fungsional pada pasien KNF yang menjalankan terapi kemoradiasi.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi yang diberikan pada pasien KNF yang menjalankan terapi kemoradiasi dapat meminimalkan penurunan status gizi dan kapasitas fungsional pasien. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>