Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159300 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yetty Fariaty
"ABSTRAK
Latar belakang: Tuberkulosis TB menempati peringkat kedua penyebab kematian akibat infeksi setelah human immunodeficiency virus HIV di dunia. Tanpa pengobatan, angka kematian TB tinggi. Selama pengobatan TB, dapat terjadi hepatitis imbas obat HIO . Kejadian ini dapat menyebabkan pasien mendapat perubahan paduan obat antituberkulosis OAT . Perubahan paduan obat mungkin akan berakibat pada angka konversi.Metode: Lima puluh dari 72 sampel dengan TB paru bakteriologis kasus baru dengan HIO yang tercatat di dalam rekam medik diambil datanya secara retrospektif. Data usia, jenis kelamin, status gizi, hasil pemeriksaan batang tahan asam BTA , waktu timbulnya HIO, faktor komorbid HIV dan DM , riwayat merokok, alkohol, OAT yang dihentikan, jenis OAT yang digunakan saat HIO dan parameter hematologi dicatat untuk kemudian dianalisis.Hasil penelitian: Angka konversi TB paru kasus baru yang mendapat perubahan paduan OAT akibat HIO adalah 70 . Kami dapatkan 26 pasien dengan usia > 50 tahun, 60 status gizi kurang dan 26 dengan DM. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, status gizi, komorbid DM dan HIV serta jenis OAT yang digunakan saat HIO terhadap terjadinya konversi namun didapatkan responden HIO dengan status gizi kurang sebesar 60 mengalami konversi yang rendah 67 . Obat anti tuberkulosis yang digunakan saat HIO terbanyak adalah kombinasi RHES 76 dengan angka konversi 65,7 .Kesimpulan: Angka konversi TB paru kasus baru yang mendapat perubahan paduan OAT akibat HIO adalah 70 . Pasien TB paru dengan usia tua, status gizi kurang dan DM perlu mendapat pemantauan selama pengobatan. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar serta diikuti secara prospektif untuk mendapatkan data yang lebih detail sehingga faktor lain yang berpengaruh terhadap angka konversi dapat diketahui.

ABSTRACT
Background Tuberculosis TB ranks as the second leading cause of death from an infectious disease worldwide after the human immunodeficiency virus HIV . Without treatment, the mortality rates of TB are high. Drug induced hepatotoxicity can occure during TB treatment which is leading to non standard antituberculosis drugs use. Modification of therapy might influence the conversion rate.Method Data collected from medical records retrospectively, 50 0f 72 samples with newly diagnosed pulmonary tuberculosis and drug induced hepatitis who received modified regimen included in this study. Age, gender, nutritional status, sputum smear, time to occurance of hepatotoxicity, comorbid, smoking history, antituberculosis drug used after hepatotoxicity and hematology parameter are written for analysed.Results Conversion rate in newly diagnosed pulmonary TB patients with drug induced hepatitis who received modified regimen was 70 . We found 32 patients with age 50 years old, 60 poor nutritional status and 26 with DM. No significant assosiation found between age, gender, nutritional status, comorbid DM, HIV and antituberculosis drug used after hepatotoxicity to conversion. Subjects with poor nutritional status are 60 with less sputum conversion 67 . Combination of RHES were more frequence used of antituberculosis drugs 76 with conversion rate 65,7 .Conclution Conversion rate in newly diagnosed pulmonary TB patients with drug induced hepatitis who received modified regimen was 70 . Pulmonary tuberculosis patients with older age, poor nutritional status and DM need evaluation during treatment. Further research with large samples and prospective design are needed for getting more information and find other factors that influence sputum conversion."
2016
T55586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Maria
"Hepatitis imbas obat HIO merupakan reaksi yang tidak diharapkan yang perlu diperhatikan dan serius dari obat antituberkulosis OAT . Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh HIO karena OAT terhadap hasil pengobatan TB. Penelitian ini dilakukan dengan metode kohort restrospektif di RSUP Persahabatan, Jakarta. Data diambil dari rekam medis pasien periode Januari 2013 ndash; Maret 2016. Analisis dilakukan terhadap masing-masing 38 sampel untuk pasien TB yang mengalami HIO dan pasien TB yang tidak mengalami HIO. Pasien TB dengan HIO mengalami peningkatan pada hasil tes pemeriksaan fungsi hati meliputi; SGOT, SGPT, dan bilirubin disertai gejala klinis seperti tidak nafsu makan, mual, muntah, dan ikterik. Analisis relative risk menunjukkan bahwa pada pasien TB yang mengalami HIO risiko ketidakberhasilan pengobatan TB adalah 2,50 kali 95 CI: 1,259 ndash; 4,960 lebih besar dibandingkan dengan pasien TB yang tidak mengalami HIO. Hasil uji Mann Whitney U menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata lama pengobatan TB yang berhasil antara pasien TB yang mengalami HIO dengan yang tidak mengalami HIO p < 0,05 . Pasien TB yang mengalami HIO memiliki durasi pengobatan yang lebih lama 8,44 1,85 hari dibandingkan dengan yang tidak mengalami HIO 6,52 0,93 hari . Durasi pengobatan ini dihitung dari mulai OAT diberikan kembali dalam dosis penuh untuk pasien TB dengan HIO.
Antituberculosis drug induced hepatotoxicity DIH is a serious adverse reaction from tuberculosis TB treatment. This study aimed to evaluate the impact of antituberculosis DIH to outcome TB treatment. A cohort retrospective study conducted at Persahabatan Hospital Jakarta. Data collected from patients medical record period January 2013 ndash March 2016. Patients TB with DIH characterized by elevation value of liver function test including SGOT, SGPT, and total bilirubin TBil , and followed by the presence of clinical symptoms i.e. anorexia, nausea, vomiting, and jaundice Relative risk analysis showed that risk of unsuccessful TB treatment on patient with DIH is 2.50 fold 95 CI 1.259 ndash 4.960 compare to patient without DIH. The mean of duration treatment for a successful outcome for patient with DIH and patient without DIH was statistically significant."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48277
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rizki
"Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksius yang menjadi salah satu penyebab kematian karena infeksi di seluruh dunia. Salah satu indikator yang digunakan untuk memantau dan menilai pengobatan adalah dengan menentukan konversi sputum. Status gizi yang baik akan dapat mempengaruhi perubahan konversi sputum Tuberkulosis Paru dan keberhasilan terapi. Pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai hubungan perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien Tuberkulosis Paru di RS Persahabatan tahun 2013 - 2015. Desain studi penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel penelitian sebanyak 100. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis dan dianalisis dengan uji Chi-Square.
Hasil penelitian ini adalah secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien tuberkulosis paru di RS Persahabatan tahun 2013-2015 p=0,433 Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksius yang menjadi salah satu penyebab kematian karena infeksi di seluruh dunia. Salah satu indikator yang digunakan untuk memantau dan menilai pengobatan adalah dengan menentukan konversi sputum. Status gizi yang baik akan dapat mempengaruhi perubahan konversi sputum Tuberkulosis Paru dan keberhasilan terapi.
Pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai hubungan perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien Tuberkulosis Paru di RS Persahabatan tahun 2013 - 2015. Desain studi penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel penelitian sebanyak 100. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis dan dianalisis dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian ini adalah secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien tuberkulosis paru di RS Persahabatan tahun 2013-2015 p = 0,433 "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iceu Dimas Kulsum
"ABSTRAK
Latar belakang : Prevalens diabetes melitus (DM) terus meningkat di negara
berkembang yang merupakan negara endemis tuberkulosis (TB). Diabetes melitus
meningkatkan risiko infeksi, hambatan konversi sputum dan kegagalan
pengobatan TB. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi sputum Basil Tahan Asam (BTA) mikroskopik pada
akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru kasus baru dengan DM.
Metode : Penelitian kohort retrospektif ini dilaksanakan di RSUP Perahabatan
terhadap pasien-pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM yang berobat
pada periode Juli 2012 sampai Juni 2015. Hubungan faktor risiko dengan konversi
sputum BTA mikroskopik dianalisis dengan analisis bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian: Proporsi kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada
pasien TB paru kasus baru dengan DM adalah 43,04%, sedangkan pada pasien
tanpa DM 22,75% (p<0,001, KI95% 0,11-0,30) dan risiko relatif (RR) kegagalan
konversi 1,89 kali lebih tinggi pada kelompok DM. Faktor risiko yang meningkat
bermakna pada pasien gagal konversi adalah kadar kepositifan sputum BTA
sebelum terapi (p=0,021), HbA1c (p=0,014), GDP (p=0,047), GD 2jam PP
(p=0,030) dan kavitas pada foto toraks (p=0,033) sedangkan albumin serum lebih
rendah bermakna (p=0,013). Analisis multivariat mendapatkan faktor risiko
terkuat untuk kegagalan konversi sputum adalah kadar albumin serum yang
rendah (p=0,046, aOR 0,464, KI95% 0,218-0,986), tingkat kepositifan sputum
BTA mikroskopik sebelum terapi yang tinggi (p=0,009, aOR 2,313, KI95%
1,230-4,349) dan kadar HbA1c yang tinggi (p=0,018, aOR 1,298, KI 95% 1,047-
1,610).
Kesimpulan: Tingkat kepositifan sputum BTA sebelum terapi yang tinggi, status
kontrol DM yang tidak baik, kavitas pada foto toraks dan kadar albumin serum
yang rendah meningkatkan risiko kegagalan konversi sputum BTA pada pasien
TB dengan DM.ABSTRACT
Background: The link of DM and TB is more prominent in developing countries
where TB is endemic and the burden of DM is increasing. Diabetes mellitus
increases the risk of TB infection, delayed sputum smear conversion and TB
treatment failure. This study would like to evaluate factors associated with
delayed sputum smear conversion in the end of two months of TB treatment in
new cases TB with DM patients in Persahabatan Hospital.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Persahabatan
Hospital, included all new cases TB with DM patients in the period from July
2012 - June 2015. All the risk factors performed bivariate and multivariate
analysis in association with sputum smear conversion in the end of two months of
TB treatment.
Results: The proportion of sputum smear conversion failure is higher in TB-DM
than non-DM patients (43,04 vs 22,75%) (p<0,001, CI95% 0,11-0,30) with the
relative risk (RR) for sputum conversion failure 1,89 higher in TB-DM patients.
Bivariate analysis resulted in significant higher of initial sputum smear level
(p=0,021), HbA1c (p=0,014), FBG (p=0,047), post prandial Blood Glucose
(p=0,030) and cavity at chest x-ray (p=0,033) and significant lower of serum
albumin (p=0,013) in non-conversion patients. Multivariate analysis resulted in
risk factors strongly associated with sputum conversion failure are low albumin
level (p=0,046, CI95% 0,218-0,986), high initial sputum smear level (p=0,009,
CI95% 1,230-4,349) and high HbA1c level (p=0,018, CI 95% 1,047-1,610).
Conclusions: Higher initial sputum smear level, uncontrolled diabetic status,
cavity at chest x-ray and lower albumin level associated with sputum smear
conversion failure in TB-DM patients.;Background: The link of DM and TB is more prominent in developing countries
where TB is endemic and the burden of DM is increasing. Diabetes mellitus
increases the risk of TB infection, delayed sputum smear conversion and TB
treatment failure. This study would like to evaluate factors associated with
delayed sputum smear conversion in the end of two months of TB treatment in
new cases TB with DM patients in Persahabatan Hospital.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Persahabatan
Hospital, included all new cases TB with DM patients in the period from July
2012 - June 2015. All the risk factors performed bivariate and multivariate
analysis in association with sputum smear conversion in the end of two months of
TB treatment.
Results: The proportion of sputum smear conversion failure is higher in TB-DM
than non-DM patients (43,04 vs 22,75%) (p<0,001, CI95% 0,11-0,30) with the
relative risk (RR) for sputum conversion failure 1,89 higher in TB-DM patients.
Bivariate analysis resulted in significant higher of initial sputum smear level
(p=0,021), HbA1c (p=0,014), FBG (p=0,047), post prandial Blood Glucose
(p=0,030) and cavity at chest x-ray (p=0,033) and significant lower of serum
albumin (p=0,013) in non-conversion patients. Multivariate analysis resulted in
risk factors strongly associated with sputum conversion failure are low albumin
level (p=0,046, CI95% 0,218-0,986), high initial sputum smear level (p=0,009,
CI95% 1,230-4,349) and high HbA1c level (p=0,018, CI 95% 1,047-1,610).
Conclusions: Higher initial sputum smear level, uncontrolled diabetic status,
cavity at chest x-ray and lower albumin level associated with sputum smear
conversion failure in TB-DM patients.;Background: The link of DM and TB is more prominent in developing countries
where TB is endemic and the burden of DM is increasing. Diabetes mellitus
increases the risk of TB infection, delayed sputum smear conversion and TB
treatment failure. This study would like to evaluate factors associated with
delayed sputum smear conversion in the end of two months of TB treatment in
new cases TB with DM patients in Persahabatan Hospital.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Persahabatan
Hospital, included all new cases TB with DM patients in the period from July
2012 - June 2015. All the risk factors performed bivariate and multivariate
analysis in association with sputum smear conversion in the end of two months of
TB treatment.
Results: The proportion of sputum smear conversion failure is higher in TB-DM
than non-DM patients (43,04 vs 22,75%) (p<0,001, CI95% 0,11-0,30) with the
relative risk (RR) for sputum conversion failure 1,89 higher in TB-DM patients.
Bivariate analysis resulted in significant higher of initial sputum smear level
(p=0,021), HbA1c (p=0,014), FBG (p=0,047), post prandial Blood Glucose
(p=0,030) and cavity at chest x-ray (p=0,033) and significant lower of serum
albumin (p=0,013) in non-conversion patients. Multivariate analysis resulted in
risk factors strongly associated with sputum conversion failure are low albumin
level (p=0,046, CI95% 0,218-0,986), high initial sputum smear level (p=0,009,
CI95% 1,230-4,349) and high HbA1c level (p=0,018, CI 95% 1,047-1,610).
Conclusions: Higher initial sputum smear level, uncontrolled diabetic status,
cavity at chest x-ray and lower albumin level associated with sputum smear
conversion failure in TB-DM patients.;Background: The link of DM and TB is more prominent in developing countries
where TB is endemic and the burden of DM is increasing. Diabetes mellitus
increases the risk of TB infection, delayed sputum smear conversion and TB
treatment failure. This study would like to evaluate factors associated with
delayed sputum smear conversion in the end of two months of TB treatment in
new cases TB with DM patients in Persahabatan Hospital.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Persahabatan
Hospital, included all new cases TB with DM patients in the period from July
2012 - June 2015. All the risk factors performed bivariate and multivariate
analysis in association with sputum smear conversion in the end of two months of
TB treatment.
Results: The proportion of sputum smear conversion failure is higher in TB-DM
than non-DM patients (43,04 vs 22,75%) (p<0,001, CI95% 0,11-0,30) with the
relative risk (RR) for sputum conversion failure 1,89 higher in TB-DM patients.
Bivariate analysis resulted in significant higher of initial sputum smear level
(p=0,021), HbA1c (p=0,014), FBG (p=0,047), post prandial Blood Glucose
(p=0,030) and cavity at chest x-ray (p=0,033) and significant lower of serum
albumin (p=0,013) in non-conversion patients. Multivariate analysis resulted in
risk factors strongly associated with sputum conversion failure are low albumin
level (p=0,046, CI95% 0,218-0,986), high initial sputum smear level (p=0,009,
CI95% 1,230-4,349) and high HbA1c level (p=0,018, CI 95% 1,047-1,610).
Conclusions: Higher initial sputum smear level, uncontrolled diabetic status,
cavity at chest x-ray and lower albumin level associated with sputum smear
conversion failure in TB-DM patients."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
Sp-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Andriani
"ABSTRAK
Latar belakang : Tuberkulosis TB merupakan masalah kesehatan dunia dan di Indonesia. Data Global Tuberculosis Report 2015 menyatakan hanya 3 juta 58 dari 5,2 juta kasus TB paru di dunia pada tahun 2014 dikonfirmasi secara bakteriologis menggunakan pemeriksaan apusan dahak basil tahan asam BTA , biakan Mycobacterium tuberculosis M. tb atau Xpert MTB/RIF. Kasus TB dengan hasil apusan dahak BTA negatif dilaporkan sebanyak 36 dari total kasus TB di dunia dan sebanyak 104.866 kasus 32 dari total kasus TB di Indonesia. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF adalah pemeriksaan molekuler yang mendeteksi M. tb dalam dua jam. Belum banyak data mengenai peran pemeriksaan Xpert MTB/RIF dibandingkan dengan pemeriksaan biakan M.tb sebagai pemeriksaan baku emas di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi pemeriksaan Xpert MTB/RIF dalam mendeteksi M.tb dibandingkan dengan biakan M.tb sebagai baku emas pada pasien TB paru klinis kasus baru.Metode : Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik dan sampel dikumpulkan secara consecutive sampling terhadap 71 pasien TB paru klinis kasus baru dengan hasil apusan dahak BTA 3 kali negatif di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta mulai bulan Januari hingga Agustus 2016. Dilakukan pemeriksaan dahak Xpert MTB/RIF, dahak biakan M.tb dengan media Lowenstein-Jensen dan pengambilan data gambaran foto toraks dalam 1 bulan terakhir.Hasil : Terdapat 71 sampel penelitian yaitu pasien TB paru klinis kasus baru dengan hasil apusan dahak BTA negatif di RSUP Persahabatan Jakarta dari bulan Januari ndash; Agustus 2016. Karakteristik pasien terbanyak adalah laki-laki 62 , usia 40-59 tahun 47,9 , IMT 18,5-24,99 60,6 , tidak pernah merokok 49,3 , IB ringan 69 , tidak terdapat kontak TB 80,3 , penyakit komorbid tumor paru 12,7 , keluhan batuk ge;2 minggu 74,6 dan gambaran foto toraks curiga TB berupa lesi luas 76,1 . Berdasarkan total 71 pasien, hasil pemeriksaan dahak Xpert MTB/RIF hanya positif M. tb terdeteksi pada 10 pasien dengan sebanyak 5 pasien dari jumlah tersebut memiliki hasil pemeriksaan dahak biakan M.tb positif. Sebaliknya, ditemukan hasil pemeriksaan dahak biakan M.tb positif dan hasil pemeriksaan dahak Xpert MTB/RIF negatif M. tb tidak terdeteksi pada 1 pasien.Kesimpulan : Pemeriksaan dahak Xpert MTB/RIF dibandingkan dengan dahak biakan M.tb dengan media Lowenstein-Jensen sebagai baku emas memiliki sensitivitas 83,33 , spesifisitas 92,3 , nilai duga positif 50 , nilai duga negatif 98,36 , rasio kemungkinan positif 10,81 dan rasio kemungkinan negatif 0,18 pada pasien TB paru klinis kasus baru.

ABSTRACT
Background Tuberculosis TB is one of the health problems in the world and in Indonesia. Global Tuberculosis Report 2015 states that only 3 million 58 of the estimated 5.2 million pulmonary TB in 2014 were bacteriologically confirmed using acid fast bacilli AFB assay, Mycobacterium tuberculosis M. tb culture or Xpert MTB RIF. Smear negative TB cases are reported as many as 36 of all TB cases in the world and 104.866 cases 32 of all TB cases in Indonesia. Xpert MTB RIF assay is a rapid molecular test which can detect M. tb within two hours. There has been lack of datas about the role of Xpert MTB RIF assay compared to M. tb culture as gold standard in developing countries, especially Indonesia. This study aims to evaluate the accuracy of Xpert MTB RIF assay for M. tb detection compared to M.tb culture as gold standard in clinically diagnosed tuberculosis new case patients.Methods This study used diagnostic test design study and all samples collected using consecutive sampling of the 71 clinically diagnosed tuberculosis new case patients with three times AFB negative sputum results in Persahabatan Hospital, Jakarta from Januari to August 2016. Xpert MTB RIF assay, M. tb culture with Lowenstein Jensen medium and chest radiograph in last 1 month were done.Results There are 71 samples which are clinically diagnosed tuberculosis new case patients with acid fast bacilli negative in Persahabatan Hospital, Jakarta from Januari ndash August 2016. Patient characteristics with the highest result are male 62 , 40 59 year old 47.9 , BMI 18,5 24,99 60.6 , non smoker 49.3 , IB mild 69 , no TB contacts 80.3 , lung tumors as comorbid disease 12.7 , symptom cough ge 2 weeks 74.6 and chest radiograph with far advanced lesion 76.1 . Based on total 71 patients, Xpert MTB RIF is only positive M. tb detected in 10 patients with 5 of them have positive M. tb culture. On the other hand, there is 1 patient with positive M. tb culture and negative Xpert MTB RIF M. tb not detected . Conclusion The Xpert MTB RIF compared to M.tb culture with Lowenstein Jensen medium as gold standard has sensitivity 83.33 , specificity 92.3 , positive predictive value 50 , negative predictive value 98.36 , positive likehood ratio 10.81 and negative likehood ratio 0.18 in clinically diagnosed tuberculosis new case patients. "
2016
T55698
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Eristiana
"Latar Belakang: Malnutrisi merupakan salah satu predikor luaran pengobatan yang buruk. Indeks masa tubuh (IMT) kurang 18,5 kg/m2 dan ketidakcukupan peningkatan berat badan saat pengobatan berkaitan dengan peningkatan risiko kegagalan pengobatan kematian dan kekambuhan TB. Intervensi gizi tinggi energi dan protein dapat memperbaiki malnutrisi sehingga memperbaiki imunitas, kekuatan otot dan mempercepat konversi.
Metode: Penelitian ini merupakan open label non-randomised clinical trial dan merupakan merupakan uji pendahuluan. Penelitian ini dilakukan di poliklinik MDR RSUP Persahabatan periode April-Desember 2022 pada pasien TB resistan obat (RO) yang mengalami malnutrisi. Kelompok intervensi mendapatkan edukasi gizi dan suplementasi nutrisi oral tinggi energi dan protein (705 kkal dan 31 gram per hari) selama 60 hari sedangkan kelompok kontrol hanya mendapat edukasi gizi selanjutnya dievaluasi perubahan berat badan, waktu koversi, perubahan keluhan dan parameter hematologi.
Hasil: Didapatkan 36 pasien kelompok intervensi dan 34 pasien kontrol. Pemberian suplementasi nutrisi meningkatkan asupan energi total dan protein harian [2012 vs 1596 kkal, p<0,001; 79 vs 58gram, p<0,001] dan meningkatkan berat badan ≥5% pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [OR:14,518 95%IK (3,778-55,794), p<0,001]. Kelompok intervensi (86,1%) mengalami waktu konversi pada bulan ke-2 dibandingkan kelompok kontrol 70,6% (p<0,114). Perbaikan keluhan batuk dan sesak napas pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [p<0,001 (batuk) dan p<0,001 (sesak)]. Terdapat perbedaan penurunan kadar protein total dan globulin pada kedua kelompok [p:0,038 (protein total) dan p:0,02 (globulin)] pascaintervensi. Protein total dan globulin merupakan reaktan fase akut sebagai petanda inflamasi dan berguna untuk evaluasi respons pengobatan TB dan intervensi nutrisi. Hasil analisis multivariat mendapatkan bahwa pasien dengan penurunan berat badan derajat sedang-berat sebelum pengobatan TB RO akan memiliki kenaikan berat badan ≥5% [aOR: 4,701 95%IK (1,334-16,569), p<0,001], sedangkan pasien yg memiliki keluhan sesak saat aktivitas sebelum pengobatan akan memiliki kesulitan naik berat badan ≥5% setelah dua bulan pengobatan [aOR:0,168 95%IK (0.043-0.797), p:0,074].
Kesimpulan: Intervensi gizi pada pasien TB RO dengan malnutrisi merupakan pendekataan terbaru untuk membantu keberhasilan pengobatan.

Background: Malnutrition is a predictor of poor treatment outcomes. Body mass index (BMI) less than 18.5 kg/m2 and inadequate weight gain during treatment are associated with an increased risk of treatment failure, death and recurrence. Nutritional intervention with high energy and protein can correct malnutrition thereby improving immunity, muscle strength and accelerating conversion.
Methods: This study is an open clinical trial design and is a preliminary test. This research was conducted at the MDR polyclinic at Persahabatan Hospital through the April-December 2022 of malnourished drug resistance (DR)-TB patients. The intervention group received nutriotion education and high energy and protein oral nutritional supplementation (705 kcal and 31gr per day) for 60 days while the control group only received education. This study is to evaluate body weight, conversion time rate, changes in complaints and hematological parameters.
Results: There were 36 patients in the intervention group and 34 control patients. Providing nutritional supplementation increased total energy and daily protein intake [2012 vs 1596 kcal p<0.001; 79 vs 58 gr, p<0.001] and increased body weight ≥5% in the intervention group compared to the control [OR:14.518 95% CI (3.778-55.794), p<0.001]. The intervention group (86.1%) experienced conversion time in the 2nd month compared to the control group 70.6% (p<0.114). Improvements in complaints of cough and shortness of breath in the intervention group compared to controls (p<0.001 and p<0.001). There were differences in the decrease in total protein and globulin levels in the two groups (p:0.038 and p:0.02) after the intervention. Total protein and globulin are acute phase reactants as markers of inflammation and are useful for evaluating response to treatment. The results of the multivariate analysis found that patients with moderate-to-severe weight loss before DR-TB treatment would have a weight gain of ≥5% [aOR: 4.701 95% CI (1.334-16.569), p<0.001], whereas patients who had shortness of breath when active before treatment will have difficulty gaining weight ≥5% after two months of treatment [aOR:0.168 95% CI (0.043-0.797), p:0.074].
Conclusion: Nutritional intervention in malnourished DR-TB RO is the latest approach to assist in successful treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fullarini Stopiati Kukuh Lakutami
"Pendahuluan : Kerusakan paru yang luas dan riwayat pemakaian antibakteri jangka panjang merupakan faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian kolonisasi jamur. Kedua hal ini terjadi pada pasien TB paru MDR. Meningkatnya kasus TB MDR di Indonesia akan meningkatkan risiko terjadinya kolonisasi jamur di paru. Penelitian ini untuk mengetahui profil kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR.
Metode : Penelitian potong lintang terhadap pasien yang telah dinyatakan sembuh dari TB paru MDR dari tahun 2009-2015, yang kontrol ke Poli TB MDR RSUP Persahabatan selama bulan November-Desember 2015. Dengan menggunakan teknik consecutive sampling maka ditentukan sebanyak 61 subjek yang kemudian dilakukan induksi sputum. Hasil sputum induksi kemudian dilakukan pemeriksaan sputum jamur langsung dan biakan jamur dalam media Saboraud Dextrose Agar.
Hasil : Subjek berusia antara 19-76 tahun. Dari 61 pasien , kelompok usia terbanyak antara usia 35-50 tahun sebnayak 28 orang (45,9%) diikuti usia kurang dari 35 tahun 23 orang (37,7%) dan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 10 orang (16,01%). Sebanyak 28 orang (45,95) IMT normal, 17 orang IMT berlebih dan 16 orang (26%) IMT kurang. Sebanyak 28 subjek (45,9%) mempunyai riwayat merokok. Spektrum kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR adalah 42 orang (68,9%) kolonisasi jamur positif dengan 29 orang (47,5) spesies C. albicans, 6 (9,8%) kombinasi C. albicans dan C. tropicalis, 2 orang (3,3%) masing-masing As flavus dan kombinasi C. albicans dan C. krusei serta masing-masing 1 orang (1,6%) spesies C. tropicalis, C. parapsilosis dan kombinasi C. albicans+C. parapsilosis.
Kesimpulan: Kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR tinggi dan harus diawasi dan harus dievaluasi untuk membedakan antara kolonisasi atau penyakit serta diobati untuk meningkatkan kualitas hidup pasca pengobatan TB MDR.

Introduction : Extensive lung damage and long term history of using antibacterial drugs are a risk factor that increase the incidence of fungal colonization. Both of these occurred in patients with pulmonary MDR TB. The increasing cases of MDR TB in Indonesia will increase the risk of fungal colonization in the lung. This study is to determine the profile of fungal colonization in post MDR TB patients.
Methods: This cross sectional study included patients who had been cured by the doctor in 2009-2015 and came to MDR Clinic from November-Desember 2015 in Persahabatan Hospital to check up. Sixty one patients were decided by consecutive sampling. From each patient, sputum induction for sputum fungal smear and fungal culture using Sabaraud Dextrose Agar.
Results: The age range of patients are between 19 to 76 years old. Out of 61 patients, among those group 45,9% are between the age of 35-50 years , 37,7% below the age 35 years old and 16,4% above age 50 years old. Twenty eight patients have normal body mass index, 17 patients are overweight and 16 patients are underweight. Number of patients who have smoking history are 45,9%. The spectrum of positive fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients were 42 subjects (68.9%) consist of 29 subjects (47.5%)were Candida albicans, 6 subjects (9.8%) were combination of C. albicans and C. tropicalis, 2 subjects (3.3%) respectively were Aspergillus flavus and combinations of C. albicans and C. krusei. The others were C. tropicalis, C. parapsilosis and C. albicans + C. parapsilosis combination were 1 subject (1.6%) respectively.
Conclusion: Fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients is high and should be monitored and must be evaluated to distinguish between colonization and disease and treated to improve quality of life post-treatment of MDR TB.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Dwi Tama
"ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (IMT)
dengan konversi sputum pada pasien TB paru BTA positif. Studi dilakukan pada
Desember 2013 – Januari 2014 di poli paru RSUP Persahabatan. Desain studi
yang digunakan adalah desain studi kohort retrospektif. Jumlah sampel pada studi
ini adalah 120 pasien, 60 pasien dengan IMT < 18,5 kg/m2 dan 60 pasien dengan
IMT ≥ 18,5 kg/m2. Sampel diambil secara konsekutif. Dari studi ini, diketahui
bahwa probabilitas kumulatif gagal konversi pasien TB paru sebesar 17,0% dan
sebanyak 9,2% pasien TB paru mengalami gagal konversi. Probabilitas kumulatif
gagal konversi pada pasien TB paru BTA positif dengan IMT < 18,5 kg/m2
(24,4%) lebih besar dibanding pasien dengan IMT ≥ 18,5 kg/m2 (9,3%). Di antara
pasien dengan IMT < 18,5 kg/m2, hazard rate konversi sputum akan semakin
rendah jika peningkatan berat badan yang dialami pasien di akhir tahap intensif <
1 kg dibandingkan dengan pasien yang mengalami peningkatan berat badan ≥ 1
kg. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa indeks massa tubuh < 18,5
kg/m2 menurunkan peluang terjadinya konversi sebesar 37,8% (HR 0,622; 95%
CI 0,389-0,995) setelah dikontrol oleh kategori pengobatan, peningkatan berat
badan di akhir tahap intensif, dan hasil sputum di awal pengobatan. Status gizi
pasien selama masa pengobatan perlu ditingkatkan untuk menunjang keberhasilan
pengobatan.

ABSTRACT
The aim of this study was to identify the association of body mass index
(BMI) with sputum smear conversion among AFB positive pulmonary tuberculosis
patients. This study was conducted from Desember 2013 to Januari 2014 at
pulmonary ward RSUP Persahabatan. The design study was retrospective cohort.
A total of 120 patients consecutively enrolled in this study, 60 patients having
BMI < 18,5 kg/m2 and 60 patients having BMI ≥ 18,5 kg/m2. The cumulative
probability of failed conversion among AFB positive pulmonary tuberculosis
patients was 17,0% and 9,2% patients failed to have sputum conversion. The
cumulative probability of failed conversion among patients having BMI < 18,5
kg/m2 (24,4%) was higher than patients having BMI ≥ 18,5 kg/m2 (9,3%). Among
BMI < 18,5 kg/m2 patients, hazard rate of sputum conversion would be lower if
their weight gain at the end of intensive phase < 1 kg than having weight gain ≥ 1
kg. Multivariat analysis found that BMI < 18,5 kg/m2 reduced the probability of
sputum conversion up to 37,8% (HR 0,622; 95% CI 0,389-0,995) after controlled
by treatment category, weight gain at the end of intensive phase, and initial
sputum. Nutritional status of TB patients during treatment must be increased to
support the successful treatment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hera Afidjati
"Latar belakang: Kompleksitas pengobatan TB RO berupa durasi pengobatan yang panjang, penggunaan beberapa obat lini kedua, toksisitas obat, dan interaksi obat akibat multidrug use dapat menyebabkan efek samping pengobatan pada pasien. Hal ini dapat mengurangi efektivitas pengobatan dan memengaruhi luaran pengobatan TB RO. Tujuan: Untuk melihat efek samping obat/kejadian tidak diinginkan terhadap luaran pengobatan TB RO.
Metode: Penelitian observasional dengan desain kohort retrospektif ini dilakukan di RSUP Persahabatan, Jakarta. Sumber data adalah data sekunder dari sistem informasi tuberkulosis (SITB) yang melibatkan pasien TB RO yang menjalani pengobatan di tahun 2021 – 2023. Metode sampling berupa total sampling. Analisis data bivariat antara KTD dengan luaran pengobatan TB RO berupa Cox regresi dan uji Log-Rank, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis multivariat menggunakan Extended Cox Regresi.
Hasil: Dari 583 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini, insidens luaran pengobatan tidak berhasil sebanyak 40,65%. Sebanyak 12,69% pasien mengalami efek samping berat. Sebagian besar efek samping terjadi pada fase intensif pengobatan TB RO (43,57%). Jenis efek samping yang paling sering dialami pada pasien adalah gangguan gastrointestinal (79,25%), gangguan muskuloskeletal (58,32%), dan gangguan saraf (49,40%). Efek samping berupa KTD berat/serius tidak memiliki asosiasi yang signifikan terhadap terjadinya pengobatan tidak berhasil berdasarkan hasil analisis Cox regresi bivariat (HR=0,823; 95% CI: 0,558-1,216; p=0,329) dan analisis multivariat Extended Cox regresi (setelah dikontrol oleh variabel kovariat). Probabilitas survival antara kelompok dengan KTD berat dan kelompok non-KTD berat tidak berbeda bermakna. Kesimpulan: pemantauan efek samping selama pengobatan TB RO berlangsung merupakan hal yang penting untuk menunjang keberhasilan pengobatan.

Background: The complexity of treating drug-resistant tuberculosis (DR TB) involves prolonged treatment duration, the use of several second-line drugs, drug toxicity, and drug interactions due to multidrug use, which can lead to adverse drug reactions in patients. These issues can reduce treatment effectiveness and affect treatment outcomes for DR TB.
Objective: To investigate the impact of adverse drug reactions/adverse events on DR TB treatment outcomes.
Methods: This observational study utilized a retrospective cohort design conducted at RSUP Persahabatan, Jakarta. The data source was secondary data from the tuberculosis information system (SITB) involving DR TB patients who underwent treatment between 2021 and 2023. The sampling method was total sampling. Bivariate data analysis between adverse events and TB RO treatment outcomes involved Cox regression and Log Rank tests, followed by multivariate analysis using Extended Cox Regression.
Results: Among the 583 subjects included in this study, the incidence of unsuccessful treatment outcomes was 40.65%. Severe adverse drug reactions were experienced by 12.69% of patients. Most adverse reactions occurred during the intensive phase of TB RO treatment (43.57%). The most common types of adverse reactions experienced by patients were gastrointestinal disorders (79.25%), musculoskeletal disorders (58.32%), and neurological disorders (49.40%). Severe/serious adverse reactions did not have a significant association with unsuccessful treatment outcomes based on the results of the bivariate Cox regression analysis (HR=0.823; 95% CI: 0.558-1.216; p=0.329) and the multivariate Extended Cox regression analysis (after adjusting for covariate variables). The survival probability between the group with severe adverse reactions and the non- severe adverse reactions group did not differ significantly.
Conclusion: Monitoring adverse drug reactions during DR TB treatment is crucial to support the success of the treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna
"Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia terlepas dari kemajuan ilmiah utama dalam diagnosis dan manajemen Dalam Laporan WHO 2012 Global Tuberculosis Pengendalian mengungkapkan diperkirakan 9 3 juta kasus insiden TB pada tahun 2011 secara global dengan Asia memimpin di bagian atas 59 Beberapa studi di masa lalu telah mengungkapkan hubungan antara kekayaan dan kondisi hidup dengan konversi TB dan mengurangi kejadian TB
Sasaran dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis berbagai tingkat ekonomi di masyarakat selama masa pengobatan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap konversi TB Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan mewawancarai pasien TB yang diberi obat kategori pertama selama minimal 2 bulan n 106
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi memiliki persentase kesembuhan lebih besar 77 dari 57 pasien dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan rendah 49 dari 49 pasien Hasil tambahan yang diperoleh adalah beberapa pasien masih menggunakan uang mereka sendiri untuk konsultasi dan obat obatan yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah
Penelitian ini menegaskan hipotesis bahwa pendapatan memang terkait dengan konversi TB pada 2 bulan di RS Persahabatan selama pengobatan lini pertama obat Beberapa faktor yang berkorelasi dengan pendapatan yang lebih tinggi termasuk pendidikan transportasi dan makanan sehat berkontribusi terhadap konversi
Penelitian ini menyarankan bahwa pemerintah harus membayar lebih banyak perhatian terhadap konversi dan pengobatan TB sebagai studi ini menemukan bahwa tingkat tertentu pendapatan minimum perlu dipenuhi untuk mendapatkan konversi pada 2 bulan Kata kunci Tuberkulosis Program pengobatan Tuberkulosis Kategori satu obat Tuberkulosis Tingkat Penghasilan.

Tuberculosis remains a major public health problem worldwide in spite of major scientific advancements in its diagnosis and management In WHO Report 2012 ndash Global Tuberculosis Control reveals an estimated 9 3 million incident cases of TB in 2011 globally with Asia leading at the top 59 Several studies in the past have revealed the relationship between wealth and living condition with TB conversion and reducing TB incidence
The Aim of this study was to determine and analyze variety of economic level in society during the treatment period as a contributing factor towards TB conversion This study used cross sectional design by interviewing patients with TB who are given first category drugs for at least 2 months n 106
Results showed that patient in the higher income group had greater cure percentage 77 from 57 patients compared to the low income group 49 from 49 patients Additional result gained was some of the patient still use their own money for consultation and drugs which should have been covered by the government
This study confirmed the hypotheses that income indeed associated with TB conversion at 2 months in Persahabatan Hospital during first line drug treatment Some factors that correlate with higher income including education transportation and healthy foods contribute to the conversion
This study suggested that government should pay more attention towards TB conversion and treatment as the study found that certain level of minimum income needed to be fulfill in order to get the conversion at 2 months Keywords TB TB treatment programs TB drugs first category Income.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>