Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riztin Candra Nugraha
"ABSTRAK
Dalam menangani suatu kasus kejahatan, aparat penegak hukum terkadang melakukan berbagai kesalahan sehingga menangkap terduga yang sebenarnya tidak bersalah. Berbagai penelitian menemukan bahwa salah tangkap tersebut disebabkan oleh berbagai faktor tipikal yakni: kesalahan identifikasi dari saksi mata; kesalahan hasil investigasi; kesalahan bukti forensik; prasangka; dan kurang cakap sebagai penegak hukum Colvin, 2009; Zalman, 2009 . Dalam hal ini Scheck et al. 2000 menyebutkan bahwa meskipun salah tangkap disebabkan oleh berbagai faktor, namun kebanyakan dari kasus yang terjadi menunjukkan bahwa kesalahan cenderung berasal dari proses investigasi, terutama interogasi Poyser, 2011 . Dalam banyak kasus, penyidik sering kali melakukan tindakan kekerasan berupa penyiksaan terhadap terduga agar mau mengakui kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Terduga yang tidak tahan atas siksaan yang dideritanya bisa saja menyerah dalam mempertahankan penyangkalannya sehingga terpaksa mengakui kejahatan yang sebenarnya bukan dilakukan olehnya. Bukti-bukti palsu yang meyakinkan bahwa terduga memang benar pelakunya pun dikumpulkan untuk melengkapi tuduhan tersebut sehingga dapat berlanjut ke proses peradilan.Dalam tulisan ini, saya menganalisis dua kasus salah tangkap berdasarkan data sekunder berupa putusan pengadilan, yakni kasus yang menimpa Dedi Putusan No. 1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim dan kasus yang menimpa Andro dan Nurdin Putusan No. 1273/Pid.B/2013/PN.Jkt.Sel . Kedua kasus tersebut menunjukkan adanya penyiksaan dan rekayasa kasus sehingga dengan demikian para korban salah tangkap terviktimisasi atas tuduhan kejahatan yang sebenarnya tidak mereka lakukan. Fenomena salah tangkap semacam ini menunjukkan bahwa aparat penegak hukum belum dapat melindungi masyarakat dari kejahatan, masyarakat justru menjadi korban dari penegakan hukum yang gagal.

ABSTRACT
In dealing with criminal case, law enforcement officers sometimes made mistakes that capturing suspect who is factually innocent. Various studies have found that those mistakes typically caused by various factors such as mistaken eyewitness identification forensic science error or misconduct false confession police investigation prejudice and less capable in law enforcement Colvin, 2009 Zalman, 2009 . In this case Scheck et al. 2000 mentions that although this is caused by various factors, most of the cases showed that the errors tend to come from the process of investigation, especially interrogation Poyser, 2011 . In many cases, investigators often did some violence and torture so that the suspect admits that he does the accused crimes. Suspect that do not stand to suffer the torture maybe given up in defending his denial and perforce to admit the crime he never did. Evidences then manipulated and gathered so that it can continue to be processed in trial.In this paper, I analyzed two cases of wrongful convictions using Court Decision as secondary data, I analyzed the case of Dedi Putusan No. 1204 Pid.B 2014 PN.Jkt.Tim and the case of Andro and Nurdin Putusan No. 1273 Pid.B 2013 PN.Jkt.Sel . Both cases demonstrate the existence of torture and cases manipulation so that the suspects are victimized and have to responsible of the crime they did not commit. This phenomenon of wrongful convictions shows that law enforcement officers have not been able to protect the public from crime, the real offenders is still wandering out there and the innocent people become victims of miscarriage of justice."
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 1994
364 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitz-Gibbon, Kate
Milton: Routledge, 2018
364.24 FIT g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
McCarthy, Conor
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2014
341.66 MCC r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Achjani Zulfa
Depok: Inca Publishing, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ardhian Syaifuddin
"Tesis ini membahas tentang apakah korban-korban kejahatan seksual yang diperiksa di pusat krisis terpadu rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dokter-dokter yang sehari-harinya memeriksa korban-korban kejahatan seksual menerima langkah-langkah protokol pada pusat pelayanan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologi dan data dikumpulkan dengan menggunakan in-depth interview terhadap 10 responden korban kejahatan seksual yang diperiksa di pusat krisis terpadu rumah sakit Cipto Mangunkusumo dan focus group discussion terhadap 4 responden dokter. Hasil menunjukkan bahwa seluruh responden korban bersedia diperiksa dengan langkah-langkah tersebut dan responden dokter menerima langkah-langkah tersebut dalam praktek sehari-hari.

This thesis discusses whether victims of sexual violance who's examined in the integrated crisis center of Cipto Mangunkusumo hospital and doctors who regularly examine the victims are accepting the step-by-step protocol at the service center. This is a qualitative phenomenology research and the data were collected using in-depth interviews with 10 respondents of sexual violent victims whose examined in an integrated crisis center Cipto Mangunkusumo hospital and a focus group discussion with 4 physician respondents. The result showed that all the victim respondents are willing to be examined with these methods and the physician respondents accepting the methods in daily practice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chaerudin
Jakarta: Grhadhika Press, 2004
345.05 CHA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mattalatta, Andi
"Sejauh ini, sudah sering kita dengar pembicaraan-pembicaraan disertai dengan usaha-usaha untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak seorang tersangka, terdakwa, dan atau terpidana. Perlindungan itu antara lain, meliputi pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu dalam suatu proses pidana, pemberian ganti kerugian dan atau rehabilitasi atas kerugian yang ditimbulkan oleh suatu proses pidana yang tidak berdasakan hukum, serta peningkatan perbaikan sistem pemidanaan dan pembinaan bagi narapidana untuk mencapai suatu taraf yang dianggap lebih manusiawi. Pembicaraan-pembicaraan semacam ini, banyak menghiasi forum-forum pertemuan dan tulisan-tulisan ilmiah. Ada sementara kesan bahwa, perlindungan atas hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana yang demikian ini adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi unsur mutlak dari proses pidana di negara-negara yang berdasarkan hukum di abad modern ini.
Dalam keadaan di mana perhatian yang sedemikian besarnya dicurahkan oleh para kalangan hukum untuk melindungi hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana dalam suatu proses pidana, beberapa ahli kemudian mencurahkan perhatian mereka pada korban tindak pidanal. Perhatian mereka ini dapat dianggap sebagai cikal bakal lahirnya "viktimologi". Dilihat dari segi tahun kelahirannya2, dapat dikatakan bahwa permasalahan mengenai korban tindak pidana yang dibahas oleh viktimologi belum berbilang abad usianya. Walaupun demikian, perhatian yang dicurahkan oleh para ilmuwan di luar negeri terhadap bidang kajian ini, memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Perhatian yang meningkat ini dapat dilihat dengan diadakannya empat kali simposium internasional mengenai viktimologi dalam kurun waktu sembilan tahun3.
Perhatian yang diberikan oleh masyarakat di luar negeri terhadap permasalahan korban tindak pidana, tidak hanya terbatas pada pembahasannya secara ilmiah sebagai suatu kajian, tetapi beberapa negara4 malahan telah mengaturnya juga dalam bentuk perundang-undangan. Dengan demikian, pemecahan masalah korban tindak pidana telah menjadi bagian dari kebijaksanaan kriminal5 dari berbagai negara. Di Indonesia sendiri, kajian mengenai korban tindak itu dapat diketahui dari masih sangat langkanya tulisan-tulisan ilrniah yang membahas permasalahan yang menyangkut korban tindak pidana. Kedudukan korban dalam suatu proses pidana, terutama pemenuhan hak-haknya sebagai pihak yang dirugikan, juga belum diatur secara tegas dalam perundangundangan kita.
Kurangnya perhatian yang diberikan terhadap permasalahan korban tindak pidana dalam suatu proses pidana, mungkin disebabkan atau merupakan suatu konsekuensi dari pentahapan prioritas dalam menyoroti pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses pidana. Pentahapan prioritas yang demikian itu dapat dimengerti dengan melihat terbatasnya sumber daya negara dan usia kemerdekaan yang masih muda dibanding dengan luasnya ruang lingkup kehidupan masyarakat yang harus ditata6.
Demikianlah misalnya pentahapan itu dapat kita lihat dalam perhatian yang diberikan oleh perundang-undangan nasional kita. Hal yang pertama-tama banyak diatur dan dibahas ialah bagaimana agar para penegak hukum itu yang antara lain, terdiri dari polisi, jaksa, hakim dapat melaksanakan tugas-tugas mereka dengan baik. Ini tercermin dari lahirnya Undang-Undang no. 1 tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. Undang-Undang Darurat no. 1 tahun 1951, tentang Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil, Undang-Undang no. 13 tahun?."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Akbar Nusantara
"Tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan Umrah mengakibatkan kerugian ratusan miliyar rupiah dan dengan jumlah korban yang sangat banyak, oleh sebab itu perlindungan hukum bagi korban sangat dibutuhkan bagi korban, terutama perlindungan hak ganti kerugian bagi korban, karena seperti yang kita ketahui selama ini tuntutan pidana penjara bagi pelaku tidak memenuhi hak ganti kerugian pada korban. Oleh sebab itu diperlukan peran pemerintah serta aparat hukum di Indonesia untuk melindungi hak ganti kerugian kepada korban.Serta diperlukan peran pemerintah dalam upaya mencegah penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan ibadah umrah.Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan menggunakan jenis data skunder dengan bahan hukum primer yaitu peraturan kementrian agama, peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum skunder meliputi artikel, makalah, dan berita online yang terkait. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam perlindungan hukum bagi korban tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan umrah ini terdapat didalam KUHP pasal 372 dan 378, serta Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, tetapi memang tidak diatur tentang pengembalian hak ganti kerugian secara penuh kepada korban, oleh sebab itu para korban dapat menempun jalur penggabungan perkara pidana dan perdata untuk mendapatkan hak ganti kerugian secara penuh.

The crime of fraud and embezzlement committed by the Umrah travel agency resulted in losses of hundreds of billions of rupiah and with a very large number of victims, therefore legal protection for victims was very much needed, especially protection of compensation rights for victims, because as we know during this demands a prison sentence for the offender not fulfilling the right to compensate the victim. Therefore, the role of the government and the legal apparatus in Indonesia is needed to protect compensation rights to victims. And the role of the government is needed in an effort to prevent fraud and embezzlement carried out by the Umrah pilgrimage travel agency. The method used in this study uses a normative juridical approach, by using secondary data types with primary legal material, namely the regulations of the Ministry of Religion, legislation, and secondary legal materials including articles, papers, and journals. The results of this study conclude that in legal protection for victims of criminal acts of fraud and embezzlement committed by the Umrah travel agency contained in the Criminal Code article 372 and 378, and Article 64 Paragraph (2) of Law Number 13 of 2008 concerning the implementation of the Hajj, but indeed it is not regulated about returning full compensation rights to victims, therefore victims can establish a path of combining criminal and civil cases to obtain full compensation rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moudy Rachim Kusuma
"

Skripsi ini membahas mengenai restitusi sebagai salah satu hak korban tindak pidana. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah peraturan-peraturan mengenai hak atas restitusi bagi korban tindak pidana di Indonesia; penerapan pemberian restitusi bagi korban tindak pidana khususnya terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana penganiayaan, dan perkara yang melibatkan anak ditinjau dari putusan pengadilan; dan peran dan tantangan LPSK dalam pemenuhan hak atas restitusi bagi korban tindak pidana. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan didukung dengan wawancara sebagai pelengkap atas data yang telah diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidakharmonisan dalam menguraikan pengertian restitusi di antara peraturan perundang-undangan yang ada sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda di antara para penegak hukum dan kurangnya ketentuan subsider dalam UU No. 31 Tahun 2014, sebagai ketentuan yang mengubah UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, beserta peraturan pelaksananya sehingga menjadi kurang efektif apabila pelaku ternyata tidak dapat membayar restitusi. Penguatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban RI juga sangat diperlukan karena temuan dalam penelitian memperlihatkan bahwa dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan performa dari LPSK dengan tidak membantu fasilitasi restitusi bagi korban tindak pidana umum seperti yang telah dilakukan sebelumnya.


This research discusses about restitution as one of the rights of the victim of crime. The aims of this research are first, to show the critical analysis of the regulation of victims rights to receive restitution in Indonesia; second, to analyze the implementation of giving restitution to victim of crime precisely on human trafficking, battery, and relating to child abuse cases by reviewing criminal court decisions; and last but not least, to describe the role and obstacle of which LPSK has in fulfilling victims right to seek restitution. This research used normative methodology based on literature study and interview to support the existing data. The research founds that there is a slight disharmony in describing the definition of restitution between the laws, which affects the law enforcement officers especially judges to have different perceptions of the terminology; the lack of subsidiary provision in Law No. 31 of 2014 and its implementing regulations that causes ineffective protections of the victims if the perpetrator apparently unable to pay the restitution. On the other hand, in the last three years there has been a slight decline in performance of LPSK without facilitating victim(s) of crime to accomplish the restitution order.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>