Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98373 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lusiani Saputra
"Gisaeng adalah perempuan penghibur resmi acara kerajaan di Korea. Gisaeng sudah ada sejak masa Dinasti Goryeo 918-1392 hingga masa pendudukan Jepang 1910-1945 di Korea. Kekusaan Jepang di Korea berpengaruh pada perubahan penampilan luar dan sistem gisaeng sehingga memunculkan berbagai pandangan dari masyarakat Korea saat itu. Melalui penelitian ini, penulis menganalisis pengaruh pandangan negatif masyarakat Korea terhadap aktivitas sosial gisaeng pada masa pendudukan Jepang 1910-1945 di Korea. Dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dapat dijelaskan bahwa bahwa gisaeng menanggapi positif semua pandangan masyarakat Korea dan menjadikan pandangan tersebut sebagai motivasi mereka untuk melakukan aktivitas sosial.
Gisaeng is official female entertainer belongs to Korean government. Gisaeng had existed since Goryeo Dinasty 918 1392 until Japanese occupation in Korea 1910 1945 . The Japanese power during occupation made some differences over their performance and also the system. For that reason Korean society at that time viewed gisaeng variously. This study explores and describe the influence of negative view from Korean society to gisaeng rsquo s social activities during Japanese occupation in Korea. By using qualitative method and descriptive analysis, this study concludes that during Japanese occupation Korean gisaeng responded all Korean society rsquo s view positively and they took that views as motivation for them to do the social activities."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jung In June
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas perbandingan karya sastra zaman Penjajahan Jepang di Indonesia dan Korea. Indonesia dijajah Jepang selama 3 tahun, tepatnya pada 1 Maret 1942. Berbeda dari Indonesia yang terbilang singkat, Korea dijajah Jepang selama 35 tahun, di era Joseon (1910--1945). Dalam rentang waktu tersebut, sebagian pengarang mengangkat tema kemerdekaan meskipun berada dalam tekanan Jepang. Pengarang dua negara tidak menyerah ataupun mundur, mereka tetap mengobarkan semangat kemerdekaan. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan dua novel, Kadarwati Wanita dengan Lima Nama karya Pandir Kelana dan Mister Sunshine karya Kim Eun Seuk. Aspek yang akan dibandingkan, antara lain latar, penokohan, alur, dan pesan yang terdapat dalam kedua karya.

ABSTRACT
This study discusses the comparison of literary works of Japanese occupation in Indonesia and Korea. Indonesia was colonized by Japan for 3 years, precisely on March 1, 1942. Different from Indonesia which was relatively short, Korea was colonized by Japan for 35 years, in the Joseon era (1910--1945). In this period, some authors raised the theme of independence despite being under Japanese pressure. Authors of two countries did not surrender or retreat, they still ignited the spirit of independence. The purpose of this study is to compare two novels, the Female Kadarwati with Five Names by Pandir Kelana and Mister Sunshine by Kim Eun Seuk. Aspects that will be compared include background, characterization, plot, and message contained in the two works."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Razio Rahmatdana Rizal
"Tenki no Ko adalah film animasi drama romantis Jepang yang dirilis pada tahun 2019 dan disutradarai oleh Makoto Shinkai. Film tersebut dipilih sebagai objek penelitian karena Makoto Shinkai banyak menggunakan folklor Jepang yang terkait dengan bencana alam dalam narasi film tersebut. Penelitian ini membahas bentuk penggambaran folklor Jepang serta kaitannya dengan bencana alam yang terjadi di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu dengan menganalisis teks dan visual dalam film yang mengandung unsur folklor. Dalam analisis tersebut, penulis menggunakan konsep folklor C. Scott Littleton, konsep intertekstualitas Gillian Rose, konsep bencana alam Satou dkk., dan mise-en-scène David Bordwell, dkk. Berdasararkan analisis yang telah dilakukan, Tenki no Ko banyak menggunakan folklor Jepang dalam narasinya. Folklor-folklor tersebut mengandung tema yang bervariasi, yaitu pengorbanan, hubungan timbal balik antara keputusan dan konsekuensi, serta tema iyashikei (memberikan rasa tentram ketika menontonnya). Selain sesuai dengan dua dari tiga fungsi folklor menurut Littleton (2002), ditemukan juga bahwa folklor dalam Tenki no Ko dapat berfungsi sebagai “pelarian” dalam bentuk pengalihan tanggung jawab dan optimisme.

Tenki no Ko is a Japanese animated romantic fantasy film that released in 2019 and directed by Makoto Shinkai. This film uses Japanese folklore a lot in its narrative. This research will discuss the form of depiction of Japanese folklore as well as the relationship between folklore and natural disasters that occurred in Japan. The research used analytical descriptive method by analyzing texts and visuals containing folklore elements using the folklore concept by C. Scott Littleton, intertextuality concept by Gillian Rose, the natural disaster concept by Satou, et al., and the mise-en-scène concept by David Bordwell, et al. Based on the analysis, Tenki no Ko uses many Japanese folklore in its narrative. These folklores contain various themes, namely sacrifice, hope, the reciprocal relationship between decisions and consequences; and iyashikei theme (gives a sense of peace when watching it). In addition to conforming to two of the three functions of folklore according to Littleton (2002), it is also found that folklore in Tenki no Ko can function as an "escape" in the form of shifting responsibility and optimism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Razio Rahmatdana Rizal
"Tenki no Ko adalah film animasi drama romantis Jepang yang dirilis pada tahun 2019 dan disutradarai oleh Makoto Shinkai. Film tersebut dipilih sebagai objek penelitian karena Makoto Shinkai banyak menggunakan folklor Jepang yang terkait dengan bencana alam dalam narasi film tersebut. Penelitian ini membahas bentuk penggambaran folklor Jepang serta kaitannya dengan bencana alam yang terjadi di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu dengan menganalisis teks dan visual dalam film yang mengandung unsur folklor. Dalam analisis tersebut, penulis menggunakan konsep folklor C. Scott Littleton, konsep intertekstualitas Gillian Rose, konsep bencana alam Satou dkk., dan mise-en-scène David Bordwell, dkk. Berdasararkan analisis yang telah dilakukan, Tenki no Ko banyak menggunakan folklor Jepang dalam narasinya. Folklor-folklor tersebut mengandung tema yang bervariasi, yaitu pengorbanan, hubungan timbal balik antara keputusan dan konsekuensi, serta tema iyashikei (memberikan rasa tentram ketika menontonnya). Selain sesuai dengan dua dari tiga fungsi folklor menurut Littleton (2002), ditemukan juga bahwa folklor dalam Tenki no Ko dapat berfungsi sebagai “pelarian” dalam bentuk pengalihan tanggung jawab dan optimisme.

Tenki no Ko is a Japanese animated romantic fantasy film that released in 2019 and directed by Makoto Shinkai. This film uses Japanese folklore a lot in its narrative. This research will discuss the form of depiction of Japanese folklore as well as the relationship between folklore and natural disasters that occurred in Japan. The research used analytical descriptive method by analyzing texts and visuals containing folklore elements using the folklore concept by C. Scott Littleton, intertextuality concept by Gillian Rose, the natural disaster concept by Satou, et al., and the mise-en-scène concept by David Bordwell, et al. Based on the analysis, Tenki no Ko uses many Japanese folklore in its narrative. These folklores contain various themes, namely sacrifice, hope, the reciprocal relationship between decisions and consequences; and iyashikei theme (gives a sense of peace when watching it). In addition to conforming to two of the three functions of folklore according to Littleton (2002), it is also found that folklore in Tenki no Ko can function as an "escape" in the form of shifting responsibility and optimism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
R 495.632 SAI
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Evitauli
"ABSTRAK
Modernisasi di Korea Selatan yang pesat dapat dikatakan dimulai pada masa pemerintahan Park Chung-hee. Sebagai komitmen untuk membangun bangsa Korea Selatan dari keterpurukan berbagai aspek pada masa itu, Park Chung-hee membentuk komite revolusi militer yang dikenal Supreme Council of National Reconstruction. Berdasarkan komite tersebut dilaksakanlah gerakan rekonstruksi nasional dengan menyusun dan mensahkan beberapa kebijakan untuk mengatur kehidupan masyarakat Korea Selatan. Gansobok adalah salah satu kebijakan yang diberlakukan seiring dengan gerakan rekonstruksi nasional tahun 1961. Dengan menjadikan Gansobok sebagai objek penelitian, dalam tulisan ini penulis mencoba menganalisis tentang bagaimana kondisi yang melataribelakangi dikeluarkannya kebijakan Gansobok di tahun 1961. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sejarah. Dari analisis yang telah dilakukan dapat dijelakan bahwa kebijakan Gansobok muncul pada saat Korea Selatan mengalami kondisi kurangnya produksi bahan pakaian. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kebijakan untuk mendukung pelaksanaan modernisasi di Korea Selatan periode 1961 dilaksanakan dengan menyelaraskan kondisi bangsa saat itu. Adapun Gansobok muncul sebagai kebijakan yang disusun untuk mendorong masyarakat Korea Selatan menjadi lebih modern dan maju.

ABSTRACT
The rapid modernization in South Korea can be said to have begun during Park Chung-hee s reign. As a commitment to build the South Korean from the deterioration of various aspects at that time, Park Chung-hee formed a military revolution committee known as the Supreme Council of National Reconstruction. According to the committee, the national reconstruction movement was carried out by drafting and ratifying several policies to regulate the lives of the South Korea people. Gansobok is one of the policies implemented in line with the national reconstruction movement in 1961. By making Gansobok the object of research, in this paper the author tries to analyze how the conditions behind the issuance of the Gansobok policy in 1961. This study uses qualitative methods with a historical approach. From the analysis that has been done, it can be explained that the Gansobok policy emerged when South Korea experienced a lack of production of clothing materials. In conclusion the policy to support the implementation of modernization in South Korea for the period of 1961 was carried out by harmonizing the conditions of the nation at that time. As for Gansobok, it emerged as a policy designed to encourage South Koreans to become more modern and advanced."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"This paper aims to examine the spread of manchurian plague and the response of the Japanese colonial government..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alamsyah
"Ki Hadjar Dewantara adalah salah satu tokoh nasional yang dikenal melalui pemikiran-pemikiran, seperti pemikiran tentang kebudayaan dan pendidikan. Selain itu, ternyata Ki Hadjar Dewantara juga mengembangkan pemikiran tentang pertanian. Pemikiran tersebut mempunyai keterkaitan dengan kebijakan pertanian pada masa pendudukan Jepang. Kebijakan tersebut telah menimbulkan konsekuensi terhadap Ki Hadjar Dewantara yang berimbas pada perguruan nasionalnya, yaitu Taman Siswa. Atas konsekuensi tersebut, Ki Hadjar Dewantara beradaptasi dengan cara mengatur siasat melalui implementasi pemikirannya tentang pertanian melalui Taman Siswa, serta memberikan aspirasi dalam lembaga pemerintahan Jepang di Chuo Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat). Dalam tahapan metode sejarah yang terdiri dari tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, penelitian ini akan mengulas pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pertanian, bagaimana implementasinya pada masa pendudukan Jepang, serta dampak seperti apa yang ditimbulkan. Penelitian ini tidak pernah dibahas sebelumnya oleh peneliti-peneliti terdahulu yang membahas mengenai tokoh dan pemikirannya, dengan zaman terkait. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pertanian pada masa pendudukan Jepang merupakan adaptasi atas kondisi beliau untuk mempertahankan segala kepentingannya mengenai pendidikan dan kesejahteraan rakyat dalam gerakan berkamuflase di Taman Siswa, serta memanfaatkan partisipasinya di lembaga Chuo Sangi-In yang mempengaruhi atas gejala menuju sebuah kemerdekaan Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara is a national figure known through thoughts, such as thoughts about culture and education. Other than that, Ki Hadjar Dewantara also developed thoughts about agriculture. This thought was related to the agricultural policy during the Japanese occupation. The policy has consequences for Ki Hajar Dewantara who impacted his national institution, namely Taman Siswa. For this consequences, Ki Hadjar Dewantara adapts by organizing tactics through the implementation of his thoughts on agriculture through Taman Siswa, as well as providing aspirations in the Japanese governmental institution at Chuo Sangi-In (Central Advisory Council). In the stages of the historical method which consists of heuristic, critics, interpretation, and historiography, this study will review the extent of Ki Hadjar Dewantara's thoughts about agriculture, how he implemented it during the Japanese occupation, and and what impact it has. This research has never been discussed before by previous researchers who discussed the figure and his thoughts, with related times. Therefore, the results of this study indicate that the implementation of Ki Hadjar Dewantara's thoughts about agriculture during the Japanese occupation was an adaptation of his condition to maintain all his interests regarding education and public welfare in the camouflage movement in Taman Siswa, also utilizing his participation in the Chuo Sangi-in institution which influenced for the symptoms towards an Indonesian independence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rhama Ade Pratama
"ABSTRAK
Dewasa ini Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal dengan sistem pengelolaan sampahnya. Pengelolaan sampah di Jepang sudah terjadi sejak zaman dahulu bahkan sebelum kedatangan bangsa asing di Jepang. Diketahui bahwa Masyarakat Jepang pada zaman dahulu sudah terbiasa hidup dengan cara mendaur ulang, menggunakan kembali barang yang masih dapat dipakai, dan mengumpulkan benda-benda untuk kemudian dijual kembali. Secara alami kebiasaan tersebut menciptakan kondisi lingkungan Jepang bersih dan terhindar dari sampah-sampah. Ketika bangsa asing mulai masuk ke Jepang terjadi modernisasi dan industrialisasi, yang membuat perubahan besar terhadap budaya masyarakat Jepang. Perubahan budaya dalam masyarakat Jepang, menimbulkan masalah-masalah baru, salah satunya adalah permasalahan sampah. Sampah dan limbah-limbah dari pabrik industri di Jepang telah sangat mencemari lingkungan. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, pemerintah Jepang memberlakukan undang-undang tentang waste cleaning act pada tahun 1900 dan menjadi peraturan tertulis pertama Jepang dalam masalah pengelolaan sampah. Berdasarkan peraturan tersebut, kini sampah-sampah sudah diharuskan untuk dibakar jika memungkinkan dan hal ini merupakan sesuatu yang baru.

ABSTRACT
Today Japan is one of country that is famous for its waste management system. Waste management in Japan has occurred since ancient times even before the arrival of foreigners to Japan. Japanese society in ancient times used to living by recycling, reusing items that are still usable, and collecting objects for later resale. Naturally these habits create Japan's environment clean and avoided from junk. When foreign nations began to enter Japan, modernization and industrialization happen where upon (and) make massive changes to the culture and social in Japan. The effect of culture changes create new problems in Japan, one of which is the problem of garbage. Garbage and wastes of industrial factories in Japan have been highly polluting. To overcome these problems, the Japanese government enacted legislation about waste cleaning act in 1900 and became Japan's first written rules for waste management. Under the regulation, now the garbage is already required to be burned if possible."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Akita, George
"This book examines Japan's policies in Korea from 1910 to 1945. A nuanced view of japan's rule in Korea is achieved by juxtaposing it to the European's record in Asia and Africa. It also highlights various ways that Japan's colonial interlude contributed to South Korea's postwar industrialisation."
Portland: Maine MerwinAsia, 2015
951.903 AKI j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>