Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179645 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Hadi Sihabudin
"ABSTRAK
Latar BelakangNyeri merupakan penanda penyakit degenerasi tulang belakang, dan menjadi pendorong utama pasien untuk mencari pengobatan.1,2 Kualitas nyeri akan berpengaruh pada aktivitas sehari-hari penderita, tingkat aktivitas pasien yang terkait nyeri ini tergambar pada ODI.3,4 Oleh karena itu ODI digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan operasi.4 Penelitian ini bertujuan menilai hubungan antara derajat nyeri sebelum operasi dengan perubahan skor ODI.MetodePenelitian retrospektif dilakukan terhadap pasien DSD yang telah menjalani operasi di Departemen Bedah Saraf Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2014-2016. Data demografi, VAS pre operasi, dan ODI 3 bulan pasca operasi dicatat berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik pasien RSCM dan data registrasi pasien di divisi spine departemen bedah saraf. VAS dikelompokan menjadi le; 4 dan >4, sedangkan ODI 3 bulan dinilai peningkatan atau penurunan skor.Perubahan ODI dianggap bermakna bila perubahannya lebih dari 10 4.HasilJumlah kasus 50 pasien; rerata umur 52,8 SD tahun; jumlah lelaki dan perempuan sama; Segmen cervikal 19 , torakal 4 , lumbar 58 , VAS pre operasi le; 4 44 , VAS pre operasi > 4 56 , LOS < 8 78 , LOS ge; 8 22 , pekerjaan: non load bearing 80 dan load bearing 20 . Rerata skor ODI pra-operasi adalah 51 , sedangkan rata-rata ODI skor 3 bulan pasca operasi adalah 27 . Pasien VAS pra operasi le; 4 yang mengalami penurunan skor ODI setelah 3 bulan adalah 100 ; VAS pre operasi > 4 yang mengalami penurunan skor ODI setelah 3 bulan adalah 82 dan yang mengalami peningkatan 18 ; dengan rata-rata LOS adalah 7,04 hari.KesimpulanKualitas nyeri pra operasi tidak berhubungan dengan hasil operasi yang diukur dengan ODI.

ABSTRACT
Background Pain is one of signs for degenerative spinal disease and became a main reason for patients looking for treatment.1,2 Quality of pain will affect daily activities as reflected in ODI functional score.3,4 Therefore ODI used as one of indicator for outcome patient after surgery.4 This study aims to assess the relationship between the degree of pain before surgery with changes the ODI score. MethodsThis study is a retrospective study of DSD patients who underwent surgery in Department of Neurosurgery Hospital Cipto Mangunkusumo in 2014 2016. The demographic data, preoperative VAS and ODI 3 months postoperatively were determined based on data obtained from patient medical records and registration data in spine division department of neurosurgery. VAS was grouped into le 4 and 4, while the 3 month ODI was rated increase and decrease. ODI score changes are defined to be significant if there were changes more than 10 percents4.ResultThe number of cases are 50 patients mean age of 52.8 years old the number of men and women are equal Segment cervical 19 , thoracic 4 , lumbar 58 , VAS preoperative le 4 44 , VAS preoperative 4 56 , LOS 4 ODI changes was 82 decreased and 18 was increased with an average LOS was 7.04 days.ConclusionQuality of pain pre operatively have no corelation with surgical outcome as reflected by ODI."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Hamdriansyah
"Latar Belakang: Fusi tulang belakang adalah tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pada spondilosis lumbal degeneratif. Paradigma fusi tulang belakang sesuai dengan pengalaman dimana nyeri pada diarthrodial joints atau deformitas pada sendi dapat secara sukses diatasi dengan arthrodesis. Beberapa penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa fusi secara melingkar akan meningkatkan rata-rata fusi yang padat, dengan rata-rata fusi 91%-99%. Bagaimanapun juga, kenyataan bahwa fusi secara melingkar dapat meningkatkan luaran klinik masih kontroversial.
Metode:10 pasien dengan spondilosis lumbal degeneratif (28-65tahun) dari RSUPN Cipto Mangunkusumo telah dilakukan pembedahan dengan tekhnik PLIF 6 bulan yang lalu, dilakukan penelitian dengan metode crossectional : 6 pria dan 4 wanita, dengan rerata umur 54,1 tahun. Dilakukan pengamatan selisih rerata pada skor ODI ( pre pembedahan dan 6 bulan pasca pembedahan) dan pengamatan fusi dengan ct scan 6 bulan pasca operasi.
Hasil dan diskusi: Dilakukan pengamatan pasca bedah selama 6 bulan. Skor ODI menunjukkan perbaikan luaran klinis pada seluruh pasien. Rerata skor ODI setelah 6 bulan secara bermakna dari 70% ke 20%. Fusi tercapai hanya pada 80% pasien setelah 6 bulan pasca pembedahan.
Kesimpulan:Tekhnik bedah PLIF terbukti meningkatkan luaran klinis dan fungsional pada pasien dengan spondilosis lumbal degeneratif. Dari skor ODI sebelum pembedahan menurun setelah 6 bulan pasca pembedahan dan fusi tercapai setelah 6 bulan pasca pembedahan dengan PLIF. Terdapat perbedaan bermakna antara selisih rerata ODI skor pre bedah dan pasca bedah pada kelompok dengan fusi dibandingkan dengan kelompok yang tidak fusi.

Introduction: Spinal fusion is the most commonly perfomed surgical treatment for lumbal spondylosis. The paradigm of spinal fusion is based on the experience that painful diarthrodial joints or joint defrormities can be successfully treated by arthrodesis. Several studies have consistently demonstrated that circumferential fusion increase the rate of solid fusion, with fusion rates ranging from 91% to 99%. However, it remains controversial wheter circumferential fusion improves clinical outcome.
Method: Ten adult patients (28-65 years old) from Cipto Mangunkusumo hospital with degenerative lumbal spondylosis after 6 months treated by PLIF, were studied crosssectionaly: 5 men and 5 women with average age of 54,1 years. ODI score ( pre operative and 6 months post operative) and ct scan 6 months post operative were investigated.
Results and Discussion: All cases were followed up for 6 months. ODI score were demonstrated the improvement functional outcome in 90% patients. Mean differrentiated of ODI score after 6 months was decreased significantly from 70% to 20%. Fusion was reached in 80% after 6 months post operatively.
Conclusion: PLIF is proven to be effective to improve clinical and functional outcome in Lumbal spondylosis degenerative. From pre operative ODI score was reduce and fusion was reached after 6 months treated by PLIF. There was significant differrence between mean differrentiated of ODI score pre and 6 months post operative in fusion gorup compared with non fusion group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
K.M.A. Halim Habibi
"LATAR BELAKANG Pembedahan merupakan pengobatan utama tumor spinal pada umumnya. Pembedahan minimal invasif menjadi trend karena menghasilkan cidera jaringan minimal dengan tujuan operasi tetap tercapai. Laminektomi unilateral merupakan salah satu teknik yang memenuhi pilar dasar operasi minimal invasif. Penulis mengevaluasi efektivitas dan efisiensi teknik laminektomi unilateral removal tumor serta perbandingan terhadap teknik konvensional.
METODE Disain studi deskriptif analitik dengan data rekam medis periode Januari 2015 – Juni 2020. Skor fungsional (VAS, KPS, Recovery rate/Hirabayashi, Nurick) dihitung saat pra dan pascaoperasi 1, 3, 6, 12, dan 24 bulan. Efisiensi teknik laminektomi unilateral dievaluasi melalui lama operasi, jumlah perdarahan, lama rawat. Efektivitas dievaluasi melalui resektabiltas intraoperasi dan MRI kontrol tulang belakang pasca operasi
HASIL Terdapat 26 pasien, rerata usia (44.17 ± 14.4) tahun, lelaki 12 (46.1%) dan perempuan 14 (53.8%). Skor fungsional pra operasi (Median VAS 4 (0-8), Nurick 4.5 (1-6), JOA servikal 5 (2-10), Torakal 3.5 (2-9), lumbal 19 (14-23) dan KPS 60 (40-80). Follow up 24 bulan pascaoperasi VAS (0) 94%, recovery rate excellent 81%, Nurick (< 3) 87% dan KPS (> 70%) 87%. Median perdarahan intraoperasi 175 (50-1200) ml, lama operasi 180 (120-540) menit dan lama rawat 6.5 (4-42) hari. Gross total resection 76.9%. Terdapat satu komplikasi pseudomeningocele pada follow up 3 bulan pascaoperasi yang menghilang tanpa intervensi pada follow up MRI kontrol 6 bulan pascaoperasi.
SIMPULAN Laminektomi unilateral memungkinkan gross total resection dengan recovery rate baik, trauma operasi dan komplikasi lebih kecil terhadap teknik konvensional.

BACKGROUND Pembedahan merupakan pengobatan utama tumor spinal pada umumnya. Pembedahan minimal invasif menjadi trend karena menghasilkan cidera jaringan minimal dengan tujuan operasi tetap tercapai. Laminektomi unilateral merupakan salah satu teknik yang memenuhi pilar dasar operasi minimal invasif. Penulis mengevaluasi efektivitas dan efisiensi teknik laminektomi unilateral removal tumor serta perbandingan terhadap teknik konvensional.
METHOD Design of study is analytic descriptive using medical records period January 2015 – June 2020. Functional Scores (VAS, KPS, Recovery rate/Hirabayashi, Nurick) achieved pre and postoperation 1,3,6,12,and 24 months. Efficiency is observed from operative time, intraoperative bleeding, length of stay. Effectivity is observed from resectability during intraoperative and MRI control post operation.
RESULT There are 26 patients, mean age ( 44.17 ± 14.4) years, male 12 (46.1%), female 14 (53.8%). Functional score pre operation (median VAS 4 (0-8), Nurick 4.5 (1-6), JOA cervical 5 (2-10), Thoracal 3.5 (2-9), lumbar 19 (14-23) and KPS 60 (40-80). At Follow up 24 months after operation there are 94% with no pain, 81% excellent recovery rate, 87% Nurick <3 and 87% KPS >70%. Median of estimated blood loss 175 (50-1200) ml, operative time 180 (120-540) min and length of stay 6.5 (4-42) days. Gross total resection are 20 (76.9)% cases. There are one complication pseudomeningocele which detected in MRI control after 3 month surgery, then resolved without surgery by the 6 months control.
CONCLUSION Gross total resection maybe achieved by unilateral laminectomy and produces less complication and trauma compare to conventional technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Amelia
"Pendahuluan: Perdarahan Intraventrikel Intraventricular Hemorrhage / IVH merupakan perdarahan spontan yang terjadi di dalam sistem ventrikel, 30-45 sering berhubungan dengan Intracerebral Hemorrhage ICH . Evaluasi aktifitas sehari-hari yang akurat dan tepat pada pasien pasca stroke sangat penting untuk kualitas perawatan dan pengukuran luaran pasca perawatan stroke. Modified Rankin Scale mRS merupakan skala pengukuran disabilitas yang dipakai secara global untuk evaluasi pemulihan dari stroke.
Tujuan: Menelaah data luaran penderita perdarahan intraventrikel yang dilakukan operasi di Departemen Bedah Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo berdasarkan mRS.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan desain potong lintang cross sectional . Adapun variabel independent yaitu lokasi lesi perdarahan intraserebral, IVH-skor, GCS awal, dan variabel dependent yaitu luaran berdasarkan skoring mRS. Subjek penelitian adalah semua pasien penderita perdarahan intraventrikel yang dikelola Departemen Bedah Saraf RSUPN Cipto Mangunkusumo selama periode Januari 2010 sampai dengan Agustus 2016. Jumlah sampel pada penelitian ini didapatkan 23 sampel. Data penelitian diperoleh melalui catatan rekam medis, subjek dihubungi via telepon, kemudian subjek atau keluarga diwawancara untuk menilai status fungsionalnya dengan mRS. Data diolah dengan menggunakan program SPSS 21.
Hasil: Luaran 6 bulan IVH dengan menggunakan mRS secara keseluruhan didapatkan independent 11 pasien 47,8 dependent 4 pasien 17,3 dan 8 pasien meninggal 34,9 . IVH sebagian besar berusia di bawah 60 tahun 60,8 dan 39,2 yang berusia diatas 60 tahun, dari penelitian didapatkan IVH skor terbanyak adalah >15 sebanyak 15 pasien 65,2 . GCS rata-rata 7,6 2,14 . MAP terbanyak adalah >100 dengan jumlah 20 pasien 87 , dan faktor resiko yang mengalami hipertensi sebanyak 19 pasien 82,6.
Diskusi: mRS dapat digunakan sebagai standar penilaian luaran IVH.

Introduction: Intraventricular hemorrhage IVH is a spontaneous hemorrhage occurring within the ventricular system, 30 40 often associated with Intracerebral hemorrhage ICH, Accurate and precise daily evaluating activity in post stroke patients is critical for the quality of care and measurement of post stroke outcomes. Modified Rankin Scale mRS is a global disability measurement scale used for the evaluation of stroke recovery.
Aims: Configuring outcome data of patient with intraventricle hemorrhage operated at neurosurgery departmen of cm hospital based on mRS.
Methods This was an observational study with cross sectional design. The independent variables are location of intracerebral hemorrhage lesion, IVH score, initial GCS, and dependent variable is outcome based on mRS scores. Subjects of research were all patients with intraventricular hemorrhage administered by Department of Neurosurgery Cipto Mangunkusumo Hospital during January 2010 until August 2016 period. The number of samples in this study were obtained 23 samples. Research data was obtained through medical record and transferred into data entry format, patients was contacted by telephone, then patients or family were interviewed to assess their functional status with Modified Rankin Scale. Data is processed by using SPSS 21 program.
Results: 6 months IVH overall outcomes are 11 independent patients 47.8 4 dependent patients 17.3 and 8 patients died 34.9. IVH were mostly under 60 years old 60,8 and 39,2 were aged over 60 years, from the study obtained IVH most scores were 15 as many as 15 patients 65.2. GCS averages 7.6 2.14 . Most MAPs were 100 with 20 patients 87, and hypertension risk factors were 19 patients 82.6.
Discussion: mRS can be used as standard outcome assessment of IVH.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, M. Deni
"Latar Belakang: Adenoma hipofisis adalah kumpulan dari berbagai jenis tumor yang ditemukan di kelenjar hipofisis, yang dapat menyebabkan kompresi nervus optikus, sehingga menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan lapang penglihatan akibat efek penekanan massa tumor. Tindakan operasi transfenoid pada adenoma hipofisis bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan dekompresi massa tumor dengan harapan memperbaiki atau mempertahankan fungsi nervus optikus.
Tujuan: Menilai luaran fungsi penglihatan (tajam penglihatan dan lapang penglihatan) pada pasien adenoma hipofisis serta faktor-faktor yang mempengaruhi luaran tersebut.
Metode: Penelitian potong lintang terhadap pasien-pasien adenoma hipofisis yang telah dioperasi transfenoid dari tahun 2012-2014. Fungsi penglihatan pasien (visus, visual impairment scale, dan lapang penglihatan) sebelum dan sesudah operasi transfenoid diambil dari rekam medik pasien.
Hasil: Sebanyak delapan sampel (57,1%) mengalami perbaikan dan enam pasien (42,9%) tidak mengalami perbaikan nilai visual impairment scale (VIS). Sebanyak delapan sampel (57,1%) mengalami perbaikan dan sebanyak enam pasien (42,9%) tidak mengalami perbaikan visus. Setelah dilakukan tindakan pembedahan untuk mengangkat adenoma hipofisis dengan pendekatan transfenoid, sebagian besar pasien (57,1%) mengalami perbaikan fungsi penglihatan baik dengan metode pemeriksaan visus maupun VIS. Usia, jenis kelamin, waktu onset sampai berobat, waktu berobat sampai operasi, waktu onset sampai operasi, atau volume operasi tidak berhubungan dengan luaran fungsi penglihatan pasien.
Kesimpulan: Operasi transfenoid pada adenoma hipofisis dapat memberikan perbaikan fungsi penglihatan pada sebagian besar pasien adenoma hipofisis.

Background: Pituitary adenoma is a collection of various type tumors found in the pituitary gland, which can lead to compression of the optic nerve, causing a decrease in visual acuity and field of vision due to the suppressive effect of the tumor mass. Transphenoidal surgery on pituitary adenoma aims to diagnose and decompression of the tumor mass in order to improve or preserve optic nerve function.
Purpose: Evaluate the visual function outcomes (visual acuity and field of vision) in patients with pituitary adenoma and the factors that influence these outcomes.
Method: A cross-sectional study on patients who had transphenoidal surgery of pituitary adenoma from 2012 - 2014. The patient’s visual functions (visual acuity, visual impairment scale, and field of vision) were evaluated before and after transphenoidal surgery. The data were taken from the patient’s medical record.
Result: A total of eight patients (57.1%) showed improvement and six patients (42.9%) didn’t show improvement of visual impairment scale (VIS). A total of eight pstients (57.1%) showed improvement, and as many as six patients (42.9%) did not show vision improvement. After transphenoidal surgery, most patients (57.1%) had improved their visual functions not only by Snellen chart visual acuity test, but also by VIS score. Age, gender, time of onset to treatment, treatment time until surgery, time of onset to surgery, tumor volume before surgery were not related to the patient's visual function outcomes.
Conclusion: Transphenoidal surgery of pituitary adenoma can provide visual function improvement in most patients with pituitary adenoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Zaldi Hidayat
"RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit rujukan yang berstandar nasional yang terdapat Departemen Bedah Saraf yang menyediakan fasilitas operasi elektif. Waktu tunggu menjadi salah satu aspek pelayanan yang dinilai oleh pasien. Oleh karena itu, untuk mengurangi waktu tunggu ini perlu diperhatikan beberapa kebijakan umum, yakni meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan, meningkatkan fasilitas rumah sakit, serta produktivitas penggunaan fasilitas tersebut. Pada saat tersedia 1 kamar operasi waktu tunggu pada operasi elektif ini masih tergolong tinggi dan belum mencapai target dari RSCM. Pada penelitian sebelumnya tahun 2016, ditemukan hasil bahwa rata-rata waktu tunggu operasi elektif ini adalah 35 hari. Pada tahun 2023, Departemen Bedah Saraf, menambahkan kamar operasi menjadi 2 kamar operasi untuk mengurangi waktu tunggu operasi elektif. Penulis melakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan jumlah kamar operasi pada operasi elektif di Departemen Bedah Saraf RSUPNCM pada bulan April-September tahun 2022 dan 2023. Penelitian ini dilakukan dengan metode jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi komparatif, yang difokuskan pada bulan April-September tahun 2022 dan 2023. Setelah dilakukan analisa mengenai pengaruh perubahan jumlah kamar operasi pada operasi elektif, menunjukkan dengan hasil jumlah operasi perbandingan pada tahun 2022 dan 2023 di bulan ((April 45,48), (Mei 32,84). (Juni 58,67), (Juli 57,74), (Agustus 50,81), (September 47,67). Pada hasil perbandingan rata-rata pada bulan April-September tahun 2022 dan 2023 menunjukkan adanya penurunan yang signifikan pada waktu tunggu operasi. Dengan penambahan kamar dapat menurunkan waktu tunggu operasi elektif serta meningkatkan jumlah operasi pada tahun 2023.

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo is a national standard referral hospital with a Neurosurgery Department which provides elective surgery facilities. Waiting time is one aspect of service assessed by patients. Therefore, to reduce waiting times it is necessary to pay attention to several general policies, namely increasing health energy capacity, improving hospital facilities, as well as productivity in the use of these facilities. When there is 1 operating room available, the waiting time for elective surgery is still relatively high and has not reached the RSCM target. In previous research in 2016, it was found that the average waiting time for elective surgery was 35 days. In 2023, the Department of Neurosurgery will add 2 operating rooms to reduce waiting times for elective operations. The author conducted this research with the aim of determining the effect of changes in the number of operating rooms on elective operations in the Neurosurgery Department of RSUPNCM in April-September 2022 and 2023. This research was carried out using a quantitative research method with a comparative study approach, which was specifically carried out in April-September 2022 and 2023. After analyzing the effect of changes in the number of operating rooms on elective surgery, the results showed the number of comparative operations in 2022 and 2023 in months ((45.48 April), (32.84 May), (June 58.67), (July 57.74), (August 50.81), (47.67 September). in April-September of the year 2022 and 2023 show a significant reduction in waiting times for operations. The addition of rooms can reduce waiting times for elective operations and increase the number of operations in 2023."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulius Seno Nugroho
"ABSTRAK
Latar Belakang : Pada studi di Jepang terdapat 678 kasus tumor intradura ekstramedulla selama tahun 2000-2009, presentasi kasus tersering adalah Schwannoma 15-50 dan Meningioma 30 . Kualitas hidup adalah persepsi individu tentang kehidupan mereka, dapat diukur dengan MOS 36-item SF-36.Metodologi : Studi retrospektif deskriptif analitik menggunakan data rekam medis 55 pasien tumor intradural ekstramedulla yang dioperasi di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2014-2016. Subjek penelitian adalah seluruh populasi terjangkau, berdasarkan rujukan registrasi tumor intradura ekstramedula. Terdapat 30 pasien dengan hasil patologi Meningioma atau Schwanoma, sampel penelitian sebanyak 29 sampel, 1 pasien meninggal 1 bulan setelah operasi. Pasien diwawancara via telepon, dinilai dengan item SF-36, diolah menggunakan program SPSS 21.Hasil : Subjek terbanyak pada kategori 50 ndash; 60 tahun 9 subjek 30 , perempuan 20 subjek 69 , laki-laki 9 subjek 31 , lama keluhan sebelum operasi rata-rata 7,79 bulan. Didapatkan data Patologi Anatomi berupa Meningioma 10 subjek 34,5 dan Schwanoma 19 subjek 65,5 . Sebaran domisili diluar Jakarta 16 subjek 53,3 dan di Jakarta 13 subjek 46,7 . Hasil SF-36 pada penelitian ini Role Emotional, Role Physical dan Physical Function menunjukan perubahan yang signifikan dibandingkan dengan kriteria lainnya,Simpulan : Ada perubahan signifikan kriteria Role Emotional, Role Physical dan Physical Function dibandingkan dengan kriteria lainnya.

ABSTRACT
Background A study in Japan found 678 cases of intradural extramedullary tumors during 2000 2009, most common case is Schwannoma 15 50 and Meningioma 30 . Quality of life is the individual 39 s perception of their life can be measured using MOS 36 item SF 36.Methodology Descriptive analytics retrospective study using medical records of 55 intradural extramedullary tumors patients which are operated in Cipto Mangunkusmo Hospital during 2014 2016. There were 30 patients with Meningioma or Schwannoma pathology results. Sample were 29 samples, 1 patient died 1 month after surgery. Patients were interviewed by phone, assessed by SF 36 items, processed by using SPSS 21 program.Results The highest number of sample was in 50 60 years rsquo s category, 9 subjects 30 , female gender 20 subjects 69 , men 9 subjects 31 , long complaints until surgery averaged 7.79 months. Obtained results of Anatomical Pathology of Meningioma 10 subjects 34.5 and Schwanoma 19 subjects 65.5 . Distribution of domicile outside Jakart 16 subjects 53.3 and in Jakarta 13 subjects 46.7 . The results of SF 36 in this study Emotional Role, Physical Role and Physical Function showed significant changes compared to other criteriaConclusion Obtained improved outcomes Emotional Role, Physical Role and Physical Function that showed significant changes compared to other criteria. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parmadi Komalajaya
"Latar Belakang: Kejadian Nyeri Punggung Bawah yang muncul tiba-tiba, tidak dapat diprediksi, dan kekambuhan yang dapat sering terjadi berisiko terjadinya ketidaknyamanan serta disabilitas pada pilot yang bahkan dapat meningkatkan resiko inkapasitasi yang dapat mengancam keselamatan penerbangan. Tujuan Penelitian ialah untuk mengetahui hubungan NPB dengan faktor risiko yang dialami oleh pilot fixed-wing penerbangan komersial di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada pilot fixed-wing penerbangan komersial yang melaksanakan pengujian kesehatan di Balai Kesehatan Penerbang pada bulan September-Oktober 2021. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner yang telah disiapkan dan melalui rekam medis. Untuk parameter penelitian penentuan nyeri punggung bawah, digunakan kuesioner ODI (Oswestry Disability Index) bahasa Indonesia yang sudah divalidasi pada penelitian lainnya.
Hasil: didapatkan jumlah reseponden sebesar 410 orang, yang terdiri dari 394 responden laki-laki dan 16 responden perempuan. Dari keseluruhan didapatkan 24 responden (5,85%) mengalami NPB. Analisis lebih lanjut menunjukkan faktor jenis kelamin memiliki hubungan yang bermakna terhadap NPB (p = 0,01) dibandingkan dengan faktor lainnya (usia, index masa tubuh, dan total jam terbang).
Kesimpulan dan saran: Penerbang perempuan memiliki resiko lebih besar daripada penerbang laki-laki untuk mengalami NPB, sebaiknya menjaga kondisi tubuh baik dari aktivitas maupun berat badan agar dapat mengurangi resiko terjadinya NPB

Background: The incidence of low back pain that appears suddenly, unpredictable, and often relapses has the risk of discomfort and disability for pilots which can even increase the risk of incapacitation which can threaten flight safety. Aim of this study was to determine the correlation between NPB and its risk factors among fixed-wing commercial flight pilots in Indonesia.
Methods: Cross-sectional study was conducted on fixed-wing commercial flight pilots who conducting medical examination at Civil Aviation Medical Center in September-October 2021. Data collection was carried out through filling out prepared questionnaires and through medical records. For research parameters determining low back pain, the Indonesian language Oswestry Disability Index questionnaire was used which has been validated in other studies.
Results: among 410 respondents, consisting of 394 male respondents and 16 female respondents, 24 respondents (5.85%) experienced LBP. Further analysis showed that gender had a significant relationship with LBP (p = 0.01) compared to other factors (age, body mass index, and total flight hours).
Conclusions and suggestions: Female pilots have a greater risk than male pilots to experience LBP, it is better to maintain their condition both from activity and body weight in order to reduce the risk of LBP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Kamal
"Nyeri punggung bawah acute merupakan keluhan terbanyak kelima di fasilitas pelayanan kesehatan di Amerika Serikat, dan 30% berkembang menjadi nyeri kronis. Sebesar 60-90% penduduk Amerika Serikat mempunyai keluhan nyeri punggung bawah, dan 50% diantaranya mengeluhkan nyeri yang berulang dalam satu tahun. Nyeri punggung bawah memiliki efek psikologis dan sosial terhadap pasien. Secara ekonomi nyeri punggung bawah ini membebani negara terkait biaya yang harus dikeluarkan dalam penanganan nyeri punggung bawah. Penilaian derajat nyeri penting dilakukan pada setiap pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah dan American Pain Society menetapkan menyertakan nyeri sebagai tanda vital kelima dalam pemeriksaan terhadap nyeri punggung bawah sejak tahun 1990. Penilaian terhadap nyeri memberikan informasi yang lebih baik terhadap efek terapi, atau keberhasilan dari terapi nyeri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil evaluasi derajat nyeri dengan Numeric Rating Scale (NRS) pada kasus nyeri punggung bagian bawah (low back pain) yang mendapat intervensi nyeri di Departemen Bedah Saraf RS Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2012 -2014. Penelitian dilakukan menggunakan desain Cross Sectional Analitik, terhadap data sekunder berupa data rekam medis pasien dengan kasus nyeri punggung bawah yang berkunjung ke poliklinik Bedah Saraf Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Responden dalam penelitian ini berusia 17 tahun ke atas. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Dari hasil analisis data diperoleh 57,2% pasien nyeri punggung bawah yang mendapat intervensi nyeri berusia 40 - 59 tahun, dan 52,4% diantaranya berjenis kelamin perempuan. Dari hasil pemeriksaan MRI didapatkan 66,7% dengan gambaran protrusion diskus dengan penekanan. Sebesar 71,4% pasien mendapatkan terapi kombinasi LESI dan MBN dan 95,2% pasien yang mendapatkan intervensi nyeri mengalami perbaikan skala nyeri dan dapat bertahan sampai dengan 1 tahun. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa Tidak terdapat hubungan bermakna antara gambaran MRI dengan prosedur intervensi nyeri dan jenis nyeri, tapi terdapat hubungan bermakna antara jenis nyeri dengan prosedur intervensi nyeri.

Acute lower back pain is the fifth most complaints in health care facilities in the United States, and 30% develop into chronic pain. Amounting to 60-90% of the US population has low back pain, and 50% of them complained of recurring pain in one year. Lower back pain has psychological and social effects on patients. Economically lower back pain is related to the state burdening costs to be incurred in the treatment of lower back pain. Assessment of the degree of pain is important in any patient with low back pain and the American Pain Society set to include pain as the fifth vital sign in the examination of lower back pain since 1990. Assessment of pain provide better information to the therapeutic effect, or the success of therapy pain.
This study aims to know the results of the evaluation of the degree of pain with Numeric Rating Scale (NRS) in the case of lower back pain (low back pain) who received the intervention of pain in the Department of Neurosurgery Cipto Mangunkusumo in 2012 -2014. The study was conducted using Analytical cross sectional design, due to the secondary data from medical records of patients with low back pain who visited the clinic Neurosurgery Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta, in the period of 2012 to 2014. The respondents in this study aged 17 above. Analysis of data using univariate and bivariate analyzes. From the analysis of the data obtained 57.2% of patients with low back pain who received the intervention pain aged 40-59 years, and 52.4% of them were female.
From the results obtained 66.7% of MRI examinations with a disc protrusion with 71.4% of patients receive combination therapy LESI and MBN and 95.2% of patients who received the pain intervention experienced decreasing scale of pain scale and last up to 1 year. Multivariate analysis showed that there is no significant relationship between MRI image with pain interventional procedures and types of pain, but there is a significant relationship between the type of pain with pain interventional procedures.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Farhaniah
"Operasi impaksi molar 3 mandibula odontektomi dapat menimbulkan komplikasi yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Komplikasi yang sering terjadi yaitu nyeri, pembengkakan dan keterbatasan membuka mulut trismus . Berdasarkan penelitian sebelumnya, akupunktur menunjukkan hasil yang baik terhadap manajemen nyeri paska operasi gigi impaksi molar 3. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa terhadap interval waktu bebas nyeri, intensitas nyeri dan kemampuan membuka mulut pasien paska operasi. Sebanyak 44 pasien yang akan menjalani operasi impaksi molar 3 mandibula secara acak dibagi menjadi kelompok elektroakupunktur dan medikamentosa n=22 dan elektroakupunktur sham dan medikamentosa n=22 . Pada kelompok elektroakupunktur, dilakukan penusukan pada titik ST6 dan ST7 pada sisi yang akan dioperasi, serta LI4 dan LR3 bilateral, kemudian dihubungkan dengan elektroda stimulator frekuensi 3/15 gelombang dense disperse intensitas rendah selama 20 menit. Elektroakupunktur dilakukan sebanyak satu kali sebelum operasi. Penilaian interval pain free time dilakukan sesaat setelah operasi sampai timbulnya nyeri akibat hilangnya efek anestesi lokal, penilaian skor VAS dilakukan pada hari ke-1, 3 dan 7 paska operasi dan penilaian interincisal distance dilakukan pada hari ke-3 dan 7 paska operasi. Hasilnya terdapat perbedaan bermakna interval pain free time pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol
p
Impacted third molar operation odontectomy may cause complication that effect the quality of life of the patient. Common complications are pain, swelling and open mouth limitations trismus . Based on previous research, acupuncture showed good results for postoperative dental pain management of third molar impaction. The purpose of this study was to determine the effectivenes of electroacupuncture and medications in pain free time interval, pain intensity and mouth opening ability after surgery. A total of 44 patients undergoing mandibular third molar impaction surgery were randomly divided into groups of electroacupuncture and medication n 22 and electroacupuncture sham and medication n 22 . Electroacupuncture group received 3 15 frequency stimulator electrode of low intensity dense disperse at ST6 and ST7 on the operated side, and bilateral LI4 and LR3 for 20 minutes. Electroacupuncture was given once before surgery. Assessment of pain free time interval was performed shortly after surgery until the pain occurred due to loss of local anesthesia effect, assessment of VAS score were performed on days 1, 3 and 7 post surgery and interincisal distance assessment performed on day 3 and 7 post surgery.The result showed significant differences in pain free time interval in the treatment group compared to the control group p "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>