Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192813 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Nur Ramdaniati
"Hingga saat ini Tuberkulosis TB masih merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan di dunia kesehatan. Menurut data WHO pada tahun 2014 Indonesia merupakan peringkat ke-2 penyumbang kasus TB terbesar didunia dengan jumlah 9,6 juta kasus. Menurut data Riskesdas 2013 prevalensi TBdi Provinsi Banten yaitu 0,4 dari jumlah penduduk. Upaya pengendalian TB memerlukan peran serta masyaraat dan pasien yang perlu diberdayakan melalui paguyuban TB.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pengobatan pasien TB terkonfirmasi bakteriologis di Puskesmas Unyur yang melaksanakan paguyuban TB dan Puskesmas Kilasah yang tidak melaksanakan paguyuban TB, Kota Serang tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional yang dilakukan selama bulan November 2016. Sampel penelitian ini berjumlah 79 pasien baru TB terkonfirmasi bakteriologis yang sedang menjalani pengobatan minimal 1 bulan di Puskesmas Unyur dan Puskesmas Kilasah. Hasil analisis univariat menunjukkan tingkat kepatuhan pengobatan pasien TB di Puskesmas Unyur lebih tinggi dari Puskesmas Kilasah.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan pasien TB p = 0,024; OR = 10,3; 95 CI = 1,4 to77,8 . Variabel lainnya yang bermakna yaitu dukungan keluarga p = 0,023; OR =7,7; 95 CI = 1,3 to 44,5 . Selain itu juga didapat hasil bahwa dukungan keluarga merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan TB setelah dikontrol oleh variabel sikap, jarak, penyuluhan dan dukungan sosial. Kepatuhan Pengobatan merupakan kunci keberhasilan pengobatan TB yang menjadi tujuan utama dalam program pengendalian penyakit Tuberkulosis. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan peranserta masyarakat agar program pengendalian TB dapat lebih optimal.

Until now Tuberculosis TB is one of the infectious diseases that has become problems in the health world. According to WHO 2014, Indonesia was ranked as the second largest contributor of TB cases in the world with 9,6 million cases. According to Riskesdas 2013, the prevalence of TB in Banten Province at 0,4 of the population. TB control efforts required participation of communities and patients through TB support groups paguyuban.
This study aimed todetermine the factors aasociates the treatment compliance level for new patients ofTB confirmed bacteriological in Community Health Center Puskesmas inUnyur TB support group and Kilasah Non TB support group , both in Serang City, 2016. This research used quantitative methods with cross sectional study design, conducted in November 2016. The research sample was 79 confirmed bacteriological TB patients who are under treatment minimum 1 month in Puskesmas Unyur and Kilasah. As the result, treatment compliance of TB patients in Puskesmas Unyur was higher than in Kilasah.
The analysis showed that there was a significant relationship between the level of knowledge with compliance treatment of TB patients p 0,024 OR 10,3 95 CI 1,4 to 77,8. Other significant variable was family support p 0,023 OR 7,7 95 CI 1,3 to44,5. In addition, the result was that the family support was the most dominant factor influencing TB treatment compliance after being controlled by variables, i.e.attitude, distance, counseling and social support. Treatment compliance was key for successful treatment of TB and became a major goal in Tuberculosis control programs. Therefore it is necessary for increase community participation to optimize the TB control programs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Setiowati
"Indonesia menempati urutan kesembilan dari dua puluh tujuh negara yang memiliki beban MDR (Multi Drug Resistan) TB (Tuberkulosis) di dunia. Kegagalan konversi pada pasien TB paru merupakan salah satu penyebab terjadinya resisten OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Pasien TB paru BTA (Basil Tahan Asam) positif kategori I yang mengalami kegagalan konversi di puskesmas wilayah Kota Serang tahun 2014 sebanyak 49 pasien dari 602 pasien TB yang diobati. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kegagalan konversi pasien TB paru BTA positif kategori I dengan menggunakan studi cross sectional. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik terhadap 168 orang pasien TB paru BTA positif kategori I tahun 2014.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pasien TB paru BTA positif kategori I yang mengalami kegagalan konversi sebanyak 28%. Ada hubungan antara tingkat pendapatan, pengetahuan tentang TB, sikap pasien terhadap pengalaman terkait TB, jarak dan akses ke puskesmas, kondisi lingkungan tempat tinggal, informasi kesehatan dari petugas TB dan efek samping obat terhadap kegagalan konversi pasien TB paru BTA positif kategori I. Faktor yang paling dominan berhubungan adalah informasi kesehatan dari petugas TB (nilai p value = 0,002, OR 33,217, 95% CI 3,600-306,497). Disimpulkan bahwa peran petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru. Diperlukan komitmen petugas dalam menjalankan fungsi kesehatan masyarakat di antaranya meningkatkan kemampuan petugas dalam memberikan informasi kesehatan serta menjalin kerjasama dengan pasien dan keluarganya untuk terus memberikan pendampingan dan pemberian motivasi selama pengobatan sehingga mencegah terjadinya kegagalan konversi yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan.

Indonesia ranks ninth out of twenty-seven countries which has the burden of MDR (Multi Drug Resistance) TB in the world. The failure of conversion in TB (Tuberculosis) patients was one of the contributing factor to ATD (Anti Tuberculosis Drugs) resistance. Smear positive pulmonary TB patients who have failed first category conversion in Serang City area health centers in 2014 in 49 patients out of 602 treated TB patients. The research aimed to search for factors that connect to abortive attempt in conversion of TB patient with positive lung BTA category 1 by cross sectional study. A statistic test which had been used was binominal logistic regression with TB patient with positive lung AFB (Acid-Fast Bacilli) category 1 as research subject in 2014, with sample of 168 TB patients.
The result of the examination showed that TB patients with positive lung BTA category I experienced failure as much as 28%. There were links between level of income, knowledge of TB, and patient?s respond to their experiences, distance and access to local government clinic, condition of residence, health information from TB health workers and side effects of medicine to abortive attempt in conversion of TB patient with positive lung BTA category 1 by cross sectional study. The most dominant factor of all was sanitary information from TB health workesr (p value = 0.002, OR 33.217, 95% CI 3.600-306.497). It was concluded that health workers play an important role to succeed the treatment of TB lung patients. The workers commitment are needed to perform their duty to increase health information and to bond relationship between patients and their family to provide support and motivate during the therapy, thus the failure in conversion could be prevented.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Sukamto
"Latar belakang: Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global dan menjadi penyebab pertama dari dua kematian akibat penyakit menular di dunia. Pasien yang menghentikan pengobatan sebelum sembuh mengakibatkan penyakitnya bertambah parah, menularkan penyakit bahkan meninggal. Pemanfaatan pelayanan kesehatan turut berperan dalam kasus TB, karena pemanfaatan pelayanan dapat mencegah terjadinya kasus putus berobat. Sekitar 50% pasien TB tanpa pengobatan akan meninggal. Salah satu faktor risiko kematian karena TB adalah pengobatan yang tidak adekuat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pasien TB paru dewasa putus berobat di wilayah Kota Serang tahun 2016.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif menggunakan desain cross-sectional dengan sampel 13 penderita TB. Sedangkan, penelitian kualitatif menggunakan wawancara mendalam.
Hasil : Hasil penelitian menemukan faktor pendukung pasien TB Paru putus berobat untuk memulai kembali pengobatannya adalah pengetahuan, sikap pengobatan, jarak ke Puskesmas, kunjungan petugas TB, pendorong pengobatan kembali, kebutuhan pengobatan, dukungan keluarga dan petugas TB Puskesmas. Sedangkan faktor penghambat pasien TB putus berobat adalah efek samping OAT dan upaya pencarian pengobatan lain.
Kesimpulan : Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran kuman TB. Maka, perlu dilakukan kerja sama lintas program terkait untuk mengoptimalkan pengobatan TB sekaligus mengatasi masalah pasien TB putus berobat di wilayah Kota Serang.

Background : Tuberculosis (TB) is a major global health problem, the first cause of two deaths of infectious diseases in worldwide. Some patients discontinued treatment before cured resulting the disease became severe, transmit diseases and even death. Utilization of health services also have a role in the cases of TB, this is due to prevent lost to follow-up cases. As many as 50% TB patients without treatment will die. One of death risk factor of TB are inadequate treatment. The aim of this study is to find out the supported and inhibited factors of lost to follow-up adult TB patients at Serang City in 2016.
Method : This study used quantitative and qualitative research methods. In quantitative research, conducted by using cross-sectional design with 13 patients TB as sample. Meanwhile, a qualitative study using in-depth interviews.
Result : The study found the factors supported lost to follow-up TB patients for restarting the treatment were knowledge, attitudes of treatment, distance to reach public health center, health officers home visit, retreatment stimulus, needs of treatment, then the support of family and health center officers. While the factors inhibited lost to follow-up patient to get the retreatment were the side effects of treatment and the search for another treatment.
Conclusion : TB Treatment is one of the most efficient efforts to prevent the further spread of Tuberculosis. Therefore, that is necessary to cooperate with various programs related to optimizing the treatment of TB as well as to overcome the problem of lost to follow-up TB patients in the city of Serang.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T53670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Ayuningsih
"Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Hasil akhir pengobatan TB pada pasien berupa kematian saat melakukan pengobatan merupakan permasalahan terkini yang perlu diselesaikan. Penyebab pasti terjadinya kematian pada pasien yang sedang menjalani pengobatan TB masih belum banyak di ketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian pasien tuberkulosis pada penderita TB MDR dan TB Sensitif Obat di Indonesia tahun 2015-2017. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari aplikasi eTB manager dan SITT di Subdit Tuberkulosis, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) - Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan RI. Desain penelitian adalah cohort retrospective. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 1.150 pasien TB MDR dan 12.296 pasien TB SO. Insiden rate kematian kasus TB MDR adalah 4,7 per 1000 orang-bulan, sementara itu insiden rate kematian kasus TB SO adalah 8,4 per 1000 orang-bulan. Dari penelitian ini diketahui bahwa pada kasus TB MDR variabel umur pada titik potog waktu <24 bulan diperoleh HR 1,72 (IK95% 1,18 - 2,52), sedangkan variabel umur pada titik potong waktu ≥24 bulan diperoleh HR 1,28 (IK95% 0,18 - 9,17). Pada kasus TB SO, umur diperoleh HR 1,88 (IK95% 1,57 – 2,27). Status HIV pada titik potog waktu <13 bulan diperoleh HR 4,20 (IK95% 3,43 – 5,14), sedangkan titik potog waktu ≥13 bulan diperoleh HR 9,03 (IK95% 2,58 – 31,61). Diperlukan penanganan secara intensif pada pasien TB MDR dan TB SO di Indonesia dengan HIV positif. Kata kunci: Tuberkulosis, resisten ganda, kematian.

Tuberculosis is still a public health problem in the world. The final outcome of TB treatment in patients consisting of death while taking treatment is a consideration that needs to be addressed. The exact cause of death in patients who are undergoing TB treatment is not much approved. The purpose of this study was to study the differences in factors associated with the death of tuberculosis patients in patients with drug sensitive and multidrug resistant tuberculosis in Indonesia in 2015-2017. The study was conducted using secondary data from the application of eTB managers and SITT in the Tuberculosis Subdistrict, Directorate of Direct Transmission Prevention and Control - Directorate General of Disease Prevention and Control, Ministry of Health of the Republic of Indonesia. The study design was a retrospective cohort. The number of samples in this study were 1,150 MDR TB patients and 12,296 drug sensitive patients. The mortality rate from MDR-TB is 4.7 per 1000 person-months, while the mortality rate from MDR-TB is 8.4 per 1,000 person-months. From this study, it was found that in the MDR TB case the age variable at the time point of <24 months was obtained by HR 1.72 (IK95% 1.18 - 2.52), while the age variable at the intersection time waktu24 months was obtained by HR 1.28 ( IK95% 0.18 - 9.17). In drug sensitive TB cases, HR 1.88 (IK95% 1.57 - 2.27) was obtained. HIV status at the time point <13 months was obtained by HR 4.20 (IK95% 3.43 - 5.14), while the point of interest at ≥13 months was HR 9.03 (CI 95% 2.58 - 31.61). MDR and drug sensitive TB in Indonesia are HIV positive. Keywords: Tuberculosis, multiple resistance, death."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safriati
"Penyakit Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena merupakan penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Pengobatan TB paru harus dilakukan secara adekuat, lengkap dan teratur supaya angka kesembuhan tinggi dan untuk mencegah resistensi. Angka putus berobat penderita TB paru di Kota Banda Aceh tahun 200I sebesar 21,5%. Putus berobat sangat mempengaruhi keberhasilan dari tujuan penanggulangan TB paru. Penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan putus berobat penderita TB paru di Puskesmas di Kota Banda Aceh tahun 2001 - 2002. Desain penelitian adalah cross sectional dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari TB 01 dan data primer yang didapat langsung dari penderita TB paru dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2003. Sampel penelitian yaitu 141 penderita TB paru berumur 15 tahun keatas yang datang berobat di Puskesmas di Kota Banda Aceh tahun 2001 - 2002 yang diambil secara simple random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden penderita TB paru yang putus berobat di Puskesmas Kota Banda Aceh tahun 2001 - 2002 sebesar 30%. Gambaran karakteristik penderita, TB paru di Kota Banda Aceh adalah responden berumur rata-rata 35 tahun, penderita laki-laki lebih banyak 72% dari pada penderita TB paru perempuan 28%. Faktor karakteristik yang berhubungan bermakna dengan putus berobat adalah pekerjaan dan pengetahuan. Penderita TB paru dengan pengetahuan tentang TB paru rendah berpeluang putus berobat 3,69 kali (95% CI : 1,418 - 9,951) dibandingkan penderita TB paru yang berpengetahuan tinggi tentang TB paru. setelah dikontrol variabel efek samping obat.
Faktor lain yang berhubungan bermakna dengan putus berobat adalah ketersediaan obat, efek samping obat, dan PMO dan manfaat pengobatan. Penderita TB paru dengan persepsi tidak tersedia obat di Puskesmas mempunyai peluang putus berobat sebesar 4,67 kali (95% CI : 1,282 - 17,011) dibandingkan dengan penderita TB paru dengan persepsi obat tersedia di Puskesmas setelah dikontrol variabel efek samping obat, pengetahuan, dan PMO. Penderita TB paru dengan keluhan ada efek samping obat mempunyai peluang putus berobat 4,24 kaii (95% CI : 1,751 - 10,247) dibandingkan penderita TB paru yang tidak ada keluhan efek samping obat setelah dikontrol variabel pengetahuan dan PMO.
Demikian pula Penderita TB paru yang tidak didampingi PMO mempunyai peluang putus berobat 2,51 kali (95% 'CI : 1,081 - 5,851) dibandingkan dengan penderita TB paru ada didampingi PMO setelah dikontrol variabel ketersediaan obat, pengetahuan dan efek samping obat. Faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan putus berobat penderita TB paru adalah faktor ketersediaan obat.
Dengan hasil penelitian ini disarankan kepada Dinas Kesehatan untuk melakukan monitoring dan evaluasi OAT secara langsung ke Puskesmas, diseminasi informasi dan promosi kesehatan serta perencanaan dan pengadaan obat untuk mengatasi masalah efek samping obat. Untuk Puskesmas disarankan lebih aktif melakukan penyuluhan langsung untuk meningkatkan pengetahuan penderita tentang TB paru sehingga angka putus berobat penderita TB paru di Kota Banda Aceh dapat ditekan seminimal mungkin. Diharapkan ada penelitian lanjutan dengan menggunakan desain yang lebih baik.

Pulmonary TB is still the problem of health in Indonesia, because representing contagion able to result death, Important of medication of Pulmonary TB which is adequate, regular and complete can give high recovering number and prevent to resistance. The number of drop out of Pulmonary TB patient in Banda Aceh in 2001 equal to 21,5%. The drop out of pulmonary TB is very influencing of efficacy from target of treat of Pulmonary TB. The treat of Pulmonary TB with strategy of Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) can give high recovering number.
This research aim to know factors related to drop out of Pulmonary TB patient at the Public Health Center in Banda Aceh in 2001 - 2002. Research Design is sectional cross by using data of secondary coming from TB 01 and got primary data is direct the than Pulmonary TB patient by interview use questionnaire . Research done in March up to May 2003 . Research sample that is 141 Pulmonary TB patient age 15 years old incoming medicine at the Public Health Center in Banda Aceh in 2001 - 2002 which is taken by simple random sampling.
Result of research indicate that respondent proportion drop out of Pulmonary TB at the Public Health Center in Banda Aceh in 2001 - 2002 equal to 30%. Characteristic of Pulmonary TB patient in Banda Aceh is age mean 35 year, The men of Pulmonary TB more is 72% than the woman 28%. Respondent characteristic factor have a meaning of drop out is knowledge and work. Pulmonary TB patient with knowledge about low Pulmonary TB have opportunity 3,69 times (95% CI : 1,418 - 9,951) to drop out compared to patient of high knowledgeable Pulmonary TB about Pulmonary TB after controlled by side effects variable.
The other related factors have a meaning of drop out is the availability of drug, side effects, and the Observed Treatment. Pulmonary TB Patient with perception is not available drug at the Public Health Center have opportunity equal to 4,67 times (95% CI 1,282 - 17,011) to drop out compared to Pulmonary TB patient with perception of available drug at the Public Health Center after controlled side effects variable, knowledge, and PMO. Pulmonary TB patient with sigh there is side effects have opportunity to drop out 4,24 times (95% CI : 1,751 - 10,247) compared to Pulmonary TB patient which there is no sigh of side effects after controlled knowledge variable and PMO.
That way also Pulmonary TB patient which not consort by the Observed Treatment have opportunity to drop out 2,51 times (95% Cl : 1,081 - 5,851) compared to Pulmonary TB patient there is consorted by the Observed Treatment after controlled variable availability of drug, side effects and knowledge. The most dominant factor related to drop out of Pulmonary TB patient is availability of drug.
With result of this research suggested to Public Health Service to do evaluation and monitoring of OAT directly at the Public Health Center and desimination information and health promotion also planning and levying of drug to overcome the problem of side effects. For Public Health Center more active conduct direct consul to increase knowledge of patient about Pulmonary TB so the drop out of pulmonary TB patient in Banda Aceh can be depressed as minimum as possible. Expected there is research of continuation by using better design.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Amaliah
"TB paru merupakan masalah di Indonesia. Data Riskesdas 2010 menunjukkan, prevalensi TB Paru 2009/2010 sebesar 725/100.000 penduduk. Evaluasi hasil dilihat dengan angka konversi pada akhir pengobatan fase intensif sebesar 80%. Masalah utama kegagalan konversi adalah komponen perilaku penderita TB paru yaitu keterlambatan diagnosis dan tidak selesainya pengobatan yang berakibat resistensi ganda OAT. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol, populasi sebanyak 1.305 adalah penderita TB paru pengobatan fase intensif tahun 2010 yang tercatat di formulir TB 01 puskesmas di Kabupaten Bekasi. Sampel diambil sebanyak 170 penderita, dikelompokkan menjadi gagal konversi sebanyak 200 penderita dan konversi sebanyak 1.105 penderita. Setiap kelompok diambil masing-masing 85 penderita. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Metode analisis data dengan uji Chi Square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan responden tidak teratur minum obat lebih besar yang mengalami kegagalan konversi (74,1%) dibandingkan yang konversi (46,4%). Hasil uji Chi square ada hubungan yang bermakna antara keteraturan minum obat, sikap terhadap keteraturan minum obat, pengetahuan tentang TB, penyuluhan kesehatan, efek samping obat, dan status gizi dengan kegagalan konversi. Hasil uji statistik dengan regresi logistik menunjukkan faktor paling berhubungan dengan kegagalan konversi adalah status gizi OR: 4,705: 95% CI: 2,143-10,332. Status gizi penderita TB paru perlu ditingkatkan sebagai upaya bersama dengan pemberian OAT.

Pulmonary TB is a problem in Indonesia. Riskesdas 2010, the prevalence of pulmonary TB 2009/2010 for 725/100.000 population. Evaluation results conversion rate at the end of the intensive phase of treatment by 80%. The main problem is the conversion of a component failure behavior of patients with pulmonary TB is not the completion of delayed diagnosis and resulting treatment dual resistance OAT. Design study are casecontrol study. Population of 1305 patients with pulmonary TB is an intensive phase of treatment in 2010 are recorded in the TB form 01 health centers in the district of Bekasi. Samples were taken 170 patients, classified as many as 200 patients failed to convert and convert as many as 1.105 people. Each group of 85 patients taken at random. Data were collected by interview using a questionnaire. Methods of data analysis with chi square tests and logistic regression.
The results showed respondents do not regularly drink more drugs that have failed conversion (74.1%) compared to the conversion (46.4%). Chi square test results there was a significant association between the regularity of drug taking, attitudes toward medication order, knowledge of TB, health education, medication side effects, and nutritional status with conversion failure. The results of statistical tests with logistic regression showed factors associated with failure of the conversion is the nutritional status OR: 4,705: 95% CI: 2,143-10,332. Nutritional status of patients with pulmonary TB needs to be improved as a joint effort with the provision of OAT.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31309
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fetty Sugiharti DK
"Tuberkulosis merupakan masalah kesebatan masyarakat di Indonesia, karena dapat menyebabkan kematian. Untuk penanggulangan penyakit tuberculosis, pemerintah telah melaksanakan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Pengobatan yang baik dan teratur dapat menyembubkan penderita TB Paru. Penderita TB Paru dapat mengalami DO (Drop Out), bila pengobatan tidak baik dan tidak teratur. Angka DO di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota Bandung pada tahun 2005 adalah 11,6 %. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya DO pada penderita TB Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat tahun 2007.
Penelitian ini menggunakan data primer dengan desain kasus kontrol dan dilakukan pada penderita TB Paru yang berasal dari Kota Bandung dan berobat di Balai Kesehatan Pam Masyarakat dengan jumlah sampel kasus 115 responden dan kontrol sebanyak 115 responden. Kasus adalah penderita TB Paru yang Drop Oul, sedangkan kontrol adalah penderita TB Paru yang tidak Drop Out.
Pada penelitian ini variabel yang berhubungan dengan terjadinya Drop Out adalah pengetahuan, biaya dan keberadaan PMO. Pengetahuan mempunyai OR =5,2 dengan 95% C T: 2,79-9,80 berarti bahwa penderita TB Paru dengan pengetahuan yang kurang barisiko 5,2 kali menjadi DO bila dibandingkan dengan pengetahuan yang baik setelah dikontrol variabel biaya dan PMO. Variabel biaya mempunyai OR= 3,4 dengan 95% CI: 1,80-6,23 berarti bahwa penderita dengan presepsi biaya mahal berisiko 3,4 kali bila dibandingkan dengan penderita dengan presepsi biaya murah, setelah dikontrol variabel pengetahuan dan PMO Variabel keberadaan PMO mempunyai OR= 2,2 dengan 95% CI: 1,16-4,05 berarti bahwa penderita yang tidak mempunyai PMO berisiko 2,2 kali bila dibandingkan dengan penderita yang mempunyai PMO setelah dikontrol variabel pengetahuan dan biaya.

Tuberculosis is a public health problem in Indonesia due to the life threatening nature of the disease, To contro) tuberculosis, the government has implemented DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) Strategy, Good and regular treatment can cure lung TB patients. Lung TB patients, will be DOs (Drop Outs) when the treatment is not performed well and regularly The DO rate at the Balal Kesehalan Paru Masyarakot (Public Lung Health Center), Bandung City in 2005 was 11,6 %, The aim of this study is to know factors related 10 Lung TB patient drop outs in Ball'; Kesehatan Par" Masyarakat in 2007.
The study is conducted using primary data with case control design and was performed to Lung TB patients who came from Bandung City and who were treated at Balai Kesehatan Poru }Jasyarakaf with a sample size of 115 case respondents and 115 control respondents. The case respondents consist of Lung TB patients who drop out while the control respondents consist of Lung TB patients who do not drop out of treatment.
The variables relationship with happened of Lung TB patients who drop OUT in this research arc knowledge, cost, and the presence of drug observer. Knowledge has an OR of 5.2 with 95% Cl: 2.80-9,80 meaning that a Lung TB patient whose knowledge is poor has 5.2 times more risk to DO compared to those with good knowledge after the cost and drug observer variab1es are controlled, The cost variable has an OR of 3.4 with 95% Cl: 1.80 -6.23 meaning that patients with a perception of high cost have 3.4 more risk compared to patients with a perception of low cost after the knowledge and drug observer variables are controlled. The presence of drug observer variable has an OR of 2.2 with 95% CI: L160-4.049 meaning that patients who do not have drug observer has 2.2 times more risk compared to patients with drug observer after the knowledge and cost variables are controlled.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afianti Hasanah
"Indonesia masuk kedalam Negara dengan tiga beban TB tertinggi, salah satunya adalah TB-MDR. Persentase kematian pada pasien TB-MDR selama masa pengobatan di Indonesia melebihi batasan target WHO yaitu 10. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian pada pasien Tuberkulosis Multi Drug Resistance TB-MDR selama masa pengobatan di Indonesia tahun 2010-2014. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional menggunakan data sekunder registrasi kohort e-TB Manager Surveilans TB Resistan Obat 2010-2014.
Variabel independen pada penelitian ini meliputi faktor kerentanan individu usia, jenis kelamin, komorbid diabetes mellitus, jumlah resistansi OAT, hasil pemeriksaan sputum di awal pengobatan, faktor kerentanan sistem kesehatan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan interval inisiasi pengobatan, dan faktor kerentanan sosial wilayah tempat tinggal. Variabel dependen pada penelitian ini adalah hasil akhir kematian pada pasien TB-MDR. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara usia dengan kematian pada pasien TB-MDR selama masa pengobatan.

Indonesia is one of the countries in three high burden country list, partially MDR TB. The presentation of mortality among MDR TB patients during treatment in Indonesia is above WHO target which is 10. This study aimed to describe the epidemiological and factors associated with mortality among MDR TB patients during treatment in Indonesia from 2010 through 2014. The study was conducted with cross sectional using secondary data cohort registration e TB Manager Surveillance of TB Drugs Resistance 2010 2014.
Independent variables of this study were individual vulnerability age, sex, diabetes mellitus comorbidities, number of drugs resistance, initial sputum test, programmatic or institutional vulnerability previous history of TB treatment and interval of treatment, and social vulnerability living status. Dependent variable of this study was the end of treatment result for mortality among MDR TB patients. The results indicated that age associated with mortality among MDR TB patients during treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Puspitasari
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26695
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asnawi
"Program penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan strategi Directly Observed Treatment Short course (DOTS) telah dimulai sejak tahun 1995. Diantara indikator yang dapat digunakan melihat keberhasilan strategi DOTS adalah angka kesembuhan dan angka konversi. Di kota Jambi angka kesembuhan pada tahun 2000 sebesar 87,5% di atas target nasional sebesar 85%, dan tahun 2001 turun menjadi 80%. Sedangkan angka konversi BTA (+) menjadi BTA (-) tahun 2001 hanya mencapai 65% di bawah target nasional sebesar 80%,. Terjadinya penurunan angka kesembuhan dan angka konversi tersebut mengindikasikan adanya penurunan persentase penderita Tb Paru yang patuh berobat di kota Jambi tahun 2001. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di kota Jambi tahun 2001.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan, dengan menggunakan data primer yang di peroleh dari basil wawancara melalui kuesioner. Sampel penelitian adalah seluruh penderita Tb Paru yang telah selesai berobat sejak 1 November 2000 sampai 31 Oktober 2001 sebanyak 133 orang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, efek samping obat (ESO), jarak dari rumah ke Puskesmas, kesiapan transportasi, persepsi terhadappersediaan obat, penyuluhan oleh petugas, jenis PMO dan peran PMO mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru.
Dan hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa faktor jarak dari rumah ke Puskesmas, kesiapan transportasi, penyuluhan oleh petugas, dan peran PMO merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di Kota Jambi tahun 2001.
Penelitian ini menyarankan pihak program dapat memanfaatkan tenaga kesehatan yang berdomisili dekat dengan penderita untuk memperrnudah pasien mengambil obat misalnya bidan di desa, perawat, petugas kesehatan di Puskesmas Pembantu.
Agar PMO benar-benar dapat melaksanakan tugas sesuai fungsi dan peranya dengan baik, maka dimasa yang akan datang disarankan perlu melakukan pemilihan PMO yang lebih selektif, dan semua PMO tersebut di beri pelatihan secara khusus sebelum pengobatan dimulai. Dengan memperhatikan kuatnya hubungan antara penyuluhan yang diberikan petugas dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru serta didukung hasil beberapa penelitian terdahulu, maka di masa akan datang perlu pengamatan secara kualitatif tentang penyuluhan langsung perorangan yang diberikar petugas kepada penderita Tb Paru di Puskesmas, dan kemungkinan altematil pengembangan keterampilan petugas dalam memberi penyuluhan lansung perorangan (misalnya dengan mengikuti pelatihan atau kursus berhubungan dengan penyuluhan tersebut).

Lung Tuberculosis control program by Directly Observed Treatment Short course (DOTS) has been started since 1995. Among the indicators that suggested the ? level of successfulness of DOTS strategy are cure rate and conversion rate. In Jambi recovery rate in year 2000 is 87,5% higher than 85% of national target, but in 2001 decrease to 80%. Whereas conversion rate of Acid-Fast Bacilli positive to negative in 2001 is only 65% below 80% of national target. The decreasing rate of recovery and conversion indicating the decreasingly of lung TB patient which obey regular medication in Jambi. This study generally to find out factors related to medication compliance of lung TB patient in Jambi year of 2001.
This study using a cross sectional design, carried out in two months, primary data obtained from interview with questionnaires. The sample is all of the 133 lung TB patients that have been taking medication since 1st of November 2000 to 31st of December 2001.
This study suggest that such factors like knowledge, drugs side effect, distance from home to community health centre, transportation, perception to drugs availability, information dissemination by health officer, and drug usage supervising have significance correlation to patient's obedient to medication. From multivariate analysis, can conclude that distance factor from house to community health centre, transportation, information by healthcare staff, and drug usage supervising are dominant variable related to lung TB patient's compliance in medication in Jambi year of 2001. This study recommended that program planner to involve every healthcare staff which living nearby patient to help patient in this medication such as midwife or community health centre staffs.
In order to encourage PMOs to do the task appropriately, in the future all PMOs should be rained before doing their job. By considering relationship between educations by healthcare staff with patient's compliance to medication and supported by the results from previous study, so in the future need qualitative observation about information directly to TB lung patient in community health centre, and alternative for developing skill of healthcare staffs in disseminating information directly to an individual.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>