Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62223 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Venansia Ajeng Surya Ariyani Pedo
"ABSTRAK
AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk, jenis fungsi ungkapan fatis dan unsur-unsur yang berperan dalam penggunaan ungkapan fatis untuk mempertahankan percakapan yang digunakan oleh penutur jati Bahasa Inggris ragam Amerika. Dalam penelitian ini, metode yang diterapkan adalah metode kualitatif. Lebih khususnya, sehubungan dengan penelitian di bidang linguistik, maka metode simak diterapkan yang didalamnya meliputi teknik catat. Penelitian ini didasarkan pada teori sintaksis oleh Biber 1999 , teori konteks dari Halliday Hasan 1976 dan teori percakapan dari Carroll 2008 . Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah percakapan yang dilakukan oleh penutur jati Bahasa Inggris ragam Amerika pada acara Tonight Show with Jimmy Fallon dan The Ellen Show. Setelah melakukan analisis terhadap data, hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk ungkapan fatis yang digunakan dalam kedua acara tersebut adalah kata, frase dan klausa dengan jenis fungsi ungkapan fatis adalah untuk mengganti topik dalam percakapan, menanyakan hal lain dalam topik, mengambil alih percakapan, memberikan jeda bagi penutur untuk berpikir, mengganti sub topik, memberikan kesempatan berbicara kepada mitra tutur dan memfokuskan percakapan pada pertanyaan selanjutnya. Di samping itu, unsur yang berperan dalam penggunaan ungkapan fatis untuk mempertahankan percakapan adalah topik dan partisipan. Kata kunci: fatis, penutur jati, pemertahanan percakapan, bentuk fatis, jenis fungsi fatis, unsur dalam penggunaan fatis.

ABSTRACT
Abstract This study aims to figure out the category of phatic utterance, the kinds of function of phatic utterance and the aspects influencing the speaker to use phatic utterance for maintaining conversation. The research applies qualitative method, specifically observation method by using note taking technique. In this study, the researcher uses the syntax theory by Biber 1999 , the context theory by Halliday Hasan 1976 and the conversation theory by Carroll 2008 . The data used is taken from the conversation done by the native speaker of American English in the reality show Tonight Show with Jimmy Fallon and The Ellen Show. Analysing the data, the result shows that the categories of phatic utterance are word, phrase and clause while the kinds of function of phatic utterance are changing the topic, asking other things in one topic, changing sub topic, getting the turn taking, giving a phase for the speaker to think, giving a chance to the other participant to talk and focusing on the next topic. Besides, the aspects influencing the participants to use phatic utterance for maintaining the conversation are topic and participant. Keywords phatic, native speaker, maintaining conversation, phatic category, kinds of fuction of phatic utterance, aspects in phatic uses "
2016
T46610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
499.221 5 UNG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ersan Pamungkas
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk untuk memperlihatkan hasil penerjemahan pidato politik karya penerjemah penutur jati bahasa Indonesia dan penerjemah penutur jati bahasa Inggris. Berdasarkan tujuan ini, ada tiga sasaran penelitian, yaitu mendeskripsikan penerapan metode penerjemahan yang diterapkan oleh kedua penerjemah dalam menerjemahkan lima pidato politik dan pengaruhnya pada hasilnya, menemukan teknik penerjemahan yang digunakan oleh kedua penerjemah dalam menerjemahkan pidato politik dan pengaruh pada hasilnya, dan mendeskripsikan teknik penerjemahan yang cenderung digunakan oleh kedua penerjemah dalam menerjemahkan tiap bagian pidato politik. Kajian dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis korpus, model komparatif, serta teori strategi penerjemahan. Metode kualitatif berupa analisis teks sebagai sebuah studi kasus digunakan dalam penelitian ini. Analisis terjemahan sebagai sebuah produk didasarkan pada strategi yang diterapkan kedua penerjemah dalam menerjemahkan pidato politik. Penelitian ini menunjukkan bahwa kedua penerjemah menerapkan metode dan teknik penerjemahan yang sama. Empat metode penerjemahan yang diterapkan kedua penerjemah adalah metode penerjemahan harfiah, metode penerjemahan setia, metode penerjemahan semantis, dan metode penerjemahan komunikatif. Penerapan empat metode itu menunjukkan adanya dua ideologi penerjemahan dalam terjemahan keduanya. Adapun sembilan teknik terjemahan diterapkan oleh kedua penerjemah yakni transferensi, kalke, teknik literal, padanan budaya, padanan lazim, transposisi, modulasi, reduksi, dan eksplisitasi. Temuan lain dalam penelitian ini adalah bahwa meskipun kedua penerjemah menguasai dua bahasa jati yang berbeda, strategi penerjemahan yang diterapkan sama dan hal ini menggambarkan kualitas terjemahan keduanya. Penelitian ini juga menunjukkan kecenderungan penerapan sejumlah teknik penerjemahan dalam lima bagian pidato politik.

ABSTRACT
This research aims to demonstrate the result of the translation of political speeches done by an Indonesian native speaker translator and an English native speaker translator. Based on this objective, there are three research goals to be met, namely to describe the application of translation methods applied by the two translators in translating those speeches and the impacts to the translation, to find translation techniques applied by the two translators in translating political speeches and the impacts to the translation, and describing translation techniques that tend to be used by the two translators in translating five parts of a political speech. The research is one by using corpus-based approach, a comparative mode, and translation strategy theories. A qualitative method in the form of a text analysis as a case study is adopted in this research. Analysis of a translation as a product is based on the translation strategies adopted by the the two translators in translating political speeches. The research shows that the two translators apply the same translation methods and techniques. Those four methods are literal translation method, faithful translation method, semantic translation method, and communicative translation method. The adoption of these four methods also signify two translation ideologies in their translations. In the meantime, nine translation techniques adopted by the two translators are transferensi, calque, literal, cultural equivalence, established equivalence, transposition, modulation, reduction and addition. The research also shows that although the two translators have two different native languages, translation strategies adopted by them are the same and this can describe the quality of their translations. The research also shows a tendency of the application of certain translation techniques by the two translators in translating five parts of a political speech."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
D2745
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Takahashi, Junichi
"We used event-related potentials (ERPs) to investigate the effects of non-native language (English) exposure in first-, second-, and third-year (4- to 6-year-old) preschool Japanese native children while they listened to semantically congruent and incongruent Japanese sentences. Our previous study (Takahashi et al., in press) showed that differences owing to exposure to a non-native language (English) appeared in second-year preschoolers but not in first-year preschoolers; in second-year preschoolers, the N400 onset was shorter in the children who were exposed to English than in those who were exposed to Japanese only. In the present study, we compared the ERPs recorded from each of the 3 preschool years to investigate the long-term effects of exposure to a non-native language on the development of semantic processing of the native language. The children were divided into a high degree of non-native language-exposed group (high group) and a low degree of non-native language-exposed group (low group) on the basis of their exposure to a non-native language in their kindergartens. The results showed that the N400 was observed in all age groups, whereas late positive components (LPCs) were only observed in third-year preschoolers. The effects of non-native language exposure on ERP waveforms were observed in the second- and third-year preschoolers. In second-year preschoolers, the latency of the N400 was shorter in the high group than in the low group, whereas there was no difference in the N400 offset between the high and low groups. Furthermore, the broad distribution of the N400 persisted longer in the high group than in the low group. In third-year preschoolers, the duration of the LPC was longer in the high group than in the low group. These results indicate that both the N400 and LPC are related to semantic processing for native language sentences in preschool children and that the waveforms of these components vary depending on the development and degree of exposure to a non-native language."
Japan: Tohoku University, 2010
150 TPF 69 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Purwani
"ABSTRAK
Selama ini image pustakawan kita adalah seseorang yang berkutat di antara koleksi perpustakaan yang menumpuk di atas meja untuk diolah ataupun koleksi yang siap untuk dishelving sebelum dilayankan kembali kepada pemustaka. Dunia perpustakaan semakin berkembang dan teknologi Informasi zaman sekarang adalah era informasi di mana era terevolusinya segala hal, termasuk di dalamnya akan membawa perubahan pada stereotip jati diri sosok pustakawan, tidak lagi hanya berkutat dengan buku-buku berdebu dan berada di antara rak shelving untuk mengambil dan menyusun kembali koleksi yang telah dibaca oleh pemustaka, atau hanya sibuk dengan kegiatan rutin mengolah bahan perpustakaan. Pustakawan harus berani ber-evolusi, tidak bisa hanya bersifat pasif tetapi harus mengarah pada tindakan yang lebih progresif dan aktif guna mengapresiasi keinginan masyarakat atau pemustaka. Generasi Digital Native telah lahir dan mereka menuntut informasi yang dibutuhkan sesuai dengan karakter dan kehidupan mereka yang serba digital. Berangkat dari beragam masyarakat sebagai pemustaka potensial, pustakawan harus mulai mengubah stereotip yang selama ini menempel pada sosok Pustakawan untuk beradaptasi dengan fenomena yang terjadi pada saat ini dan mengubah diri menjadi sosok yang mampu melakukan penyesuaian terhadap layanan digital native."
Jakarta: Pusat Pengembangan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI, 2018
MPMKAP 25:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jumanto
"Judul penelitian disertasi ini adalah Komunikasi Fatis di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris. Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menjelaskan komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris, sementara tujuan khususnya adalah untuk menjelaskan fungsi dan bentuk komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris serta kaitan keduanya dengan faktor kuasa dan solidaritas di dalam diri petutur, faktor situasi, dan kesantunan berbahasa. Empat tipe petutur yang dilibatkan di dalam penelitian ini adalah superior akrab, superior tidak akrab, subordinat akrab, dan subordinat tidak akrab.
Penelitian disertasi ini bersifat kualitatif, empiris, dan sinkronis, yang bertujuan untuk mencari makna, yaitu untuk melihat komunikasi fatis dari sudut pandang penutur jati bahasa Inggris. Dan tiga ragam bahasa Inggris terbesar di dunia, yaitu bahasa Inggris ragam Amerika, bahasa Inggris ragam Britania, dan bahasa Inggris ragam Australia, diambil sembilan penutur jati yang dilibatkan sebagai informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan berdasarkan dialek yang berbeda untuk bahasa Inggris ragam Amerika dan bahasa Inggris ragam Britania, dan berdasarkan teritori yang berbeda untuk bahasa Inggris ragam Australia.
Penelitian disertasi ini menggunakan tiga metode penelitian kualitatif, yaitu wawancara, transkripsi, dan analisis tekstual (Silverman, 2000). Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) kepada informan dan teknik eksplorasi. Panduan wawancara atau kuesioner berbentuk formal dan semiterstruktur, yang berisi duabelas fungsi komunikasi fatis. Masing-masing fungsi di dalam kuesioner divariasikan dengan menggunakan prompts, yaitu pertanyaan pendek yang lebih spesifik dan mengarahkan yang digunakan untuk membangun keduabelas fungsi komunikasi fatis tersebut. Persiapan wawancara dilakukan sebelumnya, dan wawancara direkam. Sementara itu, materi dan data dari sumber-sumber tertulis lain basil eksplorasi nantinya dilibatkan di dalam proses triangulasi. Dengan demikian, validitas atau nilai sebenmmya dan reliabilitas atau otentisitas penelitian dapat dijaga.
Analisis tekstual di dalam penelitian disertasi ini dilakukan dengan teknik pengodean, yang terbagi menjadi tiga langkah yaitu pengodean terbuka, pengodean aksial, dan pengodean selektif (Strauss dan Corbin, 1990; Holloway, 1997). Pengodean terbuka digunakan untuk menganalisis basil wawancara dengan masing-masing informan secara terpisah, dan pengodean aksial untuk menyatukan ide-ide dari masing-masing informan untuk membangun kategori besar. Sementara itu, pengodean selektif digunakan untuk menemukan fenomena utama atau kategori inti penelitian, yang berfungsi memadukan dan menghasilkan alur cerita, yaitu duabelas fungsi komunikasi fatis. Setelah proses pengodean selesai, data dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi dengan perangkat pengujian asumsi kritis teoretis dan asumsi logis empiris. Literatur atau kepustakaan yang terkait digunakan sebagai konfinnasi atau refutasi. Semua elemen dari teori yang muncul dan ide-ide yang signifikan dari informan dipadukan di dalam sebuah sintesis. Sintesis tersebut berupa deskripsi yang rinci basil penelitian sehingga peneliti lain dapat memeroleh pengetahuan yang cukup untuk melakukan penilaian.
Hasil penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris digunakan untuk menyatakan duabelas fungsi, yaitu (1) untuk memecahkan kesenyapan, (2) untuk memulai percakapan, (3) untuk melakukan basa-basi, (4) untuk melakukan gosip, (5) untuk menjaga agar percakapan tetap berlangsung, (6) untuk mengungkapkan solidaritas, (7) untuk menciptakan harmoni, (8) untuk menciptakan perasaan nyaman, (9) untuk mengungkapkan empati, (10) untuk mengungkapkan persahabatan, (11) untuk mengungkapkan penghormatan, dan (12) untuk mengungkapkan kesantunan. Fungsi dan bentuk komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris dipengaruhi oleh faktor kuasa dan solidaritas yang ada pads petutur yang berbeda dan faktor situasi informal dan formal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris digunakan untuk mengungkapkan kesantunan (memertahankan jarak sosial), untuk mengungkapkan kesantunan dan persahabatan (memerpendek jarak sosial), dan untuk mengungkapkan persahabatan (menghilangkan jarak sosial) kepada petutur yang berbeda-beda dalam hal kuasa dan solidaritas. Komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris adalah kesantunan yang bersifat strategis volisional, yaitu merupakan pilihan aktif dari kemauan penutur dan merupakan sistem komunikasi terbuka yang dinamis dengan pertimbangan kepada petutur yang berbeda-beda dalam hal kuasa dan solidaritas.
Temuan penelitian disertasi ini juga menunjukkan bahwa komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris sesuai dengan teori komuni fatis dari Malinowski (1923), teori fungsi bahasa ekspresif dan apelatif dari Biihler (1918), teori fungsi bahasa fatis dari Jakobson (1960), dan teori fungsi bahasa interpersonal dari Halliday (1978), Komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris juga sejalan dengan teori Jendela Johari (Johari Window) dalam konteks komunikasi dua orang. Komunikasi fatis juga merupakan realitas sosiokultural di dalam masyarakat penutur jati bahasa Inggris yang relatif berbeda dari masyarakat bahasa lainnya dan merupakan bagian dari kompetensi komunikatif yang ada di dalam diri penutur jati bahasa Inggris. Komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris adalah sebuah wacana yang terdiri dari teks dan konteks. Teks komunikasi fatis tersebut adalah berbagai ungkapan yang digunakan penutur jati bahasa Inggris untuk memelihara hubungan sosial di kalangan mereka, sementara konteks komunikasi tersebut di antaranya adalah fungsi komunikatif yang berbeda, petutur yang berbeda dalam hal kuasa dan solidaritas, dan situasi yang berbeda. Teks komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris diikat oleh konteks dari komunikasi fatis tersebut.

This dissertation research is entitled Phatic Communication among English Native Speakers. In general, this research is aimed at describing phatic communication among English native speakers, while, in particular, it is aimed at describing the functions and forms of phatic communication among English native speakers, and the relation of the functions and forms with the power and solidarity factor in the hearer, situation factor, and linguistic politeness. Four types of hearer are involved in this research, i.e. close superior, not close superior, close subordinate, and not close subordinate.
This dissertation research is qualitative, empirical, and synchronic in nature, the aim of which is to try to seek meaning, i.e. to see phatic communication from the viewpoint of English native speakers. From the three biggest varieties of English in the world, i.e. American English, British English, and Australian English, nine native speakers have been involved as the research informants. The selection of informants is based on the existing different dialects for American English and British English and on different territories for Australian English.
This dissertation research employs three qualitative methods, i.e. interview, transcription, and textual analysis (Silverman, 2000). The data collection for this research is done by an in-depth interview) to the informants and an exploration technique. The questionnaire or interview guide is of the formal and semi-structured type. Each function in the questionnaire is varied by using prompts, Le. shorter, more specific and directing questions to build the proposed twelve functions of phatic communication. The preparation for the interview is done before, and the interview is recorded. Meanwhile, other material and data from other written sources by the exploration technique are later involved in a triangulation process. Thus, the validity or the truth value and the reliability or the authenticity of the research can be maintained.
The textual analysis in this research is done through a coding technique, which is divided into three steps, i.e. open coding, axial coding, and selective coding (Strauss and Corbin, 1990; Holloway, 1997). The open coding is used to analyze the interview transcript of each informant separately, and the axial coding to combine the ideas from each informant to build bigger categories. Meanwhile, the selective coding is to find out the main phenomena or the core categories of the research. These core categories function to unite and create a story line, i.e. the proposed twelve functions of phatic communication. After the coding process, the data are analyzed by using the method of interpretation with the two testing devices, the theoretical, critical assumptions and the empirical, logical assumptions. Related literature is used to confirm or to refute. All emerging elements of the theories and significant ideas from the informants are combined into a synthesis. The synthesis is a thick description on the research findings so that other researchers are equipped with enough knowledge to give judgments.
The results of this dissertation research show that phatic communication among English native speakers is used for twelve functions, i.e. (1) to break the silence, (2) to start a conversation, (3) to make small talk, (4) to make gossip, (5) to keep talking, (6) to express solidarity, (7) to create harmony, (8) to create comfort, (9) to express empathy, (11) to express friendship, and (12) to express politeness. The functions and forms of phatic communication among English native speakers are influenced by the factor of power and solidarity in the four different types of hearer and the factor of informal and formal situations. The research findings also show that phatic communication among English native speakers is used to express politeness only (to maintain social distance), to express politeness and friendship at the same time (to shorten social distance), and to express friendship only (to eliminate social distance) to the four types of hearer different in power and solidarity. Phatic communication among English native speakers is a volitional, strategic politeness, i.e. an active choice from the hearer's will and an open, dynamic communication system with the considerations to the types of hearer different in power and solidarity.
The findings of the research also show that phatic communication among English native speakers is in line with the theory of phatic communion from Malinowski (1923), the theory of expressive and appeal functions from Buhler (1918), the theory of phatic function from Jakobson (1960), and the theory of interpersonal function from Halliday (1978). Phatic communication among English native speakers is also in line with the theory of Johari Window in the context of person-to-person communication. Phatic communication is also a sociocultural reality in the community of English native speakers, which is relatively different from those in other language communities, and a part of communicative competence in English native speakers. Phatic communication among English native speakers is a discourse consisting of text and context. The text of phatic communication comprises various expressions used by English native speakers to maintain social relationship among them, while the context of the communication is among others different communicative functions, types of hearer different in power and solidarity, and different situations. The text of phatic communication among English native speakers is bound to the context of the phatic communication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
D611
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maureen Oppier
"ABSTRAK
Karya tulis ini berjudul Gaya Naturalistik Dalam Native Son karya Richard Wright, dan membahas tentang pemakaian gaya naturalistik dalam novel tersebut.
Aspek yang menonjol dalam novel ini adalah bahwa pemakaian gaya naturalistik mendukung protes yang ingin disampaikan oleh Richard Wright. Si pengarang berhasil menggambarkan bagaimana kualitas hubungan antar manusia di Amerika, khususnya hubungan antara kulit putih dan kulit hitam yang terjadi pada tahun 1940.
Adapun tujuan dari karya tulis ini adalah untuk mengungkapkan alasan-alasan dipakainya gaya naturalistik dalam novel tersebut dan untuk membuktikan apakah Richard Wright dapat disebut sebagai pengarang naturalis mengingat saat penulisan novel tersebut tidak merupakan jaman puncak naturalisme dalam kesusasteraan Amerika.
Untuk membahas novel ini, saya menggunakan analisis deskriptif di mana latar, penokohan dan tema ditinjau secara deskriptif.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa pemakaian gaya naturalistik oleh Richard Wright dalam novel Native Son dapat menggambarkan bagaimana perbedaan konsep pemikiran kulit putih terhadap kulit hitam dan konsep pemikiran kulit hitam terhadap kulit putih.

"
1989
S14142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Croft, Kenneth
Cambridge, UK: Mass. Winthrop , 1972
428 CRO r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Adrian
"Ginjal adalah organ penting dalam tubuh yang berfungsi untuk menyaring darah dan membuang limbah tubuh melalui urin. Ketika ginjal tidak dapat berfungsi pada kapasitas penuh, tubuh akan mengalami gejala yang mempengaruhi kualitas hidup seperti letih, sakit, dan depresi. Pada umumnya, penyakit ginjal kronis ditandai oleh adanya protein didalam urine dan nilai pH yang kecil. Kadar kimia dalam urine seperti protein, pH dan lainnya dapat diuji sehingga membantu pekerja medis dalam diagnosis serta perawatan lebih lanjut. Salah satu metode urinalisis adalah dengan menggunakan tes strip yang memanfaatkan sistem kolorimetri. Namun akurasi dari tes strip masih bersifat semi-kuantitatif dan dibatasi oleh kemampuan penglihatan manusia. Pada penelitian ini, diusulkan rancangan sistem urinalisis berbasis deep learning dalam aplikasi seluler Android. Sisi klien pada aplikasi seluler dibangun dengan menggunakan framework React Native sedangkan sisi server dibangun menggunakan Flask. Aplikasi seluler yang dibangun memiliki tiga proses penting, yaitu proses akuisisi citra, pengunggahan citra, dan penampilan hasil pengujian. Model deep learning yang sudah dibangun diimplementasikan ke dalam sisi server untuk mendapatkan prediksi kadar protein dan pH. Hasil model regresi terbaik adalah model output tunggal dengan arsitektur ResNet-50 dengan nilai RMSE 0.055 dan 0.981. Hasil model klasifikasi terbaik adalah model empat output dengan arsitektur ResNet-50 dengan nilai akurasi 99.2% dan 98.5%.

Kidneys are important organs in the body that filter blood and remove body waste through urine. When kidneys are not functioning at full capacity, the body will experience symptoms that affect the quality of life such as fatigue, pain, and depression. In general, chronic kidney disease is characterized by the presence of protein in the urine and a low pH value. Chemical levels in urine such as protein, pH, and others can be tested to help medical workers in diagnosis and further treatment. One method of urinalysis is to use a strip test that utilizes a colorimetric system. However, the accuracy of the strip test is still semi-quantitative and limited by the ability of human vision. In this study, a deep learning-based urinalysis system design in an Android mobile application is proposed. The client side of the mobile application is built using the React Native framework while the server side is built using Flask framework. The mobile application has three important processes, namely image acquisition, image upload, and test result display. The deep learning model that has been built is implemented into the server side to get predictions of protein and pH levels. The best regression results are single output models with ResNet-50 architecture with RMSE values of 0.055 and 0.981. The best classification results are the four-output model with ResNet-50 architecture with accuracy values of 99.2% and 98.5%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>