Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138246 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Savitri Islamiana Putri
"Kebutuhan akan perumahan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat dipenuhi sebagai tempat tinggal. Dalam praktiknya, penjualan rumah oleh pelaku usaha developer dilakukan sebelum rumah tersebut selesai dibangun dengan melalui pesanan terlebih dahulu. Pembelian rumah yang melalui pesanan akan dituangkan ke dalam perjanjian jual beli perumahan, yang dikenal dengan sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB antara pelaku usaha dan konsumen. Perjanjian jual beli perumahan ini merupakan kesepakatan yang dijadikan pedoman dalam proses pembangunan rumah untuk saling memenuhi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sebagaimana yang diperjanjikan.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya ternyata developer wanprestasi untuk membangun rumah yang dipesan oleh konsumennya yaitu berupa keterlambatan dalam serah terima rumah yang tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, seperti yang terjadi pada kasus yang menjadi topik dalam penelitian ini. Oleh karena janji-janji yang tidak kunjung dipenuhi dan juga timbul masalah karena perbuatan developer maka pembeli akhirnya mengadukan pelaku usaha tersebut ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Tangerang Selatan. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.
Hasil Penelitian ini disimpulkan bahwa pelaku usaha telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK , Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman, KEPMENPERA tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah; Dalam PPJB Perumahan Discovery Eola Bintaro ini terdapat klausula baku yang melanggar ketentuan Pasal 18 ayat 1 UUPK; dan Berdasarkan pelanggaran yang dilakukan oleh developer selaku pelaku usaha terhadap perjanjian jual beli perumahan yang menyebabkan kerugian dapat diminta pertanggungjawaban berupa tanggung jawab perdata maupun pidana.Kata Kunci: Pelindungan Konsumen, Perjanjian Jual Beli Perumahan, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah, Konsumen, Pelaku Usaha, Keterlambatan Serah Terima Rumah.

The need for housing is a basic human needs to be met as a residence. In practice, the sale of house by developer carried out before the house was completed through advance orders. House purchases through orders will be submitted into the housing purchase and sale agreement, that is known as the house preliminary sale and purchase agreement PPJB between businesses developer and consumers. Residential purchase and sale agreement is an agreement that is used as guidelines in the construction process to fulfill the rights and obligations mutually of each party as agreed.
However, in practice the developer default to build a house that was ordered by the consumer in the form of a delay in the handover of the house that does not comply with the agreements that have been agreed upon, as occured in the case as subject of this research. Because of promises not being fulfilled and problem appear caused by developer, then finally consumer denounce the business actors to Consumer Dispute Settlement Board BPSK South Tangerang. The research method in this case is juridical normative.
The results of this research concluded that businesses have violated the provisions of Law No. 8 Year 1999 about Consumer Protection, Law No. 1 Year 2011 about Housing and Neighborhoods, KEPMENPERA on Guidelines for the Sale and Purchase of House Housing PPJB Discovery Eola in Bintaro, there are standard clauses that violate the provisions of Article 18 paragraph 1 of Law No. 8 Year 1999 and Based on the violations committed by developers as businesses towards the purchase agreement the housing that causes the loss can be held accountable in the form of civil or criminal liability.Keywords Consumer Protection, The Sale and Purchase Agreement, Consumer, Business Communities, Delay Handover Building."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Andriani
"Kasus ini diangkat dari putusan Pengadilan Negeri Depok yang membatalkan akta jual beli dan sertipikat yang telah terbit keatas nama pembeli. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Bentuk penelitian adalah evaluatif yang bertujuan untuk menilai fakta disertai analisis, datadata yang diperoleh dianalisa secara kualitatif dan hasil penelitian berbentuk evaluatif-analisis.
Pembatalan akta jual beli dan sertipikat pada kasus ini karena jual beli terhadap tanah dan bangunan bukanlah jual beli yang berdiri sendiri, karena objek jual beli adalah jaminan hutang. Pengadilan Negeri Depok dalam mengadili kasus ini menitik beratkan pada hutang piutang dengan jaminan sebagaimana telah diatur dalam undang-undang hak tanggungan dan jual beli menurut hukum tanah Indonesia.

This case be appointed from the Depok District Court's decision to cancel the deed of sale and certificates that have been published to the buyer's name. The research method used is methods of literature with the normative juridical. This evaluative research is aimed to assess the facts with analysis then the source of the data was analize by qualitatively, with the results of research is evaluative-analysis.
Cancellation of the deed of sale and certificates in this case, is the buying and selling of land and buildings, is not a stand-alone transaction, because the object of buying and selling has become a debt collateral. Depok District Court in prosecuting this case focuses on accounts payable with guarantees as provided under the Act Mortgage Law and according to the law of the land sale and purchase in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livia Miel
"Tesis ini membahas mengenai pembatalan akta jual beli yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT dikarenakan alas hak yang dipergunakan dalam pembuatan akta jual beli dimaksud yakni akta hibah ternyata cacat hukum atau non-executable. Sebagaimana ternyata dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 496/Pdt.G/2009/Pn.Jkt.Pst Jo. Putusan Pengadilan Tinggi No.220/Pdt/2011/PT.DKI), berdasarkan pertimbangan Hakim dan bukti-bukti yang diajukan diketahui bahwa terdapat ketidakhati-hatian dan ketidakcermatan dari PPAT dalam membuat akta jual-beli sehingga menyebabkan peralihan hak yang timbul akibat akta jual-beli menjadi batal demi hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan agar PPAT sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya untuk lebih cermat dan berhati-hati agar para pihak dalam akta dimaksud tidak dirugikan dan dapat menjamin kepastian hukum bagi para pihak.

This thesis discusses the annulment of a sale and purchase deed drawn up by an Official Certifier of Title Deeds/PPAT because the legal standing used in drawing up the sale and purchase deed, i.e.a bequest deed, is legally flawed or non-executable. As stated in the District Court's Judgement Number 496/Pdt.G/2009/Pn.Jkt.Pst Jo.High Court's Judgement No.220/Pdt/2011/PT.DKI), based on the Judge's consideration and the submitted evidence, it is found out that there have been carelessness and inaccuracy of the PPAT in drawing up the sale and purchase deed, causing the transfer of right arising out of the sale and purchase deed to be null and void. This research uses the normative judicial approach with a descriptive research.
The result of the research suggests that the PPAT, as a public official who is given the authority to draw up authentic deeds regarding certain legal actions with regard to titles to land or titles to tenement units, or draw up evidence regarding certain legal actions with regard to titles of land which will be used as the basis for its registration, be more careful and accurate, so that parties in the said deed will not be harmed and it can guarantee legal certainty for the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Furqan Sultan Deyis
"Garansi merupakan salah satu bentuk layanan yang diberikan oleh produsen atau penjual kepada konsumen sebagai pemenuhan terhadap hak-hak serta jaminan terhadap konsumen atas barang yang dijual bebas dari kecacatan dan kerusakan yang tidak diketahui sebelumnya. Pemberian garansi ini merupakan suatu bentuk pelindungan hukum terhadap konsumen yang juga bagian dari kewajiban pelaku usaha dan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumennya, di samping juga pelaku usaha wajib memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba suatu barang dan/atau jasa tertentu terhadap konsumennya. Hal ini sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen khususnya Pasal 7 huruf e, namun dalam praktiknya pemberian garansi oleh pelaku usaha terhadap konsumen ini tidak sepenuhnya dilaksanakan, sehingga merugikan bagi pihak konsumen. Dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif, tipologi penelitian berupa deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif dan menganalisisnya berdasarkan ketentuan yang berlaku serta memberikan rekomendasi untuk dibuatnya pengaturan khusus terkait garansi barang non elektronik dan juga menjelaskan bahwa seluruh kewajiban pelaku usaha dalam UUPK pada dasarnya berlaku termasuk juga memberikan jaminan atau garansi pada barang, maka hasil dari penelitian ini adalah dibutuhkan pengaturan lebih lanjut mengenai pemberian garansi terhadap barang khususnya mengenai daftar barang non elektronik yang wajib diberikan garansi serta diperlukannya sanksi yang tegas terhadap pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab dalam memberikan garansi. Selain itu, dalam putusan a quo seharusnya pelaku usaha (Toko GMT Sparepart Handphone) tetap berkewajiban atau bertanggung jawab dalam memberikan garansi barang terhadap konsumen, dikarenakan pada dasarnya ketentuan kewajiban pelaku usaha dalam Pasal 7 UUPK bersifat kumulatif yang berarti seluruh kewajiban wajib dilaksanakan, dimana dengan dijalankannya satu kewajiban tidak menghilangkan kewajiban lainnya.

Guarantee is a form of service provided by manufacturers or sellers to consumers as a fulfillment of rights and guarantees to consumers for goods sold free of defects and damage that were not previously known. The provision of this guarantee is a form of legal protection for consumers which is also part of the obligations of business actors and the responsibilities of business actors towards their consumers, in addition, business actors are obliged to provide opportunities for consumers to test and/or try certain goods and/or services on their consumers. . This is in accordance with the mandate of the Consumer Protection Act, especially Article 7 letter e, but in practice the guarantee given by business actors to consumers is not fully implemented, causing harm to the consumer. By using a juridical-normative research form, the research typology is in the form of a descriptive-analytical research with a qualitative approach and analyzes it based on applicable provisions and provides recommendations for making special arrangements related to guarantees for non-electronic goods and also explains that all obligations of business actors in the UUPK basically apply including provide guarantees or guarantees for goods, the results of this study are that further arrangements are needed regarding the provision of guarantees for goods, especially regarding the list of non-electronic goods that must be guaranteed and the need for strict sanctions against business actors who are not responsible for providing guarantees. Apart from that, in the a quo decision the business actor (GMT Sparepart Handphone Store) should still be obliged or responsible for guaranteeing goods to consumers, because basically the provisions on the obligations of business actors in Article 7 of the UUPK are cumulative which means that all obligations must be carried out, where by performance of one obligation does not eliminate other obligations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriany
"ABSTRAK
Hukum Perdata mengenal adanya Perjanjian Pokok dan Perjanjian Bantuan. Perjanjian Pokok merupakan perjanjian yang mempunyai alasan yang mandiri untuk dibuatnya perjanjian tersebut sedangkan Perjanjian Bantuan merupakan perjanjian yang bersifat accesoir atau alasan untuk dibuatnya perjanjian tersebut tergantung dari Perjanjian lain. Perjanjian Pengikatan Jual Beli merupakan perjanjian bantuan yang berfungsi untuk mempersiapkan para pihak membuat perjanjian pokok berupa jual beli.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal 3 (tiga) macam Kausa yaitu Perjanjian tanpa kausa, yaitu perjanjian tanpa tujuan atau sebab dan perjanjian tanpa kausa bukan termasuk kausa yang terlarang maupun kausa yang palsu, perjanjian dengan kausa yang palsu yaitu suatu perjanjian memang mengandung kausa tetapi bukan kausa yang sebenarnya dan dan Perjanjian dengan Kausa yang terlarang yaitu perjanjian yang bertentangan dengan Undang-Undang, Ketertiban Umum dan Kesusilaan. Dalam berbagai kasus dimana dalam Perjanjian pengikatan Jual Beli atas objek bidang tanah mengandung Kausa yang palsu bukan kausa yang sebenarnya atau merupakan suatu perjanjian simulasi atau perjanjian pura pura.

ABSTRACT
Civil Law recognizes the existence of Principle Agreement and Assistance Agreement. Principal Agreement is an agreement having independent reason for the making of said agreement, while Assistance Agreement is an agreement of accessory nature or the reason of making such agreement depends on another agreement. Sale Purchase Binding Agreement is an assistance agreement having function of preparing parties in making principle agreement in the form of sale purchase.
The Civil Codes recognizes three (3) kinds of Causals, i.e. agreement without causal, namely agreement without purpose or cause, and agreement without causal is not included as prohibited causal or false causal, agreement with false causal is an agreement containing causal but not the actual one, and agreement with prohibited causal is an agreement against the Laws, Public Order and Decency. In many cases, Sale Purchase Binding Agreement on the object of land may contain false causal not the actual one or constitutes a simulation agreement or quasi agreement.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cathlin
"Skripsi ini membahas mengenai tiga hal utama yakni: pemikiran perihal kesesuaian konsep jual beli satuan rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun dengan ketentuan hukum tanah nasional, keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun yang dibuat sebelum ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun terpenuhi (studi pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Unit Apartemen XYZ), dan perlindungan hukum terhadap calon pembeli apabila Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun adalah batal demi hukum. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan analisis kualitatif atas data sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Konsep jual beli satuan rumah susun dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun tidak sesuai dengan konsep jual beli menurut ketentuan hukum tanah nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun menyiratkan adanya dua macam jual beli satuan rumah susun: jual beli sebelum pembangunan rumah susun selesai dan jual beli setelah pembangunan rumah susun selesai.
Dalam ketentuan hukum tanah nasional hanya dikenal jual beli setelah pembangunan rumah susun selesai; (2) Perjanjian Pengikatan Jual Beli Unit Apartemen XYZ adalah batal demi hukum karena melanggar syarat obyektif perjanjian yakni sebab yang halal; (3) Doktrin quasi-contract dapat berperan sebagai mekanisme atas tindakan unjust enrichment sebagai sebuah penyebab yang dilakukan oleh pelaku pembangunan dan memberikan restitusi kepada pihak calon pembeli sebagai bentuk pemulihan keadaan dalam hal Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun batal demi hukum.

This Thesis reviews three main things: a thought on compatibility about the concept of condominium unit's sale and purchase in Law Number 20 Year 2011 regarding Condominium with the national land law, the validity of Condominium Unit's Preliminary Sale and Purchase Agreement which is made before the requirements in Article 43 (1) Law Number 20 Year 2011 regarding Condominium are fulfilled (study in XYZ Apartment Unit's Preliminary Sale and Purchase Agreement), and the legal protection towards the buyer if the Condominium Unit's Preliminary Sale and Purchase Agreement is null and void. This research is a normative legal research with qualitative analysis on secondary data.
The results of this research are: (1) the concept of condominium unit's sale and purchase in Law Number 20 Year 2011 regarding Condominium is not compatible with the concept of sale and purchase in the national land law. Law Number 20 Year 2011 regarding Condominium implies two types of condominium unit's sale and purchase: sale and purchase before the condominium's development is done and sale and purchase after the condominium's development is done.
In the national land law, only the sale and purchase after the condominium's development is done that is known; (2) The XYZ Apartment Unit's Preliminary Sale and Purchase Agreement is null and void because it breaks an agreement's objective requirement: a legal purpose; (3) Quasi-contract doctrine can take part as the mechanism on unjust enrichment as a cause of action which is done by the developer and gives restitution towards the buyer as a form of remedy if Condominium Unit's Sale and Purchase Agreement is null and void.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Adila Andomi
"Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman telah mengatur mengenai ketentuan yang bertujuan untuk melindungi konsumen dalam pelaksanaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah antara pelaku usaha dan konsumen. Pada prakteknya (PPJB) rumah dibuat dengan menggunakan perjanjian baku. Penggunaan perjanjian baku di latar belakangi oleh argumen ekonomis oleh pelaku usaha, pelaku usaha tidak perlu melaksanakan negosiasi yang dapat memakan waktu lama dan memakan biaya besar. Salah satu ketentuan yang merugikan konsumen dalam PPJB rumah terkait dengan ketentuan hilangnya hak konsumen untuk menuntut kembali uang muka yang telah dibayarkan kepada pelaku usaha. Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah mengatur mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk mencantumkan klausula baku yang menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen. Sehingga pelaku usaha yang menyantumkan ketentuan tersebut dalam PPJB rumah, dianggap melakukan pelanggaran hukum karen telah melanggar ketentuan dalam UUPK.
Law No.1 Year 2011 About Housing and Neighborhoods has regulated the provisions that aim to protect consumers on regards house preliminary sale and purchase agreement between entrepreneur and consumers. In practice, house preliminary sale and purchase agreement made by standard contract. By uphold standard contract form, negotiation between entrepreneurs and each consumer will be not necessary. The loss of consumer right demand back the down payment is one of the condition which detriment consumer Law No.8 Year 1999 has regulate about restricted for entrepreneurs of the attempt to apply the standard clause stating that entrepreneurs are entitled to refuse refund that has been paid by consumers. Based on that regulation, entrepreneurs who apply such provision on house preliminary sale and purchase agreement consider as a legal violation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zipora
"Tesis ini membahas mengenai putusan-putusan pengadilan yang menentukan kekuatan hukum terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas satuan rumah susun dalam hal developer wanprestasi berdasarkan studi putusan-putusan pengadilan. Mengingat bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun) dalam pengaturannya, memberikan celah bagi developer untuk membuat PPJB di bawah tangan. Diikuti dengan lahirnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah yang dalam pengaturannya, mengharuskan PPJB dibuat dan ditandatangani di hadapan Notaris. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi perspektif pengadilan memandang kekuatan hukum PPJB atas satuan rumah susun terhadap developer yang melakukan wanprestasi dan perlindungan hukum bagi pembeli satuan rumah susun dengan PPJB yang dimilikinya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskrpitif analitis. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perspektif pengadilan menentukan PPJB sebagai perjanjian yang sah menurut hukum. Perlindungan hukum yang didapatkan oleh pembeli satuan rumah susun terhadap developer yang wanprestasi dapat berupa ganti rugi, dapat pula berupa pemenuhan perjanjian apabila hal tersebut dimungkinkan dengan diikuti adanya denda keterlambatan dari developer.

This thesis discusses about court decisions on the legal force of apartment sale and purchase agreement towards developer who breach the contract based on study of court verdicts. Law No. 20 of 2011 concerning Apartment, provide a gap for developers to make the sale and purchase in an under hand, meanwhile after the promulgation of Ministerial Regulation No. 11 of 2019 concerning The System of House Sale and Purchase Agreement, required the sale and purchase agreement should be made and signed in front of a Public Notary. The issues raised in this study include court perspective in seeing the legal force of apartment sale and purchase agreement towards developer who breach the contract, also the legal protection towards the purchaser with only sale and purchase agreement on their hand. This research is using normative juridical method with descriptive analytical research typology. The results of this study are the court perspective decide that the sale and purchase agreement as a legitimate contract by law. About the legal protection that purchaser of a apartment can get towards developer who breach the contract can be a compensation, it also can force developer to fulfill the agreement followed by paying late fees."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaki Al Wafi
"Peralihan hak katas tanah yang umum digunakan di Indonesia ialah Jual Beli. Metode yang dapat digunakan dalam jual beli tanah yaitu Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB). Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan yang mana harus dilengkapi dengan AJB untuk dapat dilakukan pemindahan hak atas tanah. Perjanjian Pengikatan Jual-Beli dengan objek tanah seharusnya dibuat oleh notaris manakala terdapat syarat-syarat peralihan hak atas tanah yang belum dapat dipenuhi oleh para pihak.  Peralihan hak atas tanah di Indonesia wajib dilakukan dengan memenuhi syarat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut dilakukan dihadapaan pemimpin adat (pejabat) yang menangani masalah pertanahan (tetua adat) sedangkan tunai berarti peralihan hak dari penjual kepada pembeli berlangsung secara seketika itu juga, pada saat terjadi pembayaran dari pembeli kepada penjual. Pada kenyatannya seringkali notaris tetap menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual-beli sebagai instrumen transaksi jual-beli atas tanah meskipun syarat peralihan hak atas tanah telah dipenuhi oleh para pihak,yang mana hal tersebut kurang menyelesaikan permasalahan hukum dalam suatu peralihan hak atas tanah. Tesis ini membahas mengenai urgensi pembuatan ppjb serta konstruksi transaksi jual beli atas tanah yang dilakukan para pihak dalam Putusan Nomor 52/PDT.G/2020/PN.PTK .Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan ppjb tidak relevan manakala syarat jual beli tanah sudah terpenuhi dan konstruksi jual beli yang seharusnya digunakan adalah AJB dengan memperhatikan bahwa seluruh dari syarat jual beli tanah telah terpenuhi dan selanjutnya jika masih terdapat sisa pembayaran dalam pembuatan AJB dapat dilakukan dengan menggunakan surat perjanjian hutang piutang dan hak tanggungan dalam menyelesaikan sisa pembayaran jika metode yang digunakan ialah dengan pencicilan

The transfer of land rights that is commonly used in Indonesia is buying and selling. The methods that can be used in buying and selling land are the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) and the Sale and Purchase Deed (AJB). The Sale and Purchase Agreement (PPJB) is a preliminary agreement which must be completed with the AJB in order to transfer land rights. In reality, notaries often continue to use the Sale and Purchase Agreement as an instrument for land sale and purchase transactions even though the conditions for the transfer of land rights have been fulfilled by the parties, which does not resolve legal issues in a transfer of land rights. This thesis discusses the urgency of making PPJB and the construction of land sale and purchase transactions carried out by the parties in Decision Number 52/PDT.G/2020/PN.PTK.. The results of the research show that making a PPJB is not relevant when the land sale and purchase conditions have been fulfilled and the sale and purchase construction that should be used is AJB, taking into account that all land sale and purchase conditions have been fulfilled and furthermore, if there is still remaining payment in making the AJB, it can be done using a letter. debt and receivable agreements and mortgage rights to settle the remaining payments if the method used is installments"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Novita B.
"Jual beli tanah pada umumnya dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli dengan menandatangani akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Akta jual beli dipergunakan untuk melakukan proses pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan di Kantor Pertanahan setempat. Namun ketika syarat-syarat yang ditentukan belum terpenuhi maka dilakukan penandatanganan akta pengikatan jual beli, untuk selanjutnya dilakukan penandatanganan akta jual beli dengan menghadirkan pihak penjual atau tidak perlu menghadirkan pihak penjual kembali. Dalam praktek dapat terjadi pengikatan jual beli yang telah ditandatangani para pihak tidak dapat terlaksana, yaitu ketika pihak pembeli tidak dapat memperoleh izin membangun dari Pejabat atau instansi yang berwenang, sehingga pihak pembeli berubah status menjadi pemegang kuasa yang diberi kuasa oleh pihak pertama untuk memindahtangankan tanah dan atau bangunan tersebut kepada pihak lain.

Sales and Purchase in general are done with signing a Sales And Purchase Agreement by the seller and buyer themselves infront of an Official Certifier Of Title Deeds.The Sales And Purchase Agreement is used for processing the right on land and or building at the local National Land Authority Office. However when terms to do so have not yet been fulfilled, then the parties must sign an Agreement To Sell, later followed by signing the Seles And Purchase Agreement with or without the present of the seller. In practice, an Agreement To Sell that are signed sometimes cannot take place, which is when the buyer is not given a permission to build on the land from the authorized officer. In that case, the buyer’s status changed into an authorized party given by the seller to sell the land and or builing to other parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>