Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 231990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Almitra Indira
"Kewajiban bagi suatu usaha untuk memiliki izin lingkungan memang baru ada setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Namun ternyata, terhadap usaha yang telah ada sebelum tahun 2009 juga tidak terlepas dari kewajiban tersebut. Skripsi ini kemudian membahas perihal penerapan izin lingkungan terhadap usaha yang ada sebelum tahun 2009 dengan mengambil kasus pada kelompok peternakan sapi di Kelurahan Kebon Pedes dan Kelurahan Batu Tulis, Kota Bogor. Penelitian dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan, buku, serta didukung dengan data primer berupa wawancara dengan narasumber.
Hasil penelitian kemudian menyimpulkan bahwa terhadap usaha peternakan sapi di Kelurahan Kebon Pedes dan Kelurahan Batu Tulis yang telah ada sebelum tahun 2009 belum memenuhi perizinan lingkungan sekalipun telah ada peraturan yang memfasilitasinya. Dengan demikian perlu dilaksanakan penerapan izin lingkungan yang mengakomodir usaha yang ada sebelum tahun 2009 secara efektif oleh Pemerintah dan pihak peternak itu sendiri.

The duty to hold the environmental license for some business activities only existed after Law Number 32 of 2009 is stipulated. However, the same rule was also applied for some business activities that even have already established before 2009. This thesis later tries to describe the implementation of enviromental license for the business activities that have already existed before 2009 with case study on the group of cattle breeding in Kebon Pedes Village and Batu Tulis Village, Bogor. This normative legal research was done by using not only secondary data such as legislation and library literatures but also primary data such as interview with various related parties.
From this research, it can be concluded that for the group of cattle breeding in Kebon Pedes Village and Batu Tulis Village that have already established before 2009 haven 39 t fulfilled the duty yet to hold the enviromental license even if there is already official regulation nowadays. Therefore, the implementation of enviromental license which properly accomodates the business activities that have already existed before 2009 is essentially to be done by either government party or the stock farmer itself."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66170
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar Yogasara
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum PT MMP atas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang sudah didapatkan melalui SK Menteri ESDM No. 3109 Tahun 2014 yang kemudian dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 211/G/2014/P.TUN.JKT tanggal 14 Juli 2014, jo. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT tanggal 14 Desember 2015, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 255 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016. Pembatalan tersebut disebabkan oleh tidak dipenuhi-nya Izin Pemanfaatan Pulau Kecil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh PT MMP dan juga terdapat kesalahan dari instansi yang berwenang yakni Kementerian ESDM dan Kementerian kelautan dan Perikanan yang tidak dapat memberikan Izin Pemanfaatan Pulau Kecil kepada PT MMP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, pemberian Izin Usaha Pertambangan PT MMP sejati-nya telah sesuai dengan Pasal 65 UU No. 4 Tahun 2009. Kedua, Putusan Pengadilan sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 211/G/2014/P.TUN.JKT tanggal 14 Juli 2014, jo. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT tanggal 14 Desember 2015, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 255 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016 yang mencabut Izin Usaha Pertambangan PT MMP telah sesuai dalam menerapkan hukum, akan tetapi Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan seharusnya bertanggung jawab atas pembatalan tersebut. Ketiga, Perlindungan terhadap PT MMP selaku pelaku usaha yang Izin Usaha Pertambangan-nya dicabut adalah perlindungan secara hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 165 UU No. 4 Tahun 2009.

The focus of this thesis regarding the protection of PT MMP over its Mining Business Licenses which get through from Ministry of Energy and Mineral Resources Decree No. 3109 of 2014 but then got annulled by the Administrative Court Jakarta Verdict No. 211/G/2014/P.TUN.JKT dated July 14, 2014, jo. High Administrative Court Jakarta Verdict No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT dated December 14, 2015, Jo. Cassation Verdict by the Supreme Court No. 255 K/TUN/2016 dated August 11, 2016. The annulment is caused by the Permission of Isle Utilization from Ministry of Marine Affairs and Fisheries is not fulfilled by PT MMP and also there is a mistake from the authorized institution such as Ministry of Energy and Mineral Resources and Ministry of Marine Affairs and Fisheries which cannot provide the Permission of Isle Utilization to PT MMP. This research is a legal research adopting normative juridical approach. The result of the research showed that: First, Mining Business Licenses of PT MMP is in accordance with the Article 65 to Law No. 4 of 2009. Second, the Verdict of The Court that has annulled the Mining Business Licenses of PT MMP is appropriate regarding to its implementation of law, but Ministry of Energy and Mineral Resources and Ministry of Marine Affairs and Fisheries should be responsible for the annulment. Third, the legal protection of PT MMP regarding to the revocation of its Mining Business Licenses is only criminal protection which has been regulated in Article 165 to Law No. 4 of 2009."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Reza Alfiandri
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan yang terdapat pada rumusan Pasal 93 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang mengatur mengenai pengalihan Izin Usaha Pertambangan. Terdapat kontradiksi antara ayat (1) dan ayat (2) pasal tersebut. Pasal 93 ayat (1) menyatakan bahwa pengalihan Izin Usaha Pertambangan tidak diperbolehkan akan tetapi pada ayat (2) dinyatakan bahwa pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu. Selain itu dalam Pasal 93 ayat (3) disebutkan bahwa pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham harus memberitahu pemberi izin. Konteks memberitahu dianggap bertentangan dengan prinsip administrasi negara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa rumusan pasal ini perlu diperjelas melalui peraturan pelaksananya.

This thesis discusses about the issue on the Article 93 Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal that is regulated about transfer of Mining Business Permit. There are a contradiction between paragraph (1) and paragraph (2) on this article. Article 93 paragraph (1) explain that transfer of mining business permit are not allowed but on paragraph (2) stated that transfer of ownership and/or shares on the stock exchange can be made only after perform a certain stage exploration activities. Furthermore, Article 93 paragraph (3) mentioned that the transfer of ownership and shares on the stock exchange should notify the issuer of Mining Business Permit. The context of ?notify‟ is contravene with the state administration principle. This research is qualitative with description design. This research result suggested that this article needs to be clarified through the implementing regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1288
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atrina Decy Fardani
"Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (“Permenhub 77/2011”) telah memberikan perlindungan hukum lebih lanjut bagi penumpang pesawat terbang. Namun sayangnya, masih ditemukan penumpang pesawat terbang yang tidak mengetahui akan hak-hak yang dimilikinya. Padahal, baik Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan (UUP) telah mengatur mengenai perlindungan hukum bagi penumpang pesawat terbang bilamana terjadi keterlambatan atas jadwal keberangkatan pesawat terbang, yakni adanya pemberian ganti rugi yang diberikan kepada penumpang pesawat terbang. Sehingga, ketika terjadi keterlambatan atas jadwal keberangkatan pesawat terbang dikarenakan kesalahan pelaku usaha, maka perbuatan tersebut dapat dinyatakan perbuatan melanggar hukum dan pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen.

With the issuance of the Minister of Transportation Regulation Number 77 Year 2011 on Air Transport Carrier Liability ("Permenhub 77/2011") has given more legal protection for airline passengers. But unfortunately, there are still some airline passengers who do not know the rights that they have. In fact, both the Consumer Protection Act No. 8 of 1999 and Law No. 1 of 2009 Regarding Aviation has been regulate about the legal protections for airline passengers in case of delay over the scheduled departure time of the aircraft, namely the existence of the redress loss given to passenger aircraft. Thus, when there is delay in the scheduled departure of the aircraft due to the fault of entrepreneurs, then such actions can be declared as an illegal act and the entrepreneurs have an obligation to provide redress to consumers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53649
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyono
"Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku, penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa baik melalui arbitrase nasional maupun internasional atas dasar kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Namun saat ini dengan berubahnya rezim kontrak menjadi rezim perizinan ketentuan penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berubahnya rezim ini telah merubah posisi negara yang sebelumnya sejajar dalam sebuah kontrak karena bertindak sebagai subyek hukum perdata menjadi lebih tinggi sebagai regulator berada diatas perusahaan pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba yang diatur pada pasal 154 menimbulkan multi tafsir dan ada kalanya justru tidak dapat dilaksanakan, karena dapat diartikan secara berbeda oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yang berakibat kepada ketidak-pastian hukum. Sehingga untuk membangun kepastian hukum sesuai dengan kehendak dan kesepakatan subyek hukum (yang bersengketa), maka ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba perlu diperjelas dan dilakukan sinkronisasi dengan ketentuan perundang-undangan penanaman modal dan arbitrase Indonesia, baik mengenai substansi maupun rumusannya.

Abstract
Prior to the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, the settlement of disputes between the Government and investors resolved in the agreement of Contract of Work (CoW) and Coal Mining Exploitation Working Arrangements (CMEWA), where the parties can determine the dispute of settlement forum either through national or international arbitration. However, the current Mining dispute settlement provisions for investment pursuant to the provisions of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, determines that any disputes that arise in the implementation of IUP, IPR, or IUPK resolved through domestic courts and arbitration in accordance with the provisions of the Law. Changes in contract regime into permitting regimes has impact on changing the position of state that were previously equal in a contract to be higher in the licensing system. Thus the government's position as regulators are above the mining company. The results showed that the provision regarding dispute resolution on Mining Law, provoke to multi-interpretations that lead to legal uncertainty. Thus to build a law certainty in accordance with the will and the subject of legal agreement (the dispute), the dispute settlement provisions of the Mining Law needs to be clarified and synchronized with Indonesian Investment Law (Law Number 25 of 2007) and Arbitration Law (Law Number 30 of 1999), either on substance or formulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gwendolyn Inggrid Utama
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan Kontrak Karya pasca disahkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, dimana dengan berlakunya UU Minerba tersebut, sistem Kontrak Karya sudah tidak diberlakukan lagi karena sistem perizinan yang diberlakukan untuk berinvestasi pada bidang pertambangan di Indonesia. Dalam UU tersebut terdapat ketentuan bahwa Kontrak karya yang telah disetujui akan tetap berlaku, tetapi perlu penyesuaian. Ketentuan tersebut dinilai kontradiktif oleh beberapa kalangan. Hasil penelitian menyarankan bahwa sebaiknya dibuat peraturan pelaksana agar ketentuan yang menimbulkan pertanyaan dapat dijawab
This thesis discusses the position of the Contract of Work after the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Minerals and Coal, where with the enactment of the Minerba Law, the Contract of Work system is no longer enforced due to the licensing system applied to invest in the mining sector in Indonesia. In the law there is a stipulation that the approved Contract of Work will remain valid, but needs to be adjusted. These provisions are considered contradictory by some groups. The results of the study suggest that implementing regulations should be made so that the provisions that raise questions can be answered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suprabowo Hutoyo
"Dalam rangka memenuhi tenaga listrik yang andal untuk masyarakat, UU Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan telah memberikan kesempatan pihak selain PT PLN (Persero) untuk membantu memenuhi pasokan listrik yang andal kepada masyarakat dengan PT PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. Konsep penyediaan tenaga listrik pada UU Nomor 15 Tahun 1985 memiliki peraturan pelaksana yang telah jelas jika terdapat pengembang listrik selain PT PLN yang akan melakukan usaha penyediaan tenaga listrik. Ketentuan terkait usaha penyediaan yang dilakukan oleh pihak selain PT PLN masih belum diatur dengan baik terkait dengan wewenang, prosedur dan persyaratannya. Hal ini ditambahkan dengan banyaknya pihak terlibat dalam proses penerbitan Izin usaha untuk penyediaan tenaga listrik.
Terlepas dari hal tersebut, kebijakan dari pemerintah selaku penerbit izin usaha tersebut pada masa UU Nomor 15 Tahun 1985 belum memiliki landasan yang baik dan belum terdapat pertimbangan-pertimbangan mengingat masih sedikitnya pengetahun pada kebijakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk pengembang selain PT PLN.
Dengan terbitnya UU Nomor 30 Tahun 2009 sebagai pengganti dari UU Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, hal terkait dengan kewenangan, prosedur dan persyaratan sudah mengalami penyederhanaan sejalan dengan diterbitkannya aturanaturan pelaksana baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri.
Keterlibatan pihak-pihak yang ikut serta dalam proses pemberian izin usaha untuk penyediaan tenaga listrik telah ditentukan dengan jelas dan mengalami perampingan. Kebijakan internal dan eksternal telah dibentuk terkait dengan izin usaha di bidang penyediaan tenaga listrik.

In order to meet the reliable electric power to the public, the Law No. 15 Year 1985 concerning Electricity has provided the opportunity in parties other than PT PLN (Persero) to help meet a reliable supply of electricity to the community with PT PLN as the Holder of Business Authority. The concept of power supply to the Law No. 15 Year 1985 has been implementing regulations clearly if there is a power developers in addition to PT PLN will conduct electricity supply business. Provisions related to the provision of business conducted by a person other than PT PLN is still not well regulated associated with authority, procedures and requirements. It is added to the number of parties involved in the process of issuing business licenses for the supply of electric power.
Apart from this, the policy of the government as the issuer of the business license at the time of Act No. 15 Year1985 has not had a good grounding and yet there are considerations given the least knowledge in the electricity supply business policies for developers parties other than the PT PLN.
With the enactment of Law No. 30 of 2009 as a replacement of Act No. 15 of 1985 on Electricity, matters related to the authority, procedures and requirements have already been simplified in line with the issuance of the implementing rules in the form of government regulation and regulation.
The involvement of those who participated in the process of granting a business license for the supply of electricity has been clearly defined and experienced downsizing. Internal and external policies have been formed in relation to the business license in the field of power supply.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti Anggitasari
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis implementasi administrasi pajak
bumi dan bangunan di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif, teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan
kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah banyaknya kendala yang terjadi di
Kecamatan Cisarua mengenai proses administrasi pajak bumi dan bangunan yang
menjadi tanggungjawab KPP Pratama Ciawi selaku instansi yang memiliki
wewenang untuk pelaksanaan administrasi pajak bumi dan bangunan. Kurangnya
kerjasama yang baik dengan instansi merupakan masalah utama proses
pelaksanaan administrasi. Upaya untuk mengatasi kendala yang terjadi masih
sangat minim sehingga pelaksanaan administrasi masih tetap sama dari tahun ke
tahun.

ABSTRACT
The purpose of this research was to analyze the implementation of property tax
administration in Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. The approached that used
here is quantitative research approach with descriptive method, the data collecting
technique that used are indepth interview and literature. The result of this research
are many obstacles was occurring in Kecamatan Cisarua that became KPP
Pratama Ciawi responsibility as establishment that had authority to execute
property tax administration. The lack of good cooperation with the relevant
agencies is a major problem of implementation of the property tax administrative
process. Efforts to address the constraints that happened is still very minimal so
that the implementation of the Administration is still the same from year to year.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Nisran
"Skripsi ini membahas mengenai pemenuhan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam pasal 39 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa IUP Eksplorasi Timah milik PT. Bumi Palong dan IUP Operasi Produksi Batubara milik PT. Mitra Tambang Barito tidak memenuhi ketentuan pasal 39 Undang-Undang Mineral dan Batubara. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan izin tersebut menjadi tidak sah atau dibatalkan oleh pengadilan tata usaha negara. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah segera membuat peraturan pelaksana dalam penyusunan Izin Usaha Pertambangan.

The following thesis is discussing about compliance with the terms and conditions regulated in the article 39 Law No. 4 of 2009 regarding Mineral and Coal Mining against Mining Exploration License and Production Operation. The thesis used juridical norms method as research implementation method.
The result of this thesis found that tin mining exploration license owned by PT. Bumi Palong and coal mining production operation owned by PT. Mitra Tambang Tambang Barito is not comply the article 39 law regarding mineral and coal mining. The consequence of that condition is the licenses would be void by administration court. This thesis recommends the Government too soon issuing the Government Regulation as the reference in formulating Mining Business License.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42546
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Tsaniati Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerbitan dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya terkait dengan tumpang tindih IUP yang dapat terjadi baik antar IUP maupun dengan sektor lain seperti sektor kehutanan. Hal tersebut perlu segera diselesaikan karena dapat menimbulkan ketidakpastian dalam penanaman modal dibidang pertambangan di Indonesia. Hasil penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa penerbitan IUP dilakukan setelah pemohon atau peserta lelang mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan IUP. Sedangkan pencabutan IUP dapat dilakukan jika pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pencabutan IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM) hal tersebut telah tepat, karena PT RTM tidak memenuhi kewajibannya untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. Untuk mencegah timbulnya tumpang tindih IUP, dibutuhkan peningkatan koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik yang sifatnya sektoral maupun yang sifatnya lintas sektoral. Selain itu peningkatan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerbitan dan pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia juga diperlukan.

This essay examines the issuance and revocation of Mining Business License (IUP), specifically related to the overlapping IUP which can occur either between IUP or with other sectors like forestry. The overlapping of IUP need to be resolved immediately seeing that it may cause uncertainty for investments in Indonesia’s mining industry. Normative juridical research results show that the issuance of IUP can be conducted after the applicant or bidders get Mining Business License Area and eligible as IUP holder. While the revocation of IUP can be done if the IUP holder does not fulfill the obligations under the laws and regulations. Related to the revocation of IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM), such decision was right, because PT RTM does not fulfill its obligation to have Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan to conduct mining activities in forest areas. To prevent the overlapping Mining Business License, an increased coordination between Government and Local Government is needed, be it sectorial or cross-sectorial in nature. Furthermore, the government must establish oversight towards the issuance and revocation of mining licenses by Regent and Governor in Indonesia."
2014
S57722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>