Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94133 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Merry Elisa
"ABSTRACT
Latar Belakang: Kehilangan gigi masih menjadi masalah dalam kesehatan gigi dan mulut orang dewasa di Indonesia. Namun, karena kurangnya kesadaran dan faktor sodiodemografi lainnya, biasanya pasien tidak langsung mencari perawatan prostodontik setelah mengalami kehilangan gigi. Tujuan: Menganalisis hubungan antara status kehilangan gigi berdasarkan jumlah dan lokasinya dengan tingkat kesadaran mengenai perawatan prostodontik. Metode: Studi analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan teknik consecutive sampling pada pasien usia 20 tahun ke atas dengan satu atau lebih gigi yang hilang. Subjek diperiksa untuk mengetahui jumlah dan lokasi gigi hilang dan menjawab kuesioner mengenai kesadaran akan perawatan prostodontik. Penelitian ini dianalisis dengan Kruskal-Wallis dan uji Mann Whitney ?=5 . Hasil: Jumlah dan posisi kehilangan gigi memiliki hubungan dengan tingkat kesadaran dengan perawatan prostodontik.

ABSTRACT
Background Edentulism still represents a significant oral health concern among Indonesian adults. Due to lack of awareness, and other sociodemographic factors, mostly patients do not seek prosthetic treatment immediately after tooth loss. Objective This study was analyzed the relationship between number and position of tooth loss with perception of patient rsquo s awareness about prosthodontic treatment. Methods Analytic observational study with cross sectional design. This study was done using a consecutive sampling on patient age of 20 years and above with one or more missing teeth. Patients were evaluated to determine the number and position of tooth loss and answered questionnaire about awareness of prosthodontic treatment. This research was analyzed with Kruskal Wallis and Mann Whitney test a 5 . Results The number and position of missing tooth had a relationship with patient rsquo s awareness of prosthodontic treatment."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melia
"Kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan dapat mempengaruhi asupan makanan seseorang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan terhadap status nutrisi. Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 129 subjek berusia 34-80 tahun. Subjek diperiksa kehilangan giginya kemudian diwawancara menggunakan kuesioner Mini Nutritional Assessment (MNA). Data dianalisis menggunakan piranti lunak statistik. Hasil uji analisis chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kehilangan gigi dan status nutrisi (p=0,712) dan antara pemakaian gigi tiruan dan status nutrisi (p=0,252). Ditemukan hubungan bermakna antara usia dan status nutrisi, tingkat pendidikan dan status nutrisi, serta usia dan pemakaian gigi tiruan.
Teeth loss and denture wearing can affect a person's food intake. The purpose of this study was to analyze the relation of tooth loss and denture wearing on nutritional status. The study was conducted with a cross-sectional method on 129 subjects aged 34-80 years. Subjects had their teeth checked and interviewed using Mini Nutritional Assessment (MNA) questionnaire. Data was analyzed using statistical software. The result of chi-square analysis showed no significant relation between tooth loss and nutritional status (p = 0.712) and between denture wearing and nutritional status (p = 0.252). Relation was found between age and nutritional status, educational level and nutritional status, and the age and denture wearing."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasiswantoro Saksono
"Objektif: Pengurangan pada jumlah gigi posterior dapat dihubungkan dengan asupan nutrisi, status nutrisi, dan kemampuan mastikasi pada lansia. Penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara kehilangan gigi, asupan nutrisi, status nutrisi, dan kemampuan mastikasi. Metode: Total 158 subjek berusia diatas 60 tahun di kota Depok, Jawa Barat, Indonesia. Gigi posterior dibagi menjadi 2 grup berdasarkan Index Eichner; grup A2-B3 dan grup B4-C3. Untuk pengukuran asupan nutrisi dilakukan menggunakan semi-quantitative food-frequency questionnaire dengan mengukur jumlah kalori, dan untuk mengukur status nutrisi menggunakan Mini-Nutritional Assessment-Short Form. Hasil: 74% subjek perempuan, 26% laki-laki. Terdapat perbedaan signifikan pada nilai rata-rata kemampuan mastikasi (p = 0.000), Eichner grup A2-B3 (5.66 ± 1.80) dan B4-3 (3.20 ± 1.25). Namun, tidak ada perbedaan signifikan antara status nutrisi dan asupan nutrisi pada kedua grup Eichner. Kesimpulan: Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kehilangan gigi berhubungan dengan kemampuan mastikasi, namun tidak pada status nutrisi ataupun asupan nutrisi pada lansia.

Objective: A reduction in the number of posterior teeth is associated with diminished nutrition intake, nutritional status, and masticatory performance in the elderly. Previous studies on the relationships between tooth loss, nutrition intake, nutritional status, and masticatory performance have yield varying results. Methods: A total of 158 subjects aged 60 years and older from Depok, West Java, Indonesia were enrolled in the study. Posterior tooth contacts were assessed based, and the subjects were accordingly divided into two groups based on the Eichner Index; group A2-B3 and group B4-C3. A semi-quantitative food-frequency questionnaire was used to measure nutritional intake in the form of total calories, and the Mini-Nutritional Assessment-Short Form was used to measure nutritional status. Results: Seventy-four percent of participants were females, and the remaining (26%) were males. A significant difference in the mean masticatory performance score (p = 0.000) was noted between Eichner group A2-B3 (5.66 ± 1.80) and B4-C3 (3.20 ± 1.25). However, no statistically significant differences in nutritional status and calorie intake were noted between the two groups. Conclusion: These findings indicate that the number of teeth lost is related to mastication, but not to nutritional status or calorie intake in the elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zela Puteri Nurbani
"ABSTRAK
Proses penuaan pada lansia dapat menjadi faktor risiko kehilangan gigi sehingga akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan gigi dan mulut lansia. Dalam upaya menghindari hal tersebut, maka dibutuhkan perawatan prostodontik pada lansia. Namun, tidak seluruh kebutuhan berubah menjadi permintaan dikarenakan banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi permintaan termasuk kesediaan membayar. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kesediaan membayar dan kebutuhan dengan permintaan perawataan prostodontik pada lansia. Dilakukan juga analisis antara faktor sosiodemografi (jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, jarak, waktu tempuh) dengan kesediaan membayar, kebutuhan, dan permintaan perawatan prostodontik pada lansia. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 100 pasien Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yang berusia 60 tahun keatas. Data faktor sosiodemografi diperoleh dari pencatatan data diri subjek, kesediaan membayar dan permintaan perawatan prostodontik diperoleh dari kuesioner, dan kebutuhan perawatan prostodontik ditentukan berdasarkan kebutuhan fungsional berdasarkan Shortened Dental Arch dan kebutuhan normatif berdasarkan WHO oral health assessment form (1997) di setiap rahang. Hasil Penelitian: Kesedian membayar dan kebutuhan (fungsional dan normatif rahang bawah) memiliki hubungan bermakna dengan permintaan perawatan prostodontik pada lansia p<0.05. Terdapat hubungan bermakna p<0.05 antara jarak dan waktu tempuh ke fasilitas kesehtan dengan permintaan perawatan prostodontik, tingkat pendidikan dengan kebutuhan fungsional, waktu tempuh ke fasilitas kesehatan dengan kebutuhan normatif rahang bawah, dan waktu tempuh ke fasilitas kesehatan dengan kesediaan membayar perawatan prostodontik. Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara kesedian membayar dan kebutuhan (fungsional dan normatif rahang bawah) dengan permintaan perawatan prostodontik pada lansia.

ABSTRACT
Background: The aging in the elderly can be a risk factor for tooth loss. Tooth loss might adversely affect elderly dental and oral health. In an effort to overcome these problems, prosthodontic treatment is needed for elderly. However, not all needs of prosthodontic treatment are changed to demand because many factors affect demand including the willingness to pay. Objectives: To analyze the relationship between sociodemographic factors (gender, education, economic status, distance, travel time), willingness to pay, needs (functional and normative) with demand of prosthodontics treatment in the elderly. Method: This was a cross-sectional study involving 100 subjects from Kramat Jati Sub-district Health Center who were 60 years old or older. Sociodemographic data was obtained from the recording of subjects personal data, willingness to pay and demand for prosthodontic treatment was obtained from questionnaires modification Kamal Shigli et al with Dandekeri S et al, and prosthodontic treatment needs were determined by functional need based on shortened Dental Arch (SDA) and normative needs based on the WHO oral health assessment form 1997 in each jaw. Result: The willingness to pay and needs (functional and normative on the mandible) had a significant relationship with the demand of prosthodontic treatment in the elderly There is a significant relationship between distance and travel time to health facilities with demand for prosthodontic treatment, education with the functional need, travel time to health facilities with the normative need on the mandible, and travel time to health facilities with willingness to pay for prosthodontic treatment. Conclusion: There is a significant relationship between willingness to pay and needs (functional and normative on the mandible) with the demand of prosthodontic treatment in the elderly."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Chandra Devi
"Latar belakang: Angka terjadinya karies di Indonesia masih cenderung tinggi. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi terjadinya karies di Indonesia mencapai 88,8%. Pada gigi dengan karies yang telah meluas hingga pulpa dan periapeks, perawatan saluran akar perlu dilakukan untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi gigi. Namun, kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan manfaat perawatan, serta diperberat oleh berbagai faktor hambatan dapat berakibat kepada kepatuhan dalam menjalankan prosedur perawatan saluran akar. Kondisi ini dapat menyebabkan terhambatnya prosedur perawatan dan mempengaruhi keberhasilan perawatan saluran akar.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan kesadaran pasien mengenai prosedur perawatan saluran akar dengan kepatuhan pasien dalam menjalankan perawatan. Mengetahui tingkat pengetahuan, kesadaran, kepatuhan dan hambatan pada pasien perawatan saluran akar.
Metode: Studi analitik observasional pada 105 responden yang pernah menjalani perawatan saluran akar menggunakan kuesioner E-survey tentang pengetahuan, kesadaran hambatan, dan kepatuhan prosedur perawatan saluran akar, dengan pendekatan cross sectional secara purposive sampling.
Hasil: Sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan cukup (48,57%), kesadaran baik (77,14%), kepatuhan baik (85,71%) dan hambatan rendah (52,38%). Terdapat hubungan searah antara pengetahuan dengan kepatuhan terhadap prosedur perawatan walau lemah (rho:0,287) namun sangat bermakna p:0,003), terdapat hubungan searah antara kesadaran dengan kepatuhan walau lemah (rho:0,371) namun juga sangat bermakna (p:0,000); dan antara faktor hambatan dengan kepatuhan walau terlihat tidak bermakna (p:0,590) namun tetap terdapat hubungan yang berlawanan (rho:-0,053).
Kesimpulan: Responden pada penelitian ini menunjukkan memiliki pengetahuan yang cukup, kesadaran yang baik, dan kepatuhan yang baik, serta faktor hambatan yang rendah tentang prosedur perawatan saluran akar. Terdapat hubungan yang searah antara pengetahuan dan kesadaran dengan kepatuhan, serta hubungan yang berlawanan antara faktor hambatan dengan kepatuhan dalam menjalankan prosedur perawatan saluran akar gigi.

Background: Nowadays, Indonesia still has a high rate of caries. Based on Riskesdas data in 2018, the prevalence of caries in Indonesia reached 88.8%. When caries are allowed to spread, it will cause irreversible pulp and periapical disease, so root canal treatment is necessary to preserve the tooth. The level of knowledge, awareness and barriers factors will result in compliance in root canal treatment procedures. This situation in some patients causes discontinuation of root canal treatment.
Objective: To analyze the relationship between the level of knowledge, awareness, and barriers factors to the level of patient compliance regarding root canal treatment procedures. Knowing the level of knowledge, awareness, compliance, and barriers factors for root canal treatment patients.
Methods: An observational analytic study with a cross-sectional approach on 105 patients who had undergone root canal treatment obtained by purposive sampling. The instrument used is a questionnaire about knowledge, awareness, barriers factors, and compliance to root canal treatment procedures, adapted from several E-Survey studies.
Results: Most of the respondents had a sufficient level of knowledge (48.57%), good awareness (77.14%), good compliance (85.71%), and low barriers factors (52.38%). There is a unidirectional association between knowledge to treatment procedures compliance. However, weak (rho: 0.287) but very significant (p: 0.003), there is a unidirectional association between awareness to compliance although weak (rho: 0.371) but also very significant (p: 0.000); and between the barriers to compliance, although it looks insignificant (p: 0.590), there is has an opposite relationship (rho: -0.053).
Conclusion: Respondents in this study showed sufficient knowledge, good awareness, and good compliance, as well as low barrier factors regarding root canal treatment procedures. There is a direct association between knowledge and awareness of compliance and an opposite association between barriers to compliance in root canal treatment procedures.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ghina Nisrina Aulia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Lansia mengalami proses penuaan yang melibatkan perubahan pola penyakit, salah satunya penyakit gigi mulut. Masalah utama yang dimiliki lansia adalah kehilangan gigi yang membutuhkan perawatan prostodonsia. Kebutuhan perawatan mendahului perencanaan perawatan prostodonsia. Kebutuhan sendiri dibagi menjadi kebutuhan objektif dan kebutuhan subjektif atau kebutuhan yang dirasakan pasien itu sendiri. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kebutuhan seseorang, salah satunya adalah tingkat pengetahuan seseorang akan kesehatan gigi dan mulut. Tujuan: Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dengan kebutuhan perawatan prostodonsia secara objektif dan subjektif pada lansia, menganalisis pengaruh faktor sosiodemografi (jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status ekonomi) terhadap tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan kebutuhan perawatan prostodonsia. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 100 pasien Puskesmas Kecamatan Kramat Jati berusia 60 tahun ke atas. Dilakukan pencatatan diri subjek, wawancara pengisian kuesioner tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut pada lansia, kebutuhan subjektif (need) gigi tiruan, dan pemeriksaan klinis intraoral (kebutuhan objektif). Hasil penelitian: Tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut memiliki perbedaan bermakna (p < 0,05) dengan kebutuhan objektif gigi tiruan pada rahang atas dan kebutuhan subjektif (need) gigi tiruan, tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dengan kebutuhan objektif gigi tiruan pada rahang bawah. Terdapat perbedaan bermakna jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan kebutuhan subjektif (need) gigi tiruan, tetapi tidak ada perbedaan bermakna antara status ekonomi dengan kebutuhan subjektif (need) gigi tiruan. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan kebutuhan objektif pada kedua rahang. Kesimpulan: Terdapat pengaruh tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut pada lansia dengan kebutuhan objektif gigi tiruan pada rahang atas dan kebutuhan subjektif (need) gigi tiruan.

ABSTRACT
Background: The elderly undergoes aging process that involves changes in the profile of disease, one of them is oral disease. The main problem experienced by the elderly is loss of teeth that needs prosthodontic treatment. Treatment need precedes the treatment plan of prosthodontic treatment. Treatment need is divided into two, that is objective and subjective need or perceived need. There are few things influencing one's need, one of them to be oral health knowledge. Objectives: To analyze the relationship between oral health knowledge towards prosthodontic treatment need in elderly both objectively and subjectively, to analyze sociodemographic factors (gender, educational level, and economic status) towards oral health knowledge and prosthodontic treatment need. Methods: Cross-sectional study was conducted on 100 patients of Puskesmas Kramat Jati aged 60 years and over. Subjects data and oral examination were obtained, and interview for oral health knowledge and subjective prosthodontic need were conducted. Results: There was significant difference (p < 0,05) between oral health knowledge towards objective prosthodontic treatment need on the upper jaw and subjective prosthodontic treatment need, but there was difference between oral health knowledge towards towards objective prosthodontic treatment need on the lower jaw. There was significant difference gender and educational level towards subjective prosthodontic treatment need, but there was no significant difference between economic status towards subjective prosthodontic treatment need. There was no significant difference between sociodemographic factors towards oral health knowledge and objective prosthodontic treatment need on both jaws. Conclusion: This study shows a relationship between oral health knowledge and objective prosthodontic treatment need on the upper jaw and subjective prosthodontic treatment need."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieando Chandra
"Latar belakang: Gigi tiruan dukungan implan, salah satu perawatan kehilangan gigi terbaik, diterima luas di seluruh dunia. Namun, penggunaannya di Indonesia masih relatif rendah. Studi terkait kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), dan sikap (attitude) terhadap implan gigi telah banyak dilakukan di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengembangkan kuesioner kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap implan gigi yang valid dan reliabel. Metode: Penelitian kualitatif melalui studi literatur pada 9 studi, wawancara semi-struktur 8 pakar implan dan 10 subjek kehilangan gigi, focus group discussion, dan uji-coba kuesioner. Penelitian kuantitatif pada 227 subjek untuk pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner. Hasil: Kuesioner final 28 item (domain kesadaran, pengetahuan, dan sikap) berhasil dikembangkan dengan validitas isi (content validity) dan validitas muka (face validity) terpenuhi. Analisis faktor dapat dilakukan pada ketiga domain berdasarkan hasil Uji Kaiser-Meyer Olkin (KMO) dan Uji Bartlett (0,680;P<0,05| 0,922;P<0,05| 0,849;P<0,05). Uji validitas konvergen dan uji konsistensi internal Cronbach’s alpha menghasilkan nilai baik pada domain kesadaran (r=0,736; P<0,05; α=0,848), domain pengetahuan (r=0,616; P<0,05; α=0,922), dan domain sikap (r=0,658; P<0,05; α=0,794). Kesimpulan: Kuesioner kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap perawatan dengan implan gigi teruji valid dan reliabel untuk mengevaluasi kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap perawatan dengan implan gigi di Indonesia.

Background: Implant-supported prosthesis, one of the best treatment for tooth loss, are widely accepted worldwide. However, its utilization is still relatively low in Indonesia. Studies related to awareness, knowledge, and attitude towards dental implants have been conducted in many other countries, but there has been no study in Indonesia. Objective: To develop a valid and reliable questionnaire on patient awareness, knowledge and attitudes towards dental implants. Methods: Qualitative study was done through literature review on 9 studies, semi-structured interviews with 8 implant experts and 10 tooth loss subjects, focus group discussion, and pre-testing. Quantitative study on 227 subjects for validity and reliability test. Results: The final questionnaire of 28 items (awareness, knowledge, and attitude domains) was successfully developed with achieved content validity and face validity. Factor analysis can be performed on all three domains based on the results of the Kaiser-Meyer-Olkin Test (KMO) and Bartlett Test (0.680;P<0.05| 0.922;P<0.05| 0.849;P<0.05). The convergent validity and Cronbach's alpha internal consistency were high in awareness domain (r=0.736; P<0.05; α=0.848), knowledge domain (r=0.616; P<0.05; α=0.922), and attitude domain (r=0.658; P<0.05; α=0.794). Conclusion: The questionnaire developed was valid and reliable to evaluate patient awareness, knowledge, and attitudes towards dental implant treatment in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania
"Latar belakang: Di Indonesia prevalensi kehilangan gigi pada usia 35-44 tahun adalah 35,3% dan terus meningkat seiring bertambahnya usia. Kehilangan gigi dapat menyebabkan penurunan fungsi gigi dan mulut. Untuk mengembalikan fungsi gigi individu dapat menggunakan gigi tiruan, namun hanya 4% penduduk usia 35-44 tahun yang menggunakan gigi tiruan. Literasi kesehatan gigi dan mulut/Oral Health Literacy (OHL) didefinisikan sebagai kapasitas individu untuk memperoleh, memproses dan memahami informasi dasar kesehatan gigi, mulut dan kraniofasial serta pelayanannya yang diperlukan untuk membuat keputusan yang sesuai mengenai kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, mungkin saja nilai OHL memengaruhi persepsi kebutuhan individu. Akan tetapi, penelitian mengenai topik ini masih terbatas di Indonesia.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara nilai OHL dengan persepsi kehilangan gigi yang dilihat dari fungsi gigi dan perawatan kebutuhan gigi pada dewasa hingga lansia.
Metode: Penelitian deskriptif potong lintang menggunakan kuesioner The Health Literacy in Dentistry HELD-29 versi Indonesia (skor 0-116) dan pertanyaan mengenai persepsi fungsi gigi serta kebutuhan perawatan prostodonsia. Populasi penelitian adalah orang dengan usia 17 tahun keatas yang sudah mengalami kehilangan gigi.
Hasil: 205 responden berusia 17-82 tahun dan mayoritas perempuan (66,3%). Nilai OHL (82 ± 16,75) lebih tinggi pada kelompok dengan persepsi fungsi gigi sangat baik dan memilih tidak memerlukan perawatan prostodonsia. Terdapat hubungan bermakna (p<0,05) antara nilai OHL dengan persepsi fungsi gigi (r= 0,285), jumlah kehilangan gigi (r= -0,265), jumlah dukungan oklusal berdasarkan indeks Eichner(r= -0,262), dan lokasi kehilangan gigi (r= -0,233). Tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai OHL dengan persepsi kebutuhan perawatan prostodonsia (r= 0,083, p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna nilai OHL pada usia dan tingkat pendidikan individu (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna nilai OHL berdasarkan jenis kelamin dan status ekonomi individu (p<0,05). terutama pada kelompok usia 17-29 tahun dengan ≥60 tahun (p= 0,006) dan kelompok usia 45-59 tahun dengan ≥60 tahun (p= 0,000) dan tingkat pendidikan SD dengan SMP (p= 0,002), SD dengan SMA (p= 0,000), dan SD dengan perguruan tinggi (p= 0,000). Tidak terdapat perbedaan bermakna nilai OHL berdasarkan jenis kelamin dan status ekonomi individu (p<0,05).
Kesimpulan: Semakin tinggi nilai OHL, semakin baik penilaian persepsi fungsi gigi. Semakin rendah nilai OHL maka semakin banyak jumlah kehilangan gigi, berkurangnya zona dukungan oklusal, dan semakin banyak lokasi kehilangan gigi yang terlibat.

Background: Prevalence of tooth loss in Indonesia is 35.3% at 35-44 years old and continues to increase with age. Tooth loss can lead to decreased oral function. To restore the oral function, individuals with tooth loss can wear denture, but only 4% of the population aged 35-44 years old wears denture. Oral health literacy (OHL) is defined as the degree to which individuals have the capacity to obtain, process, and understand basic dental, oral, and craniofacial health information and services needed to make appropriate oral health decisions. Therefore, low OHL score may be a cause of the low perceived need. Nonetheless, research concerning this issue is still limited in Indonesia.
Objective: To assess the correlation between OHL score and perception of tooth loss in adults to elderly.
Methods: Cross-sectional study was performed using The Health Literacy in Dentistry (HeLD)-29 Indonesian version (score 0-116) and questions about perception of dental function and perceived need for prosthodontics treatment. The population of this study were people aged 17 years old and over who had experienced tooth loss.
Results: There were 205 respondents with age range 17-82 years old and 66.3% of the respondents were female. The mean OHL score was 82. The OHL score was higher in the group of individuals who choose the higher perception of dental function and choose not to get Prosthodontics treatment. There is a significant correlation (p<0.05) between the OHL score and the perception of dental function (r= 0.285), number of tooth loss (r= -0.265), the number of occlusal support based on the Eichner index (r= -0.262), and the location of tooth loss (r= -0.233). There is no correlation between the OHL score and the perceived need for prosthodontics treatment (r= 0.083; p>0.05). There is a significant difference in the OHL score on age and educational level (p<0.05), especially in the aged 17-29 years old with ≥60 years old (p= 0.006) and the aged 45-59 years old with ≥60 years old (p= 0.000) and the level of education between elementary school with junior high school (p= 0.002), elementary school with senior high school (p= 0.000), and elementary school with higher level of education (p= 0.000). There is no significant difference in the OHL score on gender and individual economic status (p>0.05).
Conclusion: Higher OHL scores show better perception of dental function. Lower OHL scores are associated with higher tooth loss, loss of occlusal support zone, and more locations of tooth loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Indah Sri Bernadetta
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kehilangan gigi masih menjadi masalah dalam kesehatan gigi dan mulut di Indonesia. Kehilangan gigi posterior yang tidak digantikan dengan gigi tiruan dapat menyebabkan terganggunya kemampuan mastikasi. Kemampuan mastikasi yang buruk berdampak terhadap pemilihan makanan dan mempengaruhi status nutrisi. Jika hal ini terjadi pada ibu hamil, dapat mempengaruhi bayi yang ada di dalam kandungannya. Belum ada penelitian yang mengamati hubungan kemampuan mastikasi dengan berat lahir bayi di Indonesia. Beberapa penelitian terdahulu meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat lahir bayi seperti asupan nutrisi ibu, paritas, jarak kehamilan, usia kandungan jenis kelamin bayidan faktor lainnya. Adapun penelitian terdahulu tentang asupan nutrisi ibu hamil dengan berat lahir bayi ditinjau berdasarkan jenis makanannya. Sedangkan dalam penelitian ini asupan nutrisi ibu di amati berdasarkan total kalori yang di konsumsi ibu. Tujuan : Menganalisis hubungan kemampuan mastikasi, asupan nutrisi, dan indeks massa tubuh ibu hamil yang kehilangan gigi posterior terhadap berat lahir bayi. Metode: Studi analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan teknik consecutive sampling pada ibu yang sudah melahirkan, usia 20-35 tahun, memiliki satu atau lebih gigi yang hilang dan tidak memakai gigi tiruan. Subjek diamati jumlah dan lokasi gigi hilangnya, pengambilan data dari buku KIA, menjawab kuesioner kemampuan mastikasi dan aupan nutrisi. Penelitian ini dianalisis dengan one sample t-test, independent t-test, Kruskal-Wallis dan uji korelasi pearson. Hasil: Kemampuan mastikasi pada ibu hamil yang kehilangan gigi posterior memiliki hubungan bermakna dengan berat lahir bayi dengan nilai p 0.000, asupan nutrisi pada ibu hamil yang kehilangan gigi posterior memiliki hubungan bermakna dengan berat lahir bayi dengan nilai p 0.000, Indeks Massa Tubuh IMT ibu hamil yang kehilangan gigi posterior memiliki hubungan bermakna dengan berat lahir bayi dengan nilai p 0,038. Aspek yang paling berhubungan dengan berat lahir bayi adalah indeks massa tubuh ibu hamil yang memiliki nilai korelasi pearson 0,142. Kesimpulan: Terdapat hubungan kemampuan mastikasi pada ibu hamil yang kehilangan gigi posterior dengan berat lahir bayi, terdapat hubungan asupan nutrisi pada ibu hamil yang kehilangan gigi posterior dengan berat lahir bayi, terdapat hubungan Indeks Massa Tubuh IMT ibu hamil yang kehilangan gigi posterior dengan berat lahir bayi, aspek yang paling berpengaruh terhadap berat lahir bayi adalah indeks massa tubuh

ABSTRACT
Background Tooth loss is still a major oral health problem oral health in Indonesia. Tooth loss which can rsquo t replaced by denture can cause mastication ability disturbance. Bad mastication function can affect to food choice and nutritional status. If this occurs to pregnant women, it can affect the baby in her womb. There is no study which observes the relationship beetween mastication ability with infant birth rsquo s weightin Indonesia. Some previous studies showed factors which affect infant birth rsquo s weightsuch as mother rsquo s nutrient intake, parity, pregnancy gap, fetal age, infant sex and other factors. Previous research about pregnant women nutrient intake with infant birth rsquo s weightwere viewed based on type of food. While in this study mother rsquo s nutrient intake dased on total calories. Objective To analyze relationship between mastication ability, nutrient intake and body mass index of pregnant women with posterior tooth loss with birth weight of baby. Method Study design is analytical observational study with cross sectiona. This study was performed with consecutive sampling, to mothers who gave birth, aged 20 35, have one or more missing posterior teeth, no denture. Missing teeth number and location were observed, the data was taken from KIA booklet and subjects answered questionairre about mastication ability and nutrient intake. This study was analyze by one sample t test, independent t test, Kruskal Wallis and Pearson. Result Mastication ablity of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weightwas found statistically significant p 0,000 . Nutrient intake of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight was also found statistically significant p 0,000 . BMI of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight was found statistically significant p 0,038 . The most correlate aspect with infant birth rsquo s weight is BMI of pregnant women with pearson correlation value 0,142. Conclusion There is a relationship between mastication ability of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight. There is a relationship between nutrient intake of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight. There is a relationship between BMI of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight. The most correlated aspect with infant birth rsquo s weight in BMI of pregnant women. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Febriani
"Latar belakang: Masalah kesehatan gigi dan mulut seperti karies gigi dan penyakit periodontal merupakan penyebab terbesar kehilangan gigi pada pasien lanjut usia (lansia). Kehilangan gigi pada lansia dapat menyebabkan kesulitan untuk mengunyah dan menggigit makanan sehingga fungsi mastikasi terganggu dan mengakibatkan pemilihan makanan tertentu.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara kehilangan gigi dan faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status ekonomi) dengan kemampuan mastikasi pada lansia secara subjektif, serta menganalisis hubungan antara kehilangan gigi pada lansia dengan jumlah pemilihan jenis makanan, cara pengolahan makanan dan potongan/ukuran bahan makanan.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 100 pasien Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur yang berusia 60 tahun ke atas. Dilakukan pemeriksaan kondisi kehilangan gigi berdasarkan indeks Eichner, serta wawancara kuesioner kemampuan mastikasi (Hanin) dan kuesioner pemilihan jenis makanan (Oey Kam Nio).
Hasil Penelitian: Kehilangan gigi memiliki hubungan bermakna dengan kemampuan mastikasi pada lansia (p=0.001), jumlah pemilihan jenis makanan, cara pengolahan makanan (mentah dan goreng), dan potongan/ukuran bahan makanan (sedang). Usia, tingkat pendidikan dan status ekonomi memiliki hubungan bermakna dengan kemampuan mastikasi.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kehilangan gigi, usia, tingkat pendidikan, dan status ekonomi dengan kemampuan mastikasi pada lansia.

Dental and oral health problems such as dental caries and periodontal disease which are the biggest causes of tooth loss in elderly. Tooth loss in elderly can cause difficulty in chewing and biting food so disruption of mastication function and selection of certain food.
Objectives: o analyze relationship between tooth loss and sociodemographic factors (age, sex, education level and economic status) with subjective masticatory ability in elderly, analyze relationship between tooth loss in elderly and number of food choice, food processing method and food material size.
Methods: Cross sectional study was conducted on 100 patients of Kramat Jati Sub-district Health Center, East Jakarta aged 60 years and over. Examination of tooth loss condition based on Eichner index and interview masticatory ability questionnaire (Hanin) and selection of food types questionnaire (Oey Kam Nio).
Results: Tooth loss has a significant relationship with masticatory ability in elderly (p=0.001), number of food choice, food processing method (raw and fried), and size of food (medium). Age, education level and economic status have a significant relationship with masticatory ability.
Conclusion: There is a relationship between tooth loss, age, sex, education level and economic status with masticatory ability in elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>