Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111166 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh gelombang telepon seluler dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan apabila seseorang terpajan melampaui ambang batas pemajanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan radiasi gelombang telepon seluler terhadap sistem imunitas mencit (Mus musculus) dengan mengukur diameter pulpa putih limpa. Jenis penelitian adalah eksperimental menggunakan mencit (Mus musculus) jantan, berat badan ± 30 gram, selama 30 hari perlakuan. Perlakuan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan dengan telepon seluler GSM jenis monophonic, kelompok perlakuan dengan telepon seluler GSM jenis polyphonic dan kelompok perlakuan dengan telepon seluler CDMA, masing-masing terdiri dari lima ekor mencit. Dengan Lama pemajanan ±120 menit selama 30 hari. Pada hari ke-31dilakukan dekapitasi pada mencit, organ limpa diambil, dibuat preparat histologi dengan teknik pewarnaan HE dan diukur diameter pulpa putih limpa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter pulpa putih limpa pada mencit yang diberi perlakuan tampak lebih besar bila dibandingkan dengan mencit kontrol secara bermakna(p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa antara kelompok perlakuan radiasi gelombang telepon seluler dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna, khususnya pada kelompok CDMA. Disimpulkan bahwa radiasi elektromagnetik mempunyai efek mengaktivasi sistem imun di daerah perifer."
610 JKY 20:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Purwita Larasati
"Penyuntikan koabinasi northistero,n enanthat dan testosteron enanthat dosis -tunggal ('long-acting') ditujukan untuk menurunkan kesub'uran mencit (Mus musculus L.) jantan strain AJ tanpa, raempengaruhi perilaku seksualnya (potensi seks dan libido). Parameter kesuburan yang di.ukur adalah jumlah sper matozoa total, .'persentase spermatozoa motil, dan jumlah anak. Kelompok.eksperimen disuntik intramuskular dengan kombinasi 0,1 mg/0,1 ml/ berat badan rata-rata northisteron enan that dan 0,125 mg/Ojl ml/berat badan ratar-raba testos teron. n enanthat. Kbiompok kelola I disuntik dengan kombinasi 0,1 ml ' pelarut northisteron enanthat dan 0,,1 ml .pelarut testosteron enanthat, sedangkan kelompok kelola II tidak diheri perlakuan.. Hasil perhitungaH ANAVA acak lengkap berblok menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan terhadap j'umlah spermatozoa total dan-persentase spermatozoa motil pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kedua kelompok kelola. Hasil uji Kruskal- Wallis menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan terhadap jumlah anak pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kedua ke lompok kelola. Kesimpulan, penyuntikan kombinasi northisteron enanthat dan testosteron enanthat dosis tunggal, setelah jangka waktu. if5 hari, tidak menurunkan kesuburan mencit (Mus musculus L.) Jantan strain AJ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zidni Hidayati
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penyuntikan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap populasi selsel spermatogenik raencit (Mus musculus L.) strain GBR. Dalam penelitian ini digunakan tiga kelompok raencit jantan, masing-masing kelompok kelola tanpa disuntik (K1); kelompok kelola (K2) yang disuntik aqua bidest. sebanyak 0,2 ml/mencit/hari selama 10 hari; dan kelompok eksperimen (E) yang disuntik ekstrak biji pepaya dengan dosis 10 mg/0,2 ml/mencit/hari
selama 10 hari. Tiga hari setelah penyuntikan berakhir sernua kelompok mencit ditimbang kemudian dibunuh.
Hasil perhitungan secara kuantitatif menunjukkan bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya dengan dosis 10 mg/0,2 ml/ mencit/hari selama 10 hari tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti terhadap populasi sel-sel spermatogenik, khususnya spermatogonia A dan spermatosit primer Pakhiten pada tingkat α = 0,05. Selain itu juga tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti terhadap diameter tubulus seminiferus, berat testis, dan berat badan pada tingkat α = 0,05.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya dengan dosis 10 mg/0,2 ml/mencit/hari selama 10 hari, pada strain GBR, tidak mempunyai pengaruh terhadap parameter yang diujikan. Diduga bahwa ekstrak biji pepaya beraksi sebagai zat spermatoksit terhadap pematangan sperma kauda epididymis, jadi tidak mempengaruhi proses sperraatogenesis testis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hitima Wardhani
"ABSTRAK
Telah diketahui bahwa ekstrak biji Carica papaya L. bersifat antifertilitas terhadap tikus jantan (Rattus norvegicus L.) strain Charles dan Holtzman. Dalam penelitian ini sifat tersebut dicobakan pada mencit jantan (Mus musculus L.) strain CBR. (Central Biomedis Research).
Ekstrak biji C. papaya L. dalam aquabidestilata diberikan dalam intramuskular selama 10 hari berturut-turut pada pangkal paha, dengan dosis 0 mg/0,2 ml (K), 1 mg/0,2 ml (D2), dan 10 mg/0,2 ml (D2)/mencit/hari. Efek antifertilitas dapat diketahui dengan menghitung jumlah spermatozoa motil/ml dari epididimis bagian kauda dan menghitung jumlah implan yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rata-rata spermatozoa motil (%/ml) yang dihasilkan pada K, D1, dan D2 masing-masing sebesar 49,88, 42,48, 45,65. sedangkan jumlah rata-rata implan yang dihasilkan pada dosis yang sama, masing-masing sebesar 8,23, 8,31 dan 6,69.
Hasil uji statistika menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara K, D1, dan D2 masing-masing terhadap sifat motilitas spermatozoa dan laju fertilitas. Di samping itu juga tidak berefek terhadap berat badan, dan juga tidak berefek terhadap frekuensi reabsorpsi implan. Sebaliknya dosis 1 mg/0,2 ml/mencit/hari berefek terhadap berat epididimis bagian kauda."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvani Permatasari
"[ABSTRAK
Latar belakang: Proses pematangan sperma terjadi melalui interaksi spermatozoa dengan protein yang disekresikan ke lumen oleh sel epitel epididimis. Sekresi protein pada epididimis ditentukan oleh gen-gen yang terekspresi spesifik di epididimis. Ekspresi gen di epididimis dapat dipengaruhi oleh androgen atau faktor testikular. CD52 telah diketahui terekspresi di epididimis, namun regulasi yang mempengaruhi ekspresi gen CD52 di epididimis belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi dan regulasi gen CD52 agar dapat memprediksi perannya di epididimis mencit. Metode: Analisis bioinformatika dilakukan untuk memprediksi sinyal peptida dan domain fungsional dari CD52. Quantitative real time RT-PCR digunakan untuk mengukur ekspresi relatif gen CD52 pada analisis spesifisitas jaringan, ketergantungan terhadap androgen dan faktor testikular, serta postnatal development. Hasil: CD52 memiliki sinyal peptida yang menunjukkan ciri protein sekretori dan terekspresi secara spesifik di epididimis. Ekspresi CD52 yang tertinggi terdapat di bagian cauda. Ekspresi CD52 pada mencit diregulasi oleh androgen yang ditandai dengan penurunan pada hari pertama dan ketiga setelah digonadektomi dan pemberian testosteron eksogen setelah gonadektomi dapat menjaga ekspresi CD52 50% dari kadar normalnya. Eksperimen dengan memberikan reseptor androgen antagonis (flutamide) juga mendukung bahwa ekspresi CD52 sangat tergantung terhadap androgen. Ekspresi CD52 menurun sangat bermakna hingga mencapai 93% dibandingkan dengan kontrol. Selain androgen, ekspresi CD52 juga dipengaruhi oleh faktor testikular. Ekspresi CD52 mengalami penurunan bermakna dari hari pertama hingga kelima setelah perlakuan efferent duct ligation (EDL) hingga mencapai 75% dari kontrol. Selain itu ekspresi CD52 juga dipengaruhi oleh perkembangan pasca lahir. Ekspresi CD52 meningkat di hari ke-15 hingga hari ke-60 pasca lahir. Kesimpulan: CD52 merupakan gen penyandi protein sekretori yang terekspresi spesifik di epididimis pada region cauda dan regulasinya dipengaruhi oleh androgen, faktor testikular, dan perkembangan pasca lahir.

ABSTRACT
Background. Epididymal sperm maturation is occurs via interactions between sperm and proteins secreted by epididymal epithelium. These proteins are encoded by genes that are specifically expressed in a region-specific manner. Previous studies have demonstrated that epididymal genes are regulated by androgen and testicular factors. CD52 is an epididymal gene putatively involved in sperm maturation. However, the regulation of its expression in the epididymis has not been fully understood and little is known about its role during sperm maturation process. Therefore, this study was aimed to analyze the expression and regulation of CD52 in the mouse epididymis. Method. Bioinfomatic analyses were perfomed to predict signal peptides and functional domains of CD52. Quantitative real-time RT-PCR was used to analyze tissue distribution, androgen, testicular factors dependency and postnatal development. Results. CD52 amino acid sequence contains a signal peptide, indicating it is a secretory protein. CD52 exhibited region-spesific expression in the epididymis with the highest level was in cauda. Mice CD52 expression was regulated by androgen indicated by a decrease started at day 1 following a gonadectomy. Interestingly, testosterone replacement therapy was able to maintain the expression at 50% of normal level. Experiment by given androgen receptor antagonist, flutamide showed decrease of CD52 expression about 93% than control. It?s confirming that CD52 expression depend on androgen. Moreover, testicular factors also influenced CD52 expression. This was revealed by efferent duct ligation in which CD52 expression was reduced at day 1 to day 5 following the ligation. Finally, CD52 expression was developmentally regulated, this was indicated by increase in the level of expression start at day 15 postnatally. Conclusion: CD52 is a secretory protein and exhibited region-spesific expression in the cauda epididymis. It is regulated by androgen, testicular factors, and also affected by development stage.
, Background. Epididymal sperm maturation is occurs via interactions between sperm and proteins secreted by epididymal epithelium. These proteins are encoded by genes that are specifically expressed in a region-specific manner. Previous studies have demonstrated that epididymal genes are regulated by androgen and testicular factors. CD52 is an epididymal gene putatively involved in sperm maturation. However, the regulation of its expression in the epididymis has not been fully understood and little is known about its role during sperm maturation process. Therefore, this study was aimed to analyze the expression and regulation of CD52 in the mouse epididymis. Method. Bioinfomatic analyses were perfomed to predict signal peptides and functional domains of CD52. Quantitative real-time RT-PCR was used to analyze tissue distribution, androgen, testicular factors dependency and postnatal development. Results. CD52 amino acid sequence contains a signal peptide, indicating it is a secretory protein. CD52 exhibited region-spesific expression in the epididymis with the highest level was in cauda. Mice CD52 expression was regulated by androgen indicated by a decrease started at day 1 following a gonadectomy. Interestingly, testosterone replacement therapy was able to maintain the expression at 50% of normal level. Experiment by given androgen receptor antagonist, flutamide showed decrease of CD52 expression about 93% than control. It’s confirming that CD52 expression depend on androgen. Moreover, testicular factors also influenced CD52 expression. This was revealed by efferent duct ligation in which CD52 expression was reduced at day 1 to day 5 following the ligation. Finally, CD52 expression was developmentally regulated, this was indicated by increase in the level of expression start at day 15 postnatally. Conclusion: CD52 is a secretory protein and exhibited region-spesific expression in the cauda epididymis. It is regulated by androgen, testicular factors, and also affected by development stage.
]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Asih Widiastuti
"Penelitian ml dilakukari untuk mengetahul pengaruh pencekokan jus lidah buaya (Aloe vera L.) terhadap organ hati mencit (Mus musculus L.) galur Swiss. Dua puluh empat ekor mencit dibagi dalam 4 kelompok pérlakuan, yaitu 1 kelompok yang dicekok akuabides (ketompok kontrol) dan 3 kelompok yang dicekok jus lidah buaya dengan konsentrasi pengenceran (jus lidah buaya : akuabides) = (14), (1: 2), clan (1:0) selama 36 hari berturut-turut clan pada han ke-37 seluruh mencit percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebrae servikalis. Hasil pengamatan makroskopik, tidak ditemukan adanya perubahan morfologi baik warna maupun berat organ hati. Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan diameter vena sentralis sangat nyata (a = 0,01) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yang dicekok jus lidah buaya. Hasil pengamatan struktur histologi hati menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi terus meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi jus yang dicekokan. Jenis kerusakan yang diamati yaitu: penluasan clan pembendungan vena sentralis, intl piknotik, clan lisis pada sel hati. NUal degenerasi derajat 2 vena sentralis tertinggi terlihat pada pencekokan jus Iidah buaya dengan konsentrasi 1 : 4 sebesar 33,3% dan degenerasi derajat 2 hepatosit sebesar 63,3% pada pencekokan jus dengan konsentrasi 1 : 0. .Sedangkan degenerasi derajat 3 vena sentralis tertinggi sebesar 80% dan degenerasi derajat 3 hepatosit sebesar 6,7% terlihat pada encekokan jus lidah buaya konsentrasi 1 :0."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Ekayani Calfina
"ABSTRACT
Latar belakang: Kerusakan tulang dapat menyebabkan penurunan tingkat kesehatan seseorang. Rosella merupakan tumbuhan herbal Indonesia yang memiliki kandungan yang dapat digunakan untuk memperkuat dan mencegah kerusakan tulang. Hingga saat ini, belum ada penelitian tentang keefektifan bunga rosella sebagai terapi untuk mengurangi kerusakan tulang. Tujuan: Melihat efektivitas ekstrak etanol Kelopak Bunga rosella teridentifikasi 10% terhadap kerusakan tulang calvaria Mus musculus akibat injeksi LPS. Metode: Model kerusakan tulang dibuat dengan menginjeksi tulang calvaria dengan lipopolisakarida (LPS) pada hari pertama. Selanjutnya, dilakukan injeksi di daerah kerusakan tulang dengan saline (kelompok kontrol) dan ekstrak etanol bunga rosella (kelompok perlakuan) pada hari kedua. Mus musculus dikorbankan pada hari ke lima dan dibuat sediaan histologi jaringan tulang calvaria. Kemudian, dilakukan analisis luas area kerusakan tulang. Hasil: Kelompok terapi yang diinjeksi ekstrak etanol kelopak bunga rosella menunjukkan area kerusakan tulang yang lebih sedikit yaitu 53,71% dibandingkan kelompok kontrol yang diinjeksi saline yaitu 95,61%. Kesimpulan: Ekstrak etanol kelopak bunga Rosella 10% efektif dalam mengurangi kerusakan tulang.

ABSTRACT
Background: Bone damage can cause a decrease in one's health level. Rosella is an Indonesian herbal plant that has ingredients that can be used to strengthen and prevent bone damage. Until then however, there are no studies on the effectiveness of rosella flowers as a therapy to reduce bone damage. Objective: To see the effectiveness of ethanol extract of Rosella calyx 10% identified against damage to calvaria Mus musculus bone due to LPS injection. Method: The bone damage model was created by injecting calvaria bone with lipopolysaccharide (LPS) on the first day. Next, done
injection in the area of ​​bone damage with saline (control group) and ethanol extract of rosella flowers (treatment group) on the second day. Mus musculus was sacrificed on the fifth day and histology of the calvaria bone tissue was made. Then, an area of ​​bone damage analysis is performed. Results: The therapeutic group injected with rosella calyx ethanol extract showed less bone damage area of ​​53.71% compared to the control group injected with saline which was 95.61%. Conclusion: Rosella flower petal ethanol extract 10% is effective in reducing bone damage.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan radiasi gelombang telepon seluler terhadap memori dengan mengukur ketebalan lapisan CAI lamina pyramidalis hipokampus. Penelitian eksperimental ini menggunakan hewan uji mencit (Mus muculus) jantan galur Balb-C-20 ekor, umur 3 bulan, berat badan 30 gram. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok K (kontrol), PI (terpajan gelombang telepon seluler jenis GSM monophonic), P2 (terpajan gelombang telepon seluler jenis GSM polyphonic), dan P3 (terpajan gelombang telepon seluler jenis CDMA). Kelompok perlakuan diberi pajanan gelombang telepon seluler dengan meletakkannya di dekat telepon seluler yang sedang aktif menelepon selama 120 menit perhari selama 30 hari. Pada hari ke-31 hewan uji dibedah, diambil otaknya kemudian dibuat preparat histologi. Pengamatan dilakukan dengan mengukur ketebalan CAI lamina pyramidalis hipokampus. Data dianalisis dengan metode Anova 1 jalan dilanjutkan pyramidilis mencit yang diberi perlakuan lebih besar bila dibandingkan kelompok kontrol.Dalam perhitungan statistik nilai signifikasi 0,000 (p<0.05). Hal ini menujukkan bahwa antara kelompok perlakuan radiasi gelombang telepon seluler dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna, khususnya pada kelompok P3. Ini sekaligus membuktikan bahwa radiasi elekromagnetik mempunyai efek meningkatkan memori. "
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Substitusi fluida merupakan bagian dari studi seismik untuk memodelkan dan menghitung berbagai macam skenario substitusi fluida yang memberi petunjuk pada pengamatan respon AVO (amplitude Variation with Offset) dan data seismik post stack...."
PRITSAT
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setiawan
"Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropis dengan 2 (dua) musim (hujan dan kemarau), yang sebagian besar daerahnya merupakan daerah lautan. Musim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aktivitas monsun dingin Asia Timur yang juga memberikan pengaruh terhadap munculnya aktivitas seruakan dingin Asia yang membawa massa udara dingin dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan melewati daerah kepulauan maritim (cross equatorial flow). Kondisi ini kemudian menyebabkan terbentuknya awan ? awan hujan yang merata dengan durasi yang cukup lama di daerah tersebut. Selain berdampak pada meningkatnya intensitas dan durasi hujan, seruakan dingin Asia diduga kuat juga memberikan dampak terhadap peningkatan tinggi gelombang di daerah tersebut. Hal ini dikarenakan pergerakan angin dominan yang bertiup cukup lama sehingga meningkatkan ketinggian gelombang, terutama di Selat Karimata dan Laut Jawa.
Oleh karena masih sedikitnya penelitian mengenai hal tersebut, maka dianggap perlu untuk mencari hubungan antara seruakan dingin Asia dengan peningkatan tinggi gelombang, dalam hal ini di Selat Karimata dan Laut Jawa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sebab akibat, guna memperoleh gambaran mengenai akibat yang ditimbulkan oleh seruakan dingin terhadap kenaikan tinggi gelombang maksimum. Terdapat jeda waktu antara meningkatnya aktivitas seruakan dingin Asia di Laut Cina Selatan dengan meningkatnya tinggi gelombang di Selat Karimata dan Laut Jawa, sehingga dapat dilakukan antisipasi dini dampak gelombang tinggi yang ditimbulkan. Akhirnya hasil yang diharapkan dalam penelitian ini diharapkan mampu menjadi pengetahuan baru dalam melakukan prediksi tinggi gelombang di Selat Karimata dan Laut Jawa ketika terjadi seruakan dingin Asia.

Indonesia is an archipelagic state in the tropical area with 2 (two) seasons (rainy season and dry season), which is predominantly covered by ocean. Seasons in Indonesia are highly affected by the activity of East Asian cold monsoon that also plays the role in the appearance of Asian cold surge activity which brings cold air mass from the northern hemisphere to the southern hemisphere through the maritime continent (cross equatorial flow). These condition consequently causes the formation of distributed rain clouds with relatively long duration in that area. In addition to the increases of rainfall intensity and duration, it is highly suspected that Asian cold surge also gives the impact in escalating wave height in the area. These are because the movement of prevailing wind in which it flows in a relatively long time so that it raise the height of the wave, especially in Karimata Strait and Java Sea.
Due to the lack of research on that topic, it is necessary to find the relationship between Asian cold surge and the escalation of wave height, which in this case, is focused in the area of Karimata Strait and Java Sea. Cause-effect approach is used, in order to acquire the depiction regarding the resulting effect of cold surge on maximum wave height escalation. There is a time delay between the increase of Asian Cold Surge activity and the escalation of wave height in Karimata Strait and Java Sea. Due to this premise, it is possible to perform an early anticipation on the upcoming impact of high wave. Finally, results of this research are expected to become a new knowledge in performing the prediction of wave height in Karimata Strait and Java Sea should the Asian cold surge occurs.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>