Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80389 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Karakteristik lapisan ionosfer, baik variasi harian, musiman, maupun variasi yang berkaitan dengan aktivitas matahari perlu diketahui untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu lapisan ionosfer adalah lapisan E yang berada pada ketinggian sekitar 100 km. Karakteristik lapisan E ionosfer diteliti untuk pengembangan model gangguan ionosfer terhadap propagasi gelombang radio. Makalah ini membahas karakteristik lapisan ionosfer dari 3 stasiun pengamat dirgantara LAPAN di Tanjungsari-Sumedang (6.5 derajat LS, 107.47 derajat BT, Kototabang (0.2 derajat LS, 100.3 derajat BT), dan Biak (1.2 derajat LS, 136.00 derajat BT). Data yang digunakan masing-masing adalah data Tanjungsari tahun 2001-2006, Kototabang tahun 2005-2006, dan Biak tahun 2005. Data pendukung yang digunakan adalah indeks T, sebagai indikator aktivitas matahari. Hasil penelitian menunjukkan maksimum frekuensi kritis lapisan E (foEs)tercapai pada pukul 12:00, yang menunjukkan pengaruh posisi matahari (sudut zenith) pada pembentukan lapisan E. Besarnya foE bervariasi antara 2.2-4.5 MHz. Variasi musiman nampak lebih jelas pada saat aktivitas matahari tinggi (tahun 2001-2003), dimana foE tinggi pada bulan Oktober sampai Maret dan rendah pada bulan April sampai September. Pada saat aktivitas matahari rendah, variasi musiman ini kurang jelas. Variasi aktivitas matahari tidak terlalu jelas dampaknya pada frekuensi kritis lapisan E ionosfer. Korelasi antara median foE dengan indeks T juga rendah (R = 0,2638). Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah lapisan ionosfer, pengaruh aktivitas matahari semakin kecil. Perbadingan karakteristik antar stasiun pengamat menunjukkan bahwa pada tingkat aktivitas matahari rendah pada tahun 2005, ketiga stasiun (Biak, Tanjungsari, Kototabang) mempunyai karakteristik foE yang hampir sama. Nilai maksimum median foE sekitar 3.7 MHz, sedangkan nilai minimumnya sekitar 2.15 MHz."
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Komunikasi radio HF (3-30 MHz) dapat mencapai jarak jauh dengan bantuan lapisan ionosfer yang bersifat memantulakn gelombang radio pada rentang frekuensi tersebut. Salah satu lapisan ionosfer tersebut adalah lapisan E yang berada pada ketinggian sekitar 100 km. Lapisan E dapat mendukung komunikasi radio HF pada siang hari untuk jarak kurang dari 2000 km. Komunikasi menggunakan VHF dapat mencapai jarak sampai 3500 km dengan dukungan lapisan E, terutama ketika terjadi lapisan E sp[oradis dengan frekuensi kritis lebih dari 5 Mhz.
"
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam penelitian ini dikaji dua model empiris lapisan E yaitu model Hunsucker-
Hargreaves dan Edinburgh. Analisis dilakukan terhadap data foE hasil simulasi menggunakan dua model tersebut dan data hasilnya dibandingkan dengan data foE hasil pengamatan di Tanjungsari (6,91ºLS, 107,83ºBT) tahun 2001-2002 dan 2009. Dari analisis yang telah dilakukan diperoleh empat kesimpulan yaitu: Pertama, model Hunsucker-Hargreaves dan Edinburgh sama-sama mampu menunjukkan variasi harian, musiman, dan variasi skala siklus Matahari dari lapisan E; Kedua, dua model tersebut tidak mampu menunjukkan variasi lapisan E terhadap garis lintang; Ketiga, erdapat perbedaan cukup besar antara kedua model akan hasil perhitungan foE pada pukul 6:00 WIB dan 18:00 WIB; dan Keempat, jika dilihat dari segi perumusannya, maka model Hunsucker-Hargreaves lebih berpeluang untuk dibangun kembali menggunakan data foE regional Indonesia"
620 DIR 5:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Makalah ini membahas kaitan antara keberhasilan 9 kanal frekuensi untuk sirkit komunikasi distrik Pameungpeuk-Bandung dengan variasi harian lapisan ionosfer. Tujuannya untuk mengetahui ketergantungan keberhasilan kanal frekuensi yang dapat digunakan pada sirkit tersebut terhadap variasi lapisan ionosfer. Keberhasilan kanal frekuensi diamati dengan perangkat Automatic Link Establishment (ALE) dan data ionosfer diamati menggunakan ionosonda IPS51 di Pameungpeuk (7,65°LS, 107,96°BT). Sebagai contoh kasus digunakan data pengamatan bulan Juni 2013. Dari analisis disimpulkan bahwa dari 9 kanal frekuensi hanya 5 kanal yang dapat digunakan yaitu frekuensi 3,596 MHz, 7,0495 MHz, 7,102 MHz, 10,1455 MHz, 14,109 MHz. Kanal frekuensi 3,596 MHz dapat digunakan optimal pada malam hari karena pengaruh peningkatan absorpsi pada siang hari. Frekuensi 7,0495 MHz, 30MHz, dan 10,1455 MHz dapat digunakan dengan baik pada siang hari karena terjadi peningkatan kerapatan elektron lapisan ionosfer. Frekuensi 14,109 MHz dapat digunakan pada siang hingga malam hari karena adanya kemungkinan pemantulan oleh lapisan E-Sporadis. Frekuensi 18,106 MHz, 21,096 MHz, 24,926 MHz, 28,146 MHz tidak bisa digunakan karena lebih tinggi dari frekuensi maksimum lapisan ionosfer. Semua ini menujukkan bahwa keberhasilan komunikasi radio pada sirkit Pameungpeuk-Bandung bergantung kepada perubahan frekuensi lapisan ionosfer."
600 JADIR 11:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Ketinggian lapisan ionosfer mempengaruhi besarnya frekuensi yang dapat dipantulkan oleh lapisan Ionosfer. Munculnya lapisan E ionosfer yang dapat menghalangi perambatan gelombang radio antara pemancar dengan lapisan F, mengakibatkan perubahan frekuensi kerja suatu sirkit radio komunikasi. Dari hasil simulasi yang dilakukan, semakin jauh jarak suatu sirkit komunikasi, maka perubahan frekuensi kerja yang harus dilakukan akan semakin besar. Untuk jarak sirkit komunikasi 1000 km dengan frekuensi vertikal (fv) 4 MHz dan ketinggian lapisan E (h?E) 100 km serta ketinggian lapisan F(h?F) 250 km, frekuensi yang harus diubah pada saat munculnya lapisan E yang menghalangi perambatan gelombang radio pada lapisan F mencapai 8,76MHz. Dengan perubahan sebesar itu, penyesuaian perangkat maupun perijinan penggunaan frekuensi tidaklah mudah dilakukan. Tanpa adanya kesiapan baik dari sisi perangkat maupun perijinan penggunaan frekuensi, maka komunikasi radio tidak dapat dilakukan dan hal inilah yang dapat dinyatakan sebagai gangguan komunikasi radio HF akibat kemunculan lapisan E"
620 DIR 4:3 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Automatic Link Establishment (ALE) dapat digunakan untuk pengamatan propagasi gelombang radio HF (3-30MHz) secara real time. Dari hasil penerapan yang dilakukan, diperoleh data yang mewakili kondisi propagasi suatu sirkit komunikasi radio HF secara real time. Data yang diperoleh meliputi nilai frekuensi yang dapat digunakan, kualitas sinyal, dan identitas stasiun penerima. Informasi dari data tersebut disajikan secara real time dalam bentuk grafis pada sebuah alamat website yang dapat diakses secara umum, yakni www.hflink.net. Informasi grafis yang dihasilkan merupakan garis penghubung antara stasiun dengan warna yang berbeda-beda. Warna tersebut menyatakan nilai frekuensi kerja yang dapat digunakan. Selain itu berdasarkan hasil analisis perbandingan antara data dari salah satu sirkit ALE dengan hasil pengamatan menggunakan Ionosonda, diperoleh kesesuaian data ALE dengan variasi lapisan ionosfer. Berdasarkan hasil tersebut, maka sistem ALE untuk pengamatan propagasi gelombang radio HF secara real time dapat diterapkan.
"
621 DIRGA 12:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengamatan ionosfer di Stasiun Pengamat Dirgantara LAPAN Tanjungsari-Sumedang (6,5 derajat LS, 107,47 derajat BT) tahun 2001-2002 menunjukkan adanya lapisan E sporadis cukup banyak. Variasi musiman menunjukkan maksimum pada bulan Desember-Januari dan Juli-Agustus, sedangkan minimum pada bulan Maret-April dan Oktober-Nopember. Puncak kemunculan lapisan E sporadis pada tahun 2001 terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 95 persen, sementara untuk tahun 2002 pada bulan Januari sebesar 88,9 persen. Besarnya foEs secara umum antara 3 sampai 6 MHz, namun ada beberapa kejadian dimana foEs lebih dari 10 Mhz.
"
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edwards Taufiqurrahman
"ABSTRAK
Terjadinya tsunami menyebabkan adanya transfer energi dari gelombang tsunami di permukaan laut ke atmosfer di atas laut yang dilalui oleh tsunami, lalu diikuti oleh penjalaran gelombang secara vertikal ke atas hingga mencapai ionosfer. Berikutnya gelombang vertikal ini menyebabkan terjadinya gangguan di ionosfer yang ditunjukan dengan adanya fluktuasi nilai diferensial total electron content TEC di ionosfer. Fluktuasi dTEC dinyatakan sebagai travelling ionospheric disturbance TID yang antara lain dipengaruhi oleh tsunami. Kecepatan TID, tinggi gelom-bang serta periodenya diyakini berkaitan dengan berbagai aspek oseanografis dan sifat fisis atmosfer.Analisis TID dari total electron content TEC di atmosfer pada saat terjadinya tsunami Sumatra ndash;Andaman 26 Desember 2004 telah dilakukan. Tsunami tersebut disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan Mw=9,2, menyebabkan adanya rupture di sepanjang zona subduksi dari kepulauan Simeulue 3,3 LU 95,98 BT hingga kepulauan Andaman 13,58 LU 92,65 BT , dan tsunami menjalar dari sepanjang zona rupture tersebut. Studi ini bertujuan untuk: 1 menganalisis tinggi gelombang dan periode TID, dan 2 untuk menentukan kecepatan TID dan kaitannya dengan kecepatan tsunami.Didapatkan hasil bahwa TID saat kejadian memiliki tinggi gelombang rata-rata 0,161 TECU dan periode 16 menit. Juga disimpulkan suatu gelombang tsunami yang merambat dengan kecepatan rata-rata sekitar 802,4 km/jam akan diikuti dengan adanya gelombang di ionosfer yang melaju horizontal dengan kecepatan 669,9 km/jam. Waktu sampainya tsunami dan waktu munculnya TID berselisih dengan rata-rata selisih waktunya 0,56 jam, yang menunjukkan adanya perambatan secara vertikal dengan kecepatan 625 km/jam.

ABSTRACT
Tsunamis can cause energy transfer from the the wave in the ocean to the atmo phere above it, and followed by vertical wave propagation from the sea surface to the ionosphere. Then the vertically propagated wave causing disturbance in the ionosphere, showed by fluctuation of the differential TEC. The fluctuation are known as travelling ionospheric disturbance TID . The TID velocity, wave height and period is believed to be linked with ocenographic and physical properties of the atmosphere.The analysis of TID from total electron content TEC in the atmosphere at the time of the Sumatra ndash Andaman tsunami on December 26, 2004 had been done. The tsunami caused by an earthquake with magnitude Mw 9 2, causing rupture along the subduction zone from the Simeulue island 3,3 N 95,98 E to the Andaman islands 13,58 N 92,65 E , and tsunami was propagated from the rupture zone. This study aimed to 1 analyze the TID wave height and periods, and 2 to measure the TID velocity and its relation with the tsunami velocity.Results showed that the TID from the event have an average wave height of 0.161 TECU and period of 16 minutes. And also it was showed that a tsunami wave with average velocity of 802.4 km h will be followed by a TID with average velocity of 669.9 km h. Tsunami travel time and TID time have difference about0.56 hour, showing that there was a vertical wave with average velocity 625 km h."
2016
T47038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Makalah ini membahas tentang konsep dasar riset ionosfer regional. Konsep
penelitian dan pengembangan pengetahuan dinamika ionosfer regional dan
pemanfaatannya telah disusun berdasarkan tugas dan fungsi Bidang Ionosfer dan
Telekomunikasi. Tiga tahapan dalam rangkaian penelitian, pengembangan, dan
pemanfaatan pengetahuan dinamika ionosfer adalah pembangunan bank data ionosfer
regional, penelitian dan pengembangan dinamika ionosfer regional, dan pengembangan
kemasan hasil riset untuk pemanfaatan. Pengembangan bank data ionosfer regional
dimaksudkan sebagai dasar penopang yang kuat bagi kegiatan penelitian dan
pengembangan. Kegiatan penelitian dan pengembangan diarahkan untuk memahami
dinamika ionosfer regional dan pengaruhnya terhadap komunikasi dan navigasi.
Pengemasan hasil riset dimaksudkan agar informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan pengguna. "
620 DIR 15:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Satu parameter yang penting untuk menunjukkan akurasi GPS (Global
Positioning System) dalam penentuan posisi adalah UERE (User Equivalent Range
Error). Parameter ini akan lebih memberikan akurasi presisi tinggi yang signifikan
kepada pengguna GPS bila disertai dengan informasi geometri visible satellite yang
lebih dikenal dengan DOP (Dilution Of Precision). Salah satu komponen dari UERE
adalah galat yang disebabkan lapisan ionosfer. Dengan menggunakan data TEC
Bandung dan model DOP Bandung, dapat dilakukan perhitungan total galat GPS
untuk mengetahui UERE. Hasil perhitungan program error budget menunjukkan
bahwa ionosfer memberikan kesalahan terbesar terhadap UERE."
620 DIR 11:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>