Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The study was aimed to determine a proper time of measuring soybean nitrate reductase activities, and to what extend direct and indirect effect of those traits to the soybean yield and its component.
The experiment was arranged in Randomized Completely Block Design with three blocks as replications. Six soybean varieties: Burangrang, Wilis, Tanggamus, Cikuray, Mallika, and Gamallika were used. In-vivo nitrate reductase activities were measured at seedling stage (14 dap), when root nodule start to be active (25 dap), maximum growth stage (34 dap), flowering stage (42 dap), and grain filling period (63 dap). Correlation and path analysis was applied to the data collected to determine direct and indirect effect of nitrate reductase activity, growth and yield components to the soybean yield.
The results showed that the proper time of measuring nitrate reductase activity was at 42 dap (flowering stage). Large direct effect to grain yield per plant was indicated by seed number per plant, total dry weight, 3-seeded pods per plant and nitrate reductase activity total leaf fresh weight at 42 dap; meanwhile, number of filled pods per plant, number of branch per plant, and number of productive node per plant had a negative direct effect but the indirect effect was larger through seed number. It indicated that the seed number per plant, total dry weight, 3-seeded pods per plant and nitrate reductase activity total leaf fresh weight at 42 dap may be used for soybean yield selection."
580 AGR 19 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Kedelai merupakan komoditi tanaman pangan nomor tiga setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan salah satu tanaman penting karena merupakan sumber protein nabati utama yang berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia, ternak dan juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri. Sebagai tanaman nomor tiga setelah padi dan jagung, biji kedelai kandungan protein yang relatif tinggi yaitu sekitar 34,9%. Oleh karena itu kedelai cukup potensial untuk dikembangkan sebagai sumber makanan tambahan."
600 SATEK 3:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Raodah Garuda
"ABSTRAK
Kedelai adalah salah satu tanaman pangan strategis dan penting di Indonesia. Komoditas ini digunakan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan berbagai produk industri. Papua memiliki potensi untuk pengembangan kedelai karena didukung oleh lahan dengan luas mencapai 2,75 juta ha yang tersebar di sentra pengembangan kedelai, yaitu Kabupaten Keerom, Nabire, Jayapura, Merauke, dan Sarmi. Selain lahan yang cukup luas, teknologi budi daya spesifik lokasi juga sudah tersedia untuk dikembangkan di Papua. Pengembangan kedelai di Papua memerlukan dukungan kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kebijakan yang diperlukan antara lain berupa program dan insentif bagi petani kedelai agar mereka berpartisipasi penuh menerapkan teknologi yang telah dihasilkan melalui penelitian. Kebijakan lainnya dalah mendorong BUMN, swasta, dan koperasi untuk mengembangkan agroindustri di Papua. Keterpaduan program pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat mendorong minat petani mengembangkan kedelai sebagai tanaman prioritas. Penyediaan sarana produksi, pengembangan pasar, dan harga yang layak bagi petani mutlak diperlukan untuk menjamin keberlanjutan produksi kedelai di Papua."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2017
630 JPPP 36:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Aufar Husaini
"Tugas akhir ini merupakan penelitian yang ditujukan untuk mengembangkan model dinamik pertumbuhan tanaman dengan metode Artificial Neural Network (ANN), dimana model ini memetakan hubungan antara input (massa tanaman sebelum, nutrisi, usia, serta lingkungan) dan output (pertambahan massa tanaman periode berikutnya). Metode ini dipilih berdasar pertimbangan bahwa tanaman bisa dilihat sebagai satu sistem, dimana sistem ini cukup rumit karena bersifat dinamik, non-linear, dan time-variant. Penelitian yang akan dilakukan meliputi penanaman tanaman dengan metode deep water culture (DWC), pengambilan data tanaman dan lingkungan baik secara manual atau dengan sensor yang dikirim ke server, dan pelatihan ANN untuk menemukan model yang paling tepat.
Data-data yang diambil selanjutnya diolah dan dipilah menjadi data pelatihan dan validasi. Data-data pelatihan dikumpulkan dalam database yang terdiri dari input dan output yang digunakan untuk melatih model. Terdapat beberapa model yang memiliki variasi gaya, arsitektur, dan kedalaman pelatihan (skor cost). Hasil akhir menunjukkan bahwa pemodelan pertumbuhan tanaman dengan ANN dapat dilakukan dan memiliki performa yang lebih baik daripada dengan pendekatan persamaan linear. Performa terbaik ditunjukkan oleh arsitektur residual dua sisi dengan rerata error mutlak 7.7634%.


This final project is a research aimed at developing a dynamic model of plant growth using the Artificial Neural Network (ANN) method, where this model maps the relationship between inputs (prior plant mass, nutrition, age, and environment) and output (increase in plant mass for the next period) . This method was chosen based on the consideration that plants can be seen as a system, where the system is quite complicated because it is dynamic, non-linear, and time-variant. The research that will be carried out includes planting plants with a deep water culture (DWC) method, taking plant and environmental data either manually or with sensors sent to the server, and ANN training to find the most appropriate model.
The data taken is then processed and sorted into training and validation data. Training data is collected in a database consisting of inputs and outputs used to train the model. There are several models that have variations in style, architecture, and depth of training (cost score). The final results show that modeling of plant growth with ANN can be done and has better performance than the linear equation approach. The best performance is shown by the two-sided residual architecture with an average absolute error of 7.7634%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniar Yusuf
"Untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadap hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) varietas Orba, biji-biji kedelai direndam dalam berbagai konsentrasi kolkisin, masing-masing selama 3, 6, dan 9 jam. Konsentrasi kolkisin yang dimaksud adalah 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm. Selanjutnya biji tersebut ditanam dalam kantung polietilen hitam. Metode penelitian adalah rancangan acak lengkap. Analisis variansi 2 faktor pada a = 0,05 menunjukan bahwa lama perendaman biji berpengaruh terhadap jumlah polong dan biji, nilai tertinggi berturut-turut dihasilkan 22,87 polong dan 42,20 biji, yaitu pada perendaman 3 jam. Tingkat konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu seberat 16,19 g/100 biji. Jumlah polong dan biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 0 ppm, masing-masing dengan nilai 34,56 polong dan 62,22 biji. Interaksi lama perendaman biji dan tingkat konsentrasi kolkisin hanya berpengaruh terhadap ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada lama perendaman 9 jam dengan tingkat konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu 19,44 g/100 biji. Persentase protein meningkat sejalan dengan besarnya konsentrasi dan lama perendaman biji dalam larutan kolkisin sedangkan persentase karbohidrat menurun pada semua perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, S.M.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1995
581.1 SIT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"The growth and development of predatory beetle Chilocorus politus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) feeding on scale insect Coccus viridis Green (Homoptera: Coccidae) was studied in the Biological Control Laboratory, Faculty of Agriculture, Gadjah Mada University, from August 2004 until March 2005. Eggs of C. politus were collected from the predator generation that formerly feeding on coconut-palm scale-insect (Aspidiotus destructor Signoret (Homoptera: Diaspididae)). Upon hatching, the newly first instars of the predator were then cultured on alive C. viridis that were collected from shoots and leaves of coffee. The larvae were allowed to grow and develop into adults"
580 AGR 19 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar Darlan
"Tujuan utama dari penelitian ini untuk mengetahui efektifitas fortifikan zat besi dengan mengunakan variasi fortifikan FeSO4.7H2O campuran FeSO4 .7H2O + Na2H2EDTA .2H2O dan NaFeEDTA serta ketersediaan zat besi dalam sistim tubuh manusia dengan mengunakan metoda in vitro untuk mendapatkan fortifikan ideal pada sampel berbasis kedelai seperti pada susu kedelai cair dan tempe. Fortifikasi disini dipengaruhi oleh keberadaan fitat sebagai inhibitor besi yang terdapat pada kedelai. Kandungan fitat ditentukan metoda Davies dan Reid dengan mengunakan spetrofotometer UV-Vis dengan memakai larutan standar NaFitat 0,2 mM dan Ketersediaan secara in vitro dengan mengunakan metoda Svanberg. Kandungan fitat didapat pada susu kedelai cair 48,5 mg/100 mL dan tempe 188,4 mg/10 g. Molar rasio pada susu kedelai cair 9,22 dan tempe 2,34. Fortifikasi ideal dalam 10 g tempe adalah rentangan 70-150 mg untuk FeSO4.7H2O, 65 ? 125 mg untuk FeSO4.7H2O + Na2H2EDTA .2H2O dan 25-45 mg untuk NaFeEDTA. Fortifikasi ideal dalam 100 mL susu cair kedelai adalah rentangan 225-450 mg untuk FeSO4.7H2O, 175-350 mg untuk FeSO4.7H2O + Na2H2EDTA .2H2O dan 130-320 mg untuk NaFeEDTA.

The main goal of this research to know the efectiveness of fortification using variety of fortifican such FeSO4.7H2O mixture FeSO47H2O + Na2H2EDTA 2H2O and NaFeEDTA also availability of iron compound in body system by using in vitro methode to get ideal fortification in soy bean based sample such soymilk and tempe.This fortification influence by phytate as iron inhibitor in soybean. Phytate content was determined by Davie and Ray methode using spectrophotometer Uv- Vis, standar curve was measure using the Naphytate standar solution (0,2 mM) and availability in vitro using Svanberg methode. The phytate content in soymilk 48,5 mg/100 ml and tempe 188,4 mg/10 g of sampel. Phytate/iron molar ratio in soymilk 9,22 and tempe 2,34. The ideal fortification in 10 g tempe was range 70-150 mg for FeSO47H2O, 65 ? 125 mg for FeSO47H2O + Na2H2EDTA 2H2O and 25-45 mg for NaFeEDTA. The Ideal fortification in 100 mL soy milk was range 225-450 mg for FeSO47H2O, 175-350 mg for FeSO47H2O + Na2H2EDTA 2H2O and 130-320 mg for NaFeEDTA."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T31891
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Lina Yuliana
"Kedelai (Glycine max.(L) Merrill) merupakan bahan pangan sumber protein nabati dan zat gizi lain. Selain mengandung zat gizi, kedelai juga mengandung zat anti gizi. Salah satu zat anti gizi tersebut adalah asam fitat. Besi (Fe) adalah salah satu mineral yang ketersediaannya paling dipengaruhi oleh fitat. Asam fitat dalam makanan berbahan dasar kedelai dapat menghambat penyerapan zat besi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh degradasi asam fitat pada penyerapan zat besi pada makanan berbasis kedelai seperti tempe, tahu dan susu kedelai, dan untuk membandingkan pengaruh penambahan FeSO4.7H2O dan ferrous bisglycinate sebagai fortifikan zat besi. Fortifikan zat besi divariasikan dengan menambahkan Fe total yang berbeda pada setiap sampel berdasarkan kurva kalibrasi asam fitat.
Hasilnya menunjukkan bahwa efektivitas tertinggi untuk 30 g kedelai pada tahu, tempe dan susu kedelai dengan penambahan FeSO4.7H2O adalah 25 mg (tahu), 50 mg (tempe) dan 100 mg (susu kedelai), dan untuk ferrous bisglycinate adalah 36 mg (tahu), 36 mg (tempe), dan susu kedelai 75 mg. Ferrous bisglycinate secara signifikan lebih efektif digunakan sebagai fortifikan zat besi pada bahan pangan berbasis kedelai dibandingkan dengan FeSO4.7H2O, karena ferrous bisglycinate berada dalam bentuk kompleks yang stabil dan bersifat sebagai agen pengkelat yang melindungi Fe dari inhibitor seperti asam fitat.

(Glycine max.(L) Merrill) is one of the protein sources which also containing other nutrients. Besides nutrients, soybean also contains anti nutrient compounds, one of them is phytic acid. Iron (Fe) may be the trace element which bioavailability is most influenced by phytate. Phytic acid in soy-based foods inhibits iron.
The aim of this study was to investigate the influence of phytic acid degradation on iron absorption from soy-based foods tempeh, tofu and soya milk, and to compare the effects of addition FeSO4.7H2O and ferrous bisglycinate. The iron fortificant was varied by adding different total iron (Fe) based on calibration curve of phytic acid.
The result shows that the highest effectivity for 30 g soybean in soy-based foods tofu, tempeh and soya milk with the addition of FeSO4.7H2O is 25 mg (tofu), 50 mg (tempeh) and 100 mg (soya milk), and for ferrous bisglycinate is 36 mg (tofu) , 36 mg (tempeh), and soy milk 75 mg. Ferrous bisglycinate was significantly more effective as iron fortificant in soy-based foods than FeSO4.7H2O as the result of stable complex and chelating agent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Astri Faradiba
"Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi adalah strategi yang layak saat ini untuk meningkatkan asupan mineral zat besi. Dalam penelitian ini, kedelai dalam olahan tahu, tempe, dan susu diuji untuk kesesuaian sebagai media fortifikasi dengan zat besi. Ferrous fumarate dan ferrous bisglycinate ditambahkan pada beberapa variasi penambahan dan diuji bioavailabilitasnya secara in vitro pencernaan. In vitro pencernaan pada pangan berbasis kedelai menggunakan enzim pepsin dan campuran enzim pancreatin beserta extract bile. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bioavailabilitas zat besi yang difortifikasi pada pangan berbasis kedelai dapat terserap baik pada tahu dengan nilai efektivitas 94,86% untuk ferrous fumarate dan 77,14% untuk ferrous bisglycinate.

Fortification of staple foods with iron is a viable strategy at this time to increase the intake of iron minerals. In this study, processed soy in tofu, tempeh, and milk were tested for suitability as a medium for fortification with iron. Ferrous fumarate and ferrous bisglycinate added on some additional variations and tested its bioavailability in vitro digestion. In vitro digestion in soybean-based food using the pepsin enzyme and pancreatin enzyme mix along with extract bile. The results of this study indicate that the bioavailability of iron in fortified soy-based food can be absorbed well in tofu with the effective value for ferrous fumarate 94.86% and 77.14% for ferrous bisglycinate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>