Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92413 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The Judical Commission was establised to achieve professional, clean (corruption-collusion-nepotism free), and respectable judicial power which is also publicly sensible. Judges not only serve as mouthpieces of the law but also carry the law enforcement responsibility, in which their verdicts must reflect justice, fairness, expediency, and legal certainty. The impression among many Indonesians that Indonesia´s judiciaries have been tarnished due to the common practices of legal distortion has sadly confirmed that judical institution is identical to mafia law. The Constitutional Court´s verdict annulling the Law No. 2 CE 2004 (UU No. 2/2004)on Judical Commission which serves as legal basis for the commission´s operation has spoiled the organization´s effort in exercising its authority. This research is normative-applying legislation approach-and futuristicin nature. The research materials from academic literatures are thoroughly analyzed based on existing law, ita revision, and its future needs. The findings suggest (1) that Judical Commission be given more extensive authority in monitoring incumbent judges both in provincial and in regional levels in order to achievethe law supremacy, (2) that the judges´ autonomy and judical authority be balanced with better individual religious values which are in line with the code of ethic, and (3) that the Judical Commission implement good governance as it should.Keywords : The Authority of Judical Commission, Monitoring, Judge."
320 AJH 1:3 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dodi Widodo
Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2009
347.01 MEN (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Purnomo
"Tesis ini membahas upaya yang dilakukan Komisi Yudisial dalam penguatan peran pengawasan hakim melalui masyarakat sipil (civil society). Jaringan kerja (jejaring) Komisi Yudisial merupakan kekuatan Komisi Yudisial untuk memperkuat peran pengawasan hakim sekaligus modal sosial dalam implementasi berbagai kebijakan dan program/ kegiatan. Kelemahan dan kendala yang dihadapi Komisi Yudisial diantisipasi dengan melakukan kerjasama dengan jejaring untuk memperkuat posisi dan peran dalam pengawasan hakim.

This thesis describes the efforts of the Judicial Commission in through civil society. Networks is the strength of the Judicial Commission Judicial to strengthen the supervisory role of judges as well as social capital in the implementation of various policies and programs / activities. Weaknesses and constraints faced by the Judicial Commission is anticipated to conduct cooperation with the network to strengthen the position and role in the supervision of judges."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28002
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Triya Indra Rahmawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas fungsi pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim di
Indonesia, dari sudut pandang politik hukum. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan perbandingan hukum,
pendekatan sejarah dan pendekatan hermeunetik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa gagasan fungsi pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim
dalam proses perubahan UUD 1945 dimaksudkan sebagai bentuk pengawasan
eksternal atas perilaku hakim dan hakim agung dalam penyelenggaraan peradilan.
Sedangkan di berbagai negara, baik negara common law dan civil law, dalam
konstitusinya memberikan fungsi kepada lembaga khusus untuk melakukan
pengawasan terhadap hakim, atas dasar perilaku dan ketidakmampuan dalam
menjalankan tugas. Di masa yang akan datang, perlu dilakukan pengaturan yang
lebih mendetail terkait dengan konsep pengawasan Komisi Yudisial terhadap
hakim di Indoensia. Selain itu, jika merujuk pada pengaturan fungsi pengawasan
Komisi Yudisial pada berbagai negara, baik civil law maupun common law, pada
nantinya Komisi Yudisial diharapkan dapat melakukan fungsi pengawasan
terhadap keseluruhan hakim, baik hakim dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung
dan badan peradilan, serta Hakim Konstitusi.

ABSTRACT
The focus study of this thesis is the oversight function on the judicial commission
against judges in Republic of Indonesia from a political point of view of law. This
research is a normative research that use comparative, hictorical, and hermeunetic
approach. These results indicate that the idea of oversight functions of the Judicial
Commission of the judges in the process of changing the Constitution of 1945
intended as a form of external control over the behavior of judges and justices in
the administration of justice. While in many countries, both state common law and
civil law, the constitution provides functions to specialized agencies to carry out
supervision of the judge, on the basis of the behavior and inability to perform
tasks. In the future, need to be carried out more detailed arrangements relating to
the concept of supervision of the Judicial Commission of the judges in Indonesia.
In addition, when referring to the various countries, both civil law and common
law, the Judicial Commission will be expected to perform the function of the
overall supervision of judges, both judges and ad hoc judges in the Supreme Court
and judicial bodies, as well as the Constitutional Court"
2012
T30733
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harman Benediktus
"Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyatakan pemberlakuan kembali UUD 1945. Sejauh menyangkut kekuasaan kehakiman, UUD 1945 mengaturnya dalam Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945. Baik dalam kedua Pasal tersebut maupun dalam penjelasannya dikatakan bahwa kekuasaan kehakiman bukan bagian dari kekuasaan pemerintahan negara, ia merupakan kekuasaan negara yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan-kekuasaan negara lainnya. Untuk menjaga kekuasaan kehakiman yang merdeka, UUD mensyaratkan pula agar UU menjamin kedudukan hakim-hakim. Tentang pengangkatan dan pemberhentian hakim, UUD juga meminta kedua masalah itu diatur dalam UU disertai larangan kepada pembuat UU untuk mereduksi atau mengurangi kemerdekaan kekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsinya.
Kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan prasyarat agar ia leluasa dalam menjalankan fungsi utamanya yaitu menerapkan Cita Hukum (Rechtsidee) dalam perkara-perkara kongkret. Artinya kekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsinya harus menjadikan .Cita Hukum sebagai patokan dasar mengenai adil dan tidak adil dan karenanya dapat mengesampingkan segala peraturan produk kekuasaan negara lainnya jika diyakininya bertentangan dengan Cita Hukum.
Pada tingkat pelaksanaan, karakter kekuasaan kehakiman sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang diterapkan. Jika konfigurasi politiknya demokratis maka kekuasaan kehakiman akan tampil otonom, terpisah dari kekuasaan pemerintahan negara dan dalam menjalankan fungsinya tidak dipengaruhi dan dikendalikan kehendak-kepentingan kekuasaan negara lainnya. Sebaliknya jika konfigurasi politik yang diterapkan tidak demokratis atau otoriter maka kekuasaan kehakiman tampil tidak otonom, menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan negara, dan karena itu hanya menjalankan fungsi sebagai instrumen untuk melaksanakan dan mengamankan kebijakan yang ditetapkan kekuasaan pemerintahan negara.
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari konfigurasi politik terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak Dekrit 5 Juli 1959 itu, terdapat dua model sistem politik yang berlaku di Indonesia yaitu sistem politik Demokrasi Terpimpin (1959-1965) dan sistem politik Demokrasi Pancasila (1965-1996/1997). Pada era sistem politik Demokrasi Terpimpin kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No 19 tahun 1964 dan UU No 13 tahun 1965. Sedangkan pada periode sistem politik Demokrasi Pancasila, kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No 14 tahun 1970 sebagai UU pokok dan beberapa peraturan perundangan lainnya. Dari penelitian ini terlihat bahwa konfigurasi politik yang executive heavy sangat mewarnai proses pembentukan UU yang mengatur kekuasaan kehakiman. Kedudukan kekuasaan kehakiman menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan negara dan fungsi utamanya ialah menjalankan kebijakan yang ditetapkan kekuasaan pemerintahan negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Koesnoe
Surabaya: Ubhara Press, 1998
R 347.014 KOE k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sahruni Hasna Ramadhan
"Indonesia baru saja menyelesaikan Pemilu 2004, sebagai Pemilu ke sembilan terhitung sejak Indonesia merdeka. Hal menarik dari Pemilu 2004 adalah karena selain sistem Pemilu baru dan kompleks, pemilih juga tidak hanya memilih partai tetapi juga memilih langsung calon anggota legislatif dan DPD untuk mewakilinya di badan legislatif. Selain itu melalui Pemilu 2004 masyarakat Indonesia untuk pertama kalinya memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Untuk memperkenalkan sistem dan metode pemilihan yang baru di dalam Pemilu 2004. Mengingat pentingnya menyebarkan informasi yang komprehensif tentang seluk beluk Pemilu 2004, Komisi PemiIihan Umum (KPU) sebagai badan penyelenggara Pemilu menyusun kebijakan sosialisasi melalui Keputusan KPU Nomor 623 Tentang Informasi Pemilu dan Pendidikan Pemilih. Tujuan kebijakan KPU adalah untuk menyebarkan informasi mengenai tata cara teknis penyelenggaraan Pemilu dan menyebarluaskan informasi mengenai alasan, tujuan dan cara penyelenggaraan Pemilu. Sasaran kebijakan KPU tersebut adalah; (1) untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang tata cara teknis penyelenggaraan Pemilu yang langsung, umum, babas, rahasia, jujur, adil dan beradab; (2) menumbuhkan kesadaran pemilih akan hak dan kewajiban sebagai warga negara; (3) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pemilu; (4) meningkatkan kemampuan pemilih dalam menggunakan hak suaranya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebijakan dan strategi yang telah dilakukan KPU dalam melaksanakan sosialisasi Pemilu 2004. Sasaran sosialisasi Pemilu 2004 adalah masyarakat, khususnya pemilih. Berkaitan dengan itu, agen-agen sosialisasi yang ada di tengah-tengah masyarakat memegang peranan yang cukup signifikan dalam menyalurkan pesan-pesan politik yang ingin disampaikan oleh KPU. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan KPU dan strategi sosialisasi yang dilakukan oleh KPU, di dalam studi ini digunakan teori sosialisasi politik dan kampanye sosial. Kerangka social campaign menjelaskan bahwa KPU melakukan dua strategi utama dalam menyebarkan informasi Pemilu, yaitu; strategi above the line dan below the line, selain itu KPU bekerja sama dengan OMS dan LSM untuk melakukan sosialisasi tatap muka dengan semua kelompok sasaran. KPU juga menggunakan fasilitas website www.kpu.go.id, untuk menginformasikan semua kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan KPU untuk melaksanakan Pemilu 2004.
Sosialisasi Pemilu 2004 dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap I adalah sosialisasi tentang sistem barn di dalam Pemilu 2004, pentingnya P4B, serta pencitraan terhadap KPU. Tahap II merupakan tahap menyebarkan informasi tentang agenda Pemilu yaitu penyelenggaraan Pemilu Legislatif pada tanggal 5 April, dan pengenalan profil para peserta Pemilu 2004. Pada tahap ini KPU mencetak ribuan poster, leaflet dan brosur tentang tata cara memilih. Tahap III adalah sosialisasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran I dan II. Di dalam tahap ini, KPU kembali mengajak pemilih untuk mendaftarkan diri di dalam P4B yang diperpanjang waktunya. Sosialisasi para calon Pilpres juga dilakukan melalui poster, leaflet dan stiker. Selain itu, dalam Pilpres putaran I dan II, KPU dibantu oleh IFES menyelenggarakan debat terbuka antar calon Presiden dan Wakil Presiden. Dalam melakukan ketiga tahap sosialisasi tersebut KPU melakukan sinergi dengan berbagai organisasi masyarakat, lembaga internasional LSM, serta media massa. Kelompok-kelompok tersebut membantu proses pendidikan pemilih, baik melalui cara pelatihan-pelatihan maupun simulasi tata cara teknis pemilihan.
Pencapaian KPU adalah tingkat awareness masyarakat sebagai akibat dari sosialisasi Pemilu 2004 melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Survey yang dilakukan IFES membuktikan bahwa 96,9% responden mengetahui informasi Pemilu dari televisi dan 42,4% dari radio. 68,0% mengetahui dari poster dan 51% dari spanduk, sisanya sebesar 46,6% dari surat kabar. Selain itu, persepsi masyarakat tentang KPU juga cukup baik, 90% cukup puas dengan kinerja KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2004 dan 74% percaya bahwa tidak ada korupsi di tubuh KPU, sementara 19% percaya ada korupsi. 82 % percaya bahwa KPU bersifat transparan, jujur dan independen dan 12% tidak percaya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>