Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118483 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hari Hendarto
"Latar Belakang: Beberapa penelitian terakhir menunjukkan adanya hubungan antara diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan kejadian hipotiroid subklinis (HSK). Penelitian lain menunjukkan bahwa pada DMT2 yang disertai HSK, angka kejadian retinopati ternyata lebih tinggi dibanding pada DMT2 yang tanpa disertai HSK. Pasien HSK sendiri diketahui mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian dislipidemia. Bagaimana hubungan antara dislipidemia dengan retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK, sampai saat ini masih belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui proporsi HSK pada pasien DMT2, hubungan antara HSK dengan kontrol glukosa darah, HSK dengan dislipidemia, serta hubungan antara dislipidemia dengan kejadian retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel adalah pasien dewasa yang sudah didiagnosis DMT2 minimal 1 tahun, yang berobat ke poliklinik rawat jalan Divisi Metabolik Endokrin RSCM yang memenuhi kriteria inklusi. Data-data yang dikumpulkan adalah kontrol glukosa (HbA1c), profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), TSHs, fT4 dan data retinopati. Data diambil dari rekam medis maupun pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Proporsi penyakit HSK pada pasien DMT2 sebesar 7.2 % dan sebagian besar berusia di atas 60 tahun. Tidak didapatkan perbedaan proporsi antara lakilaki dan perempuan. Dari analisis didapatkan pasien DMT2 dengan kontrol gula darah yang buruk (HbA1c >7) memiliki risiko 3,664 kali lebih besar mengalami HSK dibanding dengan pasien DMT2 yang gula darahnya terkontrol baik (p:0,010). Pada pasien DMT2 dengan HSK yang disertai dislipidemia, risiko terkena retinopati 2,76 kali lebih besar dibanding pasien tanpa dislipidemia (p:0,014).
Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara HSK dengan kontrol gula darah (HbA1c) pada pasien DMT2. Terdapat hubungan antara HSK dan dislipidemia pada pasien DMT2. Terdapat hubungan antara dislipidemia dengan kejadian retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK.

Background: Some recent studies suggest that there is a link between type 2 diabetes mellitus (T2DM) and the incidence of subclinical hypothyroid (SCH). Other studies have shown that if a T2DM is accompanied SCH, the incidence of retinopathy was higher than in the T2DM without SCH. SCH patients themselves are known to have a high risk of occurrence of dyslipidemia. The the relationship between the incidence of dyslipidemia and retinopathy in patients with T2DM with SCH, is still unknown.
Objective: To determine the proportion of SCH in patients with T2DM, the relationship between SCH and glycemic control (HbA1c), SCH with dyslipidemia, and dyslipidemia with the incidence of retinopathy in T2DM patients with SCH.
Methods: The study design used is cross sectional. Sample were adult patients who have been diagnosed with T2DM at least 1 year, who went to the outpatient ward of Metabolic Endocrine Division, Cipto Mangunkusumo Hospital. Collected data include glycemic control (HbA1c), lipid profile (total cholesterol, LDL, HDL, triglycerides), TSHs, FT4 and retinopathy data. Data were retrieved from medical records and laboratory tests.
Results: The proportion of SCH in patients with T2DM 7.2%, and mostly aged over 60 years. There were no differences in the proportion between men and women. From the analysis reveals the T2DM patients with poor blood sugar control (HbA1c >7) had 3.664 times greater risk of developing SCH compared with T2DM patients with well-controlled blood sugar (p:0.010). In patients with T2DM with SCH accompanied dyslipidemia, retinopathy risk 2.76 times greater than patients without dyslipidemia (p:0.014).
Conclusion: There is a significant relationship between the SCH and glycemic control in patients with T2DM, SCH and dyslipidemia and also between dyslipidemia and retinopathy in T2DM patients with HSK.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Destanti
"Diabetes Mellitus (DM ) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat perkotaan akibat gaya hidup dan stressor. Berbagai komplikasi dapat muncul apabila kadar glukosa tidak dikontrol dengan baik akibat resistensi insulin. Komplikasi yang muncul, perubahan gaya hidup, dan terapi yang harus dijalani sepanjang hidup mengakibatkan terjadinya masalah psikososial keputusasaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis mengenai asuhan keperawatan psikososial keputusasaan pada kilen dengan DM tipe 2. Hasil menunjukkan bahwa kondisi psikososial keputusasaan mungkin menyebabkan ketidakstabilan glukosa darah dan masalah fisik akibat komplikasi DM tipe 2 juga mempengaruhi keadaan psikososial keputusasaan.

Diabetes mellitus (DM) is the one of health problems in urban communities because their lifestyles and stressors. Various complications develop when glucose levels can not be controlled properly due to insulin resistance. Complications, lifestyle changes, and treatment can stimulate psychosocial problems including hopelessness. The purpose of this paper is to analyze the psychosocial nursing care about clients with hopelessness associated with DM type 2. The results show that hopelessness may induce unstable blood glucose level and physical problems as a result of complications of DM type 2.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vannya Damayanti Pradani
"Diabetes melitus merupakan penyakit yang menjadi perhatian seluruh dunia karena mengalami peningkatan angka penderitanya yang drastis secara global. Di Indonesia, diabetes melitus menjadi penyebab kematian terbesar ketiga. Untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas akibat komplikasi diabetes melitus, perlu dilakukan upaya manajemen diri. Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap manajemen diri adalah literasi kesehatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara literasi kesehatan dengan manajemen diri penderita diabetes melitus tipe 2 di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional pada 62 orang yang dipilih melalui purposive sampling. Hasil analisis melalui uji fisher’s exact menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara literasi kesehatan dan manajemen diri pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Kota Depok (p-value = 0,510, p > α). Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk membuat program kesehatan yang meningkatkan literasi kesehatan dan manajemen diri.

Diabetes mellitus is a disease that has become a worldwide concern due to the drastic increase in the number of sufferers. In Indonesia, diabetes mellitus is the third leading cause of death. To reduce mortality and morbidity due to complications of diabetes mellitus, self-management efforts need to be made. One factor that can influence self-management is health literacy. The purpose of this study was to determine the relationship between health literacy and self-management of patients with type 2 diabetes mellitus in Depok City. This study used a quantitative observational analytic method with a cross-sectional approach on 62 people selected through purposive sampling. The results of the analysis through fisher's exact test showed no significant relationship between health literacy and self-management in patients with type 2 diabetes mellitus in Depok City (p-value = 0.510, p> α). This study can be used as a basis for creating health programs that improve health literacy and self-management."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresna Adhiatma
"Latar Belakang. Populasi penderita DM tipe 2 semakin meningkat, seringkali disertai dengan komorbid, salah satunya depresi dengan prevalensi bervariasi. Depresi dapat mempengaruhi keluaran penyakit DM tipe 2. Beberapa obat antidepresan diketahui dapat mengganggu kontrol gula darah. Vitamin D, telah lama diketahui berkaitan dengan berbagai penyakit kronik, berpotensi memperbaiki gejala depresi, walaupun belum diketahui hubungannya.
Tujuan. Mengetahui adanya hubungan antara kadar vitamin D pada pasien DM tipe dengan kejadian depresi pada pasien dengan DM tipe 2.
Metode. Penelitian ini merupakan studi dengan desain potong lintang, dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pasien DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi pada, dilakukan penapisan depresi menggunakan kuesioner BDI-II, kemudian dibagi menjadi dua kelompok, depresi (BDI-II ≥14) dan tanpa depresi (BDI-II <14). Kemudian kedua kelompok dilakukan pemeriksaan kadar vitamin D, dan dilakukan analisis perbedaan rerata pada kedua kelompok tersebut. Kemudian dilakukan analisis multivariat regresi logistik terhadap variabel perancu.
Hasil. Dari 60 subjek dengan DM tipe 2 yang yang memenuhi kriteria, didapatkan 23 subjek (38,3%) yang depresi, dan 37 subjek (61,7%) yang tidak depresi. Didapatkan median kadar vitamin D 21,8 ng/mL (RIK 14,9-26,6) pada kelompok depresi, sementara median kadar vitamin D 26,5 ng/mL (RIK 23,96-34,08) pada kelompok tanpa depresi. Terdapat perbedaan bermakna antara keduanya (p = 0,001). Setelah dilakukan analisis multivariat dengan variabel perancu jenis kelamin, paparan sinar matahari, dan IMT, didapatkan adjusted odds ratio(adjusted OR) 1,123 (IK 95%: 1,003-1,259) dengan nilai p=0,045.
Kesimpulan. Kadar vitamin D yang lebih rendah meningkatkan kejadian depresi pada pasien DM tipe 2.

Background. The population of people with type 2 diabetes is increasing, which is often accompanied by comorbid, one of them is depression. The presence of depression can affect the outcome of type 2 diabetes mellitus. Some of antidepressants are known to interfere with blood sugar control. Vitamin D levels have long been known to be associated with a variety of chronic diseases, have the potential to improve symptoms of depression, although the relationship is not yet known.
Methods. This research is a cross sectional study conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital. Patients with type 2 DM who met the inclusion criteria on an outpatient basis were screened for depression using BDI-II questionnaire, then divided into two groups, depressed (BDI-II ≥ 14), and without depression (BDI-II <14). Then both groups were examined for vitamin D levels using the ELISA method, and an analysis of the mean difference between the two groups was performed.
Results. From the 60 subjects with type 2 DM who met the criteria, 23 subjects (38.3%) were depressed, and 37 subjects (61.7%) were not depressed. The median of vitamin D level was 21.8 ng/mL (IQR 14.9-26.6) in the depressed group, while the median vitamin D level was 26.5 ng/mL (IQR 23.96-34.08) in the non-depressed group (p = 0.001). After doing multivariate analysis with confounding variables the adjusted odds ratio was 1.123 (95% CI: 1.003-1.259) with p value=0.045.
Conclusion. Lower levels of vitamin D increase the incidence of depression in type 2 DM patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuikita Wachid
"Gangguan pada fungsi insulin membuat pasien diabetes mellitus tipe 2 mengalami kondisi hiperglikemia. Kondisi tersebut membuat pasien diabetes mudah terbangun di malam hari karena nokturia dan mempunyai durasi tidur yang pendek. Penurunan kualitas tidur pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, perubahan emosional dan dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kualitas tidur dengan manajemen perawatan diri. Penelitian ini juga meneliti variabel yang dapat mempengaruhi manajemen perawatan diri seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama penyakit diabetes, tingkat stress, dukungan keluarga dan ulkus diabetikum. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan menggunakan kuesioner karakteristik responden, pittsburgh sleep quality index, perceived stress scale, diabetes self-management questionnaire dan dukungan keluarga. Penelitian ini dilakukan pada 152 pasien diabetes mellitus tipe 2 yang terbagi menjadi 79 responden tanpa ulkus diabetikum dan 73 responden dengan ulkus diabetikum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 63.2 responden memiliki kualitas tidur yang buruk, 59.2 responden memiliki stress ringan, 57.2 responden memiliki dukungan keluarga buruk dan 56.6 memiliki perilaku manajemen perawatan diri diabetes baik. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan manajemen perawatan diri diabetes p < 0.05. Hubungan yang bermakna juga ditemukan pada variabel lama penyakit DM dan tingkat stress p < 0.05. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dukungan keluarga dan ulkus diabetikum dengan manajemen perawatan diri diabetes. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan manajemen perawatan diri diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Insulin disturbance on diabetes mellitus patients has lead them to have hyperglycemia. This condition makes diabetics had to wake up at night due to nocturia and they also had a short duration of sleep. Decreased sleep quality in patients with type 2 diabetes can interfere their daytime functions, alterations in emotions and decrease their quality of life. Purpose of this study was to examine relationship between sleep quality and self care management among diabetes type 2 patients. This study also added some variables that may affect management of self care such as age, gender, education level, duration of diabetes, stress levels, family support and diabetic foot ulcers. This research using cross sectional methods with questionnaire consist of patient characteristic, Pittsburgh sleep quality index, perceived stress scale, diabetes self management questionnaire and family support. This research has been conducted in 152 diabetes type 2 patients who were divided into 79 respondents without diabetic foot ulcers and 73 respondents with diabetic foot ulcers. Result of this study showed that 63.2 of respondents have poor sleep quality, 59.2 of respondents have mild stress, 57.2 of respondents have poor family support and 56.6 have good diabetes self management behavior. This study also found that there is a significant relationship between sleep quality with diabetes self care management p 0.05. This study also found that there is significant relationship between duration of diabetes and stress level p 0.05. There is no significant relationship between age, sex, education level, family support and diabetic ulcers with diabetes self management care. Conclusion of this study is significant relationship between sleep quality and diabetes self care management on diabetes type 2 patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Prasetyani
"[ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang memerlukan kontrol gula
agar tidak terjadi komplikasi. Pengaruh patient empowerment terhadap kontrol gula
darah masih menghasilkan informasi yang berbeda. Sembilan puluh delapan
responden yang ditentukan menggunakan teknik consecutive sampling
berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil analisis data menggunakan regresi linier
berganda menunjukkan hubungan signifikan antara diabetes patient empowerment
(DES) dengan kontrol gula darah (HbA1c) setelah dikontrol dengan pengetahuan
dan jenis terapi DM (p = 0.023). Penelitian ini menyimpulkan bahwa setiap
peningkatan 1 skor empowerment akan menurunkan gula darah sebesar 0.53%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu dikembangkan manajemen
penatalaksanaan DM tipe 2 berbasis empowerment khususnya dalam pemberian
edukasi DM.

ABSTRACT
Diabetes Melitus (DM) is a chronic disease that requires a blood glucose control
in order to prevent complications. The influences of patient empowerment and
blood glucose control showed difference information. Ninety-eight respondents
were determined using a consecutive sampling technique. The results of data
analysis using multiple linear regression showed a significant relationship between
diabetes patient empowerment (DES) with blood glucose control (HbA1c) in type 2
diabetes melitus patients after controlled with knowledge and regimen therapeutic
of DM (p = 0.023). The study concluded that every increase in 1 score of
empowerment will low a 0.53% of blood glucose control. The results suggests that
diabetes patient education should be based on patient empowerment approach, Diabetes Melitus (DM) is a chronic disease that requires a blood glucose control
in order to prevent complications. The influences of patient empowerment and
blood glucose control showed difference information. Ninety-eight respondents
were determined using a consecutive sampling technique. The results of data
analysis using multiple linear regression showed a significant relationship between
diabetes patient empowerment (DES) with blood glucose control (HbA1c) in type 2
diabetes melitus patients after controlled with knowledge and regimen therapeutic
of DM (p = 0.023). The study concluded that every increase in 1 score of
empowerment will low a 0.53% of blood glucose control. The results suggests that
diabetes patient education should be based on patient empowerment approach]"
2015
T43581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uly Indrasari
"Latar belakang - Mikroangiopati serebral merupakan salah satu komplikasi vaskular pada Diabetes Mellitus (DM). Salah satu parameter pada Transcranial Doppler (TCD) yang menilai adanya resistensi distal dari arteri yang diperiksa yang dapat merefleksikan adanya mikroangiopati di otak adalah Pulsatility Index (PI). Penelitian ini menghubungkan antara rerata PI arteri serebri media (Middle Cerebral Artery/MCA) dengan kejadian retinopati diabetik yang merupakan komplikasi yang paling spesifik dan tersering pada DM tipe 2.
Tujuan - Untuk mengetahui perbedaan rerata nilai PI MCA pada penyandang DM tipe 2 di otak pada penyandang DM tipe 2 beserta titik potongnya pada kurva ROC dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode - Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan 60 subyek DM tipe 2 tanpa komplikasi makrovaskular, terdiri dari 29 pasien retinopati dan 31 pasien tanpa retinopati dari poliklinik rawat jalan endokrin RS Cipto Mangunkusumo periode November 2013 ? April 2014. Dilakukan pemeriksaan TCD untuk menilai PI MCA. Usia, riwayat hipertensi, dislipidemia, lama menyandang DM tipe 2 dan HbA1c dianalisis sebagai faktor perancu.
Hasil - Pada penyandang DM tipe 2 dengan retinopati memiliki nilai rerata PI arteri serebri media yang lebih tinggi secara bermakna (1,17±0,25) dibandingkan dengan penyandang DM tipe 2 tanpa retinopati (1,05±0,26) dengan p=0,001. Usia, riwayat hipertensi, dislipidemia, lama menyandang DM tipe 2 dan HbA1c tidak berhubungan terhadap perubahan rerata PI MCA (p=0,187; p=0,608; p= 0,734; p=0,159; p=0,548). Titik potong nilai PI MCA pada penyandang DM tipe 2 dengan retinopati adalah pada nilai PI ≥ 1,025 dengan sensitifitas 70% dan spesifisitas 54%.
Simpulan - Pada penelitian ini, didapatkan perbedaan rerata nilai PI MCA secara bermakana antara kelompok dengan dan tanpa retinopati dengan nilai titik potong nilai PI MCA pada penyandang DM tipe 2 dengan retinopati adalah pada nilai PI ≥ 1,025 dengan sensitifitas 70% dan spesifisitas 54%.

Background - Cerebral microangiopathy is one of the most important complications in diabetes mellitus. Elevation in pulsatility index (PI) as measured by Transcranial Doppler (TCD) have been postulated to reflect increased vascular resistance distal of artery being examined. This study correlate PI mean of middle cerebral artery (MCA) with retinal mikroangiopathy which is the most common and specific in diabetic patients.
Objective - To determine differences in PI MCA group with and without retinopathy in type 2 diabetic patients and to find the cuttpoint value at ROC curve.
Methods - The study was carried out in sixty diabetic patients (with no other vascular abnormality), divided into 2 group, 29 type 2 diabetic patients with retinopathy and 31 diabetic patients without retinopathy. TCD was performed to record pulsatility index of MCA then analyzed to find the cuttpoint value. Ages, duration of diabetes, HbA1c levels, history of hypertension and dyslipidemia was analyzes as a confonding factor.
Results - The PI of MCA are significantly higher in diabetic patients with retinopathy than without retinopathy (P=0.001) with cutt of point at PI> 1,025 with 70% sensitivity and 54% spesificity. Age, HbA1c level, diabetes duration, history of hypertension and dislipidemia does not have a meaningful relationship with change cerebral status (p = 1.000, p = 0.657, p = 0.354, p = 0.538).
Conclusions - There are significant differences beetwen mean of pulsatility index in diabetic patients with and without retinopaty. The Cuttpoint are at PI > 1,025 with 70% sensitivity and 54% spesifisity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misella Elvira Farida
"Kualitas tidur yang buruk pada pasien diabetes melitus tipe 2 akan berdampak pada kualitas hidupnya. Kualitas tidur yang buruk disebabkan oleh tanda dan gejala serta komplikasi diabetes melitus yang diakibatkan oleh status kontrol gula darah yang buruk. Kadar HbA1c dapat menggambarkan status kontrol gula darah pasien dalam tiga bulan terakhir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kadar HbA1c dengan kualitas tidur pada pasien diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian ini adalah analisis korelatif dengan pendekatan cross sectional, reponden pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 sebanyak 110 pasien di Poli Endokrin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengambilan samel dengan teknik consecutive sampling. Data kadar HbA1c diambil dari hasil pemeriksaan HbA1c responden dalam tiga bulan terakhir dan kualitas tidur diukur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan kualitas tidur responden (p=0,000) dimana responden dengan kadar HbA1c pada kategori diabetes memiliki peluang 45 kali untuk memiliki kualitas tidur yang buruk dibandingkan responden dengan kadar HbA1c pada kategori normal.
Penelitian ini merekomendasikan kepada perawat agar memberikan edukasi mengenai manajemen diabetes melitus sehingga pasien dapat mempertahankan status kontrol gula darah yang baik dan mendapatkan kualitas tidur yang baik.

Poor sleep quality in patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM) will have an impact on their quality of life. Poor sleep quality is caused by signs and symptoms and complications of diabetes mellitus caused by poor glycemic control. HbA1c level describes the patient's glycemic control in the last three months.
This study aims to identify the relationship between HbA1c level and sleep quality in patients with T2DM. The study was using a cross sectional approach, 110 patients with T2DM at the Endocrine Polyclinic of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Referal Hospital Jakarta were recruited by consecutive sampling technique. HbA1c level was taken from the results of HbA1c examination of respondents in the last three months and sleep quality was measured by the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
The results of this study indicated that there was a significant correlation between HbA1c level and the sleep quality of respondents (p = 0,000). The respondents with HbA1c level in the diabetes category have a 45 times greater chance of experiencing poor sleep quality compared to respondents with levels HbA1c in the normal category.
This study recommends the nurses to provid education and encourage patients with T2DM to maintain their glycemic control to promote healthy sleep among diabetic.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruzicka Ilma Faradisi
"Beberapa studi epidemiologi maupun studi metaanalisis menunjukkan beberapa faktor pada DM tipe 2 memiliki hubungan dengan risiko terjadinya kanker. Mutan p53 yang terbukti berkontribusi terhadap perkembangan tumor sementara insulin yang diketahui berperan dalam mengendalikan kadar gula tubuh, dipilih menjadi biomarker yang akan diteliti pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan kadar mutan p53 dan insulin pada kelompok pasien DM tipe 2 + kanker (n=51) dan pasien DM tipe 2 (n=51). Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Pada penelitian, diketahui tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,774) pada nilai mutan p53 antara kelompok pasien DM tipe 2 + kanker (1,65±0,10 ng/mL) dan kelompok pasien DM tipe 2 (1,62±0,09 ng/mL). Terdapat perbedaan bermakna (p<0,001) pada kadar insulin antara kelompok pasien DM tipe 2 + kanker (19,33±2,68 µIU/mL) dan kelompok pasien DM tipe 2 (37,31±2,68 µIU/mL). Tidak terdapat korelasi bermakna antara kadar mutan p53 dengan kadar insulin pada kelompok pasien DM tipe 2 + kanker (r=0,191; p= 0,179) dan pada kelompok pasien DM tipe 2 (r=-0,081; p= 0,574). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada kadar mutan p53 antara kelompok pasien DM tipe 2 + kanker dan kelompok pasien DM tipe 2, namun terdapat perbedaan pada kadar insulin pada kedua kelompok. Selain itu, tidak ada korelasi bermakna antara kadar mutan p53 dan insulin pada kedua kelompok.

Epidemiological studies and meta-analysis have shown that several factors in type 2 DM are related to cancer incidents. Mutant p53 is scientifically proven to contribute in tumor development while insulin that known well to play an important role in controlling body glucose levels, therefore those two biomarkers were chosen to be investigated in this study. This research aimed to study the correlation of mutant p53 and insulin in type 2 DM + cancer (n=51) and type 2 DM patients (n=51). This research was a cross-sectional study with consecutive technique sampling. This study showed that there was no significant difference (p=0.774) of mutant p53 value between type 2 DM + cancer patients group (1.65±0.10 ng/mL) and type 2 DM patients group (1.62±0.09 ng/mL). However, it was significant difference (p<0.001) of insulin value in type 2 DM + cancer patients group (19.33±2.68 µIU/mL) and type 2 DM patients group (37.31±2.68 µIU/mL). There was also no significant correlation between mutan p53 and insulin value in type 2 DM + cancer patients group (r=0.191; p=0.179) and type 2 DM patients group (r=-0.081; p=0.574). Based on the results, we concluded that there was no significant difference of mutant p53 value in type 2 DM + cancer patients group and in type 2 DM patients group but there was significant difference of insulin value in both groups. There was also no significant correlation between mutan p53 and insulin value in both groups."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnasari Widayanti
"Pengetahuan dan sikap merupakan faktor kunci yang berdampak secara langsung ataupun tidak langsung pada pelaksanaan manajemen diri diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan praktik manajemen diri pada masyarakat dengan diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan responden sebanyak 107 penderita DM tipe 2 di wilayah Kota Depok yang dipilih dengan menggunakan teknik cluster sampling. Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari Diabetes Knowledge Test (DKT), modifikasi Diabetes Attitude Scale (DAS), dan Diabetes Self-Management Questionnaire (DSMQ). Hasil analisis statistik menunjukan adanya korelasi positif yang signifikan antara pengetahuan (r = 0,549; p < 0,01) dan sikap (r = 0,465; p < 0,01) dengan manajemen diri DM. Temuan ini menekankan pentingnya pengembangan program edukasi kesehatan dan konseling mengenai manajemen diri diabetes dengan melakukan evaluasi awal terhadap karakterisitk diabetesi agar program yang akan dirancang dapat lebih efektif dan sesuai dengan tingkat pemahaman dan kebutuhan diabetesi.

Knowledge and attitudes are key factors that have a direct or indirect impact on the implementation of diabetes self-management. This study aims to identify the relationship between knowledge and attitudes toward self-management practices in communities with type 2 diabetes mellitus. The research design used in this study was cross-sectional with 107 respondents with type 2 diabetes in Depok who were selected using a cluster sampling technique. The research instruments used included the Diabetes Knowledge Test (DKT), modified Diabetes Attitude Scale (DAS), and Diabetes Self-Management Questionnaire (DSMQ). The results of statistical analysis show that there is a significant positive correlation between knowledge (r = 0.549; p < 0.01) and attitude (r = 0.465; p < 0.01) toward diabetes mellitus self-management. These findings emphasize the importance of developing health education and counseling programs regarding diabetes self-management by conducting an initial evaluation of the characteristics of diabetics so that the program that will be designed can be more effective and appropriate to the level of understanding and needs of diabetics."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>