Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91018 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Widya Lestari
"ABSTRAK
Latar belakang: Enhancer of Zeste homolog 2 (EZH2) merupakan kelompok protein grup polycomb yang berperan penting dalam regulasi epigenetik dan berkaitan erat dengan tumorigenesis. EZH2 ekspresinya meningkat pada kanker payudara. Peningkatan ekspresi EZH2 dapat memprediksi peningkatan risiko keganasan. Columnar cell lesion (CCL) merupakan lesi proliferatif, sering ditemukan seiring dengan meningkatnya deteksi dini kanker payudara dengan mammografi. Lesi ini terbagi atas columnar cell change (CCC), columnar cell hyperplasia (CCH), flat epithelial atypia (FEA). CCL menjadi penting setelah dikaitkan dengan risiko menjadi karsinoma payudara, serta hubungannya dengan lesi jinak dan lesi ganas payudara lainnya. Penanda prediktif CCL dibutuhkan untuk memilah CCL yang berpotensi menjadi ganas, sehingga dapat digunakan untuk deteksi dini kanker payudara kelak. Bahan dan cara: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, deskriptif dan analitik. Sampel terdiri atas masing-masing 25 kasus CCL tanpa karsinoma dan CCL dengan karsinoma. Dilakukan pulasan EZH2 secara imunohistokimia dan penilaian dilakukan menggunakan H score dengan modifikasi oleh dua pengamat secara independen. Hasil: Hasil penilaian dua pengamat menyimpulkan nilai tidak ada perbedaan bermakna antar pengamat (p 0,655). Median H score EZH2 pada CCL tanpa karsinoma lebih tinggi secara bermakna (p 0,002) dibandingkan EZH2 dengan karsinoma, dinyatakan tinggi bila H score ≥ 100,16 (dengan sensitivitas 40,00). Kecenderungan sebaran median H score EZH2 didapatkan lebih tinggi pada FEA dengan nilai H score 119,03, diikuti CCH sebesar 103,63 dan CCC sebesar 100,07. Median H score EZH2 pada FEA tanpa karsinoma lebih tinggi (218,26) daripada CCL dengan karsinoma (101,53). Kesimpulan: Ekspresi EZH2 pada CCL tanpa karsinoma lebih tinggi dibandingkan CCL dengan karsinoma, terdapat kecenderungan ekspresi EZH2 yang lebih tinggi pada FEA dibandingkan CCH dan CCC pada semua kasus dan masing-masing kedua kelompok. Ekspresi EZH2 pada FEA tanpa karsinoma lebih tinggi dibandingkan FEA dengan karsinoma. EZH2 diduga berperan dalam karsinogenesis CCL yaitu terutama pada tahap transformasi.

ABSTRACT
Background: Enhancer of Zeste homolog 2 (EZH2) is a group of polycomb which has an important role in epigenetic regulation and is related to tumorigenesis. The expression of EZH2 is increasing in breast cancer. Overexpression of EZH2 can predict the risk of malignant. Columnar cell lesion (CCL) is a proliferatif lesion, and it is increasingly found with the increasing breast screening by mammography. This lesion divided consisted of columnar cell change (CCC), columnar cell hyperplasia (CCH), flat epithelial atypia (FEA). CCL become important related to the risk for carcinoma, and the relation with others benign lesion and maligna lesion. The predictive sign of CCL needed to assess CCL transformation become malignancy. Methods: This was cross sectional study. The sampling consisted of 25 CCL cases without carcinoma and 25 CCL cases with carcinoma. EZH2 immunostainning was assesed using H score by two independent observers. Result: The H score between two observers showed high concordance (p 0,655). Median EZH2 H score in CCL without carcinoma is significantly higher (p 0,002) than CCL with carcinoma, is high if H score ≥ 100,16 (with sensitivity 40,00). Inclination distribution of median H score EZH2 resulted higher in FEA with H score 119,03, followed by CCH 103,63 and CCC 100,07. Median EZH2 H score in FEA without carcinoma (218,26) higher than CCL with carcinoma (101,53). Conclusion: The expression of EZH2 in CCL without carcinoma is higher than CCL with carcinoma, and it shows higher tendency of EZH2 expression in FEA compared by CCH and CCC in all cases and in each group. The expression of EZH2 in FEA without carcinoma is higher than FEA with carcinoma. Hence EZH2 is predicted has a role in malignant transformation and the carcinogenesis of CCL."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Agnes Stephanie
"Latar belakang. Reseptor estrogen β (RE β) dapat berperan dalam progresi kanker payudara sesuai teori karsinogenesis multistep. Reseptor estrogen β berperan sebagai supresor tumor dan ekspresinya menurun seiring progresifitas tumor. Atypical ductal hyperplasia (ADH) adalah lesi proliferatif intraduktal payudara yang memiliki risiko 4-5 kali menjadi karsinoma payudara. Diperlukan penanda prediktif ADH yang dapat menjadi karsinoma atau tidak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penanda potensi ganas pada lesi ADH melalui ekspresi RE β.
Bahan dan cara. Penelitian menggunakan metode potong lintang, analitik dan deskriptif. Sampel terdiri atas 24 kasus ADH tanpa karsinoma dan 24 kasus ADH yang disertai karsinoma. Dilakukan pulasan RE β dan penilaian dilakukan menggunakan H score.
Hasil. H score RE β pada ADH yang disertai karsinoma lebih rendah secara bermakna dibandingkan ADH tanpa karsinoma (p 0,006). RE β dinyatakan tinggi bila H score ≥ 229,2.
Kesimpulan. REβ potensial dijadikan penanda prediktif ADH yang akan menjadi karsinoma.

Background. Estrogen receptor β (ER β) have a role in breast cancer progression through multistep carcinogenesis. ER β is a tumor supressor and its expression decreases during the tumor progression. Atypical ductal hyperplasia (ADH) is an intraductal proliferative lesion of the breast and has 4-5 times of a risk in becoming a carcinoma. The aim of this study is to obtain a marker that can predict malignant potential in ADH through expression of ER β.
Patients and methods. This is a descriptive-analytic cross-sectional study using 24 cases of ADH without carcinoma and 24 cases of ADH with carcinoma. Estrogen receptor β status were assessed by immunohistochemistry and the H score was calculated.
Results. Estrogen receptor β H score in ADH with carcinoma is significantly lower than ADH without carcinoma (p 0,006). ER β is catagorized as high if the H score ≥ 229,2.
Conclusion. ER β can potentialy be used as a malignant predictive marker in ADH.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florinda Ilona
"ABSTRAK
Latar belakang: Frekuensi tumor ovarium serosum ganas menempati urutan tertinggi dari seluruh keganasan ovarium di dunia barat 80-85 , sesuai dengan arsip Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia FKUI /Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM selama 10 tahun 2004-2013 , sebanyak 200 kasus 21,4 dari seluruh keganasan ovarium. GLUT-1 dapat digunakan sebagai penanda perangai biologik tumor ovarium serosum. Tujuan penelitian ini membandingkan ekspresi GLUT-1 pada tumor ovarium serosum borderline dan ganas serta faktor risiko.Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel terdiri atas 17 kasus untuk masing masing kelompok tumor ovarium serosum borderline dan ganas. Dilakukan pulasan GLUT-1 dengan penilaian berdasarkan intensitas dan jumlah sitoplasma dan/atau membran sel yang terpulas. Dilakukan penghitungan histoscore dan persentase setiap kasus dan dinilai ekspresi GLUT-1 berdasarkan titik potong kemudian dikelompokkan menjadi ekspresi rendah dan tinggi.Hasil: Pulasan GLUT-1 ekspresi rendah sama banyak dengan ekspresi tinggi. Sebagian besar kelompok tumor ovarium serosum borderline menunjukkan ekspresi rendah. Kelompok tumor ovarium serosum ganas sebagian besar menunjukkan ekspresi tinggi. Perbedaan ekspresi GLUT-1 antara tumor ovarium serosum borderline dan ganas, secara statistik bermakna p ABSTRACT
Background : The frequency of serous malignant tumors of ovary occupies the highest order of all ovarian malignancies in the western world 80-85 , in accordance with Department of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine University of Indonesia / Cipto Mangunkusumo hospital datas, for 10 years 2004-2013 , as many as 200 cases 21.4 of all ovarian malignancies. GLUT-1 can be used as a marker in differentiating biological behaviour of serous ovarian tumor. The aim of the study was to compare expression of GLUT-1 in serous borderline and malignant tumours of the ovary. Methods : This was cross-sectional study. Sample consists of 17 cases for each group, serous borderline and malignant tumor of ovary, stained with GLUT-1 antibody. Quantification was based on the intensity and distribution of cytoplasm and/or cell membrane. The appraisal was done with estimating histoscore and percentage of each case. Calculation result was assessed by GLUT-1 expression, based on the point of intersection and then grouped into low and high expression.Result : The GLUT-1 low expression results are equal with high expression. Low grade expression found in majority cases of serous borderline ovarian tumors group. Groups of serous malignant ovarian tumors largely exhibit high expression. These differences in Glut-1 expression among the borderline and malignant cases, are statistically significant p"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florinda Ilona
"Latar belakang: Frekuensi tumor ovarium serosum ganas menempati urutan tertinggi dari seluruh keganasan ovarium di dunia barat 80-85 , sesuai dengan arsip Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia FKUI /Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM selama 10 tahun 2004-2013 , sebanyak 200 kasus 21,4 dari seluruh keganasan ovarium. GLUT-1 dapat digunakan sebagai penanda perangai biologik tumor ovarium serosum. Tujuan penelitian ini membandingkan ekspresi GLUT-1 pada tumor ovarium serosum borderline dan ganas serta faktor risiko.Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel terdiri atas 17 kasus untuk masing masing kelompok tumor ovarium serosum borderline dan ganas. Dilakukan pulasan GLUT-1 dengan penilaian berdasarkan intensitas dan jumlah sitoplasma dan/atau membran sel yang terpulas. Dilakukan penghitungan histoscore dan persentase setiap kasus dan dinilai ekspresi GLUT-1 berdasarkan titik potong kemudian dikelompokkan menjadi ekspresi rendah dan tinggi.Hasil: Pulasan GLUT-1 ekspresi rendah sama banyak dengan ekspresi tinggi. Sebagian besar kelompok tumor ovarium serosum borderline menunjukkan ekspresi rendah. Kelompok tumor ovarium serosum ganas sebagian besar menunjukkan ekspresi tinggi. Perbedaan ekspresi GLUT-1 antara tumor ovarium serosum borderline dan ganas, secara statistik bermakna p

Background The frequency of serous malignant tumors of ovary occupies the highest order of all ovarian malignancies in the western world 80 85 , in accordance with Department of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine University of Indonesia Cipto Mangunkusumo hospital datas, for 10 years 2004 2013 , as many as 200 cases 21.4 of all ovarian malignancies. GLUT 1 can be used as a marker in differentiating biological behaviour of serous ovarian tumor. The aim of the study was to compare expression of GLUT 1 in serous borderline and malignant tumours of the ovary. Methods This was cross sectional study. Sample consists of 17 cases for each group, serous borderline and malignant tumor of ovary, stained with GLUT 1 antibody. Quantification was based on the intensity and distribution of cytoplasm and or cell membrane. The appraisal was done with estimating histoscore and percentage of each case. Calculation result was assessed by GLUT 1 expression, based on the point of intersection and then grouped into low and high expression. Result The GLUT 1 low expression results are equal with high expression. Low grade expression found in majority cases of serous borderline ovarian tumors group. Groups of serous malignant ovarian tumors largely exhibit high expression. These differences in Glut 1 expression among the borderline and malignant cases, are statistically significant p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Zalianti Putri
"Latar belakang: Kanker payudara (KP) termasuk penyebab umum kematian pada wanita di dunia. Salah satu tumor marker yang digunakan sebagai penanda proliferasi sel kanker payudara yakni Ki-67. Ki-67 merupakan protein yang mudah diekspresikan di inti sel selama siklus sel, ekspresi Ki-67 yang tinggi menandakan semakin banyak sel yang berproliferasi. Terapi KP yang dijalani sekarang masih banyak ditemukan efek samping sehingga dibutukan terapi adjuvant dalam pengobatan KP yakni kedelai, kedelai dipilih karena murah, mudah dijangkau serta diyakini mampu menurunkan angka kejadian KP. Riset ini dilakukan untuk mengetahui efek lunasin dalam menurunkan ekspresi Ki-67 pada kelenjar payudara tikus. Metode: : Tikus jenis Sprague dewlay (SD) berjumlah 25 ekor dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok yakni kelompok normal, kelompok kontrol negatif atau hanya dinduksi DMBA saja, kelompok tamoksifen, kelompok lunasin + tamoksifen dan kelompok lunasin kuratif. Setiap sedian jaringan kanker payudara diberi pewarnaan immunohistokimia terhadap Ki-67 kemudian akan dilihat dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x,perhitungan jumlah sel dilakukan pada 5 lapang pandang untuk menilai ekspresi Ki-67.Perhitungan jumlah sel dengan menggunakan aplikasi Image J dan IHC profiler Hasil: Lunasin mampu menurunkan ekspresi Ki-67. Terdapat perbedaan bermakna pada setiap kelompok uji jika dibandingkan dengan kontrol negatif (p=0,000). Akan tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok tamoksifen dengan kelompok terapi lunasin+ tamoksifen (p=0,961). Kesimpulan: Pemberian lunasin, tamoksifen dan lunasin+tamoksifen mampu menurunkan ekspresi Ki-67 pada sel kanker payudara tikus SD yang diinduksi DMBA. Kata kunci: DMBA, kanker payudara, lunasin, kedelai, protein Ki-67, tamoksifen.

Introduction: Background: Breast cancer (KP) is a common cause of death in women around the world. One of the tumor markers used as a marker for breast cancer cell proliferation is Ki-67. Ki-67 is a protein that is easily expressed in the cell nucleus during the cell cycle, high Ki-67 expression indicates more cells are proliferating. There are still many side effects of KP therapy currently being carried out, so adjuvant therapy is needed in the treatment of KP, namely soybeans, soybeans were chosen because they are cheap, easy to reach, and are believed to be able to reduce the incidence of KP. This research was conducted to determine the effect of lunasin in reducing the expression of Ki-67 in the breast glands of rats. Method: 25 Sprague dewlay (SD) rats were randomly divided into 5 groups namely the normal group, negative control group or DMBA-induced only, tamoxifen group, lunasin + tamoxifen group and curative lunasin group. Each breast cancer tissue preparation was given immunohistochemical staining of Ki-67 and then viewed under a light microscope with 400x magnification, cell counts were performed in 5 fields of view to assess Ki-67 expression. Cell counts were performed using Image J and IHC profiler applications. Result: Lunasin was able to reduce the expression of Ki-67. There was a significant difference in each test group when compared to the negative control (p=0.000). However, there was no significant difference between the tamoxifen group and the lunasin + tamoxifen therapy group (p=0.961). Conclusion: Administration of lunasin, tamoxifen and lunasin+tamoxifen was able to reduce Ki-67 expression in DMBA-induced SD rat breast cancer cells. Keywords: DMBA, breast cancer, lunasin, soybean, Ki-67 protein, tamoxifen"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liyona Rifani
"Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) merupakan limfoma jenis sel B tersering pada kasus limfoma non-Hodgkin dan bersifat agresif, sehingga dibutuhkan diagnosis dan terapi yang cepat dan tepat. Terdapat beberapa kriteria prognosis untuk pasien DLBCL salah satunya klasifikasi Hans. Berdasarkan klasifikasi Hans, DLBCL dibagi menjadi subtipe Germinal Center B-cell-like (GCB) dan Non-Germinal Center B-cell-like (non-GCB). Beberapa pasien tidak menunjukkan respons yang baik terhadap terapi kombinasi dengan rituximab (R-CHOP). Para peneliti sedang mencari pengobatan terbaru DLBCL yang sulit diobati atau sering kambuh. Salah satunya menggunakan imunoterapi anti-CTLA-4. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ekspresi CTLA-4 pada DLBCL subtipe GCB dan non-GCB. Penelitian retrospektif analitik ini menggunakan 50 sampel blok parafin yang sebelumnya telah didiagnosis sebagai DLBCL subtipe GCB dan non-GCB yang tercatat di arsip Departeman Patologi Anatomik FKUI/RSCM. Rerata ekspresi CTLA-4 pada DLBCL ditemukan lebih banyak pada subtipe non-GCB (61,66 sel/lapang pandang besar) dibandingkan subtipe GCB (40,5 sel/lapang pandang besar) (p=0,076). Rerata ekspresi CTLA-4 lebih tinggi pada kelompok usia £ 60 tahun, perempuan, stadium penyakit III-IV, dan keterlibatan >1 lokasi ekstranodal. Rerata ekspresi CTLA-4 lebih tinggi pada kelompok skor IPI rendah (0-2) dibandingkan skor IPI tinggi (3-5). Tidak ditemukan perbedaan ekspresi CTLA-4 yang bermakna pada DLBCL subtipe GCB dan non-GCB, meskipun terdapat tren rerata ekspresi CTLA-4 yang lebih tinggi pada kelompok non-GCB.

Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) is the most common type of B-cell non-Hodgkin's lymphoma and is aggressive in nature, so prompt and appropriate diagnosis and treatment are needed. There are several prognostic criteria for DLBCL patients, one of which is the Hans classification. Based on Hans classification, DLBCL is divided into Germinal Center B-cell-like (GCB) and Non-Germinal Center B-cell-like (non-GCB) subtypes. Some patients do not respond well to combination therapy with rituximab (R-CHOP). Researchers are looking for new treatments for DLBCL that is difficult to treat or recurs frequently. One of them uses anti-CTLA-4 immunotherapy. This study aimed to assess the expression of CTLA-4 in GCB and non-GCB DLBCL subtypes. This analytic retrospective study used 50 samples of paraffin blocks previously diagnosed as GCB and non-GCB subtype DLBCL recorded in the archives of the Department of Anatomic Pathology FKUI/RSCM. The average CTLA-4 expression in DLBCL was found to be higher in the non-GCB subtype (61.66 cells/high power field) than the GCB subtype (40.5 cells/high power field) (p=0.076). The average CTLA-4 expression was higher in the age group 60 years, women, stage III-IV disease, and involvement of >1 extranodal site. The average CTLA-4 expression was higher in the low IPI score group (0-2) than in the high IPI score group (3-5). There was no significant difference in CTLA-4 expression in GCB and non-GCB DLBCL subtypes, although there was a trend of higher mean CTLA-4 expression in the non-GCB group.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Steven
"Pendahuluan : Giant Cell Tumor tulang (GCT) merupakan tumor tulang jinak yang dapat secara lokal bersifat agresif dengan tingkat rekurensi mencapai 20%. Antigen Ki-67 dan p53 adalah penanda imunohistokimia pada GCT yang menandakan proliferasi sel dan supresi tumor. Penelitian ini menganalisis hubungan antara penanda Ki-67 dan p53 dengan rekurensi pada kasus GCT.
Metode : Penelitian adalah suatu studi Cross-sectional kategorikal. Data yang dikumpulkan adalah data demografis pasien, keterangan terkait diagnosis dan tindakan serta hasil pemeriksaan Ki-67 dan p53. Data pasien Ekspresi Ki-67 dan p53 dievaluasi dengan teknik pewarnaan imunohistokimia menggunakan metode avidin-biotin complex perioxidase dengan menggunakan kit LSAB2.
Hasil : Terdapat 26 laki-laki dan 37 perempuan dengan usia rata-rata adalah 34,77 tahun berkisar antara 16 sampai 61 tahun. 13 kasus dengan rekurensi lokal. Tidak terdapat hubungan antara rekurensi dengan karakteristik tumor (jenis kelamin, usia, ukuran tumor, lokasi tumor, stadium tumor dan tindakan operasi). Tidak ada hubungan antara Ki-67 (p=0.524) dan rekurensi lokal serta terdapat hubungan yang signifikan antara p53 dengan rekurensi lokal (p=0.048).
Kesimpulan : Ekspresi Ki-67 tidak berhubungan dengan rekurensi, sedangkan ekspresi p53 berhubungan dengan rekurensi giant cell tumor tulang. Tidak terdapat hubungan antara rekurensi lokal dengan karakteristik tumor (jenis kelamin, usia, lokasi tumor, ukuran tumor, stadium tumor dan tindakan operasi).

Introduction : Giant cell tumor of bone (GCTB) is a benign neoplasm that may be locally aggressive with recurrence rate reaching 20%. Ki-67 and p53 are immunochemistry markers that marked cell proliferations and tumor suppression. This research analyze the association between Ki-67 and p53 with recurrence of GCT.
Method :This study is a Cross-sectional categorical study. Demography of the patients, diagnosis and treatment related to the GCT, and Ki-67 and p53 results were taken. The expression of Ki-67 and p53 were evaluated using a immunochemistry staining with avidin-biotin complex peroxidase by using KSAB2 kit.
Result : There are 26 men and 37 women with an average age is 34.77 years ranged from 16 to 61 years. 13 cases with local recurrence. There is no association between recurrence and tumor characteristics (sex, age, tumor size, tumor location, stage and operation). There is no association between Ki-67 with local recurrence (p=0,524) and a significant association between p53 and local recurrence (p=0,048).
Conclusion : Ki-67 was not associated with recurrence, mean while p53 was associated with recurrence of GCT. There is no association between recurrence and tumor characteristics (sex, age, tumor size, tumor location, stage, and operation)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Fadhlina Muharmi
"ABSTRAK
Latar belakang: Tumor sel germinal ovarium maligna (TSGOM) yang gagal sembuh dengan penatalaksanaan konvensional memiliki prognosis buruk. Beberapa kejadian rekuren setelah kemoterapi juga ditemukan. Programmed Death Ligand-1 (PD-L1) terekspresi pada berbagai keganasan dan tumor infiltrating lymphocytes (TILs) serta telah diketahui perannya sebagai faktor prognostik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran ekspresi PD-L1 pada TSGOM dalam menentukan overall survival (OS) dan progression free survival (PFS).
Bahan dan cara: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan desain analisis kesintasan. Data klinis diambil dari rekam medis RSUPN Cipto Mangunkusumo sejak Januari 2010-Desember 2016 yang diobservasi selama 2 tahun. Data histopatologik diambil dari Departemen Patologi Anatomi RSUPN Cipto Mangunkusumo yang kemudian dilakukan pulasan imunohistokimia PD-L1.
Hasil: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi PD-L1 pada sel tumor dan TILs dengan 2-year OS (p=0,275) dan PFS (p=0,421) pada TSGOM. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis histopatologik dengan 2-year OS (p=0,002) serta stadium pada 2-year OS (p=0,028) dan PFS (p=0,014).
Kesimpulan: OS dan PFS tidak berhubungan dengan ekspresi PD-L1 pada sel tumor dan TILs pada TSGOM.

ABSTRACT
Background: The prognosis of malignant ovarian germ cell tumors (MOGCT) patients who failed to be cured with conventional therapy is poor. Several recurrent events after chemotherapy were also found. PD-L1 is expressed in various types of malignancy and tumor infiltrating lymphocytes (TILs) and its role is known as a prognostic factor. This study was conducted to determine the role of PD-L1 expression in MOGCT in determining overall survival (OS) and progression free survival (PFS).
Materials and Methods: This is a retrospective cohort study with survival analysis. Clinical data were obtained from medical record in RSUPN Cipto Mangunkusumo since January 2010-December 2016 and observed for 2 years. Histopathological data were obtained from Anatomical Pathology Department and PD-L1 immunohistochemistry staining were performed.
Results: No significant correlation between PD-L1 expression in tumor cells and TILs with 2-year OS (p=0,275) and PFS (p=0,421) in MOGCT. A significant correlation between histopathologic type and 2-year OS (p=0,002) was found. We also found significant correlations between stage and survival outcomes 2-year OS (p=0,028) and PFS (p=0,014).
Conclusion: OS and PFS were not significantly correlated with PD-L1 expression in tumor cells and TILs in MOGCT.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Husna
"Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian utama secara global, dengan angka kematian yang terus meningkat, khususnya pada wanita. Kasus kematian kanker payudara pada umumnya terjadi karena metastasis yang dipengaruhi oleh faktor Epithelial-mesenchymal transition (EMT). Zinc finger E-box binding homeobox 1 (ZEB1) diketahui berperan dalam proses deregulasi EMT. Penggunaan jaringan asli dan kultur primer dari pasien kanker payudara memainkan peran penting dalam memeriksa perilaku kanker payudara, khususnya proses migrasi sel dan karakterisasi molekuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kultur eksplan dalam memprediksi kemampuan migrasi sel kanker payudara in vitro, serta analisis ekspresi gen ZEB1 dari penderita kanker payudara. Penelitian ini menggunakan jaringan dari penderita kanker payudara yang dikultur dengan metode eksplan dan diamati dibawah mikroskop, kemudian gen ZEB1 diisolasi dan dianalisis menggunakan qPCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel BC02 yang dikategorikan ganas berdasarkan nilai imunohistokimia dan patologi anatomi, membutuhkan waktu kurang dari tujuh hari untuk bermigrasi dari tumor primer, sedangkan BC01 yang dikategorikan jinak membutuhkan waktu 21 hari. Laju migrasi sel dari jaringan diperkirakan bergantung pada status keganasan jaringan. Ekspresi gen ZEB1 pada jaringan dan hasil kultur primer tidak berbeda nyata (p>0.05). Ekspresi ZEB1 pada S04 dan S09 yang dikategorikan sel ganas berdasarkan nilai imunohistokimia dan patologi anatomi berkorelasi positif dengan kemampuan migrasi berdasarkan tingkat keganasan sel kanker payudara. Penelitian ini menunjukkan bahwa kultur eksplan dapat digunakan untuk mempelajari karakteristik migrasi sel kanker. Selain itu, berdasarkan penelitian ini diketahui adanya hubungan ekspresi ZEB1 dengan tingkat keganasan sel kanker.

Breast cancer is one of the leading causes of death globally, with cases of death increasing, especially in women. Cases of death in breast cancer occur due to metastases mediated by Epithelial-mesenchymal Transition (EMT) factors. Zinc finger E-box binding homeobox 1 (ZEB1) has been reported to play a role in the EMT deregulation process. The use of patient-derived primary cultures from breast cancer patients plays an important role in examining the behavior of breast cancer, in particular the process of cell migration and molecular characterization. This study aims to determine the potential of explant culture in predicting the migration ability of breast cancer cells in vitro, and molecular characterization by studying the expression of the ZEB1 gene in breast cancer patients. The results showed that BC02 cells took less than seven days to migrate from the primary tumor, while BC01 cells took 21 days. The rate of cell migration from the tissue was found to depend on the malignant status of the tissue. ZEB1 gene expression in tissue and primary culture were not significantly different (p>0.05). ZEB1 expression in S04 and S09 which were was positively correlated with migration ability based on the malignancy level of breast cancer cells. Furthemore, ZEB1 expression was found to be correlated with the grade of malignancy of breast cancer cells"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayanto Indro Utomo
"[Latar Belakang: Limfoma non-Hodgkin sel B jenis sel besar difus (DLBCL; Diffuse Large B-Cell Lymphoma) adalah jenis limfoma non-Hodgkin yang paling banyak ditemukan dan merupakan suatu entitas yang sangat heterogen secara klinik maupun morfologik. Para ahli mengelompokkan DLBCL ke dalam dua subtipe yaitu subtipe Germinal Center B Cell-Like (GCB) dan non-Germinal Center B-Cell Like (non-GCB), dimana GCB memiliki prognosis yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi Bcl-2 pada kedua subtipe DLBCL.
Bahan dan Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 41 kasus DLBCL, terdiri atas 18 kasus subtipe GCB dan 23 kasus subtipe non-GCB. Dilakukan review diagnosis histopatologik dari sediaan H&E serta review imunofenotip dari sediaan imunohistokimia. Dilakukan pemeriksaan ekspresi Bcl-2 secara imunohistokimia dan penilaian positivitas dengan nilai cut off 31%. Selanjutnya dilakukan analisis statistik menggunakan uji Mann-Whitney.
Hasil: Ekspresi Bcl-2 pada DLBCL subtipe non-GCB (nilai rerata 78,70%) lebih tinggi secara bermakna dibandingkan ekspresi Bcl-2 subtipe GCB (nilai rerata 66,61%) (p <0,05). Kesimpulan: Ekspresi Bcl-2 pada DLBCL subtipe non-GCB lebih tinggi dibandingkan ekspresi Bcl-2 subtipe GCB., Background: Diffuse Large B-Cell Lymphoma is the most common type of lymphoma non-Hodgkin found in the world, and a very heterogenous entity clinically and morphologically. The experts categorized DLBCL into two subtypes, Germinal Center B Cell-Like (GCB) and non-Germinal Center B-Cell Like (non-GCB), in which GCB has a better prognosis. This research was conducted to analyze the differences of Bcl-2 expression in these two DLBCL subtypes.
Patients and methods: A retrospective, cross-sectional study was conducted in 41 DLBCL cases consisted of 18 cases of GCB subtype and 23 cases of non-GCB subtype. Review of histopathological diagnosis from H&E and immunophenotypes from immunohistochemical stained was performed. Immunohistochemistry examination of Bcl-2 expression was done and the positivity was evaluated with 31% cut off. Furthermore, statistical analysis was performed by using Mann-Whitney test.
Result: Bcl-2 expression in DLBCL, non-GCB subtype (median value of 78.70%) showed a statistically higher expression compared to the expression in GCB subtype (with median value of 66.61 %) (p<0.05).
Conclusion: BCL-2 expression in non-GCB subtype is higher than in GCB subtype of DLBCL.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>