Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gunawan Adisaputra
"Dua tokoh penting Jerman di bidang dan era yang berbeda saling terkait dan terdapat benang merah yang menghubungkan “sang mentor” dengan “muridnya”. Wagner dan Hitler adalah dua orang berbeda namun sama dalam konsep pikirannya mengenai hal-hal rasial maupun nasionalisme. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis relevansi antara sang maestro dengan Hitler yang menguasai Jerman medio 30an. Data-data yang berkaitan satu sama lain ditelaah dan dihubungkan untuk mencari sebuah kesimpulan.

Two important German figures in different field and era are connected and there are common threads that linked “the mentor” and “the pupil”. Wagner and Hitler are different two people yet have similiarity in their mind concept about racialism and nationalism. This research aims to analyse the relevance between the Maestro and Hitler whom lead Germany in 1930s. Relevant datas were examined and linked to find a conclusion."
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, ], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rijal Maliki Samka
"ABSTRAK
Antisemitisme adalah diskriminasi terhadap orang Yahudi yang didasari pada kebencian karena mereka merupakan keturunan Yahudi. Prasangka ini muncul jauh sebelum Partai Nazi?yang melakukan Holocaust?berdiri, tepatnya saat Abraham hijrah ke Canaan. Pada abad pertengahan, antisemitisme bertolak pada mitos-mitos yang berkembang saat itu. Mitos-mitos ini menjadikan orang Yahudi sebagai objek yang dijadikan ?kambing hitam? atas segala keburukan yang terjadi pada abad pertengahan. Dewasa ini, terjadi pergeseran objek antisemitisme, dari orang Yahudi ke Israel, karena Israel merupakan satu-satunya negara Yahudi di dunia. Mitos-mitos tradisional yang berkembang pada abad pertengahan kembali dihidupkan dalam karikatur-karikatur yang diterbitkan oleh media. Di tahun 2013, tiga media Jerman (Süddeutsche Zeitung, Stuttgarter Zeitung dan Badische Zeitung) mendapat kritik karena memuat tiga karikatur yang dianggap mengangkat tema antisemitisme. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana Israel direpresentasikan dalam ketiga karikatur tersebut dan memaknai ketiga karikatur tersebut dalam relasinya terhadap elemen antisemitisme. Representasi Israel dikaji dengan menggunakan teori Stuart Hall, sedangkan teori semiotika Roland Barthes digunakan untuk menganalisis aspek visual karikatur yang mengkonotasikan pesan antisemitisme. Analisis terhadap korpus data tersebut memperlihatkan bahwa media Jerman menggunakan karikatur sebagai alat kritik terhadap kebijakan Israel. Kritik dalam karikatur disampaikan dengan menampilkan mitos antisemitisme: menggambarkan orang Yahudi sebagai monster dan pemberi racun.

ABSTRACT
Anti-Semitism is a prejudice towards Jews based on hatred merely because they are Jewish descendants. This prejudice appeared far before Nazi?Holocaust executor?established, as Abraham migrated to Canaan. In the Middle Ages, anti-Semitism originated from myths which were growing that time. These myths used Jews as an object to scapegoat them for everything bad happened during the age. Today, the anti-Semitic object shifted, from Jews to Israel, because Israel is the one and only Jewish state in the world. The media, somehow, bring back the traditional medieval myths into their published caricatures. In 2013, three German media (Süddeutsche Zeitung, Stuttgarter Zeitung dan Badische Zeitung) were criticized for having published three caricatures comprising anti-Semitism. This thesis examines how Israel is presented in the three caricatures and identifies the three caricatures with their relation to anti-Semitic elements. The representation of Israel was analyzed with the use of Stuart Hall?s theory and Roland Barthes? theory was employed to examine visual aspects of caricatures for signs which connoted anti-Semitic messages. The analyses conducted on them show that German media used caricatures as a tool to criticize Israel?s policy. The critisisms in the caricatures were delivered by showing the anti-Semitic myths: depicting Jews as monster and poisoner. "
2015
S59581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Widyawati
"Media merupakan institusi yang ikut bertanggung jawab terhadap kerusuhan Mei 1998. Karena media merupakan institusi yang bertanggung jawab mentransformasikan simbol-simbol rasis kecinaan. Simbol rasis tersebut antara lain dalam bentuk wacana peminggiran etnis Cina yang dibentuk melalui bahasa bersifat meminggirkan. Selain itu penggambaran tentang etnis Cina sering kali dihubungkan dengan persoalan ideologi pemerataan dimana Cina yang sebenarnya merupakan kelompok subordinat justru memiliki kekuasaan ekonomi yang tinggi. Representasi yang menggambarkan etnis Cina sebagai kelompok yang senang kolusi dan tidak jujur dalam berusaha telah membawa kebencian pribumi terhadap etnis Cina. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana Kompas, Media Indonesia dan Republika mengartikulasikan jalannya kerusuhan Mei 1998 serta memetakan penyebab kerusuhan. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat bagaimana media memproduksi dan mereproduksi simbol-simbol rasisme baru dan bagaimanakah hubungan dominasi--subordinasi antara pribumi dan etnis Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 surat kabar yang dijadikan sampel memaknai kerusuhan dengan cara yang berbeda. Kompas memaknai kerusuhan ini sebagai kerusuhan antara rakyat dan penguasa ekonomi, oleh karena itu yang dijadikan sasaran adalah simbol kekuasaan ekonomi. Media Indonesia melihat kerusuhan Mei sebagai kerusuhan antara rakyat dengan penguasa, oleh karena itu sasaran kerusuhan adalah kekuasaan negara dan kekuasaan ekonomi. Republika membaca kerusuhan Mei sebagai perseteruan antara rakyat dan penguasa sebagai kelanjutan dari tragedi Trisakti. Penyebab kerusuhan juga dibaca secara berbeda oleh 3 surat kabar yang dijadikan sampel. Kompas menilai penyebab kerusuhan adalah masalah ekonomi, etnis dan agama. Media Indonesia lebih menitik beratkan pada keadilan ekonomi dan masalah etnis. Sedangkan Republika hampir sama dengan Kompas yaitu masalah keadilan ekonomi, etnis dan agama. Mekanisme produksi dan reproduksi simbol rasis pada Kompas, Media Indonesia dan Republika memiliki pola yang hampir sama. Media melakukan konstruksi sosial yang menampilkan imaji bahwa etnis Cina merupakan kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan kultural dengan pribumi. Dalam konstruksi tersebut nilai-nilai yang dianut pribumi selain dianggap baik sebaliknya nilai yana dianut etnis Cina dianggap kurang baik. Konstruksi yang dilakukan media disini adalah bahwa Cina adalah etnis yang memiliki nilai menyimpang atau dengan kata lain tidak waras. Selain itu etnis Cina bersifat tamak. Citra lain yang dibangun media kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, tidak mau berbaur dengan kelompok lain. Etnis Cina juga digambarkan memiliki nilai yang senang berkolusi, tidak jujur. Etnis Cina jarang ditampilkan sebagai narasumber. Dalam kasus perkosaan narasumber saksi dari etnis Cina dari masalah perkosaan hanya ada di Media Indonesia, teknik rasis dalam pemberitaan media juga dilakukan melalui lambatnya pemberitaan. Dalam kasus perkosaan pemberitaan media sangat terlambat. Sebutan yang diberikan oleh media merupakan sebutan-sebutan yang bermakna meminggirkan.. Sebutan non-piribumi atau warga keturunan memiliki makna bahwa etnis Cina merupakan "the others''. Hubungan dominasi-sub ordinasi yang digambarkan Kompas, Media Indonesia dan Republika juga memiliki pola yang hampir sama. Pribumi merupakan kelompok dominan (karena dari segi jumlah memang dominan) yang mampu memproduksi wacana rasis dalam konteks kultural. Wacana bahwa etnis Cina memiliki nilai yang kurang jujur, kolutif lebih banyak diproduksi oieh kelompok pribumi. Dilain pihak, etnis Cina walaupun jumlahnya minoritas, tetapi penguasaan asetnya bersifat mayoritas. Karena kemampuannya dibidang perdagangan lebih tinggi etnis Cina merasa superior dalam bidang perdagangan dan menganggap rendah kemampian pribumi. Wacana ini muncul dalam sebutan ?mampukan pribumi menggantikan peran etnis Cina dalam jalur distribusi'. Aplikasi teori yang disumbangkan dari penelitian ini adalah bahwa penggambaran yang berbeda tentang kerusuhan Mei tersebut diatas berbeda dengan teori yang dibangun oieh penganut strukturalis tentang proses pembentukan makna. Penganut strukturalis percaya bahwa makna yang menang adalah makna yang diproduksi oleh kelompok dominan. Dalam potret kerusuhan Mei 1998, 3 surat kabar sampeI ada dibawah sistem dominasi yang sama, tetapi kenyataannya makna yang ditampilkan oleh 3 surat kabar sampel tentang kerusuhan Mei 1998 berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan asumsi yang berbeda dengan pengikut strukturalis, bahwa dalam memproduksi makna terdapat hal lain yang mempengaruhi pembentukan makna selain ideologi dari kelompok dominan yang menguasai wacana. Ideologi yang dianut oleh organisasi media (yang tentunya berpengaruh pada pekerja media) memberi peran dalam pembentukan makna."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riezca Biastami Radaini
"Di dalam artikel ini dipaparkan tema rasisme yang ditampilkan melalui analisis alur dalam cerita pendek Les Deux Nègres karya Gabrielle Roy. Cerita pendek ini menceritakan tentang dua keluarga kulit putih yang tinggal di jalan bernama Rue Deschambault. Kehadiran seorang negro bernama Jackson menimbulkan banyak perdebatan dan pembicaraan, baik di dalam keluarga Roy maupun keluarga Guilbert. Sangat asing melihat seorang pria berkulit hitam tinggal di lingkungan tersebut.Kedatangan Jackson menimbulkan banyak pergunjingan dan masalah antara Nyonya Roy dan Nyonya Guilbert karena adanya stereotip negatif orang berkulit hitam.Cerpen ini juga memiliki sub-tema seperti stereotip dan integrasi.

This article presents racism theme that is shown through the plot analysis in the short story Les Deux Nègres by Roy. This short story tells about two white families who live on Rue Deschambault. The presence of Negro named Jackson causes series of debate and discussion, both in the Roy family and Guilbert family. It is very strange to see a Negro living in the neighbourhood. Jakcson arrival causes many gossip and trouble between Mrs. Roy and Mrs. Gulibert due to negative stereotype of black people. The short story also has sub-themes such as stereotypes and integration."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syarief
"Ma Couleur adalah lagu beraliran rap yang dinyanyikan oleh seorang rappeur (penyanyi rap pria) yang bernama tenar Booba. Lirik dalam lagunya ini menceritakan tentang banyaknya diskriminasi yang dirasakan oleh imigran. Berdasarkan lirik dalam lagu ini, anak muda di Prancis khususnya yang berkulit hitam banyak menerima ketidakadilan dan selalu dianggap sebagai pembuat masalah di lingkungannya. Artikel ini bertujuan untuk memberi sumbangan informasi mengenai rasisme yang kerap dilakukan oleh warga yang merasa “asli Prancis”. Artikel ini juga dapat memperlihatkan gambaran perjuangan dan kehidupan anak muda di Prancis.

Ma Couleur is a rap song sung by a rappeur (male rapper) named Booba. The lyrics in this song tells the discrimination experienced by many immigrants. Based on the lyrics in this song, young people in France, especially “blacks” receive much injustice and always regarded as a trouble maker in the environment. This article aims to contribute information about the racism that is often done by people who think "native". This article also shows a picture of the struggles and lives of young people in France..
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Meinita Rizky Syahputri
"Rasisme telah menjadi salah satu masalah utama yang ditelisik dalam banyak budaya  populer, tak terkecuali dalam novel Mudbound baru-baru ini oleh Hillary Jordan (2008). Makalah ini menganalisis lapisan rasisme dan menyelidiki peran interaksi pribadi dalam mendekonstruksi prasangka rasial. Dengan menggunakan metode analisis tekstual yang berfokus pada tokoh utama kulit putih dalam novel, makalah ini berpendapat bahwa lapisan rasisme dari setiap tokoh utama kulit putih bervariasi karena latar belakang sosial-historis mereka. Makalah ini selanjutnya meneliti interaksi antara tokoh kulit putih dan kulit hitam dalam novel ini dengan menggunakan teori hipotesis kontak oleh Gordon Allport (1954) yang dimotivasi oleh konsep Kelley & Thibaut tentang saling ketergantungan rasial (1959). Hasil dari makalah ini menunjukkan bahwa tokoh utama kulit putih dalam novel menjadi berkurang tingkah laku rasisnya karena mereka memiliki lebih banyak interaksi pribadi dan tujuan bersama dengan tokoh kulit hitam.

Racism has been one of prominent issues explored in many popular cultures, not least in the recent novel Mudbound by Hillary Jordan (2008). This paper analyses the layers of racism  and investigates the role of personal interactions in deconstructing racial prejudice. Using the method of textual analysis focusing on the white characters in the novel, the paper argues that layers of racism of each white character vary due to their socio-historical background. The paper further examines the interactions between white and black characters in this novel by using the contact hypothesis theory by Gordon Allport (1954) motivated by Kelley & Thibaut’s concept of racial interdependence (1959). The findings suggest that the white characters in the novel become ‘less’ racist as they have more personal interactions and common goals with the black characters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ariana Devi Saraswati
"Gerakan Black Lives Matter yang digalakkan pada tahun 2020 menjadi salah satu bukti bahwa upaya masyarakat untuk menghapus rasisme sangat tinggi. Keberadaan rasisme hingga saat ini masih dirasakan dan kerap dijumpai dalam media, salah satunya media iklan. Dalam media iklan, rasisme biasanya disisipkan dalam interpretasi yang dapat dipahami penontonnya. Iklan Der neue Golf dari Volkswagen serta iklan Der Sixt WM-Tipp dari Sixt merupakan contoh dari iklan asal Jerman yang mengandung rasisme dan akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana identitas orang kulit hitam digambarkan dalam kedua iklan tersebut melalui elemen-elemen yang mencakup audio, visual, dan sinematografi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif, di mana penulis akan memaparkan unsur rasisme yang muncul pada sumber data dan menggunakan teori sebagai pendukung. Untuk melakukan penelitian ini penulis menggunakan teori Representasi dari Stuart Hall. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa dalam iklan Der neue Golf dari Volkswagen terdapat adanya penggambaran subordinasi terhadap orang kulit hitam. Sementara itu, dalam iklan Der Sixt WM-Tipp dari Sixt terdapat stereotip negatif yang diberikan terhadap orang kulit hitam Ghana. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggambaran identitas orang kulit hitam dalam kedua iklan Jerman tersebut tidak lepas dari kelompok masyarakat yang inferior bila dibandingkan dengan orang kulit putih.

The Black Lives Matter movement that took place in 2020 is one of the proofs of how high the society’s attempts to end racism are. To this day, the existence of racism can be seen and often found in the media, such as advertisements. In advertisements, racism is usually inserted in interpretations that can be acknowledged by the
viewers. The Der neue Golf commercial from Volkswagen and the Der Sixt WM-Tipp ad from Sixt are examples of German advertisements that contain racism. These advertisements will be discussed further throughout this research. This research aims to find out how the identity of black people is depicted in both Volkswagen and Sixt
advertisements through their elements, including audio, visual, and cinematography. The method used in this research is qualitative descriptive, which is utilized by the author to explain the racism shown in the data sources with the help of a theory. To conduct the research, the author used Stuart Hall’s theory of representation. This
study finds that in Volkswagen’s Der neue Golf commercial there is a depiction of black people subordination. Meanwhile, Sixt’s Der Sixt WM-Tipp advertisement carries negative stereotypes given to black Ghanaians. In conclusion, black people’s identity in those two german advertisements is depicted as an inferior group in comparison to white people.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
Unggah4  Universitas Indonesia Library
cover
Vanya Anandita
"Penelitian ini membahas penerjemahan metafora binatang dalam buku Mein Kampf karya Adolf Hitler. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan metode penerjemahan metafora binatang yang digunakan oleh penerjemah serta penyampaian makna metafora dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan data berupa metafora-metafora dari buku Mein Kampf karya Adolf Hitler dan Mein Kampf yang diterjemahkan oleh tim penerjemah penerbit Narasi. Teori yang digunakan sebagai batasan penelitian adalah teori metafora yang disampaikan oleh Ullmann dan teori metode penerjemahan yang disampaikan oleh Newmark dan Larson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah adalah menerjemahkan metafora dengan menjelaskan makna sebanyak empat kali, menerjemahkan metafora dengan menggunakan imaji yang sama dalam bahasa sasaran sebanyak tiga kali dan menerjemahkan metafora dengan mengubah metafora menjadi simile sebanyak satu kali. Makna metafora yang sudah diterjemahkan tetap tersampaikan, namun terdapat dua metafora yang memiliki ketidaksesuaian penerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

This study discusses the translation of animal metaphors in Adolf Hitler`s Mein Kampf book. The purpose of this study is to describe the method of translating animal metaphors used by translators as well as conveying the meaning of metaphors from German to Indonesian. The method used is qualitative with data of metaphors from the original book Mein Kampf by Adolf Hitler and translated version of Mein Kampf, which was translated by Narasi publisher. The theory used as a limitation of research is the metaphorical theory presented by Ullmann and the theory of translation methods delivered by Newmark and Larson.
The results showed that the translation methods used by translators contained five metaphors translated by explaining the meaning of metaphors, one metaphor translated using simile and two metaphors translated using the same image in the target language. The meaning of the translated metaphor is delivered, but there are two metaphors that have translation discrepancy from the source language to the target language."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Nurmaya Oktarina
"ABSTRAK
Dongeng putri yang diproduksi oleh Disney telah menjadi salah satu jenis cerita yang membuat perusahaan Disney sangat terkenal. Stereotip putri-putri yang diproduksi oleh Disney pada awalnya berkulit putih. Seiringnya waktu, Disney mulai memfilmkan sebuah film animasi dengan putri yang lebih berwarna. Pada tahun 2009, Disney mengeluarkan putri ras Afrika-Amerika bernama Tiana melalui film The Princess and the Frog (2009). Namun ada ambiguitas yang tercermin dalam penggambaran karakter black dalam film ini. Untuk membantu menganalisis film ini, teori semiotikanya Barthes akan digunakan. Dengan teori tersebut penulis akan melihat bahwa di satu sisi Disney ingin menunjukan Amerika sudah “buta warna”. Film ini terlihat seperti sebuah cerminan yang dipercaya Disney benar dan ideal tentang masyarakat Amerika. Disisi lain, dalam cerminan masyarakat yang ideal ini, black masih tergambarkan dalam strata sosial bawah. Dari sini kita dapat melihat bahwa gagasan “semua manusia diciptakan sederajat” yang tertuliskan dalam deklarasi kemerdekaan Amerika, tidak sepenuhnya diterapkan dalam masyarakatnya.

ABSTRACT
Disney princess fairytales have been one of the genres that made the Disney company so famous. At first, Disney princesses were stereotyped as white skinned. As time goes by, Disney started filming animated movies with more colored princesses. In 2009, Disney released a movie based on an African-American princess named Tiana through the movie „The Princess and the Frog‟ (2009). Ambiguities that tends to be racist are still deplicted in the film. To help analyzing this movie, Barthes‟ semiotics theory will be used. By using that theory, the writer will see that in one hand Disney is trying to convey that America has become “color blind”. This movie tends to picturize a reflection what Disney believe is true and ideal about the American society. On the other hand, inside that ideal society, blacks are still pictured as lower class. Here we see that the notion “all men are created equal” which is written in the declaration of Independence, is not fully implemented in the American society."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahara Almira Ramadhan
"“I can’t breathe” menjadi salah satu bentuk ekspresi atas rasisme semenjak kematian George Floyd yang tragis pada bulan Mei 2020. Pada bulan Juni 2020, H.E.R. merilis sebuah lagu yang terinspirasi dari ekspresi ini. Lagu tersebut berbicara tentang rasisme terhadap kulit hitam, terutama kasus kekerasan polisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati struktur ideologi dan komponen visual dalam lagu I Can’t Breathe karya H.E.R. dan mengamati bagaimana kedua aspek tersebut mendukung gerakan Black Lives Matter. Penelitian ini menggunakan analisis wacana multimodal untuk menganalisis lirik dan video klip dari lagu tersebut. Ditemukan bahwa lirik lagu I Can’t Breathe merepresentasikan orang kulit putih sebagai kelompok yang mendominasi dengan kekerasan, yang menimbulkan protes sosial dari kelompok kulit hitam. Video klip dari lagu ini juga merepresentasikan gerakan Black Lives Matter sebagai protes sosial atas isu rasis tersebut. Dengan analisis wacana modal, terutama dalam menganalisis visual, penelitian ini dapat mengkonfirmasi korelasi antara lagu I Can’t Breathe dengan gerakan Black Lives Matter. Lagu itu sendiri adalah sebuah protes yang sejalan dengan gerakan Black Lives Matter; struktur ideologi dan komponen visual dalam lagu ini menyampaikan konteks dari isu rasisme yang sedang berjalan dan nilai-nilai yang dipegang gerakan Black Lives Matter dalam menghadapi isu tersebut.

“I can’t breathe” has become an expression of racism since the tragic death of George Floyd in May 2020. H.E.R. released a song titled after this expression in June 2020, which speaks up about black racism, especially police brutality. This study aims to examine the ideological structures and visual components of the song I Can’t Breathe by H.E.R. and see how the two aspects support the Black Lives Matter movement. To achieve the aims, this study uses multimodal discourse analysis to analyze the song lyrics and its music video. This study finds that the song lyrics represent white people as dominating and violent, resulting in social protests from the black community. The music video further represents the Black Lives Matter movement as a protest against the racial issue. Through the use of multimodal discourse analysis, especially the visual analysis, this study confirms the correlation between the song and the Black Lives Matter movement. The song I Can’t Breathe by H.E.R. is indeed a protest which aligns with the Black Lives Matter movement; the ideological structures and visual components of the song convey the context of the issues, as well as the values of the Black Lives Matter movement in response to the issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>