Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69274 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gati Ayu Hapsari
"ABSTRAK
Debitor dan kreditor merupakan pihak-pihak yang terdapat dalam hukum kepaililitan. Permohonan pernyataan pailit merupakan upaya penyelesaian pelunasan utang kreditur yang tidak dapat dibayar oleh debitor. Dalam hal penyelesaian utang pajak, yang mempunyai kedudukan istimewa baik dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maupun kepailitan. Negara dalam hal ini mempunyai hak penyelesaian utang pajak tersebut sebagai kreditur preferen. Permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan hak mendahului negara sebagai kreditur preferen dalam peraturan perundang-undangan dan bagaimana penerapan hak mendahului tersebut pada putusan hakim dalam perkara kepailitan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan studi kepustakaan.Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang mempunyai peranan yang signifikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan negara. Dalam kepailitan potensi kehilangan pendapatan negara melalui penyelesaian utang pajak besar karena dalam kepailitan dikenal dengan kreditur konkuren yang mempunyai hak atas pelunasan piutang berdasarkan pembagian secara proporsional oleh kurator. Hakim dalam perkara kepailitan harus mengedepankan asas keadilan dan keseimbangan, baik kepada debitor maupun kreditor sehingga pelaksanaan eksekusi terhadap harta pailit tidak dilakukan secara semena-mena. Oleh karena itu diperlukan pengaturan yang tegas dalam penyelesaian piutang pajak negara, namun dibalik kepentingan negara tersebut tidak dapat diabaikan hak-hak dari kreditor lainnya yang harus dipenuhi, sehingga asas keadilian dan keseimbangan menjadi asas yang sangat penting dalam penyelesaian perkara kepalitan.

ABSTRACT
Debtors and creditors are parties contained in bankruptcy law. Petition for a declaration of bankruptcy is the efforts to resolve the creditors debt settlement that can not be paid by the debtor. In the case of tax debt settlement, which has a special position in both the legislation in the field of taxation and bankruptcy. A country has the right in this case the tax debt settlement as a preferred creditor. The problem in this paper is how the arrangements of country?s preceded rights as a preferred creditor in the legislation and how the application of these precede rights to the judge's ruling in the case of bankruptcy. The method used in this study is a normative method referring to legislation and library research. Tax is one of national income has a significant role in the state budget to finance state activities. In bankruptcy, the potential loss of state revenue through tax debt settlement because the bankruptcy is known as concurrent creditors who have the right to settlement of accounts receivable based apportionment by the curator. The judge in the bankruptcy case should prioritize the principles of fairness and balance, both debtors and creditors so that execution against the bankruptcy estate is not done arbitrarily. Therefore we need tight regulation in the settlement of state tax receivables, but behind the interests of the country can not ignore the rights of other creditors that must be met, so that the justice and balance principle become a very important principle in the bankruptcy settlement"
2016
T46126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Laura
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan dan hak eksekusi kreditur separatis sebagai pemegang jaminan berupa hipotek dalam kepailitan di Indonesia berdasarkan UUK-PKPU dan dalam keadaan pailit di Inggris berdasarkan Insolvency Act 1986, dan implementasinya dalam praktik berdasarkan kedua peraturan tersebut. Untuk meninjau bagaimana menerapkan peraturan tentang kedudukan dan hak eksekusi kreditur separatis Oleh karena itu penulis melakukan studi kasus terhadap Putusan Nomor 769 K/Pdt.Sus- Kepailitan/2016 Jo. Nomor 02/Pdt.Sus-Gll/2016/Pn.Niaga.Jkt.Pst., dimana PT Bank OCBC ISP yang merupakan kreditur separatis dari PT Mega Graha International (sebagai penggugat) mengajukan gugatan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh Kurator Bernard Nainggolan (sebagai tergugat) karena menyerahkan jaminan hak tanggungan PT Bank OCBC NISP ke dalam harta pailit PT Mega Graha Internasional. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan perlunya pengaturan terhadap harta kekayaan debitur pailit yang dijadikan jaminan utang merupakan pengecualian dari harta pailit; kebutuhan ketentuan mengenai sanksi pelanggaran hak kreditur separatis berupa: apa pun; perlu dilakukan perubahan peraturan mengenai waktu pelaksanaan kreditur separatis; dan perlunya pengaturan tentang hak penguasaan kreditur separatis atas jaminan yang dimilikinya dalam hal kreditur separatis menyerahkan pelaksanaannya eksekusi kepada kurator sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan 1986.
This thesis discusses the position and execution rights of separatist creditors as collateral holders in the form of mortgages in bankruptcy in Indonesia based on the UUK-PKPU and in bankruptcy in the UK based on the Insolvency Act 1986, and their implementation in practice based on these two regulations. To review how to apply regulations regarding the position and right of execution of separatist creditors. Therefore, the author conducted a case study of Decision Number 769 K/Pdt.Sus-Palitan/2016 Jo. Number 02/Pdt.Sus-Gll/2016/Pn.Niaga.Jkt.Pst., where PT Bank OCBC ISP which is the separatist creditor of PT Mega Graha International (as the plaintiff) filed a lawsuit against the legal actions committed by the Curator Bernard Nainggolan ( as a defendant) for submitting a mortgage guarantee for PT Bank OCBC NISP to the bankruptcy estate of PT Mega Graha Internasional. This research is a qualitative research with a descriptive design. The results of this study suggest the need for regulation of the assets of the bankrupt debtor which are used as collateral for the debt as an exception to the bankruptcy estate; the need for provisions regarding sanctions for violating the rights of separatist creditors in the form of: anything; it is necessary to amend the regulations regarding the implementation of separatist creditors; and the need to regulate the rights of control of the separatist creditors over the guarantees they have in the event that the separatist creditors hand over the execution to the curator as regulated in the 1986 Bankruptcy Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa
"Kajian dan analisis hukum dalam tesis ini bertujuan untuk memahami dan mendalami definisi dan ruang lingkup tentang Hak Tanggungan dan pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam prakteknya. Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda - benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan keadaan Kreditur tertentu terhadap Kreditur - Kreditur lain. Pada prinsipnya Undang - Undang Hak Tanggungan bertujuan untuk melindungi Kreditur dalam rangka pelunasan piutangnya, tetapi dalam kenyataannya Kreditur sangat sulit untuk mengakhiri pelunasan piutangnya dari Debitur. Asas sederhana, cepat dan mudah yang terkandung dalam Undang - Undang Hak Tanggungan belum dapat diwujudkan salah satu kendalanya antara lain adanya bantahan dari pihak ketiga maupun adanya -surat penangguhan dari Pengadilan atau Mahkamah Agung dan Kreditur seringkali sulit dalam mencari pembeli lelang. Dalam tesis ini juga membahas mengenai belum adanya ketidakpastian hukum yang diberikan oleh pengadilan, hal ini tercermin dari putusan hakim yang masih terdapat perbedaan penafsiran dalam merumuskan apakah Debitur telah melakukan wanprestasi atau dilihat dari jatuh tempo hutang, sehingga dalam hal ini kreditur memegang Hak Tanggungan yang menjadi pihak yang dirugikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhila Falzaria Bilqis
"ABSTRAK
ABSTARKPembahasan dalam skripsi ini adalah pelaksanaan hak-hak kreditor separatis dan pekerja/buruh sebagai kreditor preferen dalam pemberesan harta pailit dengan studi kasus kepailitan PT Jaba Garmindo. Setelah debitor dinyatakan pailit, maka debitor tidak lagi berwenang mengurus harta pailit melainkan sudah menjadi wewenang curator untuk membereskan harta pailit. Dengan adanya harta pailit tersebut, terdapat kreditor-kreditor yang memiliki hak untuk diberikan pembayaran atas piutang-piutangnya. Sebagai perusahaan, pekerja/buruh akan ditarik menjadi kreditor karena dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja PHK , maka mereka berhak untuk mendapatkan pembayaran-pembayaran sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU Ketenagakerjaan . Namun disisi lain, kreditor separatis juga memiliki hak untuk diberikan pembayaran atas piutang-piutangnya yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 UUK-PKPU tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini yang menjadi pokok permasalahan adalah keberlakuan pasal 95 ayat 4 UU Ketenagakerjaan berdasarkan UUK-PKPU dan peraturan-peraturan lain, termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013. Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa pemberesan harta pailit PT Jaba Garmindo telah tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kepailitan karena bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013.

ABSTRACT
TThe discussion in this thesis is the implementation of the secure creditor rights and workers laborers as a preferred creditor in the bankruptcy estate settlement with the case studies of PT Jaba Garmindo bankruptcy. After debtor is declared bankrupt, the debtor is no longer authorized to take care of the bankruptcy asset but it has become a curator authority to settle the bankruptcy asset. Given the bankruptcy asset, there are creditors who have the right to be given a payment on debtor rsquo s debts. As a company, workers laborers will become a creditor because of the presence of Termination PHK , then they are entitled to receive payments in accordance with the provisions of Law No. 23 of 2003 on Manpower Act. On the other hand, the secured creditor also has the right to be given payment for debtor rsquo s debts on the provisions stipulated in Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment Act UUK PKPU . This research is a descriptive study with normative juridical typology. In this study, the issue of concern is the applicability of Article 95 paragraph 4 of Manpower Act based on UUK PKPU other regulations that have connection with bankruptcy, including the Constitutional Court Decision No. 67 PUU XI 2013. Researchers came to the conclusion that the settlement of PT Jaba Garmindo rsquo s bankruptcy asset was not in accordance with the provisions contained in the legislation relating to bankruptcy because it contradicts the provisions that stipulated in the Constitutional Court Decision No. 67 PUU XI 2013"
2017
S66812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tami Justisia
"[Tesis ini menganalisa mengenai penyelesaian sengketa wanprestrasi dalam perjanjian pemberian jaminan fidusia pada PT. Astra Sedaya Finance dan perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai lemahnya perlindungan bagi kreditur, yang memberikan kekuasaan atas barang jaminan atas dasar kepercayaan kepada debitur. Konstruksi jaminan fidusia merupakan jalan keluar bagi dunia usaha untuk mendapatkan fasilitas fidusia dengan tetap memanfaatkan barang jaminannya sebagai perangkat usaha, namun di sisi lain, dengan masih menguasai jaminan itu masyarakat umum menganggap bahwa benda jaminan tersebut adalah milik debitur. Hasil penelitian menyarankan perlunya
Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, untuk melakukan penyuluhan hukum pada lembaga-lembaga pembiayaan, menyangkut perjanjian fidusia dan pihak perusahaan pembiayaan untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 42 Tahun 1999 secara penuh.;The focus of this thesis is to analyze the dispute settlement provision in the breach fiduciary agreement on PT. Astra Sedaya Finance and legal protection against fiduciary receiver creditors. The main issues that would be discussed are in regards about the lack
of protection for creditors, which gives power over the collateral on the basis of trust to the debtor. Fiduciary Construction is a way out for businesses to obtain the fiduciary facilities while harnessing the guarantee as a business device, but on the other hand, with still controls the objects, they thinks that the object of the guarantee is the property of the debtor. Results of the study suggest the need for the Ministry of Justice and
Human Rights of the Republic of Indonesia, to conduct legal counseling on financing
institutions, regarding the fiduciary agreement and the financing company to fully apply
the provisions contained in Law No. 42 of 1999., The focus of this thesis is to analyze the dispute settlement provision in the breach
fiduciary agreement on PT. Astra Sedaya Finance and legal protection against fiduciary
receiver creditors. The main issues that would be discussed are in regards about the lack
of protection for creditors, which gives power over the collateral on the basis of trust to
the debtor. Fiduciary Construction is a way out for businesses to obtain the fiduciary
facilities while harnessing the guarantee as a business device, but on the other hand,
with still controls the objects, they thinks that the object of the guarantee is the property
of the debtor. Results of the study suggest the need for the Ministry of Justice and
Human Rights of the Republic of Indonesia, to conduct legal counseling on financing
institutions, regarding the fiduciary agreement and the financing company to fully apply
the provisions contained in Law No. 42 of 1999.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Maya Sari
"Skripsi ini membahas mengenai pengaruh permohonan pernyataan pailit yang diajukan Kreditor (Termohon arbitrase) terhadap Debitor (Pemohon arbitrase) pada saat perkara arbitrase sedang berjalan. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan ditengah proses arbitrase yang sedang berjalan akan memberikan batasan dan pengaruh pada kelanjutan perkara arbitrase yang masih berjalan misalnya ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUK-PKPU membatasi ketentuan mengenai putusan arbitrase maupun ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-undang Kepalilitan dan PKPU membatasi ketentuan Pasal 3 dan 11 Undang-undang Arbitrase. Dalam hal debitor dinyatakan pailit, kurator akan menggantikan kedudukan debitor sebagai pemohon arbitrase sebagaimana dalam Pasal 26 Juncto Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Kepailitan.

This Thesisis aimed to explain the effect of a bankruptcy petition filed by Creditor (as defendant of arbitration) against the debtor (as applicant of arbitration) during the ongoing arbitration case. The bankruptcy petition filed whenthe ongoing arbitration proceding will give limits and influence on the continuation of arbitration case such as the provision of Article 26 paragraph (2) of Bancruptcy Law, restricting provisions concerning arbitration decision and the provisions of Article 127 paragraph (1) of Bancruptcy Law No. 37 of 2004 will give limit to the provisions of Articles 3 and 11 of Arbitration Law. In casethe banckruptcy petition is granted andthe debtor is bankrupt, curator willreplacethe debtor as defendant of arbitration case, as the explanation in Article 26 paragraph (1) juncto Article 24of Law No 37 of 2004."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S60645
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Qurrotul Aini
"ABSTRAK
Kreditur Separatis adalah kreditur Pemegang hak jaminan kebendaan yang dapat bertindak sendiri dan didahulukan pembayaran haknya atas boedel pailit dibandingkan kreditur lainnya. Namun dalam kasus ini bahwa kreditur separatis tidak diberikan hak-haknya atas boedel pailit, seperti kasus PT. Perusahaan Pengelola Aset selaku Pemohon I dan PT. Bima Prima Persada selaku Pemohon II terhadap Tim Kurator PT. Texmaco Jaya selaku Termohon. Adapun Pemohon selaku Kreditor Separatis yang memegang jaminan kebendaan tidak didahulukan dan tidak mendapat penjualan pembayarannya atas pembagian boedel pailit. Disebabkan pengajuan tenggang waktu telah melampui batas berdasarkan Pasal 192 Undang-Undang Kepailitan dan mengenai daftar pembagian yang disusun oleh termohon untuk para Kreditor Preferen sudah sesuai dengan bagian masing-masing dan hukum yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan penelitian hukum kepustakaan terhadap peraturan perundang undangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan preskriptif analitis yang memberikan jalan keluar berdasarkan teori hukum yang berkaitan dari suatu permasalahan yang terjadi. Dengan demikian kreditor separatis tidak diberikan haknya atas pembagian boedel pailit berdasarkan Pasal 192 dan Pasal 196 Ayat (4) Undang ? Undang kepailitan

ABSTRACT
Separation Creditors are creditors holding the property guarantee right who can act by themselves and whose payment right on the bankrupt estate has to be prioritized compared with other creditors. However, in this case, the separation creditors are not given their rights on the bankrupt estate, such as in the case of PT. Perusahaan Pengelola Aset as the Petitioner I and PT. Bima Prima Persada as the Petitioner II towards the Trustee Team of PT. Texmaco Jaya as the Petitionee. Nevertheless, the Petitioners as the Separation Creditors who hold the property guarantee are not prioritized and cannot obtain their payment sales on the bankrupt estate division.This is caused by submitting a grace period which has exceeded the limit based on Clause 192 ofthe Bankruptcy Law, and about the division list made by the petitionee for the Preferential Creditors, it is already suitable with each part and the prevailing law.This research uses the normative judicial approach method conducted by legal literature research towards the prevailing laws and regulations, and written in a form of analytical prescriptive writing which provides a solution based on the relevant legal theory towards the occuring issues. Thus Separation Creditors are not given rights on the bankrupt estate based on clause 192 and 196 paragraph (4) of the bankruptcy law"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Shevania Therina Paenden
"Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu tindakan hukum yang memberikan hak kepada debitor yang menghadapi kesulitan dalam membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, untuk mengajukan rencana perdamaian. Rencana tersebut memungkinkan debitor untuk melakukan restrukturisasi utangnya. Awalnya, menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UUK & PKPU), tidak ada upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan PKPU. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran dalam aturan terkait upaya hukum terhadap putusan PKPU. Semula tidak diizinkannya upaya hukum apapun terhadap putusan PKPU, namun kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23/PUU-XIX/2021 mengubah hal tersebut. Putusan ini memungkinkan pengajuan upaya hukum kasasi terbatas terhadap putusan PKPU. Adapun perubahan ini berlaku ke depan (prospektif) dan tidak berlaku surut (retroaktif), hal ini bertujuan untuk menghindari ketidakpastian hukum yang dapat timbul jika putusan tersebut diterapkan secara retroaktif. Lebih lanjut, meskipun Putusan MK No. 23/PUU-XIX/2021 memberikan izin untuk kasasi terbatas, namun belum ada regulasi yang secara khusus mengatur prosedur dan proses pengajuan kasasi terhadap permohonan PKPU. Hingga saat ini, pelaksanaan kasasi terhadap putusan PKPU juga belum diatur secara spesifik atau khusus oleh UUK & PKPU. Oleh karena itu, peraturan mengenai kedudukan hukum kreditor di luar perkara dalam mengajukan kasasi terhadap putusan PKPU juga masih berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan pengajuan kasasi atas putusan pailit.

Postponement of Debt Payment Obligations (PKPU)is alegal action that gives debtors who are facing difficulties in paying debts that are due and collectible the right to submit a peace plan. This plan allows debtors to restructure their debts. Initially, according to Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU (UUK & PKPU), no legal action could be filed against PKPU decisions. However, over time, there has been a shift in the rules regarding legal action against PKPU decisions. Initially no legal action was permitted against the PKPU decision, but then the Constitutional Court Decision Number 23/PUU-XIX/2021 changed this. This decision allows the filing of limited cassation efforts against PKPU decisions. This change applies in the future (prospective) and does not apply retroactively, this aims to avoid legal uncertainty that could arise if the decision is applied retroactively. Furthermore, even though MK Decision no. 23/PUU-XIX/2021 provides permission for limited cassation, but there are no regulations that specifically regulate the procedure and process for submitting cassation against PKPU applications. Until now, the implementation of cassation against PKPU rulings has also not been specifically regulated or specifically by UUK & PKPU. Therefore, the regulation regarding the legal position of creditors outside the case in filing cassation against the PKPU decision also still applies mutatis mutandis to the provisions for filing cassation for bankruptcy decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Nurdin
"Para ahli sepakat bahwa bahan untuk penulisan Actio Pauliana ini sangal jarang. Konsep Actio Pauliana sudah lama dikenal, baik yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan (Faillissements-Verordening, St). 1905-217 jo Stb. 1906 No. 348).
Dalam tulisan ini Penulis akan lebih memfokuskan uraian Actio Pauliana dalam hubungannya dengan Perkara Kepailitan, sehingga nantinya tulisan ini dapat diharapkan memberi surnbangan kepada para Hakim, khususnya Hakim Pengadilan Niaga dan Kurator dalam memutus dan menangani Actio Pauliana ini.
1. Apakah yang dimaksud dengan Actio Pauliana itu ?
2. Kapan suatu perbuatan debitur dapat dianggap sebagai perbuatan curang atau beritikad tidak baik, sehingga merugikan para kreditur dan oleh karenanya dapat diajukan permohonan Actio Pauliana ?
3. Langkah-langkah apakah yang harus ditempuh oleh Kurator ketika mengetahui adanya perbuatan/tindakan debitur yang merugikan kreditur ?
4. Yurisdiksi peradilan manakah yang memeriksa dan memutus permohonan Actio Pauliana?
5. Apakah proses pemeriksaan permohonan Actio Pauliana tunduk pada jangka waktu pemeriksaan 30 (tiga puluh) hari seperti dalam proses pemeriksaan permohonan pailit?
6. Apakah ada kewajiban untuk diwakili oleh Penasihat Hukum seperti disyaratkan dalam Pasal 5 UU No. 4 Tahun 1998 mengenai permohonan pernyataan pailit? Apakah hambatan/kesulitan dalam proses Actio Pauliana ?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Astuti
"Pada dasarnya Undang-Undang Jaminan Fidusia melarang fidusia ulang, tetapi pada kenyataannya terjadi fidusia ulang (fidusia ganda) dalam perkara kepailitan sebagaimana termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 156 K/Pdt.Sus/2012 dan 847 K/Pdt.Sus/2012. Oleh karena itu, tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap penerima fidusia yang debitor pemberi fidusianya dinyatakan pailit dan ternyata telah terjadi fidusia ganda. Jenis penelitian dari tesis ini adalah penelitian hukum dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif-analitis. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian adalah walaupun berdasarkan ketentuan hukum jaminan maupun hukum kepailitan, penerima fidusia adalah kreditor yang didahulukan dari kreditor-kreditor lainnya, tetapi dalam hal terjadi fidusia ganda, penerima fidusia yang mendapatkan perlindungan hukum adalah penerima fidusia yang melakukan pendaftaran fidusia lebih dahulu, sedangkan penerima fidusia yang melakukan pendaftaran fidusia belakangan hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren.

Basically, Fiduciary Law prohibits a double fiduciary, however in fact there is a double fiduciary in bankruptcy cases, as contained in the Supreme Court Decisions of the Republic of Indonesia Number 156 K/Pdt.Sus/2012 and 847 K/Pdt.Sus/2012. Therefore, this thesis describes the legal protection for a recipient of fiduciary whose debtor is declared bankrupt, and it turns out that there has been a double fiduciary. This thesis is a legal research, which uses a juridicalnormative form and a descriptive-analytics type. As for the results obtained from the research is, despite there is a preference right that owned by a recipient of fiduciary over other creditors based on the provisions of security law and bankruptcy law, but in the event of a double fiduciary, a recipient of fiduciary who gets legal protection is a recipient of fiduciary who first registered, while a recipient of fiduciary who registered later, only serves as a concurrent creditor."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>