Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156399 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azwar Apriyadi
"Sejak April tahun 2007, pemerintah telah mencanangkan Program 1.000 (Seribu) Menara Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami), dalam rangka kebijakan untuk mengatasi permasalahan kebutuhan perumahan bagi Rakyat Indonesia.. Sebelum berlakunya UU Rusun No. 20 Tahun 2011, PPJB Sarusun banyak dilakukan secara dibawah tangan, tetapi sejak berlakunya UU Rusun, pembuatan dan penandatanganan PPJB Sarusun dapat dilakukan dihadapan Notaris sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman No. 1 Tahun 2011 pasal 42 ayat (1) dan UU Rumah Susun No. 20 Tahun 2011 pasal 43 ayat (1), yang mensyaratkan proses jual-beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui perjanjian pendahuluan atau perjanjian pengikatan Jual Beli, yang dapat dibuat di hadapan Notaris.
Dalam penulisan ini yang menjadi permasalahan adalah dapatkah asas kebebasan berkontrak diterapkan dalam perjanjian baku PPJB Sarusun, dan bagaimanakah eksistensi dari pasal 43 ayat (1) UU Rusun?. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normative, dengan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian pada penulisan ini dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak dalam PPJB Sarusun ini telah diterapkan dengan baik oleh pihak PT. BAP, dengan bukti dimana pihak pembeli telah menandatangani PPJB Sarusun ini. Sarannya agar PPJB Sarusun ini dapat dibuat secara otentik dihadapan Notaris.

Since April 2007, the government has launched "1000 Simple Owned Apartemen Tower Program," in the framework of policies to address issues of housing needs of the people of Indonesia. Before enactment of the laws apartemen number 20 Years 2011, a binding agreement of the sale and purchase (SPA) apartemen unit are mostly done in under hand, but since enactment of the laws apartemen, the manufacture and the signing of a binding of the SPA apartemen unit can be done is before the notary as mandated in the act of housing and settlement number 1 Year 2011 article 42 paragraph (1) and the act of apartemen number 20 Year 2011 article 43 paragraph (1), that required the process trade of the apartemen unit before the construction finished can be done by covenant prefatory or a binding of the SPA apartemen unit, that can be made up before the Notary.
In this study, that the problem is can the principle of freedom of contract applied in standard agreements of a binding of the SPA apartemen unit?, and how the existence of Article 43 paragraph (1) of the act of Apartemens ?. This research is a normative juridical, with the typology analytical descriptive study. Based on the research results in this paper can be concluded that the principle of freedom of contract under the binding of the SPA apartemen unit has been well implemented by the PT. BAP, with evidence of where the buyer has signed a binding of the SPA apartemen unit. His suggestion that the a binding of the SPA apartemen unit can be prepared in an authentic manner before the Notary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susyana
"Tesis ini membahas mengenai implikasi yuridis atas pengenyampingan Pasal 43 ayat (2) huruf d Undang-Undang Rumah Susun dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Bassura Apartemen. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis dimana data penelitian sebagian besar diambil dari studi kepustakaan. Dibahas mengenai apakah pengenyampingan tersebut diperbolehkan serta akibat hukum yang mungkin timbul dari pengenyampingan tersebut dikaitkan dengan perjanjian pengikatan jual beli rumah susun bassura apartemen. Pembahasan didasarkan pada norma-norma hukum perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara umum dan Undang-Undang Rumah Susun.

This thesis focuses on juridical implication on waive of article 43 paragraph (2) letter d of Apartment Law in Sale and Purchase of Bassura Apartment Agreement. This study uses a normative study in which research data is largely derived from the study of literature. It is discusssed whether the waiver is allowed as well as its legal consequences which may existed. The discussion shall generally refer to the civil law norms under Civil Code and Apartment Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arini Alvita
"Perjanjian pengikatan jual beli bawah tangan satuan unit Apartemen Pancoran Riverside Nomor 03018/PR-GRTP/PPJB/II/2020, tidak mengikuti ketetntuan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Rumah Susun dan Pasal 12 ayat (2) Permen Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah, sehingga tidak memberikan perlindungan maksimal kepada pembeli selaku konsumen. Penelitian ini membahas mengenai kepastian hukum berdasarkan asas konsensualisme, dan perlindungan hukum bagi pembeli berdasarkan atas PPJB satuan unit Apartemen Pancoran Riverside Nomor 03018/PR-GRTP/PPJB/II/2020. Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridisnormatif dimana penelitian mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Kesimpulan penelitian menyatakan PPJB Apartemen Pancoran Riverside Nomor 03018/PR-GRTP/PPJB/II/2020 batal demi hukum, hal mana yang mengacu pada pengecualian asas konsensualisme sebagai salah satu dasar perjanjian, namun selama selama perjanjian baru belum dibuat, berdasarkan asas Pacta Sunt Servanda, maka PPJB bawah tangan tersebut hanya memiliki kekuatan akta di bawah tangan. Perlindungan hukum bagi pembeli dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang ada, namun tidak ada sanksi yang tegas bagi pengembang yang membuat PPJB bawah tangan. Oleh karena itu dharapkan pemerintah dan pembuat undang-undang dapat menerapkan sanksi yang tegas terhadap PPJB bawah tangan agar tercipta perlindungan yang maksimal bagi para pihak dalam perjanjian.

The agreement for sale and purchase under the hands of the Pancoran Riverside Apartment unit number 03018/PR-GRTP/ PPJB/II/2020, does not follow the provisions of the applicable laws, namely Article 43 paragraph (1) of the Law on Flats and Article 12 paragraph (2) Regulation of the Preliminary Sale and Purchase Agreement System, so as not to provide maximum protection to buyers as consumers. This research discusses legal certainty based on the principle of consensualism, and legal protection for buyers based on the PPJB unit of the Pancoran Riverside Apartment unit Number 03018/PRGRTP/ PPJB/II/2020. This research is a juridical-normative research where the research refers to the legal norms contained in statutory regulations. The research conclusion states that PPJB Pancoran Riverside Apartment Number 03018/PR-GRTP/ PPJB/II/2020 is null and void, which refers to the exclusion of the principle of consensualism as one of the basis for the agreement, but as long as a new agreement has not been made, it is based on the principle of Pacta Sunt Servanda , then the underhand PPJB only has the power of the underhand deed. Legal protection for buyers is guaranteed by existing laws and regulations, but there are no clear sanctions for developers who make PPJB under their hands. Therefore, it is hoped that the government and legislators can apply strict sanctions against under-handed PPJB in order to create maximum protection for the parties to the agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Maysriwigati Mustafa
"Tesis ini membahas tentang Implikasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap Pengelolaan Rumah Susun dalam Masa Transisi di Rumah Susun Kelapa Gading Square Jakarta Utara. Pertama, belum adanya peraturan pelaksanaan dari pengaturan mengenai masa transisi. Kedua, tidak adanya sanksi bagi pelaku pembangunan yang melewati jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun masa transisi sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Ketiga, belum adanya ketentuan yang mengatur kapan pelaku pembangunan berkedudukan sebagai pemilik sarusun yang belum terjual.

This thesis discuss about the implication of the implementation of Law Number 20 of 2011 regarding Apartment in relation to the management of the apartment in the transition period at the Kelapa Gading Square Apartment, located at North Jakarta which covers firstly the non existence of implementation devices regarding to the provision of transition period. Secondly, there is no sanction for the developer which has exceeded limit of the period of transition for one year as stipulated in article 59 para 2 of Law Number 20 of 2011 regarding Apartment. Thirdly, there is not any regulation which stipulates when does the developer become the owner of the apartment's unit which has not been sold."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31324
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Jeffri A.M.
"Tesis ini membahas tentang prespektif pengelolaan rumah susun berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pengelolaan yang dilakukan oleh Perhimpunan pemilik dan penghuni sarusun (PPPSRS) terhadap benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama guna kepentingan bersama ini masih belum menjadi perhatian serius para pihak yang terlibat dalam Rumah Susun. Kapan dibentuknya PPPSRS dan bagaimana seharusnya dengan aturan-aturan teknis atau Peraturan Pemerintah berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun ternyata belum dilengkapi secara detil dan belum menjabarkan syarat dan kondisi serta tata cara pelaksanaan hukum pembentukan PPPSRS secara terperinci. Sehingga prespektif pengelolaan rumah susun dilengkapi dengan aturan-aturan teknis atau Peraturan Pemerintah yang secara detil menjabarkan syarat dan kondisi serta tata cara pelaksanaan hukum pengelolaan rumah susun guna mempertegas peranan PPPSRS sebagai pengelola bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama demi kepastian hukum.

This thesis discusses the management perspective of the apartment pursuant to Law 20 of 2011 Regarding Apartment. Managed by the owners and occupants Sarusun Association (PPPSRS) against objects together, piece together and ground together for the common good is still not a serious concern of the parties involved in the Apartment. When and how should the establishment PPPSRS technical rules or regulations by Government Law, which now turns the rule of law has not been completed in detail and have not specified the terms and conditions and procedures for law enforcement PPPSRS formation in detail. So that there is a future perspective of the management of the apartment is equipped with technical rules or government regulation that lays out in detail the terms and conditions and legal procedures for the management of the apartment in order to emphasize the role PPPSRS as part of joint management, shared objects and land together for the sake of certainty law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Ratih Kusumaningrum
"Kawasan kumuh di Indonesia terjadi karena tingginya urbanisasi, namun tidak diimbangi oleh edukasi maupun skill para migran, disatu sisi, lapangan kerja yang terbatas, menyebabkan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan begitu sulit, begitu pula dengan keuangan para migran dan akhirnya banyaknya migran yang datang, menyebabkan tingginya permintaan akan hunian, namun kemampuan keuangan migran tidak dapat menjangkaunya sehingga mereka menempati lokasi daerah marginal tanpa adanya pelayanan infrastruktur dasar yang memenuhi standart pelayanan minimum.
Pembangunan Rusunawa di Marunda, Jakarta Utara adalah salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi pekerja kawasan industri, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan korban gusur serta kebakaran. Rumah susun dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui upaya peremajaan, pemugaran dan relokasi. Kegiatan pembangunan rumah susun ini dinilai positif dalam mengurangi kekumuhan perkotaan karena sangat menghemat lahan.
Ketepatan penerima manfaat subsidi, dapat dilihat dari penerima subsidi sudah tepat sasaran atau belum dengan menggunakan metode Benefit Incidence Analysis yang menggunakan data SUSENAS dan data primer, kemudian diperkuat dengan menganalisis permasalahan pergeseran penerima subsidi tersebut dengan menggunakan metode depth interview dan sistem sewa menyewa yang ada di dalamnya, serta komparasi fakta lapangan dengan kebijakan yang berlaku, yaitu UU no 16 tahun 1985.
Dari hasil analisis BIA, secara umum ditemukan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi target sasaran program ini masih kesulitan masuk ke rumah susun karena tingginya harga hunian dan utilitas yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka. Untuk penghuni yang mendapatkan sistem subsidi, masyarakat miskin (Q1) belum mendapatkan manfaat dari program pemerintah ini, penerima manfaat terbanyak merupakan masyarakat yang memiliki penghasilan lebih tinggi (Q4). Pergeseran penerima manfaat ini disebabkan karena tingginya biaya hidup yang sulit dipenuhi oleh penghuni, sulitnya aksesibilitas transportasi, desain yang kurang sesuai dengan kegiatan penghuni. Sedangkan untuk penghuni dengan sistem non subsidi, penerima manfaat hampir merata dan hampir tepat sasaran karena tidak ada perbedaan yang mencolok antara masyarakat miskin (Q1) dengan masyarakat terkaya (Q5).
Mengacu pada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan layanan dasar kesehatan tersebut, namun agar program tersebut berkelanjutan, harus ada peran serta dari masyarakat, yaitu ikut menanggung biaya penyediaan layanan dasar, terutama layanan dasar air bersih yang sekarang ini belum tahu berapa besaran biaya yang harus ditanggung masyarakat. Penentuan besaran biaya air bersih tersebut, menggunakan metode willingness to pay dan menggunakan data primer. Besaran biaya air bersih ini perlu dilakukan untuk menghitung biaya service hunian, yang menurut UN Habitat tidak boleh melebihi 30% dari total pengeluaran rumah tangga, dan ketika masyarakat mengeluarkan pendapatannya lebih dari 30% untuk sewa rumah dan utilitasnya, maka hunian tersebut sudah tidak dapat terjangkau lagi oleh masyarakat dan akhirnya mereka akan kembali ke daerah marginal yang minim akan pelayanan dasar. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 51% sample penghuni, mengeluarkan pendapatannya melebihi batas yang dianjurkan oleh UN Habitat, yaitu >30% untuk hunian dan utilitasnya, sehingga rumah susun tersebut sudah tidak lagi terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah ini.

Slum areas in Indonesia occurred because of the high urbanization, but not matched by education and skills of migrants, on the one hand, employment is limited, causing the competition to get a job so difficult, so they accept law salary, high housing demand for working and less supply in housing, make they fit into the marginal areas without basic infrastructure services that meet minimum service standards.
Development for Flats in Marunda, North Jakarta is one of the solutions in the supply of habitable housing for industrial workers, low income people (MBR) and evicted the victims and fire. Development for flats with the aim of improving the quality of neighborhoods through the efforts of rejuvenation, restoration and relocation. Apartment construction activity was assessed positively in reducing urban squalor because it can conserve land, encourage green open space and efficiency for development basic infrastructure.
The accuracy of the beneficiaries of subsidies, subsidies can be seen from the receiver is on target or not by using a method that uses the Benefit Incidence Analysis. This analysis using data from SUSENAS and primary data, and then amplified by analyzing the problems of shifting the subsidy recipients by using the method of depth interviews and a lease system that is in therein, as well as comparative facts on the ground with the policies in force, UU Rumah Susun (UURS) No. 16 year 1985.
From the analysis of BIA, in general it was found that low-income people who become the target of this program is still difficult entry into the apartment because of the high price of housing and utilities that are not proportional to their income. For residents who get a subsidy system, the poor (Q1) has not benefited from this government program, most beneficiaries are the people who have higher incomes (Q4). Beneficiaries of this shift is caused due to the high cost of living is difficult to fulfill by the occupant, the difficulty of accessibility of transportation, lack of appropriate design with the activities. As for residents with non-subsidy system, beneficiaries almost evenly and almost right on target because there was no significant difference between the poor (Q1) with the richest (Q5). Referring to the Act No. 26 of 2007 on Spatial Planning, the government is obliged to provide basic services such health, but that the program is sustainable, there must be participation from the community, which helped underwrite the cost of providing basic services, especially basic services of clean water are not currently know how much amount of cost to be borne by society.
Determination of the amount of the cost of the clean water, using the method of willingness to pay and use the primary data. Cost of clean water is necessary to calculate the cost of residential service, which according to UN Habitat should not exceed 30% of total household expenditure, and when people spend more than 30% of their income for rent and utilities, then the occupancy is already out of reach again by the community and eventually they will return to marginal areas would be minimal basic services. From the result showed that as many as 51% sample of residents, to spend his income exceeds the limit recommended by the UN Habitat, which is> 30% for shelter and utilities, so the apartment is no longer affordable by low-income communities.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30283
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Jasin
"Peningkatan pembangunan apartemen di Jakarta dengan lokasi tidak hanya terkonsentrasi di kawasan pusat kota, tetapi telah menyebar ke kawasan pinggiran kota dan di kota-kota pinggiran seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang merupakan suatu fenomena tersendiri. Bagi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas, pembangunan sistem transportasi yang dilaksanakan pemerintah berupa pembangunan jaringan jalan lingkar luar, jalan layang dan jalan tol, telah menjadikan kawasan pinggiran kota sebagai salah satu lokasi permukiman yang cukup menarik dan ideal.
Penelitian mengenai motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas ini, dilakukan dengan pendekatan metode penelitian kuantitatif dengan studi verifikasi untuk menjajaki dan memahami motivasi dan profil penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas yang bermukim di lokasi kawasan pinggiran kota Jakarta.
Untuk mengetahui karakteristik masalah penelitian ini, digunakan metode tabulasi silang yaitu suatu cara untuk mengetahui hubungan komparatif dari dua variabel yang diteliti, yaitu motivasi dan kawasan pinggiran kota Jakarta. Cara ini merupakan penelitian satu tahap yang datanya berupa beberapa subyek pada waktu tertentu, dengan menggunakan instrumen kuesioner. Penetapan subyek penelitian dilakukan secara acak. Uji Hipotesis dilakukan setelah tabulasi antar variabel dilakukan, sehingga akan tampak distribusi tabulasi silang sebagai cerminan diterima atau ditolaknya Hipotesis penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, diambil kesimpulan bahwa motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas yang bermakna adaiah kebutuhan akan hunian, dengan faktor aksesibilitas yang tinggi terhadap pusat kegiatan, lokasi bebas banjir dan bebas polusi dan kepastian hukum dalam pemilikan.
Komunitas penghuni apartemen adalah dari golongan swasta, dengan posisi jabatan setingkat manager ke atas, mayoritas tingkat pendidikan penghuni adalah sarjana (S1), berpenghasiian sekitar di atas 10 juta rupiah/bulan sampai di atas 30 juta rupiah/bulan. Faktor yang berperan penting dan secara statistik bermakna terhadap hubungan motivasi penghuni apartemen golongan menengah-atas di kawasan pinggiran kota adaiah status keluarga dan status pekerjaan.
Motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas terhadap pemilikan lokasi permukiman di kawasan pinggiran kota lebih di dasarkan pada faktor kebutuhan akan kepraktisan dan keamanan dan bukan karena faktor pengakuan dan gaya hidup (Life style). Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber pengayaan bagi penelitian selanjutnya.

The phenomenal growth of apartment buildings in Jakarata is not only concentrated in the city center, but also scattered in the suburb and fringe region of Jakarta, such as Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi. The new system of transportation were built by government: outer ring road, fly over and by pass made the suburb and fringe region as a favorable place for living.
The accessibility and availability of good transportation system is the crucial factor in choosing the suburb and fringe region of Jakarta as location to live. The study on motivation of the middle-up income apartment's tenants is basically a normative research using the quantitative method.
To illustrate the characteristic of the problem, we apply the cross tabulation method, a technique for comparing two classification variables such as Motivation and Fringe region of Jakarta. The technique uses questionnaires and this is one shot research. Hypothesis test is a form of statistical inference in which a statement concerning a characteristic of a population. The Hypothesis test conducted after the tabulation of variables, therefore the distribution of the random sampling are reflected by the cross tabulation. Usually the value of its mean, is accepted or rejected based upon the value of the corresponding sample characteristic.
Based upon the research result, as a matter of fact, most of the tenants who live in the apartment comprise managers, directors of private sectors, with college graduate and monthly income between 10 millions rupiah/month until above 30 millions rupiahJ month.
Motivation of the middle-up income tenants to live in high rise apartements basically based on security, practical life rather than life style. Hopefully the result of this study can be used as a source for further study.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahima Malik
"Pembangunan rumah susun menjadi alternative solusi permasalahan perumah di Indonesia di tengah-tengah kebutuhan tempat tinggal yang semakin meningkat. Salah satu aspek penting dalam rumah susun adalah perolehannya yang saat ini dapat dilakukan saat fisik bangunan rumah susun tersebut belum terbangun (pre-project selling) Mengantisipasi perkembangan dan kebutuhan tersebut, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri PUPR No. 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah. Namun, berbagai kalangan menganggap aturan tersebut tidak adil bagi pengembang. Aturan yang dianggap tidak adil dalam aturan tersebut adalah antara lain (1) ketentuan mengenai pemasaran yang membebankan tanggung jawab penuh kepada pengembang terhadpa informasi yang disampaikan oleh agen pemsaran; (2) Pengembang wajib mengembalikan seluruh pembayaran dengan potongan 10% kepada konsumen. Dikarenakan aturan tersebut, kemudian timbul persoalan mengenai kesetaraan pengembang dan konsumen rumah susun dalam jual beli satuan rumah susun.

The development of Apartment across Indonesia has been an alternate solution amidst housing problems in Indonesia. One of the key aspects in Apartment subject is the provision of apartment which for the time being may be procured before the physical of apartment even exists (pre project selling). In consideration of the above complexities and development, the Government of Indonesia enacted Minister of General Construction and People Housing Regulation Number No. 11/PRT/M/2019. However, the promulgation has attracted critcicsm due to the provisin contained in the regulation doesnt reflect the equality or fairness for the developer. Some of the provision being criticized are (1) provision for developer to fully take responsibility for every marketing activity conducted by external marketing agen; (2) Developer shall return full payment with deduction of 10% in case of cancellation by consumer. Nothwithstanding the provision, questions are raised on the equality between developer and consumer in apartment transaction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Tulus H. P.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T40647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>