Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213693 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Lestariningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh umur kawin pertama serta faktor-faktor demografi, sosial, ekonomi dan karakteristik perkawinan terhadap otonomi perempuan dalam rumah tangga di Indonesia menggunakan data SDKI 2012. Tetapi berdasarkan tinjauan literatur, variabel umur kawin pertama diduga mengalami masalah endogenitas sehingga umur kawin pertama diprediksi terlebih dahulu menggunakan regresi OLS.
Hasil prediksi umur kawin pertama tersebut yang kemudian digunakan dalam model otonomi perempuan. Hasil analisis model otonomi perempuan menggunakan regresi logistik biner, menunjukkan bahwa umur kawin pertama berpengaruh positif terhadap otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga, tetapi berpengaruh negatif terhadap otonomi perempuan dalam keputusan penggunaan KB.

This research aims to study the effect of age at first marriage and demographic, social, economic factors, and characteristics of marriage on women's autonomy of household in Indonesia using the 2012 Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) data. But based on literature review, variable age at first marriage suspected endogenity so age at first marriage predicted using OLS regression previously.
The result of age at first marriage predicted that used on women's autonomy model. The results of women?s autonomy using binary logistic regression, show that age at first marriage have positive effect on women's autonomy in household decision making and negative effect on contraceptive use decision making."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruskin Ristiana
"ABSTRAK
Status kerja dan otonomi perempuan kawin di dalam rumah tangganya diduga saling mempengaruhi satu sama lain sehingga akan diteliti apakah dengan bekerja perempuan menjadi memiliki otonomi yang tinggi atau sebaliknya, perempuan dapat bekerja karena ia memiliki otonomi yang tinggi di dalam rumah tangganya. Dengan menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2012 dan analisis regresi logistik multinomial yang memperlakukan status bekerja dan otonomi secara bergantian menjadi variabel bebas dan variabel terikat, ditemukan bahwa status bekerja mempunyai pengaruh terhadap otonomi perempuan kawin dalam rumah tangga, dan begitu pula sebaliknya. Namun, arah dan kuat pengaruhnya tergantung pada jenis status bekerja dan otonominya.

ABSTRACT
It rsquo s been assumed that marriage women rsquo s participation in the labor market and their household autonomy was influence each other. So, we will examine whether being employed will enhances women rsquo s household autonomy or whether they working because they have a high level of autonomy in their household. We using the Indonesia Demographic and Health Survey SDKI 2012 data and the multinomial logistic regression analyze by treating women rsquo s working status and women rsquo s household autonomy by turns them as dependent and independent variable. We found that women rsquo s working status has influence on the household autonomy, and so on the contrary. But, the direction and the significance of this influence are depend on type of work status and autonomy. "
2017
T48819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Amanah Primaningrum
"Sesuai dengan yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024, untuk mengupayakan agenda meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, dibutuhkan penduduk yang tumbuh seimbang dan tata kelola penduduk yang kuat. Umur kawin pertama merupakan salah satu faktor dari pertumbuhan penduduk, dimana waktu saat pertama kali melakukan perkawinan akan mempengaruhi individu yang terlibat dan keturunan yang dilahirkan di waktu mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh modal manusia terhadap umur kawin pertama. Sumber data penelitian ini adalah hasil Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) 2007 dan 2014. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode regresi logistik biner. Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, status kesehatan, dan pengeluaran per kapita mempengaruhi umur kawin pertama. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan menurunkan kemungkinannya untuk melakukan perkawin pada umur 25 tahun atau kurang. Seseorang dengan riwayat penyakit kronis akan meningkatkan kecenderungan untuk melakukan perkawinan pada usia 25 tahun atau kurang, dan pengeluaran per kapita keluarga yang lebih tinggi mengurangi kecenderungan untuk melakukan perkawinan pada usia 25 tahun atau kurang.

As stated in Indonesia’s RPJMN 2020-2024, to pursue the agenda of increasing human resources with high quality and competitive, population growth that is balance and a good population management are needed. The timing of entry to marriage is one of the factors of population growth. The timing of entry to marriage would affect people involved in family. This research aims to do a study on the impact of human capital on age at first marriage. Using the IFLS 2007 and 2014, the author regressed the data with binary logistic regression method, this study show that educational attainment, health status, and per capita expenditure affect age at first marriage. Someone with higher educational attainment less likely to marry when they are 25 years old or younger. Someone with chronic disease diagnose more likely to marry when they are 25 years old and younger. Lastly, the higher per capita expenditure the family of someone spent, will lessen the probability of that someone to marry when they are 25 years old or younger."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Junaedi
"Fenomena penurunan persentase perkawinan usia 15-19 tahun dan peningkatan median usia kawin pertama (UKP) dari data SDKI 1997, 2002-2003, dan 2007 menjadi anomali dengan masih adanya permasalahan kependudukan, termasuk dalam hal keluaran kesehatan reproduksi. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Praktek diduga mempengaruhi hubungan UKP terhadap keluaran kesehatan reproduksi. Penelitian ini menggunakan data SDKI tahun 2007 dengan membagi keluaran kesehatan reproduksi menjadi dimensi fisik dan sosial. Hasil penelitian membuktikan bahwa sikap dan praktek mengganggu hubungan UKP terhadap keluaran kesehatan reproduksi dengan begitu disarankan pemerintah tak hanya berfokus dalam UKP saja melainkan juga mempertimbangkan hasil temuan ini.

Phenomenon of reduction percentage of marriage aged 15-19 and the enchancement of the median of age at first marriage from the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 1997, 2002-2003, and 2007 are anomaly of persistence population problems, one of them is outcome health reproduction. Knowledge, Attitude, and Practice influence are expected confounding relationship between age at first marriage and outcome health reproduction. This study used IDHS’s data in 2007 by dividing the health reproduction outcome into physical and social dimensions. The results are Attitude and Practice confounding relationship between age at first marriage and outcome health reproduction and suggested to the government to not only focused in age at first marriage but also the results of these findings."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Regina
"Tesis ini membahas pengaruh karakteristik demografi, kerentanan terkait perkawinan dan keinginan mempunyai anak dengan umur ideal kawin pertama pada remaja (15-24 tahun) di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian dilakukan secara potong lintang atau cross sectional. Variabel penelitian akan diukur dan dikumpulkan dalam satu waktu. Penelitian ini menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017 Remaja. Data umur ideal kawin pertama akan dianalisis secara univariat, bivariat dengan uji Chi-Square dan Regresi logistic sederhana, dan multivariat dengan menggunakan analisis Regresi Logistic Ganda dengan menggunakan aplikasi SPSS 25. Hasil penelitian diketahui rata-rata umur ideal kawin pertama remaja perempuan usia 15-24 tahun adalah 23 tahun walaupun diketahui 0,3% remaja masih memiliki umur ideal kawin pertama pada umur <18 tahun. Selain itu, hubungan antara umur ideal kawin pertama kali dengan umur ideal memiliki anak pertama kali, tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan kuintil kekayaan memiliki hubungan yang significant secara statistik. Sedangkan umur ideal kawin pertama tidak memiliki hubungan significant secara statistic dengan jumlah anak ideal, umur remaja, keterpajanan dengan media massa, umur pertama kali mentruasi, umur pertama kali pacaran, umur pertama kali melakukan hubungan seksual, dan pengetahuan kesehatan reproduksi yaitu pengetahuan masa subur perempuan dan pengetahuan resiko kehamilan. Umur ideal memiliki anak pertama merupakan variable independent langsung yang pengaruhnya paling besar kepada umur ideal kawin pertama dimana memiliki OR 220,266 yang diintepretasi bahwa remaja perempuan yang memiliki umur ideal memiliki anak pertama kali < 20 tahun beresiko 220,266 memiliki umur ideal kawin pertama <18 Tahun. Sedangkan OR kuintil kekayaan diperoleh 1,578 yang diintepretasikan pada remaja yang kuintil kekayaan terbawah memiliki resiko 1,578 kali untuk memiliki umur ideal kawin pertama <18 Tahun.

This study focus on the influence of demographic characteristics, susceptibility related to marriage and the desire to have children with the ideal age of first marriage in adolescents (15-24 years) in Indonesia. This study is a descriptive analytical research using quantitative research methods. The research design was carried out in a cross-sectional approach. The research variables will be measured and collected at one time. This study uses secondary data from the 2017 Indonesian Health Demographic Survey (IHDS) for Adolescents. The data of the ideal age of the first marriage will be analyzed univariately, bivariate with Chi-Square and Simple logistical regression and multivariate with binary logistical regression analysis using the SPSS 25 application. The results of the study show that the average ideal age of first marriage for adolescent girls aged 15-24 years is 23 years old, although it is known that 0.3% of adolescents still have an ideal age for first marriage at the age of <18 years. In addition, the relationship between the ideal age of first marriage and the ideal age of having a child for the first time, place of residence, education level, and wealth quintile had a statistically significant relationship. Meanwhile, the ideal age of first marriage does not have a statistically significant relationship with the ideal number of children, adolescent age, exposure to mass media, the age of first menstruation, the age of first dating, the age of first sexual intercourse, and reproductive health knowledge, namely knowledge of women's fertile period and knowledge of pregnancy risk. The ideal age of having the first child is a direct independent variable that has the greatest influence on the ideal age of first marriage where having an OR of 220,266 which is interpreted that adolescent girls who have an ideal age of having a child for the first time < 20 years have a risk of 220.266 having an ideal age of first marriage <18 years. Meanwhile, the quantile OR of wealth was obtained 1.578 which was interpreted in adolescents whose lowest quantile wealth had a risk of 1.578 times to have an ideal age of first marriage <18 years."
Depok: Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhilla Sekar Pramesty
"Rata-rata Usia Kawin Pertama di Indonesia adalah 20,25 tahun. Rendahnya usia menikah biasanya tidak dibarengi dengan tingginya tingkat pendidikan yang berkaitan dengan siklus tidak setaraan dan kemiskinan yang tiada akhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap usia kawin pertama di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data BPS tahun 2015-2020 dengan unit analisis 34 provinsi di Indonesia. Penelitian in menggunakan instrumen variabel untuk menangani permasalahan endogenitas dalam penelitian ini sehingga diperlukan variabel instrumen untuk mengatasinya. Instrument Variable Two Stage Least Square (IV2SLS) adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini, dan rasio jumlah guru terhadap populasi murid sebagai variabel instrumen. Hasil first stage menunjukkan bahwa rasio jumlah guru terhadap populasi murid merupakan instrumen yang baik dan memenuhi asumsi relevance. Hasil estimasi IV2SLS menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap penundaan usia kawin pertama. Adanya peningkatan akses internet juga berkontribusi positif pada penundaan usia kawin pertama di Indonesia. Untuk meningkatkan usia kawin pertama dari 20,25 tahun (usia kawin pertama 2020) menjadi 21 tahun diperlukan peningkatan pendidikan sebesar 1,5 tahun dari 10,8 di tahun 2020.

The average age at first marriage in Indonesia is 20.25 years. The low age at marriage is usually not accompanied by a high level of education which is associated with an endless cycle of inequality and poverty. This research aims to determine the effect of education on the age at first marriage in Indonesia. This research uses BPS data for 2015-2020 with analysis units from 34 provinces in Indonesia. This research uses variable instruments to deal with endogeneity problems in this research so that instrument variables are needed to overcome them. Instumental Variable Two Stage Least Square (IV2SLS) is the method used in this research, and the ratio of the number of teachers to the student population is the instrument variable. The first stage results show that the ratio of the number of teachers to the student population is a good instrument and meets the relevance assumptions. The IV2SLS estimation results show that the education has a positive effect on delaying the age at first marriage. The increase in internet access has also contributed positively to delaying the age at first marriage in Indonesia. To increase the age at first marriage from 20.25 years (age at first marriage in 2020) to 21 years requires an increase in the education by 1.5 from 10.8 in 2020."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yehezkiel Raka Paskalis
"Penelitian ini akan menganalisis pengaruh jumlah anggota rumah tangga disabilitas rumah tangga terhadap status ketahanan pangan rumah tangga, dengan menggunakan data cross-section dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2023 pada tingkat analisis rumah tangga. Hasil analisis dengan menggunakan regresi logistik biner menunjukkan bahwa jumlah anggota rumah tangga disabilitas berpengaruh negatif terhadap status ketahanan pangan rumah tangga. Pengaruh negatif ini dapat menghambat pencapaian tujuan pemerintah dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016, yaitu menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk dalam ketahanan pangan, tidak terkecuali para penyandang disabilitas. Selain itu, analisis juga dilakukan terhadap karakteristik sosio-ekonomi rumah tangga yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga, seperti jenis kelamin kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, status perkawinan kepala rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga, wilayah tempat tinggal rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, akses kredit, kepemilikan rumah, jumlah perokok, dan provinsi.

This research will analyze the effect of the number of household members with disabilities on the household food security status using cross-sectional data from the 2023 Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). The results of analysis using binary logistic regression show that that the number of household members with disabilities negatively affects the household food security status. This adverse impact poses a significant obstacle to fulfilling the goals of Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 and Undang-Undang No. 8 Tahun 2016, which aim to ensure the well-being of all citizens, including food security for people with disabilities. Additionally, analysis was also carried out on household socio-economic characteristics that influence household food security, such as the gender of the head of the household, age of the head of the household, marital status of the head of the household, education level of the head of the household, number of household members, employment status of the head of the household, household living area, household expenditure, access to credit, house ownership, number of smokers, and province."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Siswanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh otonomi perempuan dalam rumah tangga dan faktor sosio-ekonomi demografi terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan pemilihan pelayanan kesehatan persalinan. Data yang digunakan adalah hasil Survei Demograii dan Kesehatan Indonesia 2007. Analisis multivariat pada penelitian ini menerapkan regresi logistik biner dan regresi logistik multinomial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otonomi perempuan dalam rumah tangga dan faktor sosio-ekonomi demografi signifikan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal. Pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu yang tinggi lebih cenderung pada ibu yang memiliki peran tinggi dalam pengambilan keputusan rumah tangga dan berpendidikan SMP ke atas, berdiskusi KB dengan suami, tidak setuju pemukulan suami terhadap istxi, bekerja dan memiliki kontrol atas penghasilan, berumur 30 tahun ke atas, memiliki kurang dari tiga anak, pendidikan suami SMP ke atas, kaya, tinggal di perkotaan dan tidak kesulitan dalam transportasi ke fasilitas kesehatan dan pembiayaan. Selain itu, tidak kesulitan pada jarak, mengalami komplikasi persalinan, dan kehamilan diperiksa oleh tenaga kesehatan mempengaruhi pemilihan pelayanan persalinan.
Interaksi antara peran pengambilan keputusan dalam nnnah tangga dengan pendidikan bexpengaruh paling kuat diantara indikator otonomi ibu lainnya terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal. Status ekonomi keluarga yang paling kuat pengaruhnya terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal. Faktor pemeriksa kehamilan sangat kuat mempengamhi pilihan ibu pada pelayanan kesehatan persalinan.

The research aims to study the influence of woman autonomy in household and socio-economic and demographic factors on the use of maternal health service and selection of delivery health service. The data used come from the results of the 2007 Indonesia Demographic and Health Survey using binary and polytomous logistics regression.
The result show that woman autonomy in household and sosio-economic and demographic factors have significant impacts on maternal health care utilization. The probability of high utilization of maternal health services is higher among those who had high role in household decision making and secondary school or higher education, who discussed family planning with husband, disagreed of wife beating, worked and had control over income, aged 30 years or higher, had less than three children, had husbands with secondary school or higher education, were from rich family, lived in urban areas and did not have difficulties in transportation and money to health facility. ln addition, not having difficulties in distance to health facilities, having delivery complicating and used antenatal care provider affect the choice of delivery services.
Interaction between the role in decision making in household with education have strongest effect among other autonomy indicators for matemal health service utilization. Household economic status is the strongest factor affect maternal health service utilization. Antenatal care provider has strong effect on the choice of delivery services."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T33413
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Haryani
"Tingkat kejadian campak di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2015 hingga tahun 2017, dimana di periode yang sama terjadi kejadian luar biasa campak di hampir setiap provinsi di Indonesia. Salah satu penyebab meningkatnya tingkat kejadian campak di Indonesia adalah masih rendahnya persentase vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan di Indonesia. Rendahnya persentase vaksinasi campak di Indonesia dapat menyebabkan, antara lain: tidak tercapainya target RPJMN yaitu 90 persen imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-23 bulan; tidak tercapainya komitmen Indonesia pada GVAP dan WHO South-East Asia Region untuk memenuhi vaksinasi campak minimal 95 persen di semua wilayah secara merata pada tahun 2023; dan tidak tercapainya target 3.8 SDG’s yaitu mencapai cakupan kesehatan universal, termasuk perlindungan risiko keuangan, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang baik, dan akses terhadap obat- obatan dan vaksin dasar yang aman, efektif, berkualitas, dan terjangkau bagi semua orang. Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan antara keberdayaan perempuan dalam rumah tangga serta faktor lingkungan eksternal, predisposisi dan sumber daya pendukung terhadap vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data SDKI 2017. Unit analisisnya adalah anak terakhir berusia 12 - 23 bulan yang memiliki status vaksinasi campak dengan jumlah observasi sebanyak 3.416 individu. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logit biner. Hasil penelitian menunjukan bahwa dua dari empat komponen ukuran keberdayaan perempuan dalam rumah tangga, yaitu partisipasi pengambilan keputusan dalam rumah tangga (tingkat partisipasi tinggi) dan Pendidikan Ibu (SLTA & PT) memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan. Sedangkan dua ukuran keberdayaan perempuan dalam rumah tangga lainnya, yaitu sikap mengenai pemukulan terhadap istri dan status bekerja ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan. Selain keberdayaan perempuan dalam rumah tangga, variabel yang secara statistik memiliki hubungan yang signifikan dengan vaksinasi campak pada anak, yaitu wilayah geografis, usia ibu, kuintil kekayaan rumah tangga dan kunjungan antenatal care. Sedangkan variabel wilayah tempat tinggal dan penggunaan internet tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan.

The incidence of measles in Indonesia has increased from 2015 to 2017, where in the same period there were outbreaks of measles in almost every province in Indonesia. One of the causes of the increasing incidence of measles in Indonesia is the low measles vaccination coverage for children aged 12-23 months in Indonesia. The low coverage of measles vaccination in Indonesia can obstruct the achievement of the RPJMN target of 90 percent complete basic immunization for children aged 12-23 months; the achievement of Indonesia's commitment to GVAP and WHO South-East Asia Region to meet measles vaccination coverage of at least 95 percent in all regions equally by 2023; and the achievement the SDG's 3.8 target, achieving universal health coverage, including financial risk protection, access to good basic health services, and access to safe, effective, quality and affordable basic medicines and vaccines for all. This research aims to study the relationship between women's empowerment in the household as well as external environmental factors, predispositions and enabling resources to measles vaccination coverage in children aged 12-23 months in Indonesia. The data used in this study were sourced from the 2017 IDHS data. The unit of analysis was the last child aged 12 - 23 months who had measles vaccination status with a total of 3,416 observations. The analytical method used is binary logit regression. The results showed that two of the four components of the measure of women's empowerment in the household, participation in decision-making in the household (high participation rate) and maternal education (Secondary & Higher) had a positive and significant relationship with measles vaccination in children aged 12-23. month. Meanwhile, two other measures of women's empowerment in the household, attitudes about wife’s beating and working status of mothers, did not have a significant relationship with measles vaccination in children aged 12-23 months. In addition to women's empowerment in the household, the variables that were statistically significantly related to measles vaccination in children were geographic area, maternal age, household wealth quintile and antenatal care visits. Meanwhile, the area of ​​residence and internet use did not have a significant relationship with measles vaccination in children aged 12-23 months."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krido Saptono
"Tesis ini membahas tentang umur kawin pertama pada perempuan di Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan provinsi yang paling besar jumlah penduduknya dan terkenal dengan umur kawin pertama perempuan paling rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Besarnya persentase umur kawin pertama pada usia anak-anak membuat semakin panjang waktu perempuan di dalam ikatan perkawinan, sehingga peluang perempuan untuk mempunyai anak banyak lebih besar. Dampaknya adalah masih tingginya tingkat fertilitas yang menyebabkan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sehingga mengendalikan umur kawin pertama perempuan mempakan salah satu opsi untuk menekan laju penumbuhan penduduk.
Tujuan studi ini adalah untuk mempelajari pola, perbedaan dan determinan umur kawin pertama. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferens seperti survival analisis dan regresi dengan life data. Data yang digunakan adalah data SDK1 2007, SDKI 2002/2003 dengan obyek penelitian perempuan pernah kawin umur 15-49 tahun serta data TPAK perempuan yang bersumber dari SP 1980, SP 1990 dan SP 2000 di Provinsi Jawa Barat.
Temuan pada analisis deskriptif menyimpulkan bahwa 33,9 persen perempuan yang tinggal di pedesaan dan 14,3 persen perempuan di kota kawin pada usia 15 tahun ke atau kurang. Perkawinan usia anak-anak ini didominasi oleh perempuan dengan pendidikan rendah terutama di pedesaan. Analisis inferens menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan perempuan dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan mempunyai pengaruh positif terhadap umur kawin pertama yang berarti semakin tinggi pendidikan dan TPAK perempuan maka semakin lambat kawin.
Perempuan di daerah pedesaan cenderung lebih cepat kawin dibandingkan dengan perempuan di perkotaan, begitu juga dengan perempuan muslim dibandingkan dengan non muslim. Perempuan yang bekerja di sektor pertanian lebih cepat kawin dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor non pertanian terutama di daerah pedesaan. Kohor perempuan paling muda Iebih cepat kawin dibandingkan dengan kohor perempuan paling tua terutama di daerah perkotaan, walaupun perempuan kohor paling tua mempunyai resiko lebih tinggi untuk kawin pada umur anak-anak dibandingkan dengan perempuan kohor paling muda.

This thesis discussed age at first marriage of women in West Java Province. ln Indonesia, West Java is the largest population and it is known as the lowest age at first marriage of women among other provinces. High percentage of age at first marriage of teen makes the longer time in duration of marriage and it influences opportunity of women to reproduce more children. As the impact, high fertility rate causes high population growth rate and it makes options to decrease population rate by controlling age at first marriage of women.
This research’s aim is to learn pattem, difference and determinant of age at first marriage. The methods of research are descriptive analysis and inferential analysis, such as survival analysis and regression analysis with life data. The data are IDHS 2007 and IDHS 2002/2003 with women in research object, which they are marriage women between 15-49 years old and female Labor Force Participation Rate from 80’s, 90’s and 2000’s Population Census in West Java.
The findings in descriptive analysis conclude that 33.9 percent of women in rural area and 14.3 percent of women in urban area, they marry on age of 15 or less. This marriage on teen age is dominated the lower education, especially in rural area. The inferential analysis concludes that there is positive correlation between women education status and Labor Force Participation Level into fust marrying age. The women higher education status affects the older marrying age.
Women in rural area more likely marry in younger age than women in urban area. Similar about living area, Moslem women is like to marry younger than non Moslem women. Women working in agriculture sector are like to marry younger than women working in non agriculture sector, especially in rural area. The youngest cohort women are like to marry younger than the oldest women cohort, especially in urban area, although the oldest women cohort has higher risk than the youngest women cohort to marry on younger age.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T33983
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>