Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Radityo Widiatmojo
"ABSTRAK
Penelitian kualitatif ini memaparkan pemikiran Pierre Bourdieu dan Theo van
Leuween dalam membongkar kekerasan simbolik terhadap perempuan melalui
medium fotografi di facebook. Pemaknaan foto melalui semiotika sosial Theo van
Leuween merupakan hasil objektif-subjektif peneliti yang dikonfirmasi oleh
informan, dilanjutkan dengan analisis mendalam dari pemikiran Pierre Boudieu
tentang Habitus, doxa, modal, dan arena sebagai struktur pembentukan kekerasan
simbolik. Bentuk-bentuk kekerasan simbolik yang dilihat dari semiotika sosial
adalah fokus utama foto ada pada bagian payudara, penggunaan atribusi fotografi
(kamera, lensa, tripod, tas kamera, warna kaos) untuk mendominasi perempuan,
kata-kata vulgar dalam group facebook KFI, serta jenis pakaian yang dikenakan
perempuan saat pemotretan. Hasil temuan dari penelitian ini adalah terbentuknya
habitus fotografi portrait sebagai medium untuk mendominasi perempuan serta
group facebook KFI sebagai arenanya yang dibangun atas dasar budaya patriarki,
dimana dalam KFI tidak terdapat fungsi sensor dalam pembatasan pornografi.
Kekerasan simbolik juga terpelihara karena adanya hubungan transaksional,
fungsi rekreasi, nilai ekonomi serta upaya pendakian status anggota KFI dengan
cara mengunggah foto perempuan seksi di group facebook KFI. Struktur habitus
ini dibentuk dari berbagai aspek, yaitu modal ekonomi, modal simbolik (edukasi),
sejarah fotografi, hunting model, industri kamera serta facebook

ABSTRACT
This qualitative research examined to investigate symbolic violence against
women on Indonesian Photography Community online (KFI) on facebook through
portrait photography. The meaning of image (portrait of women) were profoundly
and critically analyzed by, both subjectivity and objectivity, expending Habitus,
doxa, modal and field theory by Pierre Bourdieu, utilizing van Leuween‟s social
semiotic and confirmed by spokesperson. The form of symbolic violence against
women done within various areas. Breast is the main focus of the images,
photography attribution (camera, telephoto lens, tripod, camera bag, shirt) use as a
symbols of domination, dirty comment on facebook, and obviously the fashion
were threaded as symbolic violence. The main result of this research argue that
photography is the core medium to dominate women and facebook group KFI as
the central field without pornography censorship as constructed by culture of
patriarchy. Symbolic violence were continued in KFI as transactional relationship,
refreshing, economic value, and social climb, by upload various photograph of
sexy women. This structure of Habitus shape by economic modal, symbolic
modal, education, history of photography in Indonesia, hunting model, camera
industry and facebook."
2016
T45739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Eka Qamara Yulianthy Dewi Hakim
"ABSTRAK
Studi ini menganalisis bagaimana proses pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan yang mengalami mekanisme kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik digunakan sebagai upaya menanamkan pemahaman atau kepentingan-kepentingan tertentu dengan mengatasnamakan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis proses interaksi dalam kerangka pemberdayaan, mekanisme kekerasan simbolik yang berlangsung dan perjuangan simbolik para aktor yang terlibat dalam proses pemberdayaan. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode-metode: observasi partisipasi, wawancara mendalam, FGD, dokumentasi dan data sekunder. Penelitian dilakukan selama ± 2 tahun dengan pemilihan lokasi secara bertahap pada LSM Asih di Cengkareng, LSM Asah di Kutai Kartanegara dan LSM Asuh di Cibinong.
Temuan dalam studi ini adalah munculnya ?kelompok tanggung? sebagai hasil ?lain? dari proses pemberdayaan yang telah dilaksanakan oleh LSM Asih, LSM Asah dan LSM Asuh. Suatu kelompok ?baru? dari warga binaan yang telah berhasil menikmati pemberdayaan namun belum berdaya sepenuhnya, masih tergantung pada pemberdaya dan memiliki peran penting sebagai ?jembatan? antara pemberdaya dan warga yang akan dibina. Posisi menjadi serba tanggung karena tanggung untuk bisa maju dan tanggung untuk dikatakan telah maju. Ketiga kelompok tanggung tersebut memiliki persamaan dan perbedaan baik secara individu, relasi sosial, waktu dan lingkungan yang membentuknya.
Kesimpulannya adalah dialektika negara, LSM dan masyarakat, dialektika kepentingan pemberdaya dan peningkatan capital warga binaan, dan dialektika global dan lokal bukanlah diamati sebagai siapa atau mana yang lebih berkuasa atau dominan. Dialektika-dialektika tersebut justru menciptakan suatu (re)produksi sosial atau budaya yang terus berproses. Walaupun di dalamnya ada upaya penghimpunan habitus kolektif atau dominasi atau kepentingan melalui mekanisme kekerasan simbolik, namun tetap ada upaya-upaya perjuangan simbolik para aktor di dalamnya. Terlepas dari menjadi kelompok dominan atau kelompok terdominasi, perjuangan simbolik menjadi kekuatan bertahannya dialektika tersebut.

ABSTRACT
This dissertation analyzes how the empowerment process in urban poor community who experienced symbolic violence. Symbolic violence is used as an approach to instill an understanding or any particular interests in the name of social welfare improvement.
The study aims to analyze an interaction process within empowerment framework, process of symbolic violence mechanism, and symbolic struggle of actors who involved in empowerment process. The study uses a qualitative approach with participant observation, in-depth interviews, focus group discussion (FGD), documentation and secondary data. The study was conducted for about two years in gradually selected three NGO?s are The Asih NGO in Cengkareng, The Asah NGO in Kutai Kartanegara, and The Asuh NGO in Cibinong. The key finding from this study is the emerging of ?Tanggung Group? as the ?other? output of empowerment process that has been conducted by The Asih, Asah and Asuh NGO. This is a ?new? group in the empowered communities that has gained several benefits but not fully empowered yet, they still depend to the empowerment institution and hold an important role as a ?bridge? group between the empowerment institution and community. Their position became halfempowered, because they either could not fully step forward or to be called as totally being empowered. Those three ?tanggung groups? have both similarties and differences in term of in individual, social relation, time and environment condition that build them.
The main conclusions drawn from this research were that the state, NGOs, and society dialectic, dialectic of empowerment institution interest and improvement of empowered community capital, global and local dialectic are not been viewed as who or which one is more powerful or dominant. Those dialectics have created a social or cultural (re)production that continues processing. Although is has a collective habitus collection or domination or particular interest through symbolic violence mechanism, however there is still symbolic struggle among the actors. Apart from being a dominant group or being dominated group, symbolic struggle become the strength of the existing dialectic."
Depok: 2011
D1198
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Agnes Praditya
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas novel seorang pengarang asal Afghanistan, yaitu Khaled
Hosseini yang berjudul A Thousand Splendid Suns (2010). Novel A Thousand Splendidi Suns
menampilkan tema kekerasan dalam rumah tangga yang menjadi isu dalam novel. Untuk itu
penelitian ini akan berfokus mengungkap bentuk dominasi yang dilakukan Rasheed kepada dua
istrinya dan perlawanan terhadap dominasi tersebut. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa latar
belakang budaya patriarkis membentuk pola pikir tokoh perempuan sehingga menginternalisasi
secara ideologis yang menyebabkan mereka mengalami kekerasan simbolik maupun kekerasan
fisik dalam rumah tangganya. Dengan demikian, relasi yang terbentuk adalah relasi
ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan serta menampilkan laki-laki sebagai pihak yang
dominan.

ABSTRACT
Domination Patriarchy on Women On Female Lead Character in the Novel A Thousand Splendid Suns ABSTRACTThis research discusses a novel by Khaled Hosseini a male author from Afghanistan titled A Thousand Splendid Suns 2010 The novel expresses domestic violence in household which is increasingly prevalent and becomes an issue in Afghan society Therefore this study focuses on revealed to domination by Rasheed to two of his wife and of resistance to the domination This research found that the cultural background of patriarchy forms mindset of women and ideologically internalized so the female characters in this novel experiences symbolic and physical violence in the household Thus the relation that is formed is inequality between men and women and show men as the dominant party Key words domination patriarchy symbolic violence resistance"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Savitri
"Skripsi ini membahas mengenai pengalaman tujuh perempuan dengan delapan kategori yang terdiri dari empat perempuan berada pada hubungan perkawinan dan tiga perempuan tidak berada pada hubungan perkawinan. Keduanya samasama sama-sama dituntut untuk menjadi ibu melalui institusi heteroseksual yang sah (perkawinan).Keharusan yang mereka dapatkan untuk berheteroseksual dan menjadi ibu tak lepas dari konstruksi seksualitas perempuan yang menempatkan perempuan untuk berheteroseksual dan menjadi ibu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus feminis. Pada akhirnya penelitian ini menemukan bahwa keharusan mereka untuk menjadi ibu dalam institusi perkawinan merupakan kekerasan simbolik karena keputusan mereka untuk menjadi ibu tidak didasarkan pada persetujuan dan pilihan yang bebas melainkan sebagai bentuk pemenuhan konstruksi seksualitasnya sebagai perempuan.

This study discusses the experiences of seven women, four of whom being in marital relationships and three being unmarried, using eight categories. Both kinds are expected to be mothers through legal heterosexual institution, id est marriage. The necessity for women to be heterosexualized and become mothers are being attached to the construction of female sexuality that places women to heterosexualize and be mothers. This study uses qualitative methods with a focus on a case study of feminism. This study found that their obligation in becoming mothers under marital institution is seen as a form of symbolic violence as their decision in becoming mothers are not based on choice and consent but rather a form of fulfillment of their sexual construction as a female."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Nurismayanti
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kerangka berpikir Pierre Bourdie mengenai kekerasan simbolik untuk menganalisis praktik kekerasan simbolik melalui mekanisme bahasa, simbol dan representasi dalam arena acara resmi yang diselenggarakan di BPK RI. Paradigma dalam penelitian ini adalah critical constructivism dengan pendekatan kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam terhadap tiga orang pembawa acara di BPK RI. Hasil penelitian ini berhasil mengungkap bahwa praktik kekerasan simbolik terjadi dalam ranah birokrasi yaitu dalam arena acara resmi yang beroperasi melalui mekanisme bahasa, simbol dan representasi terhadap pembawa acara perempuan. Kekerasan simbolik juga beroperasi melalui lingkungan yang berperan dalam mendisiplinkan penampilan pembawa acara, tanpa terlihat dan tanpa paksaan melalui orang-orang di sekitar individu. Pada akhirnya lingkungan berperan dalam membentuk diri individu untuk menerima standar/ kriteria penampilan sebagai motivasi dirinya untuk selalu tampil rapi dan enak dipandang. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kekerasan simbolik yang diterima oleh pembawa acara perempuan, diinternalisasi dalam diri individu dan direproduksi kembali terhadap pembawa acara lain. Ini menunjukkan bahwa dominasi tidak hanya dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan, tetapi perempuan juga dapat saling mendominasi.

ABSTRACT
This study was conducted using Pierre Bourdieu rsquo s framework on symbolic violence to analyze the practical of symbolic violence through the mechanism of language, symbols and representations in the formal event field held at the BPK RI. The paradigm of this research is critical constructivism with qualitative approach. The research strategy used is case study with data collection techniques through in depth interviews of three female MCs in BPK RI. The result of this study succeeded in revealing that the practice of symbolic violence occurred in the realm of bureaucracy in the formal event field that operates through the mechanism of language, symbol and representation of the female MC. Symbolic violence also operates through an environment that plays a role in disciplining the appearance of the host, unseen and without coercion through people around individuals. In the end the environment plays a role in shaping the individual to accept and make the standard criteria of appearance as her motivation to always look neat and good looking. This research also shows that the symbolic violence received by the female MC is internalized and reproduced to others MC. This shows that dominance is not only done by male to female, but female can also dominate each other. "
2017
T47620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahara Zulfikar
"Penelitian ini berisi tentang perlindungan perempuan korban KDRT pada masa pandemi Covid-19 dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peningkatan angka kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya KDRT pada masa pandemi Covid-19. Keterbatasan ruang gerak serta menurunnya perekonomian menimbulkan frustasi bagi sebagian besar masyarakat yang dapat meningkatkan agresivitas. Perempuan sebagai kelompok rentan, memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi korban kekerasan. Sehingga, urgensi dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat upaya perlindungan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia dalam rangka mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan perempuan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif. Pengumpulan data dilakukan pada Mei 2022 hingga Oktober 2022 melalui studi literatur dan wawancara semi terstuktur pada lima informan dari Komnas Perempuan, LBH Apik Jakarta dan Yayasan Pulih. Kelima informan tersebut dipilih menggunakan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam melakukan upaya perlindungan perempuan korban KDRT pada masa pandemi Covid-19, Komnas Perempuan memberikan rekomendasi kebijakan ke berbagai lembaga pemerintah, melakukan layanan pengaduan dan rujukan serta melakukan Kampanye 16 HAKTP setiap tahunnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya dalam mata kuliah Perundang-undangan Sosial terkait dengan perlindungan sosial dan mata kuliah Kebijakan dan Perencanaan Sosial terkait dengan kebijakan sosial.

This research is about protection of women victims of domestic violence during the Covid-19 pandemic from the Social Welfare Science discipline. This research is motivated by an increase in the number of cases of violence against women, especially domestic violence during the Covid-19 pandemic. Space limitations as well as economic decline cause frustration for the majority of society which can increase aggressiveness. Women as a vulnerable group, have a high potential to become victims of violence. Therefore, the urgency of doing this research is to see the social advocacy efforts made by the National Commission on Violence Against Women as a National Human Rights Institution in order to prevent and cope with violence against women as well as increasing the protection of women in Indonesia. This research is a qualitative research with descriptive research design. Data collection was carried out from May 2022 to October 2022 through literature studies and semi-structured interviews with five informants from the National Commission on Violence Against Women, LBH Apik Jakarta and Yayasan Pulih. The five informants were selected using a purposive sampling technique according to the informant critetia needed in this research. This research showed that in doing protection of women victims of domestic violence during the Covid-19 pandemic, the National Commission on Violence Against Women provide policy recommendations to various government institutions, carry out complaint and referral services as well as doing 16 HAKTP Campaign every year. The results of this research are expected to be able to contribute in Social Welfare Science study program especially in social law course related to social protection and social policy and planning courses related to social policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Aminda Dhianti
"ABSTRACT
Tulisan ini membahas tentang representasi perempuan berbahaya atau femme fatale sebagai bentuk kekerasan simbolik terhadap perempuan. Femme fatale menjadi sosok arketipe yang umum dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari legenda, literatur, seni lukis hingga industri perfilman.Melalui metode analisis wacana, peneliti berusaha menjelaskan penggambaran femme fatale dalam ketiga film Indonesia, yaitu Kala, Pintu Terlarang dan Rumah Dara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggambaran merugikan akan perempuan sebagai femme fatale yang disubordinasi, dinaturalisasi dan dilanggengkan dalam industri kultural dapat menjadi bentuk kekerasan simbolik terhadap perempuan. Dominasi maskulin dan misrecognition menjadi elemen kunci dalam melahirkan kekerasan simbolik terhadap perempuan.

ABSTRACT
This article discusses the representation of dangerous women or femme fatales in films as a form of symbolic violence against women. Femme fatale has been a familiar and recurring archetype in society, across from myth, literature, painting and film industry. Through discourse analysis method, this research reveals the representation of femme fatales within 3 Indonesian films, ldquo Kala rdquo , ldquo Pintu Terlarang rdquo and ldquo Rumah Dara rdquo . The result of this thesis shows that the subordinated, naturalized and recurring harmful representation of femme fatale in cultural industry is a form of symbolic violence against women. Both masculine domination and misrecognition are key elements to produce symbolic violence against women."
2017
S69993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasita Ayu Widyaningtyas
"Perempuan disabilitas menjadi kelompok rentan yang dapat mengalami kekerasan seksual akibat kondisi disabilitas dan ketidaksetaraan gender yang saling beririsan. Pada tahun 2020, kekerasan pada perempuan disabilitas di Indonesia sebesar 77 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui help seeking behavior oleh perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual dengan menggunakan model perilaku pencarian bantuan dari Liang (2005) yang meliputi faktor individu, faktor interpersonal, faktor sosial budaya. Dimana faktor tersebut akan memengaruhi pengenalan masalah, pengambilan keputusan untuk mencari bantuan, dan pemilihan sumber dukungan. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan studi kasus di lembaga X Yogyakarta dengan 4 perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual dan 7 informan kunci. Hasil wawancara mendalam pada mayoritas penyintas menggambarkan persepsi keliru mengenai pemahaman kekerasan seksual dimana kekerasan diartikan sebagai tindakan disertai pemukulan dan bukan pemaksaan. Penyintas memahami kekerasan seksual setelah bergabung ke komunitas disabilitas dan mengikuti pelatihan kekerasan. Semua penyintas awalnya diam dan tidak langsung memutuskan untuk mencari bantuan karena adanya budaya yang menyebutkan bahwa disabilitas adalah orang yang terpinggirkan, kekerasan dalam rumah tangga wajar, dan istri harus patuh pada suami. Sumber bantuan informal dipilih sebagai problem focused coping pada penyintas dibandingkan dengan sumber bantuan formal. Hanya sebagian penyintas yang lanjut mencari bantuan hingga ke sumber formal akibat keluarga yang mendukung atau karena dilakukan pasangan hidupnya. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya pemerintah melakukan sosialisasi kepada lembaga yang menangani kasus kekerasan terkait kebijakan tentang penyandang disabilitas serta penyebaran informasi mengenai hak disabilitas, cara pelaporan, dan penanganan kasus. Bagi masyarakat, maka diperlukan sosialisasi terkait kekerasan seksual agar dapat melindungi perempuan disabilitas.

Women with disabilities are a vulnerable group who can experience sexual violence due to disability conditions and intersecting gender inequality. In 2020, violence against women with disabilities in Indonesia was 77 cases. The purpose of this study was to determine the help seeking behavior of women with disabilities who survived sexual violence by using the help seeking behavior model from Liang (2005) which includes individual factors, interpersonal factors, and socio-cultural factors. Where these factors will affect problem recognition, decision making to seek help, and selection of support sources. This qualitative research uses a case study approach at Institution X Yogyakarta with 4 women with disabilities survivors of sexual violence and 7 key informants. The results of in-depth interviews with the majority of survivors illustrate the wrong perception of understanding sexual violence where violence is defined as an act accompanied by beatings and not coercion. Survivors understand sexual violence after joining the disability community and attending violence training. All of the survivors were initially silent and did not immediately decide to seek help because of the culture which states that people with disabilities are marginalized, domestic violence is normal, and wives must obey their husbands. Informal sources of assistance were chosen as problem focused coping for survivors compared to formal sources of assistance. Only some survivors continue to seek help to formal sources due to supportive families or because of their spouse. This study recommends the importance of the government conducting socialization to institutions that handle cases of violence related to policies on persons with disabilities and disseminating information on disability rights, reporting methods, and handling cases. For the community, socialization related to sexual violence is needed in order to protect women with disabilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atim Laili
"Penelitian ini berfokus pada pengalaman stigmatisasi yang diterima oleh perempuan bercerai di Desa Pengadangan. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan tipe penelitian studi kasus untuk menjelaskan pengalaman stigmatisasi bagi lima informan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semua informan dalam penelitian ini menerima stigma dari masyarakat. Perempuan bercerai dituduh sebagai perempuan perebut suami orang, difitnah telah menggoda semua laki-laki, dijadikan sebagai bahan candaan, serta menerima kekerasan secara fisik. Adapun stigma yang diterima oleh perempuan bercerai disebabkan oleh adanya sistem patriarki yang mengakar, adanya gender roles, konstruksi sosial terkait dengan perkawinan ideal, serta label negatif yang melekat pada kata janda itu sendiri. Stigma yang diterima oleh perempuan bercerai berdampak negatif terhadap kehidupan mereka. Perempuan bercerai mengalami trauma, menutup diri, membatasi semua pergerakan, memutus interaksi dengan masyarakat, takut untuk mengungkapkan status mereka, serta mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan.

This research focuses on the experience of stigmatization received by divorced women in Pengadangan Village. By using qualitative research methods and type of case study research to explain the experience of stigmatization for the five informants in this study. The results of this study found that all informants received stigma from society. Widowed women accused of usurping another woman's husband, slandered for seducing all men, used as a joke, and become victims of violence. The stigma received by divorced women is caused by the existence of an entrenched patriarchal system, the existence of gender roles, social construction related to ideal marriage, and the negative label attached to the word widow. The stigma received by divorced women has a negative impact on their lives. Divorced women are traumatized, close themselves, limit all movements, cut off interactions with society, afraid to reveal their status, and difficulty in getting a job."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Amelia
"Kekerasan simbolik terhadap perempuan dapat tercermin, salah satunya, melalui tayangan FTV Suara Hati Istri. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri (disingkat SHI) menampilkan kekerasan simbolik terhadap perempuan melalui bahasa. Tiga episode FTV SHI, yaitu episode Sakitnya Hatiku Tak Pernah Mendapat Cinta Suami (disingkat SHTMCS), Pernikahan Yang Dipaksa Pasti Akan Penuh Air Mata (disingkat PDPPA), dan Istri Bayaran (disingkat IB) dipilih sebagai sumber data penelitian. Untuk mencapai tujuan penelitian, konsep-konsep dan langkah-langkah dalam pendekatan Analisis Wacana Kritis (AWK) Siegfried Jäger (2009) digunakan sebagai landasan penelitian. Selain itu, peneliti juga menggunakan teori gender dari Oakley (1972), patriarki dari Walby (1990), kelas kata dari Moeliono dkk. (2017), modalitas dari Alwi (1992), dan tindak tutur dari Searle (1969) sebagai landasan acuan analisis. Metode analisis data dalam penelitian ini mengadaptasi langkah-langkah yang digagas Jäger (2009). Untuk menjawab pertanyaan pertama, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri merepresentasikan patriarki, peneliti melakukan analisis terhadap konteks diskursif (diskursiver Kontext), analisis struktur (Strukturanalyse), dan analisis terhadap posisi wacana (Diskursposition). Kemudian, untuk menjawab pertanyaan kedua, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri mengonstruksi karakter laki-laki dan perempuan, peneliti melakukan analisis rinci (Feinanalyse), yang terdiri atas kerangka kelembagaan (institutioneller Rahmen), permukaan teks (Text-Oberfläche), alat retoris linguistik (sprachlich-rhetorische Miitel), dan pernyataan-pernyataan ideologis (inhaltlich-ideologische Aussagen), dan diakhiri dengan interpretasi. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa kekerasan simbolik terhadap perempuan dalam tayangan FTV SHI ditampilkan melalui kosakata (verba, nomina, adjektiva, dan adverbia), modalitas, idiom, implikasi, dan tindak tutur. Salah satu contohnya, tindak tutur yang paling banyak muncul dalam percakapan antartokoh, yaitu tindak tutur komisif dan direktif, mengartikan bahwa tokoh laki-laki lebih cenderung memiliki kewenangan pribadi, sebaliknya, tokoh perempuan lebih cenderung menganggap sesuatu sebagai sebuah keharusan baginya sendiri. Kekerasan simbolik tersebut merupakan sarana untuk melanggengkan ideologi patriarki.

Symbolic acts of violence against women have become more prevalent in its portrayal especially through the TV Movie Suara Hati Istri. This study aims to reveal how the TV Movie Suara Hati Istri (abbreviated as SHI) displays symbolic violence against women through language. Three episodes of the TV Movie SHI, i.e. Sakitnya Hatiku Tidak Pernah Mendapat Cinta Suami (abbreviated as SHTMCS), Pernikahan yang Dipaksa Pasti akan Penuh Air Mata (abbreviated as PDPPA), and Istri Bayaran (abbreviated as IB) are selected as the sources of research data. To achieve the objectives, the concepts and steps in Siegfried Jäger's (2009) Critical Discourse Analysis (CDA) approach were used as the basis of the research. The researcher also uses various theories, such as gender from Oakley (1972), patriarchy from Walby (1990), word classes from Moeliono et al. (2017), modalities from Alwi (1992), and speech acts from Searle (1969) for the analysis. To answer the question of how the TV Movie SHI represents patriarchy, the researchers conducted an analysis on the discursive context (diskursiver Kontext), structural analysis (Strukturanalyse), and the discourse position (Diskursposition). Then, in answering the second question of how the TV Movie SHI constructs male-female characters, the researcher conducted a detailed analysis (Feinanalyse) on the institutional framework (institutioneller Rahmen), text surface (Text-Oberfläche), rhetorical linguistics tools (sprachlich-rhetorische Mittel), and ideological statements (inhaltlich-ideologische Aussagen), and then the interpretation. From the results, symbolic violence against women in the TV Movie SHI is displayed through vocabularies (verbs, nouns, adjectives, and adverbs), modalities, idioms, implications, and speech acts. For example, the speech acts that mostly appear in the conversations, i.e. commissive and directive, showed that male characters are likely to have personal authority and female characters are likely to perceive something as a necessity. Thus the symbolic violence became a tool to perpetuate patriarchal ideology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>