Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64201 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Kautsar Sangaji
"Muhamad Kautsar Sangaji. 1206253294. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Skripsi. Kewenangan Gubernur Dalam Penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perihal Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Ditolak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan kewenangan gubernur dalam penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah adalah dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam masa 1 tahun. Penulisan skripsi ini dibuat untuk menjawab beberapa permasalahan di antaranya mengenai: (1) kewenangan Gubernur dalam penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah; (2) produk hukum penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan (3) kekuatan hukum peraturan gubernur dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kewenangan Gubernur dalam penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah perihal Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ditolak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang berarti bahwa Penulis melakukan analisa terhadap permasalahan tersebut dengan menggunakan pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berbagai literatur seperti buku, jurnal, tesis, dan kamus sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. Akhir kata, Penulis menyimpulkan bahwa Gubernur memiliki kewenangan untuk melakukan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah jika terjadi penolakan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ditolak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Muhamad Kautsar Sangaji. 120653294. Faculty of Law of Universitas Indonesia. Authority of Governors about Determination of Regional Revenues and Expenditures Budget regarding The Refusal of Regional Revenues and Expenditures Budget by Regional People?s Legislative Council.
This thesis discribes the regulation of regional revenues and expenditures budget and governor authority in determining of regional revenues and expenditures budget. Regional revenues and expenditures budget is the basis of regional budget management for one year. This thesis writing is made in order to answer: (1) governor?s authority in determining regional revenues and expenditures budget; (2) legal product of determination of regional revenues and expenditures budget if it is refuse by regional people?s legislative council; (3) governor?s regulation power in the implementaion of regional revenues and expenditures budget. The overall purpose of this thesis is to understand the authotity or the power of governor about determination of regional revenues and expenditures budget regarding the refusal of regional revenues and expenditures budget by regional people?s legislative council. This thesis writing uses a research method of juridical normative analysis which means that The Writer conducts the analysis regarding the issues above by using the articles in applicable laws and regulations and various literatures e.g. books, journals, thesis, and dictionaries as the references in this thesis writing. Finally, writer concludes that a governor has the authority to determine regional revenues and expenditures budget regarding the refusal of regional revenues and expenditures budget by regional people?s legislative council."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Abdul Aziz
"ABSTRACT
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan disusun secara terbuka dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat di Daerah. Di dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara diatur batas defisit APBD. Setiap tahunnya dalam rangka pengendalian fiskal, Menteri Keuangan selaku Chief Finance Officer memiliki kewenangan untuk menetapkan batas defisit APBD. Pada tahun anggaran 2018, sebanyak 10 provinsi mengalami pelampauan batas defisit APBD yang telah ditetapkan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) dampak defisit APBD terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, (2)  mekanisme pembiayaan terhadap defisit APBD, dan (3) tindakan Pemerintah Pusat dalam hal pelampauan batas defisit APBD yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dan analisa data dilakukan secara deskriptif-analitis. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh (1) defisit APBD berdampak terhadap Penyertaan Modal (Investasi) oleh Pemerintah Daerah yang tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah sehingga berkurangnya Pendapatan Daerah, (2) pembiayaan atas defisit APBD dilakukan menggunakan SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) Tahun Sebelumnya, (3) Bentuk pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat adalah dengan menunda menyalurkan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah sebagai sanksi atas pelampauan defisit APBD. Adapun rekomendasi yang diajukan adalah dalam setiap penyusuan APBD, Pemerintah Daerah dapat menggunakan skala prioritas dalam beban belanja pun Pemerintah Daerah dapat mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah sehingga dapat menekan defisit APBD.

ABSTRACT
The Regional Budget Revenues and Expenditures (APBD) which consists of the revenues budget, expenditure budget, and financing is prepared openly and is used for the greatest prosperity of the people in each Region. In Law No. 17 of 2003 concerning State Finance, budget deficit limit is regulated. Every year, in order to practice fiscal control, the Minister of Finance as the Chief Finance Officer has the authority to set a budget deficit limit. In the 2018 budget year, a total of 10 provinces experienced an exceedance of the set budget deficit limit. The problems raised in this study are (1) the impact of the APBD deficit on the administration of Regional Government, (2) the financing mechanism for the APBD deficit, and (3) the actions of the Central Government in terms of exceeding the regional budget deficit limit. The method used to conduct the research of this thesis was juridical-normative, and the data analysis is done in a descriptive-analytical manner. From the research, the writer managed to obtain hereby results (1) the APBD deficit has an impact on Equity Capital (Investment) by the Regional Government which cannot be done by the Regional Government and therefore the Regional Income is reduced, (2) financing for the APBD deficit is done with SiLPA (the remaining excess of budget financing) from the Previous Year, (3) The form of control and supervision carried out by the Central Government is to delay the distribution of the balancing funds to the Regional Government as a sanction for exceeding the APBD deficit. The recommendations that the writer propose are in each preparation of APBD, the Regional Government could use a priority scale in the expenditure burden and the Regional Government could optimize Original Regional Revenues in order to increase regional revenues so to suppress APBD deficit"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umery Lathifa
"Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, terdapat kewajiban cuti bagi seorang kepala daerah definitif yang ikut mencalonkan diri dalam pemilihan tersebut. Kekosongan jabatan kepala daerah definitif selama masa pemilihan kepala daerah kemudian diisi oleh seorang Pelaksana Tugas Plt Kepala Daerah yang diangkat oleh Menteri Dalam Negeri. Dalam hal ini, Plt Kepala Daerah diberikan mandat untuk melaksanakan tugas harian kepala daerah. Berdasarkan Pasal 14 ayat 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, seorang mandataris tidak berwenang mengambil keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum alokasi anggaran. Permasalahan kemudian timbul ketika Plt Kepala Daerah diberikan wewenang untuk mengesahkan APBD yang merupakan suatu kebijakan strategis. Penelitian ini dibuat untuk menganalisis kekuasaan pengesahan APBD selama masa cuti kepala daerah dan tugas dan wewenang Plt Kepala Daerah dalam pengesahan APBD. Metode dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan yuridis normatif yang mengkaji rumusan masalah dari sudut pandang peraturan perundang-undangan.

In regional governor election, there is a mandatory leave for a definitive governor who stands for election. The Regional Head Ad Interim, appointed by the Minister of Home Affairs, will replace the vacancy of governor position. In this case, a Regional Head Ad Interim will do the governor rsquo s daily duty by mandate. Under Article 14 paragraph 7 Law No. 30 Year 2014, a Regional Head Ad Interim as a mandate does not have a power to take a strategic decision or action that has impact on changing the law status on government budget. The problem arises when The Regional Head Ad Interim is given an authority to authorize the regional government budget, which is considered as a strategic decision. This research is made to analyze the power in authorizing the regional government budget during the governor rsquo s period of leave and to analyze the duty and authority of Regional Head Ad Interim in authorizing the regional government budget. The method of this research, is juridical normative literature method which analyze the problems from the regulatory point of view.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Sugiarsih
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kompetisi politik, dalam hal ini konsentrasi partai politik dan fragmentasi pemerintahan, terhadap peluang keterlambatan penetapan APBD. Penelitian ini menggunakan data panel tahunan dari 509 pemerintah daerah dalam kurun waktu tahun 2009-2017 yang kemudian dianalisa dengan regresi logistik biner dan OLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetisi politik, dalam hal ini fragmentasi pemerintahan, secara signifikan meningkatkan peluang keterlambatan penetapan APBD. Sedangkan pengujian tambahan atas pengaruh kompetisi politik terhadap lamanya hari keterlambatan APBD menunjukkan bahwa kompetisi politik memiliki pengaruh yang tidak konsisten terhadap lamanya hari keterlambatan APBD. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi lamanya keterlambatan penetapan APBD dibawah 120 hari adalah konsentrasi partai politik, opini BPK, anggaran belanja dan kemandirian keuangan daerah. Sedangkan keterlambatan penetapan APBD yang lebih dari 120 hari dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel yang ada. Penelitian ini merekomendasikan pemerintah untuk membentuk perundang-undangan secara khusus mengenai keterlambatan penetapan APBD, yang mengatur mekanisme check and balances dalam proses penganggaran di daerah, serta menetapkan reward and punishment yang lebih tegas terkait ketepatan waktu penetapan APBD.

This study aims to find out how the effect of political competition, in this case the concentration of political parties and government fragmentation, on the probability of regional budget delays. This study uses annual panel data from 509 local governments for the period 2009-2017 which is then analyzed with binary logistic regression. The results show that political competition, in this case the fragmentation of government, significantly increases the opportunity of regional budget delays. An additional examination held on the effect of political competition on the duration of regional budget delays shows that political competition has an inconsistent effect on duration of delays. Factors predicted to influence the duration of regional budget delays that is less than 120 days are the concentration of political parties, BPK opinion, budgetary expenditures and regional independence. Meanwhile, the regional budget delays that is more than 120 days is influenced by factors other than the existing variables. This study recommends the government to establish specific regulation about regional budget delays, which regulates the check and balance mechanism in the regional budgeting process, as well as implements reward and punishment regarding the timeliness of regional budget. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Sorik
"Pasal 22D ayat (2) dan (3) serta Pasal 23 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945 menempatkan konstruksi relasi DPR dengan DPD terkait Pengawasan atas APBN tidak berimbang. Kewenangan DPD yang diberikan sangat lemah, menempatkan DPD hanya sebagai supporting system bagi DPR di Parlemen. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi perbandingan hukum dan perundang-undangan, bentuk hasil penelitian bersifat preskriptif-analitis. Hasil penelitian menemukan kewenangan formal yang dimiliki DPD dengan DPR tidak sesuai dengan teori bikameralisme dan konsep fungsi pengawasan parlemen. Secara teori bikameralisme dan konsep fungsi pengawasan parlemen, DPD yang memiliki legitimasi tinggi seharusnya memiliki kedudukan dan kewenangan pengawasan atas APBN setara dengan DPR baik secara ex ante maupun ex post. Berdasarkan perbandingan hukum yang dilakukan dengan enam negara, menempatkan kamar kedua baik secara pengawasan ex ante mapun ex post ikut terlibat dalam pengawasan APBN. Kedepan, DPR dan DPD seharusnya mempunyai kedudukan, kewenangan, serta hubungan yang setara. Langkah penguatan yang dapat ditempuh, melakukan perubahan Pasal 22D ayat (2) dan (3) serta Pasal 23 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945 atau yang lebih praktis adalah dengan membentuk tata tertib hubungan kerja antara DPR dan DPD terkait pengawasan atas APBN yang memungkinkan DPD dapat terlibat dengan baik.

Article 22D paragraphs (2) and (3) and Article 23 paragraphs (2) and (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia place the construction of the relationship between the DPR and the DPD regarding Supervision of the APBN as unequal. The authority of the DPD given is very weak, placing the DPD only as a supporting system for the DPR in Parliament. This research uses a comparative study approach of law and legislation, the form of research results is prescriptive-analytical. The results of the study found that formal authority the DPD has with the DPR are not in accordance with the theory of bicameralism and the concept of the parliamentary oversight function. In theory, bicameralism and the concept of parliamentary oversight function, a DPD that has high legitimacy should have the position and authority to supervise the APBN on a par with the DPR, both ex ante and ex post. Based on legal comparisons conducted with six countries, placing the second chamber both in ex ante and ex post supervision is involved in APBN supervision. In the future, the DPR and DPD should have equal position, authority and relationship. Strengthening steps that can be taken, amending Article 22D paragraphs (2) and (3) as well as Article 23 paragraphs (2) and (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia or more practically is to form an orderly working relationship between the DPR and DPD regarding supervision over APBN which allows the DPD to be involved properly."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rukiah Handoko
"Hakekat demokrasi adalah keterbukaan, partisipasi dan hak asasi. Demokrasi telah menjadi "kata kunci" sebagai alternatif sistem sosial, politik dan ekonomi, yang mampu mengakomodasikan tuntutan dan kebutuhan bangsa-bangsa dan masyarakat modern. Sistem sosial, politik dan ekonomi yang bercirikan totaliter, etatisme dan serba tertutup sudah tidak relevan dengan perkembangan masyarakat.
Indonesia adalah negara hukum dengan sistem pemerintahan yang berasaskan demokrasi. Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang mengandung semangat Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mekanisme Demokrasi Pancasila dalam pelaksanaannya, masih mengalami proses pencarian bentuk serta penyesuaian dengan perkembangan masyarakat.
Sistem pemerintahan Indonesia tidak menganut pemisahan kekuasaan dalam arti materiil, melainkan menganut pemisahan kekuasaan dalam arti formil yakni pembagian kekuasaan. Dalam sistem pembagian kekuasaan berfungsinya alat-alat kelengkapan negara, baik di Pusat maupun di Daerah, berdasarkan kerangka kinerja saling melengkapi (komplementer).
Perwujudan negara Republik Indonesia merupakan transformasi Republik Desa yang disertai dengan asas-asas modern, yaitu berdasarkan hukum (rechtstaat) dan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (constitutionele system). Pemisahan kekuasaan (separation of power) versi Trias Polltika dari Montesquieu hanya berfungsi sebagai perbandingan (comparatively), dan tidak dijadikan rujukan utama (referensi).
Pada tingkat Pusat DPRD berada di luar struktur pemerintahan. Di Tingkat Daerah DPRD merupakan unsur Pemerintah Daerah. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, kedudukan Kepala Daerah lebih dominan dari pada DPRD. Fungsi dan peranan DPRD belum berjalan secara efektif. Faktor-faktor kelemahan DPRD adalah meliputi (1) yuridis-normatif, (2) primordialistik, dan (3) sarana penunjang.
Peranan DPRD dalam penetapan APBD cenderung meligitimasi konsep-konsep kebijaksanaan yang disusun oleh Kepala Daerah. Kemampuan DPRD untuk menyalurkan dan mengartikulasikan aspirasi masyarakat ke dalam APBD belum menampakkan optimalisasinya. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnah Ayu Annisa
"ABSTRACT
Peraturan Daerah oleh beberapa pihak seringkali, disebut sebagai undang-undang di tingkat daerah. Bahkan beberapa ahli dalam pendapatnya terkait konsep peraturan daerah kerap menyamakan dengan undang-undang. Hal ini kemudian menjadi kurang tepat apabila dilihat dalam berbagai teori hukum administrasi negara. Penelitian ini dibuat untuk membandingkan konsep undang-undang dan peraturan daerah yang ditinjau dari penetapan undang-undang tentang APBN yang pengaturannya dimuat pada Pasal 23 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan ketentuan penetapan peraturan daerah tentang APBD yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Metode dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan yuridis normatif yang mengkaji rumusan masalah dari sudut pandang peraturan perundang-undangan dan dikaitkan dengan teori-teori hukum administrasi negara.

ABSTRACT
Regional regulation by some people is often recognized as local law local act . Moreover, some experts on their thoughts related to regional regulation expressed similar opinions regarding the concept of national law compared to regional regulation. However those opinions are not exactly accurate, especially if seen from various administrative law theories. This research is made to analyze the differences between national law and regional regulation based from the making of law about state budget based on article 23 of The 1945 Constitution of The Republic of Indonesia and the making of local regulation about local government budget based on National Law Number 23 of 2014 about Local Government. The method used in this research is juridical normative literature method which analyze the problems based on the regulatory and administrative law theories."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Prio Prabowo
"Pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilaksanakan oleh BPK merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Kekuasaan dalam mengelola keuangan negara yang dipegang oleh Presiden kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Atas pengelolaan keuangan daerah tersebut, BPK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah. Melalui pemeriksaan tersebut, BPK dapat mengeluarkan rekomendasi yang pada pokoknya dapat memperbaiki pengelolaan keuangan daerah, sehingga otonomi daerah dapat berjalan dengan baik.

An examination of the management and accountability of state finances that conducted by the Audit Board is an important element in the implementation of regional autonomy. Power in managing state finances held by the President then handed over to the governor / regent / mayor as head of local government to manage local financial and represents local governments ownership of property that is separated. Towards local governments financial management, Audit Board has the authority to conduct an examination of the management and financial responsibility. Through the investigation, the Audit Board may issue a recommendation that can substantially improve the local financial management, so that local autonomy can work well."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44961
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yudistira
"Dalam pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) Dalam Penyediaan Infrastruktur, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah dalam bentuk jaminan infrastruktur. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kelayakan kredit dari proyek KPBU yang dilaksanakan oleh badan usaha pelaksana sebagai mitra pemerintah. Jaminan infrastruktur tersebut diberikan oleh pemerintah melalui badan usaha milik negara yang dibentuk khusus untuk memberikan penjaminan infrastruktur, yaitu PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). Dalam pelaksanaan pemberian jaminan infrastruktur kepada badan usaha pelaksana, PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) memiliki hak regres kepada pemerintah daerah selaku penanggung jawab proyek kerjasama. Penyelesaian hak regres tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian penyelesaian regres antara PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dan Pemerintah Daerah selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama. Tesis ini membahas mengenai mekanisme pembayaran perjanjian penyelesaian regres dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara/daerah. Penelitian ini bersifat preskriptif dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya pembayaran regres tidak dapat dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hal ini dikarenakan tidak terdapat jenis/kelompok pengeluaran/belanja yang dapat digunakan untuk mengalokasikan pembayaran regres sehingga berakibat skema perjanjian penyelesaian regres tidak dapat terlaksana dengan baik.

In the implementation of the Cooperation Beetwen Government and Business Entities (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha - KPBU) in the Provision of Infrastructure, the government can provide government guarantees. It is intended to improve the creditworthiness of the KPBU projects as implemented by Special Purpose Company (SPC) as a government‟s partner. The infrastructure guarantees given by the government through the state-owned enterprise whom set up specifically to provide assurance infrastructure, namely PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Indonesia Infrastructure Guarantee Fund ? IIGF). In the implementation of the provision of guarantees to SPC, IIGF has recourse to local authorities as the person in charge of the project cooperation. Completion of recourse is expressed in the form of a recourse settlement agreement between IIGF and Local Government as the Contracting Agency. This thesis discusses the payment mechanism of the settlement agreement Recourse in the Local Budget (APBD) under State/Regional Monetary Regulations. This study prescriptive using normative juridical method. The results showed that the implementation of payment Recourse can not be budgeted in the Local Budget. This is because there are no types / groups of expenditures that can be used to allocate payments resulting Recourse Recourse settlement agreement scheme can not be implemented properly."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nopiyanto
"Studi ini membahas konflik yang terjadi antara pihak eksekutif dan legislatif yaitu antara Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD dalam proses penganggaran APBD DKI Jakarta tahun 2015. Studi ini akan mengkaitkan dampak dari konflik tersebut terhadap kinerja anggaran DKI Jakarta tahun 2015, khususnya terhadap proses penyerapan APBD karena terdapat kondisi rendahnya kinerja penyerapan APBD DKI Jakarta tahun 2015. Studi ini dapat menjadi sebuah kebaruan dalam studi konflik maupun penyerapan anggaran dalam bidang ilmu politik. Diskursus ilmu politik selama ini hanya menganalisis faktor-faktor penyebab konflik anggaran tanpa menguraikan dampaknya terhadap proses dan kinerja penyerapan anggaran. Sementara itu, studi mengenai faktor-faktor rendahnya penyerapan anggaran selama ini hanya melihat dari perspektif di luar politik, seperti buruknya kinerja birokrasi atau sistem anggaran, tanpa melihat bahwa terdapat kemungkinan faktor politik yang berperan lebih besar. Studi ini menggunakan teori politik anggaran, konflik dan konsensus, hubungan eksekutif dan legislatif, dan kinerja anggaran untuk menganalisis permasalahan. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi pustaka. Studi ini menemukan bahwa penyebab terjadinya konflik karena terdapat perbedaan kepentingan antara pihak eksekutif dengan legislatif, khususnya terkait program-program usulan DPRD yang disebut Pokir (Pokok-Pokok Pikiran). Adanya konflik tersebut menyebabkan terhambatnya proses anggaran dari pembahasan, penetapan, hingga penyerapan. Kondisi tersebut menyebabkan angka penyerapan anggaran DKI Jakarta tahun 2015 menjadi rendah, terendah kedua dari seluruh provinsi di Indonesia.

This study explores conflicts between executive and legislative in Special Capital Region of Jakarta in 2015. The conflict occurred between the Governor of Jakarta at that time, Basuki Tjahaja Purnama, and DPRD (Regional Legislative Board) of Jakarta that impacted the spending rate of the APBD or the local budget. This study elaborates the impacts of the conflict to the relatively low percentage of spending rate of the local budget in 2015. The study offers a new perspective in the cause of the spending performance studies. In political science the discourses of this topic only analyzes the casual factors of the conflict without analyzing the impact itself to the budget performance, in term of formulizing and spending. On the other hands, studies about the causal factors of low spending conducted by applying perspective from political science are relatively minimal. For example, studies on this subject only argue that bad bureaucrats are the main factors which therefore disregard the probality political factors as the main causes. This study uses political budgeting theory, and also conflict and consensus, relationship between executive and legislative, and performance budgeting theory to analyze the issue. This study also uses qualitative method and uses technique of in-depth interview and literature study to collect and analyze the data. This study argues that the causes of the conflict is due to conflict of interest between executive and legislative, especially on the implementation of pokir (pokok-pokok pikiran or points of opinion about local budget) from DPRD. This conflict has delayed the budgeting process and therefore is considered late based on the regulation set up by the central government. This condition then influenced to the spending of the local budget which in 2015 was recorded as the second lowest compared to all provinces in Indonesia"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>