Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161811 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leonard Andreas Wiyadharma
"ABSTRAK
Salah satu pengawet yang sering digunakan adalah formalin, untuk mengawetkan jaringan dan kadaver. Secara materi fiksatif, formalin terbukti berfungsi dengan baik, tetapi juga bersifat volatil, iritatif, toksik, serta karsinogenik. Oleh karena itu, teknik pengawetan kadaver lain perlu dikembangkan. Studi eksperimental ini dilakukan untuk membandingkan dua larutan (CaCl2 dan gliserin) bebas formalin sebagai pengawet lanjutan untuk jaringan hati tikus Sprague Dawley dengan larutan pengawet standar berformalin. Pengamatan yang dilakukan berupa pengamatan makroskopik, yaitu konsistensi organ dan keberadaan jamur serta mikroskopik untuk mengetahui jaringan nekrosis dan abnormalitas. Hasil studi menunjukkan hati yang diawetkan dengan larutan CaCl2 berakhir dengan konsistensi yang jelek. Hati yang diawetkan dengan larutan pengawet standar dan larutan gliserin menunjukkan konsistensi yang baik. Pada permukaan larutan CaCl2 ditemukan jamur, tetapi tidak dalam larutan dan hati yang terendam. Pada larutan gliserin dan larutan pengawet standar tidak ditemukan jamur. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran abnormal pada hati yang diawetkan dengan larutan gliserin maupun larutan pengawet standar. Kesimpulan dari studi ini adalah larutan CaCl2 memiliki efek pengawet yang lebih buruk dibandingkan dengan formalin dan larutan gliserin memiliki efek pengawet yang sebanding dengan larutan standar berformalin.

ABSTRACT
Formaldehyde is one of the preservative materials that are commonly used for tissues, organs, and cadavers. Even though it has excellent fixative characteristic, formaldehyde is also volatile, irritative, toxic, and carcinogenic. Due to such reason, new formaldehyde-free preservative materials should be developed. This study aimed to compare formaldehyde-free solutions (CaCl2 and glycerine) as advance preservative materials to formaldehyde-based preservative (standard preservative solution), using liver tissues were extracted from Sprague Dawley rats as the preserved materials. Observations done in this research were macroscopic observation, which composed of consistency and presence of fungi, and microscopic observation that swas done to detect any necrotic or abnormal structure in cellular level. This study showed that livers preserved using CaCl2 has bad consistency compared to Standard Preservative solution as the control. Liver tissues preserved in standard preservative solution and glycerine solution showed good result. Microscopic results showed that all of the livers preserved in both glycerine and standard preservative solution have abnormal cellular structure. Presence of fungi was only positive on the surface of the CaCl2 solutions. Fungi were not found on surface of both solution preserved in glycerine solution and standard preservative solution. In conclusion, this study demonstrated that CaCl2 solution provide worse preservative effect compared to formaldehyde, while highly concentrated glycerine has similar preservative effect compared to formaldehyde-based solution"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70432
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenneth Johan
"ABSTRAK
Di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), formalin digunakan sebagai pengawet utama kadaver. Namun, formalin memiliki beberapa efek yang tidak diinginkan bagi kesehatan. Oleh karena itu, larutan pengawet lain, seperti gliserin dan kalsium klorida merupakan kandidat larutan pengawet pengganti. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil pengawetan jaringan saluran pencernaan dalam larutan CaCl2 dan glycerin dengan larutan pengawet berformalin. Tikus Sprague Dawley jantan (n=36) difiksasi primer dengan injeksi supravital 10% dan 25% formalin dan direndam dalam larutan yang sama selama satu minggu. Setelah itu, saluran pencernaan (usus) dilepaskan dan pengawetan dilanjutkan dengan merendamnya dalam larutan pengawet lanjutan yaitu 15% CaCl2, 20% CaCl2, 70% glycerin + 0.1% thymol dalam etanol dan larutan pengawet standar Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kemudian secara berkala, yaitu setiap bulan pada enam bulan pertama dan setelah 12 bulan, strutkur makroskopis (konsistensi dan pertumbuhan jamur) diamati, dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis. Setelah itu, pengamatan dilanjutkan pada struktur mikroskopik (nekrosis dan abnormalitas). Konsistensi jaringan yang diawetkan dalam larutan CaCl2 menurun (menjadi lunak), yang diawetkan dalam larutan glycerin atau formalin tetap atau mengeras. Rata-rata perbedaan mikroskopis menunjukan kerusakan di semua spesimen CaCl2. Uji Kruskal Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan rata-rata perbedaan mikroskopis antar pengawet lanjutan (x2 = 7.329; p = 0.062). Disimpulkan bahwa glycerin 70% + 0.1% thymol dalam ethanol dapat digunakan sebagai pengganti larutan formalin, tetapi CaCl2 tidak

ABSTRACT
In Faculty of Medicine Universtas Indonesia, formalin is used as the main preservative for the cadavers. Formalin produces several adverse effects. Substitute preservative solutions such as glycerin or CaCl2 are used in some other settings outside Indonesia. This research aimed to compare the result of intestinal tissue preservation using CaCl2 and glycerin with those that were advanced preserved with formalin solution. Male Sprague Dawley rat (n=36) were injected with supravital primary fixation (10% and 25% formalin) and submerged for one week in the same solution. Advanced preservative used were 15% CaCl2, 20% CaCl2, 70% glycerin + 0.1% thymol in ethanol and standard preservation solution of Department of Anatomy as control. Organs were distributed according to the preservation group and observed in a time frame. Data collected were macroscopic consistency and microscopic average abnormalities.Consistency of tissues preserved in CaCl2 resulted in a squishy specimen. All other solutions resulted in the consistency similar or harder than the beginning of the experiment. Microscopic average indicates abnormalities in all CaCl2 specimens. Kruskal Wallis Test resulted in no significant difference between advanced preservative groups (x2 = 7.329; p = 0.062). Concluded that Formalin 10% can be used as a primary fixative, and Glycerin 70% + 0.1% Thymol in ethanol can be used as a substitute for control solution, while CaCl2 is not recommended.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifa Rachma
"Kalsium merupakan zat gizi yang berperan penting dalam pertumbuhan khususnya pada remaja. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan proporsi asupan kalsium berdasarkan kebiasaan konsumsi susu, kebiasaan sarapan, konsumsi soft drink, literasi gizi, pengetahuan mengenai kalsium, pendidikan ayah, pendidikan ibu, penghasilan orang tua/wali serta jenis kelamin. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan total sampel 142 siswa SMAN 34 Jakarta selama bulan April 2019. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dan asupan kalsium diukur melalui SQ-FFQ. Data dianalisis dengan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 67.6% siswa memiliki asupan kalsium kurang dengan rata-rata 808.1 454 mg. Analisis bivariat menunjukkan adanya perbedaan proporsi asupan kalsium yang signifikan berdasarkan konsumsi susu (p=0.000, OR=6.05), konsumsi soft drink (p=0.013, OR=0.18), dan literasi gizi kritikal (p=0.049, OR=3.05).

Calcium is one of nutrient that plays an important role in growth, especially in adolescents. This study aims to determine the differences of calcium intake based on milk consumption, breakfast, soft drink consumption, nutrition literacy, calcium-related knowledge, fathers eduaction, mothers education, parents income and gender. This research adapts cross-sectional design with a total of 142 students of SMAN 34 jakarta during April 2019. Data was collected using questionnaire and SQ-FFQ method to measure calcium intake. Data were analayzed by chi-square test. The results showed 67.6% of students had less calcium intake with an average of 808.1 454mg. Bivariate analysis showed that there was a significant difference of calcium intake based on milk consumption(p=0.000, OR=6.05), soft drinks consumption(p=0.013, OR=0.18), and critical nutrition literacy(p=0.049, OR=3.05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafila Hisara
"Gemuk kalsium kompleks berpotensi digunakan dalam aplikasi food grade H-1. Agen pengompleks yang paling umum digunakan adalah asam asetat sedangkan asam azelat banyak digunakan sebagai agen pengompleks dalam gemuk litium kompleks, di mana kedua asam pengompleks rantai pendek ini memberikan gemuk dengan peforma yang sangat baik bila digunakan secara terpisah. Dalam penelitian ini, gemuk bio kalsium kompleks disintesis dengan menggunakan minyak goreng kelapa sawit sebagai minyak dasar, asam 12 – hidroksistearat sebagai asam lemak, bersama dengan kombinasi asam asetat dan asam azelat sebagai agen pengompleks. Gemuk dibuat dengan cara saponifikasi, diikuti dengan pendinginan dan homogenisasi. Komposisi campuran asam asetat dan asam azelat divariasikan untuk menunjukkan pengaruh interaksi antara kedua agen pengompleks ini yang ditentukan dengan melakukan uji peforma gemuk. Gemuk bio kalsium kompleks yang dihasilkan dari kombinasi ca-asetat dan ca-azelat memiliki NLGI 2 dengan sifat anti-aus dan mulur yang sangat baik dibandingkan hanya menggunakan satu agen pengompleks, dengan komposisi rasio persen berat terbaik dari asam asetat/asam azelat berada pada 80:20. Namun, dropping point yang dicapai masih lebih rendah dibanding ketika gemuk bio kalsium kompleks dibuat hanya dengan menggunakan asam asetat.

Calcium complex grease has the potential to be used in H–1 food-grade application. The most common complexing agent used is acetic acid while azelaic acid is widely used as a complexing agent in lithium complex grease where these two short-chain complexing acids provide the final grease with great performance when used individually. In this study, calcium complex grease was synthesized by using palm oil as base oil, 12 – hydroxystearic acid as fatty acid, along with combination of acetic and azelaic acids as the complexing agents. Grease was manufactured by saponification, followed by cooling and homogenization. The weight percent composition of acetic acid and azelaic acid was varied to indicate the effect of the interaction between these two complexing agents which was determined by grease performance characteristic tests. The combination of ca-acetate and ca-azelaic as complexing salts in grease formulation had NLGI grade 2 consistency with excellent anti-wear properties and grease tackiness compared to calcium complex bio grease contains only single complexing agent, with the best weight percent ratio composition of acetic acid/azelaic acid was at 80:20. However, the dropping point achieved was still lower than when acetic acid was used alone in the formulation of calcium complex bio grease."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Khorazon
"ABSTRAK
Formalin telah digunakan sebagai larutan pengawet untuk kadaver dan organ-organnya untuk waktu yang lama karena efektifitasnya dalam mempertahankan struktur kadaver, selain juga bersifat sebagai disinfektan. Namun, larutan formalin bersifat berbahaya terhadap orang-orang terkait, misalnya staf pengajar, mahasiswa, dan laboran karena sifat iritatifnya yang sangat kuat dan beracun. Karena itu, studi ini dilaksanakan untuk mencari larutan pengawet alternatif berkemampuan sebanding dalam mengawetkan, tetapi dengan efek berbahaya yang lebih rendah atau tidak ada. Larutan pengawet alternatif yang digunakan adalah CaCl2 dan gliserin. Paru diambil dari 36 tikus Sprague-Dawley berusia 6 minggu, setelah mereka di anesthesia dan di injeksi formalin (10% atau 25%) sebagai pengawet primer. Paru yang diambil kemudian diproses lanjut dengan pengawet lanjutan, yaitu larutan standard Departemen Anatomi FKUI sebagai kontrol, CaCl2 15% dan 20%, dan gliserin 70% + timol 0.1%. Organ yang telah diawetkan diobservasi struktur makroskopis (konsistensi) dan struktur mikroskopis. Paru yang diawetkan dengan CaCl2 15% dan CaCl2 20% konsistensinya menurun. Sedangkan paru yang diawetkan dengan larutan standard anatomi dan gliserin 70% + timol 0.1% berhasil dipertahankan konsistensinya atau bahkan lebih keras. Derajat abnormalitas struktur mikroskopis paru yang diawetkan dengan gliserin 70% + timol 0.1% lebih tinggi daripada yang diawetkan dengan larutan standard. CaCl2 terbukti tidak efektif untuk mengawetkan paru. Meskipun paru yang diawetkan dengan gliserin mempunyai struktur mikroskopis yang kurang baik dibandingkan dengan larutan standar, tetapi struktur makroskopisnya bagus.

ABSTRACT
Formalin has been used as a preservative solution for cadavers and organs for a long time due to its effectiveness in maintaining the structure and disinfectant properties. However, formalin solution tends to be harmful towards the surrounding people, such as teaching staff, students, and lab assistants due to its very irritable and toxic content. Therefore, this study is conducted to find alternative preservative solution with equal preservative effectiveness yet with lesser or even no harmful effects. The selected alternative solution were CaCl2 and glycerine. Lungs organ from a total of 36 six-week-old Sprague-Dawley rats were extracted after the mice were anesthetized and injected with formalin (10% or 25%) for primary preservative purpose. The extracted lungs organs were continued to be preserved in standard solution of Department of Anatomy Faculty of Medicine Universitas Indonesia as control, CaCl2 15% and 20%, and Glycerine 70% + Thymol 0.1%. The preserved organs were observed for macroscopic consistency and microscopic structure. Lungs organs that were preserved with both CaCl2 15% and CaCl2 20% turned out to have weaker consistency than the original. Meanwhile, lung organs which were preserved with standard anatomy preservative solution and glycerine 70% + thymol 0.1% managed to either maintain their original consistency or more solid, In glycerine 70% + thymol 0.1% solution, the microscopic tissue abnormality were higher than the ones preserved in standard anatomy solution. In conclusion, CaCl2 proved to be an ineffective solution for lungs organ preservation. Even though the microscopic results were not better than formalin solution, lungs organ preserved with glycerine turned to be able to yield good macroscopic results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristin Liu
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015
158.1 KRI q
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Rahmatika Chania
"ABSTRAK
Formalin merupakan pengawet utama kadaver karena kemampuan pengawetan dan disinfektannya. Namun, sifatnya yang mudah menguap dan karsinogenik menyebabkan efek samping berbahaya yang dapat membahayakan nyawa dalam jangka panjang. Untuk itu, dibutuhkan larutan pengawet baru pengganti formalin. Studi eksperimental ini bertujuan untuk menganalisis hasil pengawetan dua jenis larutan bebas formalin (CaCl2 dan gliserin) pada otot rangka (musculus gastrocnemius) tikus Sprague-Dawley dibandingkan dengan larutan kontrol berformalin. Pengamatan dilakukan dengan melihat struktur makroskopik berupa konsistensi dan keberadaan jamur, dan struktur mikroskopik berupa persentase nekrosis dan abnormalitas struktur jaringan dalam sepuluh lapang pandang besar. Pengamatan strktur makroskopik dilakukan setiap bulan pada 6 bulan pertama dan setelah satu tahun. Pengamatan mikroskopik dilakukan pada jaringan yang diwarnai Hematoksilin-Eosin. Pengamatan struktur makroskopik menunjukkan bahwa pengawetan dengan 15% dan 20% CaCl2 kurang baik karena ketidakmampuannya untuk mempertahankan konsistensi jaringan otot, sehingga pengamatan struktur mikroskopik tidak bisa dilakukan. Pada pengawetan dengan larutan kontrol (larutan pengawet standar) dan larutan gliserin, konsistensi jaringan lebih baik, sehingga pengamatan struktur mikroskopik dapat dilakukan. Jamur ditemukan pada permukaan larutan pengawet (tidak ditemukan pada jaringan) terutama larutan CaCl2, tetapi tidak didapatkan pada larutan kontrol dan gliserin. Pengamatan struktur mikroskopik menunjukan bahwa gliserin dapat mempertahankan struktur jaringan otot. Studi ini menunjukan bahwa CaCl2 memiliki efek pengawetan yang kurang baik dibandingkan larutan kontrol berformalin, sedangkan larutan gliserin memiliki efek pengawetan sebanding dengan larutan kontrol berformalin.

ABSTRACT
Formalin has become a choice of cadaver preservative due to its preservation and disinfectant properties. However, its volatile and carcinogenic property are life threatening in long run. Therefore, new preservative technique is needed to replace formalin. This experimental study aimed to analyse the preservative effects of two formalin-free solutions (CaCl2 and glycerine) on gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rats. Observation was conducted by examining macroscopic structure, as in consistency and existence of fungi, and microscopic structure, as in percentage of necrotic and damaged tissue structure in ten large microscopic fields. Macroscopic structure observation was conducted every month in the first six month and after one year. Microscopic examination was conducted on tissues stained with Hematoxillin-Eosin. Macroscopic observation showed ineffective preservating ability of 15% and 20% CaCl2 due to its inability to preserve tissue consistency, therefore microscopic observation could not be conducted. Consistency of tissues were better in those preserved in control (standard preservative solution) and glycerine, allowing the proceeding microscopic observation. Fungal growth was noted and it was found to grow on the surface of solution instead of within the tissue, with more extensive fungal growth was found on CaCl2 groups compared to control and glycerine groups. Microscopic observation showed the ability of glycerine in maintaining tissue structures of skeletal muscle. This study also showed that CaCl2 has lessened efficacy compared to glycerinated solution, and the preservative ability of glycerine solution is comparable to formalin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farisa Milla Shabrina
"Kalsium merupakan zat gizi yang berperan penting dalam pertumbuhan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan asupan kalsium berdasarkan frekuensi konsumsi susu, frekuensi konsumsi sumber kalsium lain, preferensi rasa susu, kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, jenis kelamin, pengetahuan mengenai kalsium, dan uang saku. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dan dilakukan pada 120 siswa SMP Islam PB Soedirman Jakarta Timur selama bulan April 2016. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dan asupan kalsium diukur dengan wawancara food recall 2x24 jam. Data dianalisis dengan menggunakan uji t-test independent.
Hasil penelitian ini menunjukkan 46% memiliki asupan kalsium kurang dengan rata-rata asupan kalsium 428± 340,3 mg. Analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan asupan kalsium yang signifikan berdasarkan frekuensi konsumsi susu, preferensi rasa susu, jenis kelamin, dan pengetahuan mengenai kalsium.

Calcium plays a central role in human's growth. This research aims to explore and determine the differences of calcium intake based on milk consumption frequency, other calcium-rich foods sources frequency, milk-taste preferences, breakfast habit, physical activity, sex, calcium-related knowledge, and pocket money. This research adapts cross-sectional design with a total of 120 students of PB Soedirman Islamic Junior High School in West Jakarta during April 2016. Data was collected using questionnaire and food recall (2x24 hours) method to measure calcium intake. The data was analyzed using t-test independent test.
The results showed that 46% of the students had calcium intake below 924 mg/day and the average calcium intake was 428±340.3 mg. Bivariate analysis results showed significant mean-difference of calcium intake based on milk consumption frequency, milk taste preference, sex, and calcium-related knowledge.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Jordan Nehemiah Fiady
"Formalin adalah zat yang umum digunakan untuk mengawetkan jenazah dalam pendidikan kedokteran Mayat (mayat) yang diawetkan dengan formalin tidak mudah terurai sehingga dapat menimbulkan masalah antara lain mencemari tanah jika dikubur. Sebagai tindakan preventif, hal itu perlu dilakukan proses penetralan formaldehida pada mayat sebelum dimakamkan. Natrium bisulfit diketahui mampu menetralkan formaldehida dalam cairan limbah. Namun, belum saatnya
diketahui apakah natrium bisulfit mampu menetralkan formaldehida dalam jaringan. Untuk mengetahui apakah natrium bisulfit dapat menetralkan formaldehida dalam jaringan dan meningkatkan proses dekomposisi, studi telah dilakukan percobaan menggunakan tikus percobaan (Mus musculus, n = 18). Ada tiga kelompok mencit pada penelitian ini yaitu: tanpa pengawetan (n = 6, kelompok kontrol), dengan pengawetan formalin tanpa netralisasi (n = 6, kelompok formalin, konsentrasi primer 10% - konsentrasi sekunder 4%) dengan pengawetan dan netralisasi natrium bisulfit (n = 6, gugus natrium bisulfit, konsentrasi 12%). Tikus tersebut kemudian dikubur dan diamati setiap satu minggu selama enam minggu. Hasil observasi menunjukkan tidak ada perbedaan skor dekomposisi kelompok formalin dengan kelompok natrium bisulfit sedangkan kelompok kontrol mengalami dekomposisi lengkap seperti yang diperkirakan. Hasil ini menunjukkan bahwa natrium bisulfit belum mampu menetralkan formalin jaringan tikus dan meningkatkan proses dekomposisi tikus yang diawetkan dengan formalin.

Formalin is a substance commonly used to preserve internal bodies medical education. The corpse (cadaver) preserved with formalin was not easily decomposed so that it can cause problems, among others pollutes the soil if it is buried. As a preventive measure, it needs to be done the process of neutralizing formaldehyde in cadavers before burial. Sodium bisulfite known to be able to neutralize formaldehyde in waste fluids. However, not yet it is known whether sodium bisulfite is able to neutralize formaldehyde in tissues. To find out whether sodium bisulfite can neutralize formaldehyde in network and improve its decomposition process, studies have been carried out experimental using experimental mice (Mus musculus, n = 18). There are three groups of mice in this study, namely: without preservation (n = 6, control group), with formalin preservation without neutralization (n = 6, group formalin, primary concentration 10% - secondary concentration 4%) with preservation and neutralization of sodium bisulfite (n = 6, sodium bisulfite group, concentration 12%). The mice were then buried and observed every one week for six weeks. The observation results showed that there was no difference in the decomposition score the formalin group with the sodium bisulfite group while the control group underwent complete decomposition as predicted. This result indicates that sodium bisulfite has not been able to neutralize formalin
mice tissue and enhance the decomposition process of preserved mice with formalin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Riastuti Iryaningrum
"ABSTRAK
Latar belakang : Penggunaan konsentrasi kalsium dialisat ([Ca-D]) masih kontroversi. Di Indonesia masih digunakan [Ca-D] yang berbeda-beda antara 1,25 mmol/L ? 1,85 mmol/L. Studi DOPPS mendapatkan kegagalan dalam pencapaian kadar kalsium (Ca), fosfat (PO4), produk CaxP dan hormon paratiroid (HPT) sesuai yang ditargetkan K/DOQI dan semua penyebab risiko mortalitas secara signifikan berhubungan dengan tingginya [Ca]-D

Tujuan : Mengetahui perbedaan kadar Ca darah, PO4, HPT dan kalsifikasi vaskular pada penggunaan [Ca]-D tinggi dan rendah.
Metode : Penelitian adalah studi potong lintang analitik dilakukan di Unit Hemodialisis Divisi Ginjal-Hipertensi RS Cipto Mangunkusumo, Jumlah subyek 46 orang. Dua puluh tiga pasien menggunakan [Ca]-D rendah (1,25 mmol/L) dan 23 pasien menggunakan [Ca]-D tinggi (1,85 mmol/L). Penelitian dilakukan Oktober 2013 ? Mei 2014. Analisis statistik dengan uji Mann Whitney dan uji Chi square. Menggunakan SPSS 20.0.
Hasil : Sebanyak 46 pasien, terdiri dari 25 laki-laki dan 21 perempuan, dengan rerata usia 50,87 + 12,74 tahun. Lama HD 45,50 (6-168 bulan). Subyek penelitian yang mencapai target kontrol metabolisme sesuai panduan K/DOQI 2002 pada [Ca]-D rendah : Ca terkoreksi, PO4, produk Ca xPO4, dan HPT yang mencapai target sebanyak 8(34,8%), 10(43,5%), 15(65,2%) dan 2(8,7%) pasien. Pada [Ca]-D tinggi didapatkan 10(43,5%), 8(34,8%), 15(65,2%), 8(34,8%) pasien. Penelitian kami mendapatkan dengan [Ca]-D tinggi hasil lebih baik, hal ini tidak sama dengan hasil penelitian DOPPS. Berbeda dengan PO4 yang hasilnya lebih baik dengan [Ca]-D rendah, namun hasil kami juga lebih baik dari penelitian DOPPS. Hasil pada HPT lebih buruk pada [Ca]-D rendah dibandingkan DOPPS, hal ini mungkin disebabkan kami tidak menggunakan vitamin D untuk mengatasi hiperparatiroid sekundernya. Kalsifikasi vaskular dengan metode KAA pada [Ca]-D tinggi sebanyak 13(48,1%) sedangakan pada [Ca]-D rendah sebanyak 14(51,9%). Dengan metode KAAb pada [Ca]-D tinggi didapatkan kalsifikasi sebanyak 16(47,1%) dan pada [Ca]-D rendah didapatkan 18(52,9%) kalsifikasi.
Simpulan : Terdapat perbedaan kadar Ca, PO4, produk Ca x PO4, HPT dan kalsifikasi vaskular, pada penggunaan [Ca]-D tinggi dan rendah, tetapi yang berbeda bermakna hanya Ca dan HPT.


ABSTRACT
Background : The use of calcium dialysate is still controversial. In Indonesia, the dose for [Ca-D] still varies between 1,25 mmol/L ? 1,85 mmol/L. DOPPS study shows failure in achieving optimal calcium, phosphate as well as parathyroid hormone level in the blood as targetted by K/DOQI and is related to significantly increased mortality and is closely related with increased [Ca]-D.
Aim : Evaluate the difference in Serum Ca, PO4, PTH levels and vascular calcification in concentrations of [Ca]-D high and low.
Methods : This is a cross sectional study done in Hemodialysis unit in Nephrology Division of Cipto Mangunkusumo hospital. Total subject recruited was 46 patients, 23 patient using low concentration [Ca]-D (1.25 mmol/L) and 23 patients using high concentration [Ca]-D (1.85mmol/L). Research was conducted in October 2013 until May 2014. Analysis was performed using Mann Whitney test and Chi Square, statistical analysis was done using SPSS 20.0.
Result : A total of 46 patients consisting of 25 men and 21 women, with mean age of 50,87 + 12,74 years. Mean length of Dialysis was 45,50 months (6-168 months). Subjects using low concentration [Ca]-D who reached target concentration according to K/DOQI consisted of : corrected Ca in 8 (34,8%) patients while in high concentration [Ca]-D consisted of 10(43,5%) patients, better than DOPPS study. In terms of phosphate levels, low concentration [Ca]-D achieved target PO4 level in 10(43,5%) patients while high concentration [Ca]-D achieved target in 8(34,8%) patients. Corrected Ca x PO4 target levels were obtained equally in both groups which was 15(65,2%) patients. Target PTH level was achieved in low concentrated [Ca]-D up to 2(8,7%) patients, very low may be caused we did not use vitamin D and 8(34,8%) patients in high concentrated [Ca]-D. Vascular calcification using KAA method showed incidence of 13(48,1%) in high concentrated [Ca]-D and 14(51,9%) in low concentrated [Ca]-D group. On the other hand, KAAb methods revealed calcification of 16(47,1%) in high concentrated [Ca]-D and 18(52,9%) calcification in low concentrated [Ca]-D.
Conclusion : There is a difference in Ca, PO4, Ca X PO4 product serum level and vascular calcification in high and low [Ca]-D in both group however, statistically significant difference was found only in serum Ca and PTH levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>