Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199155 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohamad Almer Sahala
"ABSTRAK
Penyakit kulit sering terjadi pada masyarakat yang hidup dalam lingkungan padat
misalnya di asrama. Pesantren adalah asrama sekolah Islam yang biasanya padat
penghuni sehingga mudah terjadi penularan, terutama penyakit kulit. Tujuan riset
ini adalah untuk mengetahui prevalensi penyakit kulit dan hubungannya dengan
perilaku dan tingkat pendidikan santri. Desain riset adalah cross-sectional dengan
subyek seluruh santri di sebuah pesantren di Jakarta Selatan. Pengambilan data
menggunakan kuesioner berisi 10 pertanyaan mengenai perilaku kebersihan dan
pemeriksaan dermatologi pada bulan Juli sampai September 2013. Pengolahan
data menggunakan SPSS 20 dan uji Fischer untuk menguji statistik. Hasil
penelitian dari 98 santri, 88 orang mempunyai penyakit kulit (prevalensi 89,7%).
Penyakit kulit menular yang paling banyak terjadi adalah scabies dengan
prevalensi 49,3% (67 kasus). Sebanyak 78 santri (88,6%) dari total santri yang
mengidap penyakit kulit mempunyai perilaku kebersihan yang buruk. Hanya 10
santri yang tidak mempunyai penyakit kulit. Tidak terdapat perbedaan bermakna
antara prevalensi penyakit kulit dengan perilaku kebersihan (p=0,350). Tingkat
pendidikan ibtidaiyah mempunyai santri paling banyak yang berpenyakit kulit
(51,2%). Terdapat perbedaan bermakna antara prevalansi penyakit kulit dengan
tingkat pendidikan (p<0,001). Disimpulkan prevalensi penyakit kulit tidak
berhubungan dengan perilaku kebersihan namun berhubungan dengan tingkat
pendidikan.

ABSTRACT
Skin diseases are very common in places where the society lives closely together.
Pesantren is an example of a place where people live in a crowded situation and
have high frequency of direct and indirect contact from one people to another. The
objective of this research is to identify the association between the prevalence of
skin diseases with the hygiene behavior and level of education of santris (students
of pesantren). A cross-sectional study design was used for this study that was
conducted from July to September 2013, in a pesantren in South Jakarta. The
collection of data was carried out through questionnaire that consist of ten
questions, which concerns hygienic behaviors and dermatological examinations.
SPSS 20 was used to analyze the data and Fischer?s exact test was the chosen
statistical test. Results showed that out of 98 santris, 88 of them have skin
diseases (89.7% prevalence). The most frequent infectious skin disease is scabies
with 49.3% prevalence (67 cases). Furthermore 78 (88.6%) out of those santris
who got skin diseases, were categorized to have poor hygienic behaviors. There
were only 10 santris that did not have any skin disease, three of them have good
hygienic behaviors. There is no significant difference between hygienic behaviors
of santris with the presence of skin disease (p=0.350). Regarding level of
education, ibtidaiyah has the highest number of santris affected by skin disease
with 51.2%. Fisher?s exact test shows that there is significant difference between
level of education and the prevalence of skin disease (p<0.001). In summary there
is no association between skin disease and hygienic behaviors however, there is an
association with level of education."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Lucky Indah Baskara Putri
"Penyakit kulit sering kali muncul pada komunitas padat penghuni dan prevalensi penyakit kulit masih tergolong tinggi di negara berkembang terutama di Indonesia. Di sebuah Pesantren yang terletak di Jakarta Timur, prevalensi penyakit kulit dilaporkan tinggi. Perilaku higienis diduga menjadi salah satu faktor tingginya prevalensi penyakit kulit di Pesantren tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi penyakit kulit di Pesantren yang terletak di Jakarta Timur serta hubungannya dengan perilaku higienis murid Pesantren atau Santri. Studi cross sectional ini dilakukan terhadap 184 santri sebagai subjek dari penelitian. Kuesioner yang berkaitan dengan perilaku higienis diisi oleh Santri, selanjutnya Santri akan diperiksa status kesehatan kulitnya oleh dokter spesialis kulit.
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter spesialis kulit menunjukkan, 144 Santri 78,3 memiliki berbagai jenis penyakit kulit dengan 69 Santri di antaranya 37,5 memiliki penyakit kulit infeksius sementara 75 Santri lainnya 40,8 memiliki penyakit kulit non-infeksius. Jumlah Santri yang memiliki penyakit kulit dengan perilaku higienis yang tergolong baik adalah 107 Santri 81,7 , sementara jumlah Santri yang memiliki penyakit kulit dengan perilaku higienis yang tergolong kurang baik adalah 37 Santri 69,8 . Tes Chi-Square menunjukkan perbedaan yang signifikan antara prevalensi penyakit kulit infeksius dengan perilaku higienis p = 0.008 . Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara prevalensi penyakit kulit dengan perilaku higienis Santri.

Skin diseases often arise among crowded community and the prevalence of skin diseases is still high in developing country particularly in Indonesia. In a Pesantren that is situated in East Jakarta, a high prevalence of skin diseases is reported. Hygienic behavior of the individuals evidently plays a role in the prevalence of skin diseases. The objective of this research is to know the prevalence of skin diseases in a Pesantren in East Jakarta and its relation with hygienic behavior of the Pesantren students or called Santris. This cross sectional study was conducted among 184 Santris as the subjects of this research. The questionnaires regarding hygienic behavior are completed by the Santris and thereafter the Santris are examined by dermatologists.
The examination result by dermatologists reveals approximately 144 Santris 78.3 experience various kinds of skin disease 69 Santris 37.5 with infectious skin disease while the other 75 Santris 40.8 experience non infectious skin disease. The number of Santris with infectious skin disease in poor hygiene is 107 Santris 81.7 and the number of Santris with skin disease in good hygieneis 37 Santris 69.8 . Chi Square test indicates significant difference between the prevalence of skin diseases and hygienic behavior p 0.008 . Therefore, there is a relation between the prevalence of skin diseases and the Santris rsquo hygienic behavior."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Fitri Islami
"Pesantren, asrama islam di Indonesia, mempunyai risiko yang cukup tinggi dalam penyebaran penyakit kulit infeksius karena sanitasi yang kurang dan tempatnya yang ramai. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui prevalensi dari penyakit kulit infeksius dan menganalisa hubungannya dengan pengetahuan mengenai kebersihan. Riset ini dilakukan di sebuah pesantren yang bertempatkan di Jakarta Timur dan menggunakan desain pembelajaran cross sectional. Data yang dibutuhkan diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh tim dokter kulit dari RSCM serta pengisian kuisioner oleh santri dan santriwati. Riset ini dilakukan dari bulan Januari 2013 hingga Juli 2014. Data yang terkumpul diolah menggunakan SPSS 21 dan diuji menggunakan uji Chi-square serta uji Kolmogorov Smirnof.
Hasil dari riset ini menunjukkan bahwa prevalensi dari penyakit kulit infeksius di antara santri dan santriwati di sebuah pesantren di Jakarta Timur adalah 37.5% dengan tidak adanya hubungan yang signifikan antara penyakit kulit infeksius dan pengetahuan mengenai kebersihan.

Pesantren, an Islamic boarding school in Indonesia, has a high risk of infection because it has low sanitation and is very crowded. The objective of the study is to know the prevalence of infectious skin disease in a pesantren in East Jakarta and analyze its relation with one of the contributing factors, which is knowledge about hygiene. The cross sectional study was done at a pesantren, located at East Jakarta. The data were obtained from all students by anamnesis and dermatological examinations done by dermatologists. Students were also asked to fill out some questionnaires to know their knowledge about hygiene. Data collection was done from January ? May 2014, processed using SPSS 21, tested with Chi-square and Kolmogorov Smirnof Test.
Result showed that the prevalence of infectious skin disease in male and female students of a pesantren in East Jakarta was 37.5% with no significant relationship between infectious skin disease and knowledge about hygiene both in male and female students."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amajida Fadia Ratnasari
"Skabies merupakan penyakit kulit yang banyak ditemukan di lingkungan padat hunian seperti pondok pesantren. Karakteristik santri diduga berperan terhadap kejadian skabies. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi skabies dan hubungannya dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan santri Pesantren X, Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada tanggal 10 Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi terhadap semua santri (192 orang). Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi skabies 51,6% (laki-laki 57,4% dan perempuan 42,9%; tsanawiyah 58,1% dan aliyah 41,3%) dengan lokasi lesi skabies terbanyak di bokong (33,8%) dan di sela-sela jari tangan (29,2%). Uji chi square menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi skabies berdasarkan jenis kelamin (p=0,048) dan tingkat pendidikan (p=0,023). Disimpulkan prevalensi skabies di Pesantren X, Jakarta Timur adalah 51,3% dan berhubungan dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

Scabies is a common skin disease, especially in crowded places, like pesantren. Characteristics of the students there are believed to be associated with scabies. The purpose of this study was to determine the prevalence of scabies and its association with gender and education level of students Pesantren X, East Jakarta. This cross sectional study was conducted on June 10, 2012 by performing anamnesis and dermatology examination to all students (192 students). Data are managed with SPSS version 20.0 and analyzed with chi square test.
The results showed that the prevalence of scabies was 51,3% (male 57,4% and female 42,9%; education level tsanawiyah 58,1% and aliyah 41,3%). Most lesions are found in buttocks (33,8%) and interdigital space of the hand (29,2%). Chi square test have shown significant difference between the prevalence of scabies with gender (p=0,048) and educational level (p=0,023) of the students. In conclusion, the prevalence of scabies in Pesantren X, East Jakarta is 51,3% and there is association between the prevalence of scabies with gender and educational level of the students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soefiannagoya Soedarman
"ABSTRAK
Skabies merupakan penyakit kulit infeksius utama yang sering ditemukan
di tempat padat penghuni yang memungkinkan kontak fisik antar orang misalnya
di pesantren. Tujuan riset ini adalah untuk mengetahui prevalensi skabies dan
hubungannya dengan perilaku kebersihan dan tingkat pendidikan santri. Studi ini
dilaksanakan di sebuah pesantren di Jakarta Selatan menggunakan desain cross
sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli-September 2013
menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai perilaku kebersihan dan
pemeriksaan dermatologi. Data diolah dengan SPSS 20 dan diuji dengan Fischer
exact test. Hasilnya menunjukkan dari 98 santri, 67 positif skabies (prevalensi
68,4%). Dari 16 santri yang berperilaku baik 10 orang terinfeksi skabies dan dari
82 santri yang berperilaku buruk 57 orang mengidap skabies. Santri dengan
pendidikan ibtidaiyah paling banyak terinfeksi skabies (52%), diikuti tsanawiyah
(32%) dan aliyah (16%). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalensi
skabies dengan perilaku kebersihan (uji fischer, p=0.571) dan pendidikan (uji
fischer p=0.384). Disimpulkan prevalensi skabies tidak berhubungan dengan
perilaku kebersihan dan pendidikan.

ABSTRACT
Scabies is one of infectious skin disease that mostly finds in crowded
environment, which cause high possibility of direct contact between peoples
inside, one of the example is Pesantren. Purpose of this research is to know the
prevalence of scabies, and its association with behavior, and level of education of
santris. This study was performed in A pesantren in South Jakarta by using crosssectional
design. Data in this research took from July until September 2013 by
using questionnaire consists of questions regarding hygiene, and dermatological
examination. The data was analyzed with SPSS 20, and was tested by Fischer
exact test. Results showed form 98 santris, 67 of them are positive from scabies
(64.8% prevalence). Moreover, 10 from 16 good behavior santris were infected.
On the other hand, 57 from 82 santris with bad behavior suffered from scabies.
Ibtidaiyah became the highest level of education that suffered from scabies (52%),
followed by tsanawiyah, and aliyah (32%, and 16% respectively). There is no
significant difference between prevalence of scabies with behavior (Fischer exact
test, p=0.571), and level of education of santris (Fischer exact test, p=0.384). It
can be summarize that there is no significant association between prevalence of
scabies with behavior, and level of education of santris."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Pradnya Paramitha
"Pedikulosis kapitis adalah penyakit yang disebabkan infestasi Pediculus humanus capitis di kepala manusia. Faktor risikonya adalah usia muda, kebersihan lingkungan buruk, dan populasi padat, sedangkan perilaku kebersihan perorangan masih diperdebatkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan keparahan pedikulosis dengan perilaku kebersihan santriwati sebuah pesantren di Jakarta. Pada studi cross sectional ini data diambil bulan Maret 2014. Semua santriwati dijadikan subjek penelitian lalu dilakukan pemeriksaan kepala untuk mendiagnosis pedikulosis. Subjek dinyatakan positif jika ditemukan tuma dewasa, nimfa, larva atau telur. Infestasi ringan jika tuma atau telurnya berjumlah <10 di tiap regio kepala (parietal, oksipital, lateral, tengkuk) dan berat jika >10. Santriwati diwawancara dengan bantuan kuesioner berisi 6 pertanyaan perilaku kebersihan yang berhubungan dengan pedikulosis. Perilaku dikatakan baik jika skor ≥70 dan buruk jika ≤69. Data diproses dengan SPSS versi 20.0 dan diuji dengan chi square. Didapatkan hasil, 71 subjek berusia 10?17 tahun dan semuanya (100%) terinfestasi pedikulosis; 59,2% terinfeksi berat oleh telur dan 16,9% terinfeksi berat tuma P.capitis. Sebanyak 85,9% berperilaku kebersihan buruk dan 14,1% berperilaku baik. Tidak terdapat hubungan antara derajat keparahan pedikulosis (infestasi telur) dan perilaku kebersihan (chi square, p=0.73), maupun infestasi tuma dan perilaku kebersihan (chi square, p=1.00). Derajat keparahan pedikulosis dengan perilaku kebersihan tidak berhubungan karena tingginya prevalensi pedikulosis.

Pediculosis capitis is a disease in which Pediculus humanus capitis infest the head of a person. Young age, poor environmental hygiene, and overcrowding have been reported to be risk factors of pediculosis capitis, but whether personal hygiene behavior is a risk factor is still open for debate. This cross sectional study aims to find out relationship between the severity of pediculosis capitis and the level of hygiene behavior among female students in a pesantren in Jakarta. Data collection was performed on March 2014 in a Pesantren in Jakarta. Every female students were taken as subjects and undergone head examination to diagnose pediculosis capitis. Subjects were diagnose positive if the parasite or the nits were found in their head, and negative if both parasite and nits were absent. Infestation is considered mild if there were <10 parasites or nits found in each region of the head (parietal, occipital, lateral, and nape), and considered as severe if there were >10 parasite or nits found. Afterwards, the subjects filled in questionnaire consisting of 6 questions regarding their hygiene behavior associated with pediculosis capitis. Hygiene behavior is considered good if the score achieved was ≥ 70 and poor if the score was ≤ 69. Data was processed with SPSS version 20.0 and tested with chi square. From this study, there were 71 subjects with the age of 10?17 years old, all of them (100%) were positive for pediculosis capitis; 59.2% were severely infected with the nits and 16.9% were severely infected with the lice. As many as 85.9% were considered as having poor hygiene behavior and only 14.1% were considered having good hygiene behavior. There was no relationship between the severity of nits infestation and hygiene behavior (chi square, p=0.73), nor between lice infestation and hygiene behavior (chi square, p=1.00). The relationship between the severity and hygiene behavior was not significant in this study due to the high prevalence of pediculosis capitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luddwi Achmad Rizky
"Skabies adalah penyakit kulit yang banyak terdapat di pesantren karena lingkungan padat penghuni dan kebersihan yang kurang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui asosiasi perilaku hidup bersih sehat dan luas lesi skabies. Penelitian cross sectional ini dilakukan di sebuah pesantren di Jakarta Selatan pada bulan Juli-September 2013. Semua santri 98 orang dijadikan subyek penelitian. Subyek diminta mengisi kuesioner berisi pertanyaan mengenai perilaku hidup bersih sehat. Diagnosis didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 20 dan diuji dengan Chi Square Test. Didapatkan bahwa prevalensi skabies di pesantren adalah 68,4 . Lesi luas pada santri yang berperilaku baik terdapat pada 9 dan pada santri berperilaku buruk sebanyak 53.7 . Lesi terbatas pada santri yang berperilaku baik terdapat pada 10.4 dan pada santri berperilaku buruk sebanyak 26.9 . Tidak ada perbedaan bermakna antara perilaku hidup bersih sehat dan lesi skabies Chi square test, p=0.170.

Scabies is an infectious skin disease which is common in pesantren because of overcrowded area and less hygienic environment. The purpose of this research was to find out the association between healthy behavior and scabies lesion. This cross sectional research is conducted in a pesantren Jakarta Selatan on July September 2013. All students 98 people became the research subjects. The subjects were asked to fill out the questionnaires regarding the healthy behavior. The diagnosis can be determined by anamnesis and dermatological examination. The data was analyzed by using SPSS version 20 and tested by Chi Square Test. Based on the data analysis, the prevalence of scabies in this pesantren is 68.4 . The percentage of positive scabies students with wide lesion in bad and good behavior students reached 53.7 and 9 respectively, while the located lesion in bad and good behavior students accounted 26.9 and 10.4 respectively. There is no significant difference between healthy behavior and scabies lesion Chi square test, p 0.170."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Dwi Iriani
"ABSTRAK
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak usia sekolah dan dapat menyebabkan masalah psikologi sehingga mempengaruhi konsentrasi belajar. Karena jarang menimbulkan kematian, penyakit kulit sering diabaikan dan memicu infeksi sekunder yang dapat berlanjut menjadi kelainan organ. Karakteristik anak sekolah dasar (SD) diduga berperan terhadap kejadian penyakit kulit. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan prevalensi penyakit kulit dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan murid SD di Desa Taman Rahayu, Bekasi. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada tanggal 25 April 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi pada murid SD X dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Y kelas 3-6 (150 orang). Pada pengolahan menggunakan SPSS versi 20.0, kelas 3 MI digabungkan dengan kelas 4 MI karena tidak terdapat responden kelas 3 SD pada penelitian ini. Data lalu dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi penyakit kulit sebanyak 72% (laki-laki 58,3% dan perempuan 41,7%; kelas 4 50%, kelas 5 25,9%, dan kelas 6 24,1%). Melalui uji chi square, didapatkan perbedaan bermakna antara prevalensi penyakit kulit dengan jenis kelamin (p=0,026), namun tidak berbeda bermakna dengan tingkat pendidikan (p=0,848). Disimpulkan bahwa prevalensi penyakit kulit ada anak SD di Desa Taman Rahayu adalah 72% dan berhubungan dengan jenis kelamin, namun tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan.

ABSTRACT
Skin diseases often occurs in school-age children and can cause psychological problems that affect their concentrations in study. Because rarely cause death, skin diseases often neglected and trigger secondary infection that can progress to organ abnormalities. Gender and education level of the students in primary school (SD) are thought to be associated with the prevalence of skin diseases. This study aims to determine the association between prevalence of skin diseases with gender and education level of primary school students in Taman Rahayu Village, Bekasi. This cross-sectional study was conducted to grade 3-6 students (150 students) on April 25, 2012. Diagnosis was made based on anamnesis and dermatology examination. Data were processed by SPSS version 20.0 and analyzed using chi square test. The results showed that the prevalence of skin diseases was 72% (male 58.3% and female 41.7%; grade 4 students 50%, grade 5 students 25.9%, and grade 6 students 24.1%). Chi-square test showed significant difference between the prevalence of skin diseases with gender (p=0.026), but did not differ significantly with education level (p=0.848). In conclusion, the prevalence of skin diseases in primary school students in Taman Rahayu village was 72% and there were association between the prevalence of skin diseases with gender, but not associated to education level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Istri Intan Yuniari
"Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) masih tinggi pada anak sekolah dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang penting untuk penularan STH dan hubungan perilaku kesehatan dengan STH. Penelitian ini dilakukan di SDN 07 Kalibaru (Jakarta Utara) sebagai daerah kumuh dan MI Al-amin Batu Ampar (Jakarta Timur) sebagai daerah tak kumuh pada Juni hingga September 2012 dengan desain cross-sectional. Data demografi responden diperoleh dengan kuesioner. Infeksi STH dideteksi dengan teknik Kato-Kaz. Sebanyak 182 responden (Daerah kumuh=138 sampel dan Daerah tidak kumuh=44) didapatkan prevalensi STH di daerah kumuh sebesar 59,4% dan di daerah tidak kumuh sebesar 4,5%. Ketersediaan toilet di daerah kumuh memperoleh nilai OR = 0,80 (95% CI 0,31-2,10). Ketersediaan sumber air minum yang berasal bukan dari sumur di daerah kumuh kemungkinan sebesar 2,08 kali (95% CI 0,21-20,6) ditemukan infeksi STH dibandingkan dengan sumur, sedangkan di daerah tak kumuh kemungkinan sebesar 1,09 kali (95% CI 0,96-1,24) ditemukan infeksi STH dibandingkan dengan sumur. Secara statistik, tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan makan lalapan dengan infeksi STH. Infeksi STH lebih tinggi pada daerah kumuh, ketersediaan sumber air minum yang berasal bukan dari sumur berisiko terinfeksi STH, dan kebiasaan tidak memiliki hubungan bermakna dengan infeksi STH.

The infection of Soil Transmitted Helminths (STH) was high in elementary school students. The aim of this research was to know the risk factors of STH and the association between hygiene with STH. This research happened in SDN 07 Kalibaru (North Jakarta) as slums area and MI Al-amin Batu Ampar (East Jakarta) as non-slums area from June until September 2012 using cross sectional method. Demographic profile was collected by filling the questionnaire. The infection of STH was detected by Kato-Kaz method. This research includes 182 participants (slums area=138 samples, and non-slums area=44) found prevalence of STH in slums area was 59,4% and non-slums area was 4,5%. Household latrine in slums area got OR=0.80 (95% CI 0.31-2.10). Drinking water in slums area had risk 2.08 (95% CI 0.21-20.6) to find STH, meanwhile in non-slums area had risk 1.09 (95% CI 0.96-1.24) to find STH. Statistically, there was no significance association between washing hand, hygiene of nail, and eating fresh vegetables with STH infection. Infection of STH in slums area higher than in non-slums area, drinking water had risk factor for STH infection, and the hygiene among elementary school students had no significance association with STH infection."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Sarayar
"Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei, merupakan penyakit kulit ketiga terbanyak di Indonesia. Pada komunitas padat penduduk tanpa kebersihan yang baik, seperti asrama, pesantren, dan barak tentara, skabies hampir menyerang seluruh individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara prevalensi skabies dengan perilaku kebersihan di sebuah pesantren, di Jakarta Timur.
Desain penelitian berupa cross sectional study dan semua santri dijadikan subyek penelitian. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 10 Juni 2012 dengan menggunakan kuesioner yang berisi 7 pertanyaan mengenai perilaku kebersihan. Data prevalensi skabies diperoleh berdasarkan pemeriksaan kulit. Data diolah dengan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji fischer exact.
Hasilnya menunjukkan 149 (79%) dari 188 santri menderita penyakit kulit dan penyakit kulit terbanyak yang diderita adalah skabies (50%). Perilaku kebersihan umumnya buruk dan hanya 8 (6%) santri yang berperilaku baik. Uji fischer exact menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalensi skabies dengan perilaku santri, nilai p=0,567. Disimpulkan bahwa perilaku kebersihan santri tergolong buruk dengan prevalensi skabies adalah 50%, dan tidak terdapat hubungan antara prevalensi skabies dengan perilaku kebersihan.

Skabies is a skin disease caused by Sarcoptes scabiei, the third most prevalent skin disease in Indonesia. In densely populated communities without good hygiene, such as dormitories, boarding schools, and military barracks, skabies infests almost all of the individuals. This study aims to determine the prevalence of skabies and its relationship with hygiene behavior in an Islamic boarding school (pesantren), in East Jakarta.
The research is a cross-sectional study and total sampling is used. Data were collected on June 10, 2012 using a questionnaire containing seven questions regarding hygiene behavior of the students. Physical examination is performed to obtain the prevalence of skin disease among the students, in which skabies has the highest prevalence. The data were processed with SPSS version 20 and analyzed by Fischer?s exact test.
The results showed that 149 out of the 188 students (79 %) suffer some form of skin diseases, in which skabies is the majority (50 %). Hygiene behavior is generally poor where only 8 (6 %) students were considered having good hygiene behaviour. Fischer's exact test showed no significant difference between the prevalence of skabies with the hygiene behavior of students, p value=0,567. It is concluded that the hygiene behavior of students is relatively poor as the prevalence of skabies was 50 %,and there was no relationship between the prevalence of skabies with hygiene behavior.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>