Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197462 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angela Novi Yanti
"ABSTRAK
Individu yang sedang menjalani hubungan romantis beda agama sering mengalami hambatan untuk melanjutkan hubungan menuju pernikahan di masa depan. Salah satu hambatan yang dihadapi adalah kurangnya dukungan dari lingkungan sosial. Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara orientasi masa depan dalam hubungan romantis dan dukungan sosial pada pasangan beda agama. Pengambilan data dilakukan secara offline dengan menyebarkan kuesioner hardcopy kepada partisipan dan online dengan menyebarkan tautan kuesioner kepada partisipan. Partisipan pada penelitian ini adalah 262 individu, terdiri dari 70 laki-laki dan 192 perempuan yang berusia 20-40 tahun dan sedang menjalani hubungan romantis beda agama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi masa depan dalam hubungan romantis berhubungan positif dengan dukungan sosial pada pasangan beda agama. Keterbatasan dan saran untuk penelitian selanjutnya akan didiskusikan lebih lanjut.

ABSTRACT
Individuals who are in interfaith romantic relationships often face obstacles to get married in the future. One of the obstacles is less support from their social network. This study is correlational study and purposed to examine the relationship between future time orientation in romantic relationship and social support on interfaith couple. The data was gathered through offline by sending questionnaire to the participants and online by sending the link of the questionnaire to the participants. Total of participants are 262 individuals, consist of 70 males and 192 females, who are 20–40 years old and currently being in interfaith relationships. The results have shown that there is positive relationship between future time orientation in romantic relationships and social support on interfaith couple. Limitations and suggestions for future research are discussed."
2016
S63267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syazka Kirani Narindra
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara orientasi masa depan dalam hubungan romantis dan kualitas hubungan romantis pada pasangan beda agama. Pengukuran orientasi masa depan dalam hubungan romantis menggunakan alat ukur Future Time Orientation in Romantic Relationship Scale (Oner, 2000) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.89 dan pengukuran kualitas hubungan romantis menggunakan Partner Behaviors as Social Context dan Self Behaviors as Social Context (Ducat, 2009) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.93. Partisipan berjumlah 231 individu dewasa muda yang terdiri atas 96 laki-laki dan 135 perempuan yang memiliki karakteristik berusia 20 hingga 40 tahun (rata-rata [+/-SD] usia 19,5 +/- 24 tahun) dan sedang menjalani hubungan romantis berpacaran beda agama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara FTORR dengan kualitas hubungan romantis (r=0.220, p<0.001) pada pasangan beda agama. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin tinggi FTORR maka semakin tinggi pula kualitas hubungan romantis pada pasangan beda agama.

This research is purposed to examine the correlation between future time orientation in romantic relationship and romantic relationships on interfaith couple. Future Time Orientation in Romantic Relationship Scale (Oner, 2000) is used to measure future time orientation in romantic relationship with a 0.89 reliability coefficient, while Partner Behaviors as Social Context and Self Behaviors as Social Context (Ducat, 2009) is used to measure relationship quality with a 0.93 reliability coefficient. Participants consist of 231 young adults between the age of 20 to 40 years old (mean [+/-SD] age 19,5 +/- 24 years), 96 of which are male while 135 of which are female, and all are currently having a romantic interfaith relationships. The results have shown that there is a significant positive correlation between future time orientation in romantic relationship and the quality of the romantic relationship (r=0.220, p<0.001) with partners of
different faith. Thus it is found that a higher future time orientation in romantic relationship the higher quality of relationships on interfaith couple."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Linda Dinartika
"Membentuk dan membina hubungan romantis adalah tugas perkembangan dewasa muda. Salah satu faktor pendorongnya adalah relationship contingency of self-worth (RCSW). Berdasarkan studi Sanchez dan Kwang (2007), RCSW dapat mengakibatkan body shame. Oleh karenanya, penting ditemukan suatu aspek diri yang dapat mengurangi dampak buruk dari RCSW yakni self-efficacy dalam hubungan romantis (SEHR). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi prediksi RCSW dan SEHR terhadap body shame, serta mengidentifikasi ada atau tidaknya peran SEHR sebagai moderator dari RCSW dengan body shame. Pengukuran self-report dilakukan pada 186 orang berusia 21-40 tahun di Jabodetabek. Dengan menggunakan teknik statistik regresi didapati bahwa RCSW dapat memprediksi body shame secara positif dan SEHR mampu memprediksi body shame secara negatif. Namun, tidak ada peran moderasi dari SEHR pada hubungan RCSW dengan body shame.

Developing and maintaining a romantic relationship is a young adulthood’s development task. Relationship contingency of self-worth has known as one of its factor. Grounded on Sanchez and Kwang’s (2007) study, RCSW could cause body shame. Hence, it was important to find a self-aspect which could lessen RCSW’s negative impact, that was self-efficacy in romantic relationship (SERR). This study examined to identify RSCW and SERR predictions toward body shame, also identified SERR’s presence as the moderator of RCSW and body shame. A self-report measurement was done to 186 individuals aged 21-40 years old in Jabodetabek. By using regression techniques, it was found that RCSW could predict body shame positively and SERR could predict body shame negatively. Yet there was no moderation effect of SERR on RCSW and body shame relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syannia Tasha Indra Putri
"Hubungan romantis seperti berpacaran merupakan salah satu bentuk hubungan yang dikembangkan oleh umat manusia. Setiap pasangan yang sedang menjalani hubungan berpacaran pasti ingin memiliki hubungan yang memuaskan di mana hubungan tersebut membutuhkan upaya yang berkelanjutan.Terkadang individu menerima secara cuma-cuma upaya yang dilakukan pasangan karena dianggap sebagai bare minimum dan individu tidak mengapresiasi upaya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara apresiasi pasangan dan kepuasan hubungan berpacaran. Penelitian ini menggunakan Appreciation in Relationship (AIR) Scale untuk mengukur apresiasi dan Couple Satisfaction Index (CSI[16]) untuk mengukur kepuasan hubungan. Hasil teknik korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara apresiasi pasangan dan kepuasan hubungan (rs = .683, n = 230, ps < 0.01, one tailed). Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa, pada usia emerging adult yang sedang menjalani hubungan berpacaran, perasaan diapresiasi pasangan dapat berguna untuk meningkatkan hubungan yang memuaskan.

Romantic relationships such as dating is a form of relationship developed by mankind. Every couple who is in a dating relationship wants to have relationship satisfaction where it requires continuous effort. Sometimes individuals accept the efforts made by their partner for granted because they are considered a bare minimum and individuals do not appreciate these efforts. This study aims to examine the relationship between partner’s appreciation and relationship satisfaction. In this study, Appreciation in Relationship (AIR) Scale used to measure appreciation and Couple Satisfaction Index (CSI[16]) used to measure relationship satisfaction. Spearman correlation technique’s result showed a positive and significant relationship between partner’s appreciation and relationship satisfaction (rs = .683, n = 230, ps < 0.01, one tailed). Therefore, this study found that the feeling of being appreciated by a partner can bep useful to increase satisfaction in dating relationship among emerging adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Yudistira
"Pada masa remaja perkembagan psikososial semakin meningkat seiring dengan perkembangan biologis. Akibat dari perkembangan tersebut remaja mulai tertarik dengan lawan jenis yang pada akhirnya berpacaran (Santrock,1990). Konflik merupakan hal yang sulit dihindari ketika berpacaran. Terdapat tiga cara dalam menyelesaikan konflik yaitu menghindar (avoidance), menyerang (attacking) dan menyelesaikan masaalah (problem solving) (Weber dan Haring, 1998).Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan remaja dalam memilih cara penyelesaian konflik tersebut dan untuk melihat apakah ada perbedaan perempuan dan laki-laki dalam menyelesaikan konflik.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner cara penyelesaian konflik.Partisipan penelitian ini adalah remaja tengah (15-18 tahun) dan remaja akhir (19-21 tahun) dengan jumlah 84 orang berimbang antara laki-laki dan perempuan.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa remaja di Indonesia cenderung memilih cara problem solving dibandingkan dengan attacking dan avoidance. Selain itu tidak ada perbedaan diantara perempuan dan laki-laki dalam memilih cara penyelesaian konflik tersebut.

The psychosocial development increases alongside the biological development. This development can be seen from their interested in the opposite sex and because of it they start to make an intimate relationship with the opposite sex that we usually called romantic relationship (Santrock, 1990). In romantic relationship conflict can not be avoided. There are three methods of conflict resolution which are avoidance, problem solving and attacking (Weber and Haring, 1998). The objective of this study is knowing what kind of conflict resolution styles adolescences tend to use and see the differences between male and female in choosing the conflict resolution styles.
This is a quantitative study that use questionnaire as a measuring tool. The measuring tool which is used in this study is the conflict resolution styles questionnaire. The participants of this study are middle adolescences (15-18 years) and late adolescences (19-21 years). The total numbers of participants are 84. This number is equal between male and female.
The result shows that adolescences in Indonesia tend to choose the problem solving style than attacking. or avoidance. However there is no difference between male and female in choosing the conflict resolution styles."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klarinthia Ratri
"Temuan sebelumnya menemukan hasil yang konsisten mengenai hubungan positif antara religiusitas dan kepuasan pernikahan (Ahmadi & Hossein-abadi, 2009). Namun, perkawinan beda agama diharapkan bisa mengubah jalannya hubungan ini. Masing-masing tingkat religiusitas menghasilkan konflik, bertindak sebagai penekan untuk pernikahan. Karena itu, ini Penelitian dilakukan untuk menguji ulang hubungan antara religiusitas dan perkawinan kepuasan, dan untuk menguji peran Copic Dukungan Dyadic sebagai strategi pasangan dalam menghadapi tantangan dalam pernikahan antaragama (moderator). Kuisioner diberikan kepada 65 peserta dalam pernikahan beda agama dengan usia berkisar 26-64 tahun. Data dikumpulkan dengan menggunakan Indeks Kepuasan Pasangan, Inventarisasi Coping Dyadic, dan Kuisioner Skala Sentralitas Religiusitas. Analisis data dilakukan dengan pearson korelasi, analisis regresi, dan Annova satu arah dalam SPSSS versi 23.
Hasil tidak menunjukkan hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan (r = -0,154, p> 0,05), a hubungan positif yang signifikan antara coping diad yang mendukung dan perkawinan kepuasan (r = 0,601, p <0,05), dan tidak ada efek moderasi dari coping diad suportif religiusitas dan kepuasan pernikahan (β = 0,056; p> 0,05). Kesimpulannya, mendukung mengatasi diad terbukti mampu melemahkan, tetapi tidak memoderasi hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan pada individu dalam pernikahan beda agama.

Previous findings found consistent results regarding a positive relationship between religiosity and marital satisfaction (Ahmadi & Hossein-abadi, 2009). However, interfaith marriages are expected to change the course of this relationship. Each level of religiosity produces conflict, acts as a suppressor for marriage. Therefore, this study was conducted to reexamine the relationship between religiosity and marital satisfaction, and to examine the role of Copic Dyadic Support as a couple's strategy in facing challenges in interfaith marriages (moderators). The questionnaire was given to 65 participants in interfaith marriages with ages ranging from 26-64 years. Data were collected using the Pair Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, and the Religiosity Central Scale Questionnaire. Data analysis was performed with Pearson correlation, regression analysis, and one-way Annova in SPSSS version 23.
The results did not show a relationship between religiosity and marital satisfaction (r = -0.154, p> 0.05), a significant positive relationship between coping dyads support and marriage satisfaction (r = 0.601, p <0.05), and there was no moderating effect of coping with supportive religiosity and marital satisfaction (β = 0.056; p> 0.05). In conclusion, supporting overcoming dyads can weaken, but not moderate the relationship between religiosity and marriage satisfaction for individuals in interfaith marriages.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Adiantini
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai konflik yang dihadapi masing-masing individu yang melakukan perkawinan boda agama dan gambaran konflik intenpcrsonal yang, dihadapi, serta bagaimana gaya konflik yang digunakan dalam menyelesaikan konflik tersebut. Konflik pada pasangan suami-istri beda agama ditinjau dari sumber-sumber konflik pada perkawinan beda agama menumt Bossard & Boll (1957), yaitu berkaitan dengan pelaksanaan ibadah suami istri, keluarga dari pihak suami maupun istri, dan agama anak. Gaya konflik dilihat melalui model dari Kilmann & Thomas (1975), yang terdiri dari avoidance, competition, compromise, accommodariorz, dan collaboration.
Penclitian dilakukan secara kualitatif tcrhadap 3 (tiga) pasang suami-islri yang berada dalam rentang usia dewasa muda (20-40 tahun). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa konflik pada pasangan dewasa muda beda agama lebih banyak disebabkan oleh pcrbedaan sifat dan preferensi, bukan oleh perbedaan agama di antara mereka. Hal ini dipcngamhi adanya penerimaan akan konsekuensi perkawinan beda agama sejak sebelum menikah. Sctiap pasangan mengalami konflik dengan keluarga dari pihak istri atau pihak suami.
Perbedaan dalam konflik intmpersonal (konflik di dalam diri) setiap subyek dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang dan karakteristik pribadi. Sebagian besar subyek menggunakan Iebih dari dua gaya kontlik, dan setiap gaya konflik digunakan pada area, situasi, ataupun tingkat kepentingan konflik yang beragam. Ketiga pasang subyek merasa bahwa gaya konflik yang mereka gunakan sudah cukup cfcktitkmtuk mengatasi konflik yang dialami.

This study is aimed at examining the conflicts faced by individuals entering the interfaith marriages, the interpersonal conflicts ensuing from the relationship, and the styles or strategies applied to resolve the conflicts. Marital conflicts among couples of ditferent religious beliefs as viewed from the sources ofconilicts among interfaith marriages according to Bossard & Boll (1957) are related to religious rituals between husband and wife, interferences by husband’s or wife’s relatives, and the belief of the children. This study describes the interpersonal conflict style of Kilmarm & Thomas (1975), i.e., avoidance, competition, compromise, accommodation, and collaboration.
The qualitative study was conducted to three (3) married couples in the young adult period (ages 20 to 40). This study shows that conflicts among the young adult married couples with different religious beliefs are more frequently due to disagreement in personal dispositions and preferences, rather than the differences in their religious beliefs. It is hypothesized that this is attributable to the recognition of the consequences resulting from the differences in religious beliefs even prior to the marriage. It is also described that all couples have had conflicts with the husband’s or the wife’s relatives.
The characteristic of intrapersonal conflicts of each subject is affected by dissimilarity in individual background and characteristics Most of the subjects use more than two conflict styles, and each style is applied in a various setting, situation, and conflict levels of interest. All of the three couples believe that the conflict styles they use are effective in coping with the conflicts they undergo.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34138
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Cynthia Putri
"Penelitian ini membahas perkawinan beda agama di Kantor Catatan Sipil dengan melakukan analisis langsung terhadap peraturan di Indonesia yaitu KUHPerdata dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode pengolahan dan analisis data yang menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian dan wawancara di Kantor Catatan Sipil pada Kantor Catatan Sipil Depok ditemukan fakta bahwa Kantor Catatan Sipil Depok tidak melakukan pencatatan perkawinan beda agama namun hanya mengeluarkan surat keterangan yang kedepannya diperlukan dalam pengurusan dokumen-dokumen seperti kartu keluarga dan akte kelahiran. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memberi tempat bagi perkawinan beda agama. Sebagai sebuah instrumen hukum, ukuran tingkah laku atau kesamaan sikap standart of conduct, juga berfungsi sebagai suatu perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna dan sebagai alat untuk mengecek benar tidaknya suatu tingkah laku. Jika asumsi ini dimasukkan pada Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka pembaruan terhadap beberapa pasal dalam undang-undang ini khususnya pada pasal 2 ayat 1 yang sering dijadikan rujukan bagi persoalan perkawinan beda agama, menjadi sebuah keharusan.

This research discusses about the reporting of interfaith marriage in Civil Registry Office Depok with direct analysis of the rules in Indonesia, namely KUHPerdata and Undang undang No. 1 Year 1974 on marriage.This research is a normative juridical by the method of processing and analyzing data using a qualitative approach. The results of research and interviews inCivil Registry Office Depokwas found the fact that Civil Registry Office Depok did not record the interfaith marriage but only issued a certificate required in the future to obtain documents such as family card and birth certificate. Undang undang No. 1 Year 1974 on Marriage giving no place to the interfaith marriage. As a legal instrument, the size of similarity behavior or attitude standard of conduct, also has a function as a modified to transform society toward a more perfect and as a tool to check whether the behaviour right or wrong. If this assumption is included in Undang undang No. 1 Year 1974 on marriage, the update to some of the provisions in Undang undang especially in Article 2 paragraph 1 is often used as a reference for the issue of interfaith marriage, becomes a necessity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Anastasia Hanipraja
"ABSTRAK
Integrasi teknologi dalam kehidupan membawa urgensi untuk mempelajari kegiatan virtual yang dilakukan dalam konteks hubungan romantis, dan salah satunya adalah sexting, atau pertukaran pesan sensual melalui teknologi komunikasi. Sebelumnya dipandang sebagai perilaku seksual yang berisiko, baru-baru ini para peneliti telah menemukan perspektif baru dalam memandang sexting sebagai aktivitas positif yang dilakukan dalam hubungan romantis, terutama dalam hubungannya dengan kepuasan seksual. Kepuasan seksual dapat ditingkatkan dengan sexting karena dapat berfungsi sebagai bentuk komunikasi seksual serta berbagai aktivitas seksual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara sexting dan kepuasan seksual, terutama dengan sexting sebagai prediktor kepuasan seksual. Untuk mengukur variabel, penelitian ini akan menggunakan skala sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, dan Zimmerman (2013) serta GMSEX untuk mengukur kepuasan seksual. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dan hasilnya menunjukkan bahwa sexting secara signifikan memprediksi kepuasan seksual (F (1,70) = 8.602, p = 0,005, <0,01) dengan koefisien determinasi 0,109 yang dapat diartikan sebagai 10, Variasi 9% dari kepuasan seksual dijelaskan oleh sexting.

ABSTRACT
Integrasi teknologi dalam kehidupan membawa urgensi untuk mempelajari kegiatan virtual yang dilakukan dalam konteks hubungan romantis, dan salah satunya adalah sexting, atau pertukaran pesan sensual melalui teknologi komunikasi. Sebelumnya dipandang sebagai perilaku seksual yang berisiko, baru-baru ini para peneliti telah menemukan perspektif baru dalam memandang sexting sebagai aktivitas positif yang dilakukan dalam hubungan romantis, terutama dalam hubungannya dengan kepuasan seksual. Kepuasan seksual dapat ditingkatkan dengan sexting karena dapat berfungsi sebagai bentuk komunikasi seksual serta berbagai aktivitas seksual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara sexting dan kepuasan seksual, terutama dengan sexting sebagai prediktor kepuasan seksual. Untuk mengukur variabel, penelitian ini akan menggunakan skala sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, dan Zimmerman (2013) serta GMSEX untuk mengukur kepuasan seksual. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dan hasilnya menunjukkan bahwa sexting secara signifikan memprediksi kepuasan seksual (F (1,70) = 8.602, p = 0,005, <0,01) dengan koefisien determinasi 0,109 yang dapat diartikan sebagai 10, Variasi 9% dari kepuasan seksual dijelaskan oleh sexting.
The integration of technology in life brings urgency to study virtual activities carried out in the context of romantic relationships, and one of them is sexting, or exchanging sensual messages through communication technology. Previously seen as risky sexual behavior, recently researchers have found a new perspective in viewing sexting as a positive activity carried out in romantic relationships, especially in relation to sexual satisfaction. Sexual satisfaction can be improved by sexting because it can function as a form of sexual communication and various sexual activities. Therefore, this study aims to prove the relationship between sexting and sexual satisfaction, especially with sexting as a predictor of sexual satisfaction. To measure variables, this study will use a sexting scale developed by Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, and Zimmerman (2013) and GMSEX to measure sexual satisfaction. Regression analysis was used to test the hypothesis and the results showed that sexting significantly predicted sexual satisfaction (F (1.70) = 8,602, p = 0.005, <0.01) with a coefficient of determination of 0.109 which could be interpreted as 10, 9% variation of satisfaction Sexually explained by sexting."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Renaningtyasari
"Keberanekaragaman suku bangsa, adat, budaya dan agama yang terdapat di Indonesia tidak menghilangkan kebutuhan penduduk Indonesia untuk berinteraksi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Akibat dari interaksi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya perkawinan pasangan beda agama di Indonesia. Yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah bagaimana pelangsungan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya Cianjur, apakah akibat hukum dari perkawinan pasangan beda agama tersebut dan apakah masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur mempermasalahkan perbedaan agama dalam perkawinan yang dilaksanakan dalam masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis sosiologis. Pelaksanaan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya dengan cara salah satu dari pasangan yang berbeda agama berpindah agama terlebih dahulu menyesuaikan dengan pasangan yang lain dan mereka melaksanakan perkawinan menurut ajaran agama yang telah mereka sepakati. Bila dalam perjalanan rumah tangga salah satu suami/istri berpindah ke agama semula maka sah atau tidaknya perkawinan mereka menurut negara, ditentukan oleh hukum agama yang dipakai pada saat pelangsungan perkawinan.
Masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur tidak mempermasalahkan perbedaan agama yang terjadi bila dalam suatu perkawinan terdapat pasangan yang berbeda agamanya. Selain itu sudah saatnya diberi perumusan yang lebih luas pada Pasal 57 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana tidak hanya mencakup ?dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia" saja tetapi juga mencakup "dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan agama."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>