Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194912 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mawaddah
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kapasitas pengambilan keputusan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan prinsip good environmental governance terutama dalam pengendalian pencemaran udara. Teori yang digunakan adalah konsep good environmental governance (GEG) yang didalamnya terdapat tujuh prinsip bagaimana membangun tata kelola lingkungan yang baik. Pendekatan penelitian ini adalah post positivist dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar memenuhi prinsip GEG karena sudah berdasarkan prinsip deliberative, efficeient, science-based, dan risk-based namun terdapat prinsip yang belum dilaksanakan secara maksimal yaitu transparent, accountable, open and balance. Hal ini disebabkan kapasitas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan lingkungan hidup mengalami beberapa kendala seperti terbatasnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengendalian pencemaran udara, terbatasnya perangkat hukum dan kewenangan, hubungan antar SKPD, hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah DKI Jakarta, serta jumlah dan kualitas sumber daya manusia.

ABSTRACT
This research aims to describe decision making capacity by DKI Jakarta Province Government on how to manage environment based on Good Environmental Governance (GEG) principal, especially on air pollution. The research use the concept of good environmental governance in which there are seven principles of how build good environmental governance. The approach was post positivist using literature review and depth interview. Most of the results meet GEG principles which are deliberative, efficient, science-based, dan risk-based, but there are principles have not been implemented maximally which are transparent, accountable, open and balance. It is due to the capacity of Jakarta?s Provincial Government in environmental management having some obstacles such as public awareness limitation related to air pollution control importance, a set of law and authority limitation, relationship inter-SKPD, relationship between central government and province government, and quantity and quality of human resource
"
2016
S64054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Safiraputri
"Pengelolaan sampah terutama di negara-negara berkembang memiliki tantangan sendiri dalam pelaksanaannya. Hal tersebut berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan sampah sendiri yaitu pengurangan sampah dan penanganan sampah. Kegiatan penanganan sampah dimulai dari tahap pemilahan sampai dengan tahap pemrosesan akhir sampah. Pemrosesan akhir sampah sendiri tentu menjadi kegiatan pengelolaan sampah yang sangat penting dan berperan besar untuk mengetahui apakah bentuk pengembalian atau hasil pengembalian sampah yang dikembalikan ke media lingkungan dapat diproses dengan aman dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan hidup. Pemrosesan akhir sampah di kota-kota besar tentu memiliki permasalahan tersendiri dalam kegiatannya, termasuk Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota negara, perlu diingat bahwa transisi adanya perubahan paradigma pengelolaan sampah, termasuk dengan pemrosesan akhir sampah yang dulunya hanya sebatas open dumping (pembuangan terbuka), menjadi diproses dengan pengurugan di landfill atau dikenal dengan lahan urug terkendali tentu tidaklah mudah dalam pelaksanaannya. Adanya permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan sampah di wilayah Provinsi DKI Jakarta sendiri mengharuskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan kegiatan pengelolaan sampah termasuk kegiatan pemrosesan akhir sampah di TPST Bantargebang. Dalam hal ini membuat penulis ingin meneliti bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta terhadap kegiatan pemrosesan akhir sampah wilayah Provinsi DKI Jakarta, bagaimana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan kegiatan pemrosesan akhir sampah dengan metode yang tidak menyebabkan pencemaran lingkungan hidup, dan bagaimana peraturan perundang-undangan tentang persampahan mengatur mengenai kegiatan pengelolaan sampah dan kegiatan pemrosesan akhir sampah secara spesifik, dan bagaimana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejauh ini melaksanakan kegiatan pemrosesan akhir sampah di TPST Bantargebang dan bagaimana pemrosesan akhir sampah yang dilakukan di sana dengan regulasi-regulasi yang ada. Dalam menyusun penelitian skripsi ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yang dikenal dengan bentuk penelitian yuridis normatif.

Solid waste management, especially in developing countries, has its own challenges in its implementation. This is related to activities in solid waste management; waste reduction and waste handling. Waste handling activities start from the waste sorting to the final waste processing. The final waste processing itself is very significant in solid waste management activities and it plays a major role in determining whether the results of final waste processing returned to environmental media can be processed safely and will not cause any environmental pollutions. Final waste processing in large metropolitan areas, including DKI Jakarta Province as the capital of the country, it is necessary that there is a transition in solid waste management, including the final waste processing which was previously implemented open dumping method, being processed by landfilling the waste or known as controlled landfill, and it also has its own challenges in its implementation. The following problems in solid waste management activities in DKI Jakarta Province requires the responsible parties, mainly including the Local Government to execute solid waste management activities at Bantargebang Integrated Waste Disposal. This topic is brought up to examine the legal responsibility of the DKI Jakarta Provincial Government in final waste processing activities, how the DKI Jakarta Provincial Government conducts final waste processing activities with appropriate management methods that do not cause any environmental pollutions, and the compliance with environmental law and regulations and specifically regulate solid waste management activities and final waste processing activities in compliance with the existing regulations. A normative legal research method is used to conduct the research."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikesari Puji Utari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang analisa pelaksanaan transaski non tunai berdasarkan prinsip Good Governance di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Prinsip Good Governance yang dibahas yaitu akuntabilitas, transparasi dan berlandaskan hukum dan hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa proses implementasi non tunai di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dimulai secara penuh di tahun 2016 meliputi penerimaan dan pengeluaran APBD. Pelaksanaan mekanisme non tunai yang dilakukan sudah berdasarkan good governance tetapi belum sempurna karena yang dilakukan oleh Pemerintah Provisi DKI Jakarta masih dalam tahap pengembangan sehingga tetap masih perlunya dukungan pihak-pihak yang membantu Pemprov DKI tidak hanya dari sektor perbankan melainkan dari stakeholder/vendor/pihak ketiga serta masyarakat turut mensukseskan keberhasilan dalam implementasi non tunai ini. Teori 7S Mc Kinsey dipergunakan untuk membuktikan bahwa berbagai aspek seperti strategi, struktur, sistem, skill staffing serta style shared value kesemuanya berperan penting dalam keberhasilan implementasi program mekanisme non tunai ini.

ABSTRAK
This thesis discusses the analysis of non cash transactions based on Good Governance principles in DKI Jakarta Provincial Government. The principles of Good Governance discussed are accountability, transparency and law based and the results of this study indicate that the process of non cash implementation in Jakarta Capital City Government begins in full in 2016 includes revenue and expenditure of APBD. Implementation of non cash mechanism that is done is based on good governance but not yet perfect because that done by Provincial Government of DKI Jakarta still in development stage so that still need support from parties that assist city government not only from banking sector but from stakeholder vendor third party And the community also succeeded in the success of this non cash implementation. McKinsey 39 s 7S theory is used to prove that various aspects such as strategy, structure, system, skill staffing and style shared value all play an important role in the successful implementation of this non cash mechanism program."
2017
S68652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Oktaviani Choirunnisa
"Skripsi ini membahas tentang pengelolaan Sungai Cileungsi yang ditinjau dari prinsip-prinsip good environmental governance. Good environmental governance didefinisikan sebagai serangkaian proses yang transparan, akuntabel, terbuka, seimbang, deliberatif, efisien, berbasis ilmu pengetahuan dan berbasis risiko untuk mengarahkan dan mengoordinasikan urusan aktor sosial yang saling tergantung dalam mengelola lingkungan. Terdapat kriteria dalam menerapkan good environmental governance yakni awareness, coordination, empowerment, dan enforcement. Dalam kaitan awareness dan coordination, Pemerintah kabupaten Bogor terkendala dalam keterbukaan informasi dan koordinasi dengan lembaga lain, yakni dengan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Bogor terkait perizinan aktivitas industri, dan koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi yang berwenang terhadap Sungai Cileungsi bagian hilir. Pengelolaan Sungai Cileungsi dalam kaitan empowerment juga terkendala dengan adanya keterbatasan wewenang yang telah dipetakan antara pemerintah pusat dan pemerintah kab/kota, sehingga hasil pemberdayaan dengan masyarakat tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Adapun kriteria enforcement, sumber daya manusia yang ada masih minim pengetahuan dalam bergerak di bidang pengawasan lingkungan, sehingga tingkat kepatuhan pengelolaan Sungai Cileungsi masih belum optimal. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan desain deskriptif terhadap prinsip-prinsip good environmental governance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan Sungai Cileungsi telah sesuai dengan good environmental governance, meskipun terdapat berbagai kendala dalam pengelolaannya, yaitu keterbatasan sarana-prasarana pengawasan dan peraturan yang tumpang tindih.

The focus of this study is the management of the Cileungsi River in terms of the principles of good environmental governance. Good environmental governance is defined as a series of transparent, accountable, open, balanced, deliberative, efficient, science-based and risk-based processes to direct and coordinate the affairs of social actors who are interdependent in managing the environment. There are criteria for implementing Good Environmental Governance, namely awareness, coordination, empowerment, and enforcement. The Bogor regency government obstacles related to awareness and coordination are related to information disclosure and coordination with other institutions, which are One Stop Investment Service, Bogor Regency regarding licensing of industrial activities, and coordination with the Bekasi City Environmental Service which is in charge of the River. Downstream Cileungsi. In the management of the Cileungsi River, empowerment is constrained by the limited authority that has been mapped between the central government and district / city governments, so that the results of empowerment or forums with the community cannot be implemented optimally. The enforcement criteria in the management of the Cileungsi River, the existing human resources are still lacking knowledge in engaging in environmental monitoring, so the level of compliance is still not optimal. This study uses a post-positivist approach with a descriptive design of the principles of good environmental governance. The results showed that the management of the Cileungsi River is in accordance with good environmental governance, even though there were many mistakes in its management, limited monitoring infrastructure and overlapping regulations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erry Nugraha
"Skripsi ini membahas mengenai Analisis Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Mengenai Relokasi Pedagang Pasar Barito Jakarta Selatan Berdasarkan Prinsip-Prinsip Good Governance. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data diperoleh dari wawancara mendalam dan studi literatur. Teknik analisis dalam penelitian ini adalah dengan cara menganalisis dari wawancara mendalam dan studi literatur yang dikaitkan dengan objek penelitian.
Hasil penelitian ini adalah pertama, pemerintah belum maksimal dalam melakukan sosialisasi kepada pedagang terkait dengan relokasi pedagang. Kedua, pemerintah kurang melibatkan pedagang dalam membuat keputusan. Ketiga, pemerintah tidak berupaya bekerjasama dan berunding dengan pedagang untuk mendapatkan hasil yang saling menguntungkan bagi kedua pihak.

The focus of this research is to Analyze The Decision of The Jakarta Special Territory Administration Upon the Putting Order of the Barito Market, South Jakarta, Based on The Principles of Good Governance. This research using qualitative approach. The technique of data collecting uses indeepth interviews and literature studies. The analytical data technique of this research is to analyze the indeepth interview and literature studies which are related to the objects of this research.
The conclusion of this research are as follows. First, The Jakarta administration special territory has not yet to campaign socialisation concerning the traders?s relocation. Second, traders are not fully involved in the decision making process. Third, the government has not seriously cooperated and negotiated with the traders to gain win-win solution."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nurhayati Qodriyatun
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya perrnasalahan lingkungan hidup di daerah. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, dengan meiakukan penguatan kelembagaan lingkungan hidup di daerah. UU No. 2211999 Pasal 60 hingga Pasal 68 mengatur tentang organisasi perangkat daerah, yang kemudian dijabarkan dalam PP No. 8/2003. Untuk melaksanakan PP tersebut, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan SKB No. O1ISKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2003 dan PP No. 9 Tahun 2003. Lampiran SKB tersebut pada II angka 6.c. butir 6 menyebutkan bahwa fungsi-fungsi yang selama ini diwadahi dalam bentuk Lembaga Teknis Daerah seperti fungsi lingkungan hidup, pewadahannya dilakukan dalam bentuk Dinas Daerah. Penyesuaian bentuk kelembagaan tersebut dilakukan selambatlambatnya dua tahun sejak ditetapkan PP No. 8/2003, yaitu 17 Pebruari 2005. Ketentuan tersebut dipertegas dengan Surat Mendagri No. 660.1/17281Bangda tanggai 20 Oktober 2003.
Bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah saat ini masih beranekaragam. Ada yang berbentuk Magian dalam Sekretariat Daerah, ada yang berbentuk Dinas Daerah (baik yang berdiri sendiri maupun yang bergabung dengan dinas lainnya), dan ada yang berbentuk Lembaga Teknis Daerah (Badan atau Kantor)).
Tujuan dari penelitian ini adalah (a) mengidentifikasi dan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kelembagaan lingkungan hidup di daerah; (b) mengidentifikasi bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang dipilih oieh daerah; dan (c) mencari bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang ideal di daerah.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi kasus yang bersifat multikasus dan eksploratoris. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2004 -- Januari 2005 di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, dan Kota Depok, dengan alasan (a) menghemat waktu, biaya, dan tenaga; (b) ketiga daerah tersebut memenuhi kriteria untuk penelitian multikasus pada kasus penerapan PP No. 8/2003; (e.) ketiga lembaga di ketiga daerah penelitian mcrupakan pelaksana kewenangan lingkungan hidup di daerah.
Data dikumpulkan dengan metode studi dokumentasi, observasi langsung, dan wawancara mendalam kepada 30 orang pejabat yang menangani lingkungan hidup baik di tingkat pusat maupun di daerah, yang dipilih secara purposive. Data dianalisis dalam tiga tahap. Panama, analisis terhadap peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan kelembagaan lingkungan hidup di daerah dan bagaimana pelaksanaannya secara naratif. Kedua, dilakukan analisis terhadap bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang dipilih daerah setelah diberlakukannya PP No. 8/2003 secara naratif. Ketiga, dilakukan analisis kelembagaan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mencari solusi yang tepat bentuk kelembagaan Iingkungan hidup di daerah.
Berdasarkan basil penelitian, ada beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah, yaitu Pasal 60 - Pasal 68 UU No. 22/1999, PP No. 812003, SKB Meneg PAN dan Mendagri No. 011SKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003. Kemudian Mendagri mengeluarkan surat No. 660.11I7281Bangda Tanggal 20 Oktober 2003 yang menghimbau daerah untuk mewadahi kelembagaan lingkungan hidup di daerah dalam bentuk Dinas Daerah, dan penyesuaiannya paling Iambat 17 Februari 2005. Namun disisi lain, Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menlh) mengeluarkan surat No. B.24661MENLH10412003 tentang penataan kelembagaan lingkungan hidup daerah, yang menghimbau daerah agar (1) kelembagaan lingkungan hidup di daerah berbentuk Dinas ataupun Badan; (2) ada di setiap Provinsi dan KabupatenlKota; (3) berdiri sendiri; dan (4) penyesuaiannya tidak dilakukan secara terburu-buru.
Berkaitan dengan pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah, hanya Kota Depok yang telah melaksanakan PP No. 8/2003, dengan mengabaikan scoring. Bagian Lingkungan Hidup di Setda Kota Depok berubah menjadi Dinas Daerah, dengan nomenklatur Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Sementara itu, kelembagaan lingkungan hidup di Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang tidak berubah. Kelembagaan Iingkungan hidup di DKI Jakarta tetap berbentuk LTD ( nomenklatur BPLHD), dan di Kota Tangerang tetap berbentuk Dinas Daerah (nomenklatur DLH).
Setiap bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang ada mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun dengan menggunakan AHP dan mengacu pada PP No. 812003, didapat bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang ideal, yaitu Dinas Daerah.
Kesimpulan: (1) Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah adalah PasaI 60 - PasaI 68 UU No. 2211999, PP No. 8/2003, dan SKB Meneg PAN dan Mendagri No. 0IISKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003. Dad SKB Meneg PAN dan Mendagri keluar dua ketentuan yang berbeda tentang kelembagaan lingkungan hidup di daerah. Mendagri mengeluarkan surat No. 660.11I7281Bangda tanggal 20 Oktober 2003, dan Menlh mengeluarkan surat No. B.24661MENLI-110412003. Kedua surat tersebut berisi ketentuan tentang kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang berbeda. (2) Kelembagaan lingkungan hidup DK1 Jakarta tetap berbentuk Badan, Kota Tangerang berbentuk Dinas, dan Kota Depok berbentuk Dinas. (3) Kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang ideal adalah Dinas Daerah.
Penulis menyarankan: (1) Perlu koordinasi antar instasi terkait dengan Iingkungan hidup dalam mengeluarkan kebijakan public, agar tidak terjadi permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut; (2) Kelembagaan Iingkungan hidup di daerah seyogyanya bcrbentuk dinas daerah, disertai dengan kesiapan personalia, prasarana dan sarana, scrta pendanaan (3P) yang memadai; (3) Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efektifitas dan efisiensi masingmasing bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah baik dari segi struktur organisasi, professionalisme Sumber Day Manusia (SDM) aparatur, dan pendanaan.

The environmental problem at the district was form the background of this research. One of the efforts to solve this problem is through institution policy. Article 60 to article 68 Act No. 2211999 regulated the organization of district equipment, which it has been spelled out by Government Regulation No. 812003. To bring out this government regulation, State Minister for Control of Machinery of State and Minister for Internal Affairs published letter of agreement No. 011SKBIM.PAN1412003 and No. 1712003 about instruction of implementation of Government Regulation No. 812003 and No 912003. Appendix II number 6.c. point 6 this letter declared that the provision of environmental function at the district is in form of Government Implementing Agency. The limit to adapt such environmental institution at the district is within two years after the determined of Government Regulation No. 812003, February 17th 2005. This stipulation is clarified by letter of Minister for Internal Affairs No. 660.1117281Bangda, October 20th 2003.
There are many types of environmental institution at the district, as Support Division, Government Implementing Agency (either independent Environmental Government Implementing Agency or merge with other Government Implementing Agency), and Certain Implementing Task Agency (Agency or Office).
The objectives aims of this research are : (I) to identify and record the regulation of environmental institution at the district; (2) to identify the type of environmental institution at the chosen by district, and (3) to seek ideal type of environmental institution at the district.
As qualitative research, this research was a case study with multi cases and explorative. The research was done on December 2004 - January 2005 in nature Jakarta, the Capital City, Tangerang City, and Depok City. Reasoning of chosen the three location are (a) to be thrifty with time, cost, and energy; (b) the three locations represent three types of organization at the district based on Government Regulation No. 812003; (c) the three institutions in the three locations are implementer of environmental authority at the district.
Data were collected by documentation study, observation, and in-depth interview methods. Thirty (30) officials who handled environmental problem at the center or district government were respondents' research. There were three stages analysis. First, regulation of environmental institution at the district and how it is being implemented which was analyzed descriptively. Second, to analysis the type environmental institution chosen by the district after the declaration of Governmental Regulation No. 812003. Third, to find ideal environmental institution at the district using Analytical Hierarchy Process (AHP).
The result of research saws that regulation which based on environmental institution at the district was article 60 to 68 of Act No. 22/1999, Governmental Regulation No. 812003, and letter of agreement State Minister for Control of Machinery of State and Minister for Internal Affairs No. 0i/SKBIM.PAN1412003 and No. 17/2003. Then Minister for Internal Affairs published letter No. 660.1117281Bangda, at October 20th 2003, which suggest the environmental institution at the district to change into Governmental Implementing Agency, and the limit to adapt such environmental institution at the district is within February l7`~ 2005. On the other side, State Minister of Environmental Affairs took letter outside No. B.2466fMENLH104/2003 about structuring the environmental institution on the district level. This letter suggest (I) the environmental institution has the form of a Government Implementing Agency or Agency (Certain Implementing Task Agency); (2) it is in each province or district; (3) independent; and (4) unhurried to adapt.Implementation of Government Regulation No. 812003 on environmental institution only happened in Depok City, although it is within scoring. Environmental section on Support Division of Depok City became Sanitation and Environmental Government Implementing Agency. Therefore, the environmental institution in Jakarta and Tangerang were the same as before. In Jakarta, it was Environmental Management Agency of Province Jakarta. In Tangerang, it was Environmental Government Implementing Agency of Tangerang City.Each types of environmental institution had positive and negative sides, but Government Implementing Agency was the best institutions to handle environment problem at the district.
Conclusion: (1) the regulation which based on environmental institution at the district was article 60 to 68 Act No. 2211999, Government Regulation No. 812003, and letter of agreement between State Minister for Internal Affairs No. 011SKNIM.PAN1412003 and No. 17/2003. Based on letter of agreement of two ministers, Minister for Internal Affairs publish letter No. 660.111728Bangda at October 20th 2003, and State Minister of Environmental Affairs published letter No. B.2466IMENLH/04/2003. Those two letters content with different policy about environmental institution at the district. (2) The Environmental Institution in Jakarta still Agency, in Tangerang City is Government Implementing Agency, and in Depok City is Government Implementing Agency too. (3) The best environmental institution at the district is Government Implementing Agency.
Therefore, the writer suggest: (I) the need coordination between institutions of state during policy making, on order not to confuse the implementation; (2) it is best to change the environmental institution at the district become Government Implementing Agency, with human resources, infrastructure, and financing preparation to support it; (3) the need for more research about effectiveness and efficiency of each types of environmental institution at the district from structuring of organization, professionalism of apparatus, and financing sides.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merliyani
"Pencemaran udara merupakan masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Jakarta sebagai kota metropolitan mengalami masalah yang serius dalam pencemaran udara. Sumber pencemaran udara di DKI Jakarta umumnya adalah kegiatan industri, transportasi dan kegiatan keseharian rumah tangga. Sektor transportasi merupakan sumber utama dalam pencemaran udara di DKI Jakarta, khususnya dari kendaraan bermotor. Emisi kendaraan bermotor dapat menimbulkan beberapa masalah yang sangat merugikan lingkungan hidup dan kehidupan manusia.
Proses pembakaran kendaraan bermotor akan mengeluarkan senyawa pencemar ke udara seperti CO, NOx, HC, S02 dan PM10 Untuk mencegah dampak yang ditimbulkan dari pencemar udara berbagai macam upaya telah dilakukan. Pemerintah akan memberlakukan standar Euro 2 pada tahun 2005, sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukannya suatu penelitian tentang emisi kendaraan bermotor dengan adanya kebijakan baru mengenai tingkat emisi kendaraan bermotor yang tertulis dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 141 tahun 2003.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai beban pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dengan diterapkannya peraturan baru Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.141 tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi.
Analisis emisi kendaraan bermotor ini dilakukan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Dalam analisis ini dibuat skenario tanpa pengendalian dan pengendalian emisi dengan diberlakukannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003. Paramater polutan yang digunakan dalam studi ini adalah CO, HC, NOx, S02 dan PM10. Metode analisis data menggunakan sistem dinamik dengan perangkat lunak powersim versi 2.5 d.
Berdasarkan hasil analisis, tanpa adanya pengendalian, emisi kendaraan bermotor di tiap ruas-ruas jalan semakin meningkat setiap tahunnya. Jumlah kendaraan yang tinggi menyebabkan peningkatan emisi kendaraan bermotor. Semakin meningkatnya jumlah kendaraan di kota Jakarta akan meningkatkan emisi gas buang kendaraan bermotor sehingga kualitas udara ambien menurun. Pertumbuhan jumlah kendaraan terdaftar di DKI Jakarta mulai dari tahun 1995 - 2020 mengalami peningkatan setiap tahunnnya dengan laju pertumbuhan untuk sepeda motor 10,27%, mobil penumpang 7,72%, truk 4,82% dan bus 0,21% per tahun.
Setelah diberlakukannya pengendalian emisi kendaraan bermotor tipe Baru (implementasi Kep141/MENLH/2003) pada tahun 2005 emisi kendaraan dapat diturunkan. Dalam jangka waktu 10 tahun emisi gas buang kendaraan bermotor mengalami penurunan emisi HC (42,13%), CO (42,09%), NOx, (25,72%), PM10 (16,02%) dan SO2 (24,33%). Rendahnya reduksi emisi untuk parameter PM10 dan SO2 disebabkan karena dominasi jumlah kendaraan mobil penumpang dan sepeda motor yang menggunakan bahan bakar bensin.
Daftar Kepustakaan : 44 (1990-2004)

Air pollution is a major problem facing all developing countries. Jakarta as a metropolitan city has a serious problem in air pollution. It comes from industries, transportation and daily household activities. Transportation sector is a major source of air pollution in Jakarta, especially from motor vehicles. Motor vehicle emission can cause various harmful problems in environment and human life. Motor vehicle burning process has result pollutant such as CO, NOx, HC, SO2 and PM10. Various actions have been done to prevent the impact of air pollution. Government will implement Euro 2 standard in 2005 as set as Ministry of Environmental Decree No.141/2003 which is about the emission standard for new type and current type production of motor vehicle emission. Based on that, it's important to make the study of motor vehicle emission with new emission regulation which is signed in Ministry of Environmental Decree No.141/2003.
The purpose of this study is to describe the pollutant concentration of motor vehicle emission with the implementation of new emission standard by Ministry of Environmental Decree No.141/2003 which is about the emission standard for new type and current type production of motor vehicle emission.
Analysis of motor vehicle emission has simulated at present and future condition. This analysis was made into two scenarios which are uncontrolled emission and controlled emission by the Ministry of Environmental Decree No. 141/2003 implementation. The pollutant parameters in this study are CO, HC, NOx, S02 and PM10. The analysis data method is using dynamic system by powersim software version 2.5 d.
Based on results of analysis motor vehicle emission, it was found that motor vehicle emission in each grid growth in every year. The more population of motor vehicle increases in Jakarta the more motor vehicle emission will
increase and air quality will decrease. The growth of motor vehicle registered in Jakarta has increased in every year since 1995-2015 with growth rate for motorcycle 10.27%, passenger car 7.72%, truck 4.82% and bus 0.21% per year.
The motor vehicle emission can reduce in 2005 after the implementation of new standard motor vehicle emission (Ministry of Environmental Decree No.141/2003). In 10 years, motor vehicle emission will reduce the pollutant as much as HC 42.13%, CO 42.09%, NOx 25.72%, PM10 16.02% and S02 24.33%. The reduction emission for PM10 and S02 parameters is lower than another parameters in this study, it caused by the domination of passenger car and motorcycle population which is using gasoline fuel.
Number of References : 44 (1990-2004)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Ashari
"Dengan meningkatnya armada kapal di Indonesia, industri galangan kapal dibutuhkan sebagai bagian utama dari Industri Maritim agar mampu memberikan perawatan berkala sebagai persyaratan utama dari kegiatan operasional kapal. Peningkatan jumlah kapal yang melakukan reparasi di PT.X menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah Menganalisis pengaruh dari proses reparasi kapal terhadap pencemaran air berupa logam berat Pb, Zn, Cu dan pencemaran udara dalam mempengaruhi kualitas lingkungan di area PT.X dan mengevaluasi komitmen manajemen PT.X sehingga dapat menyusun strategi industri galangan kapal yang berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah campuran antara kuantitatif dan kualitatif dilakukan dalam satu waktu. Kulaitas lingkungan di ukur berdasarkan indeks pencemaran air dan udara, dan pengolahan data dengan statistik. hasil dari penelitian adalah Stasiun A (15,82), B (14,26), C (3,78) dan D (1,29), 3 dari 4 stasiun melebihi baku mutu. Pada kualitas udara Stasiun E (94,73 mg/m3), dan F (1,75 mg/m3) hasil dari tingkat beban pencemaran udara melebihi baku mutu. Komitmen perusahaan dalam hal pengelolaan lingkungan dinilai baik oleh karyawan. Kesimpulan dari penelitian PT.X berada di Kuadran II (+1,1;-18) dengan strategi ST yakni : meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam pengelolaan lingkungan dengan membentuk divisi lingkungan untuk mengurangi dampak dari kegiatan reparasi kapal.

With the increasing fleet of ships in Indonesia, the shipyard industry is needed as a major part of the Maritime Industry in order to be able to provide periodic maintenance as the main requirement of ship operational activities. The increase in the number of ship carrying out repairs at PT.X has resulted in a decrease in environmental quality. The purpose of this study is to analyze the effect of the ship repair process on water pollution in the form of heavy metals Pb, Zn, Cu and air pollution in influencing the environmental quality in the PT.X area and evaluating the commitment of PT.X management so that it can develop a sustainable shipyard industry strategy. The method used is a mixes method of quantitative and qualitative at one time. Environmental quality is measured based on the water and air pollution index, and data processing is statistical. The results of the study were Station A (15,82), B (14,26), C (3,78) and D (1,29), 3 of the 4 stations exceeded the quality standard. At station E (94,73 mg/m3) and F (1,75 mg/m3) air quality the results of the level of air pollution load exceeding the quality standard. The employees commitment to environmental management is considered good. The conclusion from the research PT.X is in Quadrant II (+1, 1 ; -18) with the ST strategy, that is : Inprove guidance and coordination in environmental management by forming an environmental division to reduce the impact of ship repair activities."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firouza Hilmayati Putri
"[Ekosistem perairan tawar, seperti sungai sebagai penyangga dari aktivitas antropogenik. Manusia sebagai elemen utama memiliki kewajiban untuk menjaga kualitas sungai, baik sebagai masyarakat ataupun pemerintah. Limbah domestik dari aktivitas manusia, seperti limbah deterjen dan fecal coliform telah melebihi daya tampung dan daya dukung perairan. Sehingga berdampak pada degradasi lingkungan. Kebijakan hukum lingkungan hidup dapat menjadi batasan untuk aktivitas manusia yang menggunakan bantaran sungai, tetapi dalam penerapannya masih terdapat kesenjangan antara masyarakat, pemerintah, dan produk hukum. Atas dasar deskripsi tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis status mutu air yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003 dan meramalkan kebijakan lingkungan hidup dengan rencana skenario kebijakan yang akan datang. Studi kasus dilakukan di bantaran Sungai Cipinang dengan metode bola salju. Nilai mutu air Sungai Cipinang adalah -134 dengan status tercemar berat. Rencana skenario kebijakan lingkungan hidup menghasilkan empat macam narasi. Narasi satu adalah kondisi ideal, narasi dua adalah keterkaitan antara nilai masyarakat terhadap lingkungan, narasi tiga adalah kerusakan sumber daya alam bersama, dan narasi empat adalah tidak terlaksananya peraturan., River is one of the freshwater aquatic ecosystem. The function of river as a buffer for human activity. Humans as a major element have an obligation to maintain the water quality of river, either as a society or government. Domestic waste from human activities, such as detergent and fecal coliform have been exceeded of carrying capacity. It can impact to environmental degradation and river become damage. Policy of environmental’s law, may be limit to human activities, but in practice, there is still gap between society, government, and legal products. Based on the description, the purposes of this study are, to analyze the status of water quality based on the decree of the Minister Environment No. 115 in 2003, community participation, and predict the environmental policy with scenario. Case studies conducted in Cipinang’s river with the snowball method. The value of water quality is -134, and the status are heavily polluted. Scenario planning for environmental’s policy have four scenarios. First scenario is an ideal condition, second is relationship between the communities values and environmental, third is tragedy of the commons, and fourth is not implemented of regulations.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Priyanto
"Kajian dalam disertasi ini didasarkan pada pemahaman bahwa melindungi kelestarian fungsi lingkungan seharusnya dilakukan sejak tahap perumusan kebijakan, rencana, dan program pembangunan. Sehubungan dengan itu, pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan menjadi penting. Persoalannya, di berbagai daerah pengarusutamaan tersebut seringkali tidak dilakukan dan kalaupun dilakukan prinsip-prinsip tersebut tidak mengejawantah dalam pelaksanaan pembangunan.
Dari perspektif Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lembaga pengelolaan lingkungan hidup daerah memiliki posisi penting dan menentukan dalam pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Analisis dalam disertasi ini ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan lembaga pengelolaan hidup daerah tidak dapat mendorong pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, pengembangan konsep kebijakan pengelolaan lingkungan hidup agar terwujud tata kelola lingkungan hidup yang baik, dan membangun model kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup daerah agar mampu mengarrusutamakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Disertasi ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah Teori Sistem dari Niklas Luhmann, Teori Kebijakan Publik, Teori Deep Ecology dari Arne Naess, dan beberapa teori serta konsep lain yang relevan. Penelitian dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam dengan informan, dan diskusi kelompok terfokus. Data yang diperoleh kemudian dianalisis, melalui langkah-langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Disertasi ini menemukan berbagai faktor yang menyebabkan lembaga pengelolaan lingkungan hidup daerah tidak mampu mendorong pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pertama, posisi lembaga pengelolaan lingkungan hidup yang mengakibatkan lembaga tersebut memiliki keterbatasan dalam pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kedua, lemahnya kapasitas kelembagaan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, dan ketiga, terdistorsi makna otonomi dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan daerah. Agar terwujud tata kelola lingkungan hidup yang baik, diperlukan konsep kebijakan pengelolaan lingkungan hidup daerah dengan karakteristik sebagai berikut: (a) input kebijakan diwarnai oleh paradigma deep ecology; (b) proses formulasi kebijakan bersifat demokratis; (c) substansi kebijakan mencerminkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development); dan (d) lingkungan kebijakan berada dalam ketepatan pemaknaan otonomi daerah. Di samping itu, agar dapat mengarusutamakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, maka lembaga pengelolaan lingkungan hidup daerah harus dikembangkan untuk mencapai karakteristik sebagai berikut: (a) didasarkan pada pendekatan ecoregion; (b) visi lembaga adalah menjaga fungsi stock sumber daya alam; (c) struktur organisasi dan tata kerjanya disesuaikan dengan tipologi daerah; (d) bersifat inklusif; (e) menyelenggarakan fungsi koordinasi perencanaan pembangunan; (f) Konwledge-Based Organization; (g) sumber daya manusianya memiliki visi dan komitmen dalam perlindungan lingkungan; dan (h) pendanaan kelembagaan harus diperkuat.

This study is based on cognition that protecting the environmental sustainability should be carried out from the formulation of policy, plan, and program. Accordingly, mainstreaming of the principles of sustainable development into development planning documents becomes important. The problem is in many user mainstreaming is rarely done. If it is done, these principles do not manifest in the impelementation of development program.
Based on perspective of Law Number 32 Year 2009 concerning on the Protection and Management of the Environment, the local environmental management agency has an important and decisive position in mainstreaming sustainable development principles. Analysis of the dissertation is aimed to determine the factors caused the local environmental management agency can not encourage implement the mainstreaming of the principles of sustainable development; develop the concept of environmental management policy in order to realize good environmental governance. This is build the institutional model of local environmental management agency to be able mainstreaming the sustainable development principles.
This disertation used a qualitative approach. The theory used to analyze the problems is Niklas Luhman's Systems Theory, Public Policy Theory, Arne Naess Theory of Deep Ecology, and several theories as well as other relevant concepts. The study was conducted through observation, in-depth interviews with informants, and actor research. The obtained data analyzed through the steps of data reduction, data presentation, and deduced and verification.
This disertation found the various factors that cause local environmental management agency does not able to mainstream sustainable development principles. First, the position of local environmental management agencies that resulted limitedness of these institutions in mainstreaming sustainable development principles. Second, weak institutional capacity in carrying out duties and functions, and the third, distorted the meaning of autonomy in local governance practices. In order to realize good environmental governance, required the concept of environmental management policy with the following characteristics: (a) input policy paradigm characterized by deep ecology, (b) the policy formulation process is democratic, (c) the substance of the policy reflects the principles of sustainable development, and (d) the policy environment is in the accuracy of interpretation of regional autonomy. In addition, in order to mainstream the principles of sustainable development, the local environmental management agency should be developed to achieve the following characteristics: (a) based on the ecoregion approach, (b) the institution's vision is to maintain the function of the stock of natural resources, (c ) organizational structure adapted to the typology of area; (d) inclusive, (e) carry out the functions to coordinate the development planning; (f) konwledge-Based organization, (g) human resources have the vision and commitment to environmental protection, and (h) funding institutions should be strengthened.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>