Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57803 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reswari Mawardwita
"ABSTRAK
Manusia, dalam mengalami ruang arsitektur, akan melibatkan indera yang bekerja pada mereka, antara lain; indera penglihatan, indera peraba, indera pendengaran, indera penciuman, dan indera pengecap. Namun, dominasi indera visual masih banyak terjadi dalam praktik arsitektur sendiri. Hal tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana tunanetra, dengan keterbatasan dalam kemampuan visual mereka, mengalami ruang arsitektur, terutama pada proses orientasi dan mobilitas yang dilakukan.
Skripsi ini membahas proses wayfinding yang dilakukan tunanetra di dalam ruang. Wayfinding merupakan cara manusia mengorientasikan diri mereka di dalam sebuah ruang. Pada tunanetra, proses wayfinding yang dilakukan tentu akan banyak melibatkan indera non visual mereka. Pembahasan berdasarkan studi literatur, studi presedan, serta studi kasus yang dilakukan pada tunanetra low vision dan total blind. Hasil yang diperoleh adalah arsitektur memiliki peranan penting dalam proses wayfinding yang dilakukan tunanetra, yang mana meliputi proses pencarian informasi, penemuan landmark, serta pembentukan familiaritas pada ruang.

ABSTRACT
People, in experiencing an architectural space, will involve the senses that are worked on them, those are; visual, tactile, hearing, smell, and taste. However, the dominance of visual sense is still found in many architectural works. Afterwards, it brings out a question of how blind people, with their lack of visual ability, experience architectural space, especially in the process of orientation and mobility.
This thesis discusses about the wayfinding process of blind people. Wayfinding is the way people orient themselves in a space. For the blind, wayfinding would involve non-visual senses of theirs. The discussion is based on study of literature, precedent studies, and case studies that have been done on people with low vision and total blindness. The result showed us that architecture itself has an important role in the process of blind wayfinding, which includes the information retrieval, the discovery of landmark, the process of mapping, as well as the formation of familiarity of the space.
"
2016
S63423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dermawan Indranto
"ABSTRAK
Skripsi ini berisi tentang kajian mengenai apakah arsitektur masih berperan dalam proses wayfinding oleh pengemudi transportasi online dan sejauh apa peran arsitektur dalam proses wayfinding oleh pengemudi transportasi online. Pendekatan studi kasus dilakukan dengan cara mengalami langsung dan mengamati proses wayfinding yang dilakukan oleh pengemudi transportasi online. Dan juga menganalisis perbandingan penggunaan cognitive maps dan GPS navigasi dalam memecahkan masalah wayfinding task oleh pengemudi transportasi online. Dari analisis studi kasus didapatkan bahwa dalam pengoperasiannya, pengemudi transportasi online lebih sering mendapatkan wayfinding task pada familiar environment. Dan dalam familiar environment, cognitive maps lebih banyak digunakan dibandingkan dengan GPS navigasi sebagai solusi pemecah masalah dalam proses wayfinding. Pernyataan ini membuktikan, bahwa arsitektur masih berperan dalam proses wayfinding yang dilakukan oleh pengemudi transportasi online. Sebab arsitektur yang berupa elemen kota seperti paths, edges, districts, nodes, dan landmarks dapat membentuk citra lingkungan yang akan dipakai sebagai komponen penyusun cognitive maps pada mental manusia.

ABSTRACT
This study investigates about the study of whether the architecture still plays a role in the wayfinding process by the driver of online transportion and how far the role of architecture in wayfinding process by the driver of online transportation. The writer rsquo s approach on the case study is carried out by experiencing directly and observing the wayfinding process, done by online transportion rsquo s drivers. And also analyzed the comparison of the use of cognitive maps and GPS navigation in solving the wayfinding task problem by online transportation rsquo s drivers. From the case study analysis, it is found that in the operation, the driver of online transportion more often get wayfinding task in the familiar environment. And in the familiar environment, cognitive maps are more widely used than GPS navigation as a troubleshooter in the wayfinding process. This statement proves that architecture still plays a role in the wayfinding process by online transportation rsquo s drivers. Because the architecture of urban elements such as paths, edges, districts, nodes, and landmarks can form the environmental image that will be used as components of the cognitive maps of human mental."
2017
S67933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fayadiva
"ABSTRACT
Wayfinding merupakan suatu kegiatan oleh manusia dalam memilih jalur untuk mencapai tempat tujuannya. Proses wayfinding akan bergantung kepada bagaimana sebuah lingkungan dapat terbaca dengan jelas bagi penggunanya. Skripsi ini membahas mengenai hubungan antara peran citra dan konfigurasi ruang yang terkait dengan fungsi dan strategi yang digunakan dalam wayfinding. Studi kasus dengan beberapa responden di sebuah pusat perbelanjaan dilakukan untuk memahami lebih lanjut mengenai hubungan peran citra dan konfigurasi dalam wayfinding. Dari hasil studi kasus dapat disimpulkan bahwa elemen citra memiliki peran yang berguna sebagai penanda ataupun petunjuk untuk mengidentifikasi lokasi keberadaannya. Konfigurasi berperan untuk memfasilitasi elemen citra tersebut untuk dapat diakses secara visual bagi penggunanya yang dapat dimanfaatkan untuk memerkirakan jarak dan arah.

ABSTRACT
Wayfinding is a process on how people choose a route to reach their destination. The success of wayfinding process depends on how the environment can be readable by its users. This thesis describes about the connection between the role of image and configuration of space related to the function of wayfinding and its strategies. A case study was conducted at a shopping mall to get a better understanding about the role of image and configuration in wayfinding. From the case study it can be concluded that image plays an important role at hinting the users to identify the location. Configuration plays a role to facilitate the elements of image to be visually accessible to its users which can be utilized to estimate the distance and direction. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthi`Ah Yasmin Alisha
"Makalah ini menjelaskan bagaimana sistem wayfinding membantu pengunjung museum dalam memahami informasi yang diberikan di museum. Pengguna museum sendiri memiliki latar belakang pengunjung yang bervariasi, termasuk penyandang disabilitas tunanetra. Sebagai ruang publik, museum pada umumnya mampu memberikan informasi tertentu bagi pengunjungnya. Informasi tersebut dapat dipahami pengunjung dengan cara yang berbeda-beda, maka dari itu, pengunjung cenderung bergerak secara independen di dalam museum untuk memahami informasi yang terdapat di museum. Dalam mengakomodasi kebutuhan seluruh pengunjung, dibutuhkan penyesuaian di dalam museum agar museum tersebut dapat diakses oleh semua pengunjung. Dalam hal ini, sistem wayfinding hadir untuk mengarahkan pengunjung museum ketika beraktivitas di dalam sebuah museum. Tujuan dari sistem wayfinding sendiri tidak hanya memberikan arahan bagi seseorang untuk bergerak, tetapi juga untuk memahami lingkungan tempat mereka berada. Pada umumnya sistem wayfinding hadir secara visual, tetapi bagi mereka yang memiliki keterbatasan visual memerlukan penggunaan sensori lainnya untuk memahami sistem wayfinding. Oleh karena itu, sistem wayfinding yang disesuaikan di museum harus hadir secara maksimal agar dapat diakses oleh semua kalangan termasuk pengunjung dengan keterbatasan visual.

This paper explains how wayfinding system helps museum visitor to understand the information given in a museum. Museum user itself have a varied background of visitors, including people with disability such as blind people. As a public space, museum generally provide certain information for their visitors. Such information can be understood by visitors in different ways, therefore, visitors tend to move independently to understand the information given in the museum. To accommodate the needs of all visitors, adjustments are needed in the museum so that the museum can be accessed by all visitors. In this case, a wayfinding system appears to direct museum visitors when they are exploring the museum. The purpose of the wayfinding system itself does not only provide direction for a person to move, but also to understand the environment in which they are in. In general, the wayfinding system is presented visually, but for those who have visual disability it requires the use of other sensory to understand the wayfinding system. Therefore, an adjusted wayfinding system in the museum must be present optimally so that it can be accessed by all visitors including those with visual disability.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirta Khairunnisa
"Skripsi ini membahas mengenai Augmented Reality (AR) yang memiliki sifat interaktif dan dapat dipersonalisasikan, serta bagaimana AR hadir sebagai immaterial architecture dalam melakukan kegiatan wayfinding. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk melihat AR sebagai potensi untuk memunculkan immaterial architecture, sehingga manusia dapat lebih jauh dalam mengeksplorasi ruang virtual. Penggunaan AR pada smartphone menyajikan informasi virtual berupa aspek visual dan auditori yang krusial dalam proses navigasi. Studi kasus dilakukan pada lima aplikasi berbasis AR yang memiliki peta atau instrumen wayfinding lainnya untuk melihat praktik penggunaan dan bagaimana aplikasi AR mengintegrasi informasi virtual dengan dunia nyata dapat digunakan. Ditemukan bahwa AR dapat menyajikan aspek voyeur dan walker yang tersinkronisasi, sehingga pengguna dapat mengetahui informasi ruang dengan cakupan lebih luas seiring ia berjalan dan mengalami ruang. Kemudian, AR perlu memiliki believability yang baik pada aspek visual dan auditori agar manusia dapat merasakan informasi dari dunia virtual tergabungkan di dunia nyata dan mencerna informasi visual tersebut untuk disesuaikan pada dunia nyata. Menyadari keberadaan AR sebagai immaterial architecture, pengalaman ruang yang dialami manusia menjadi lebih kaya dan mendorong rasa eksploratif manusia untuk menyadari bahwa ruang yang dapat dialami manusia lebih dari ruang pada dunia nyata saja. Walaupun demikian, AR untuk membantu wayfinding dapat disempurnakan agar informasi yang dihadirkan semakin meyakinkan dan batas dunia nyata dengan virtual dapat semakin kabur.

This thesis discusses Augmented Reality (AR) which has interactive characteristics and can be personalized, and how AR acts as an immaterial architecture in wayfinding activities. The purpose of this thesis is to see AR works as a potential to bring up immaterial architecture, so humans can further explore virtual space. The use of AR on smartphones presents virtual information in the form of visual and auditory aspects, which are crucial for the navigation process. Case studies are conducted on five AR-based applications that have maps or other wayfinding instruments to see the practical usage and how AR applications can be used to integrate virtual information with the real world. It was found that AR can present aspects of synchronized voyeur and walker, so users can find information on space with a broader scope as they walk and experience space. AR needs to have good Believability in visual and auditory aspects so that humans can feel the information from the virtual world combined in the real world and digest the visual information to be adapted to the real world. Recognizing the existence of AR as an immaterial architecture, the experience of space experienced by humans becomes richer and encourages an explorative sense of humanity to realize that the space that humans can experience is more than space in the real world. Nevertheless, AR to help wayfinding can be refined so that the information presented is more convincing and the real world boundaries with virtual can be increasingly blurred."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Dharma Putra
"Dalam masa pandemi, Perumahan Nasional Beji, Depok Utara melakukan pemberlakukan buka-tutup portal sebagai upaya pencegahan penyebaran virus COVID- 19. Perumahan tersebut merupakan penghubung antara 2 kecamatan di Kota Depok dan digunakan pengendara motor sebagai jalan pintas. Dengan diberlakukannya penutupan portal, pengendara motor mencari rute yang dapat dilalui di dalam perumahan tersebut. Kajian ini bertujuan untuk melihat respon dan perilaku pengendara motor dalam melakukan wayfinding ketika menemukan portal-portal yang menutup akses jalan. Studi ini juga melihat elemen-elemen lingkungan di sekitar perumahan yang membantu pengendara motor dalam melakukan wayfinding. Perilaku saat bernavigasi dan elemen- elemen lingkungan tersebut dilihat berdasarkan teori dari: Passini, Golledge, Ellard, Weisman, Lynch, dan Intini. Metode yang dilakukan adalah dengan mengobservasi langsung perilaku pengemudi saat melakukan wayfinding, yaitu dengan mengikuti pergerakan partisipan di lingkungan Perumahan Nasional Beji. Hasil dari kajian ini, dapat melihat perilaku individu dalam merespon masalah ketika melakukan proses wayfinding pada rute yang berubah di masa pandemi. Kajian ini juga memaparkan elemen-elemen lingkungan yang berpengaruh terhadap pengemudi dan elemen lingkungan yang dibutuhkan pengemudi di Perumahan Nasional Beji ini.

In the pandemic era, Perumahan Nasional Beji, Depok Utara were having the authority to manage the open-closed system in its settlement as a movement to avoid the spread of COVID-19. This settlement has a role to connect two sub-districts in Depok City as a shortcut route for motorcycles. As a response to the open-closed portal procedure, the motorcyclist will find the new routes to arrive at their destination. This research is aiming to observe the response and behavior of motorcyclists on the wayfinding process when they encounter the portals that blocking the route access. This paper also viewing the environmental elements, which have a role to guide the participants on wayfinding process in the settlement territory. The wayfinding behaviors and environmental elements were based on theory from: Passini, Golledge, Ellard, Weisman, Lynch, and Intini. The methods are observing straight to the participant’s movements when doing wayfinding in Perumahan Nasional Beji. The result of this research is to marking the individual behavior as a response to the wayfinding problem in the routes that have changed since the pandemic era. This research also mentioning the environmental elements which have influenced to wayfinding process and which environmental elements that required for the motorcyclist in Perumahan Nasional Beji."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Pristantyo
"Fotografi sebagai representasi arsitektur, turut menyederhanakan kenyataan di baliknya sehingga citra yang dihasilkan mudah diolah oleh perancang untuk menghasilkan gagasan ke depan. Meskipun begitu, pada proses perancangan studio ditemukan penggunaannya yang hanya terbatas pada awal dan/atau akhir proses perancangan dengan peran fotografi sebatas untuk merefleksikan kenyataan di baliknya. Mungkinkah fotografi digunakan secara tidak reflektif mengingat adanya unsur eliminasi dalam representasi? Elemen-elemen apa yang perlu dicermati dalam membentuk citra fotografi semacam itu?
Studi ini menelusuri kemampuan fotografi untuk mengemukakan sesuatu yang lain yang diharapkan mampu menambah kontribusinya dalam proses perancangan khususnya pada studio pendidikan arsitektur. Penelusuran dimulai dengan kajian literatur tentang proses perancangan arsitektur, representasi dan fotografi kemudian menganalisis keterhubungan di antaranya. Pemahaman tersebut kemudian digunakan untuk melihat pekerjaan beberapa fotografer yang tidak hanya menangkap citra kenyataan di baliknya. Seluruh pemahaman dari literatur serta contoh-contoh pendekatan fotografer tersebut digunakan untuk melihat pekerjaan ragam mahasiswa dalam studio perancangan arsitektur.
Penelusuran menunjukkan bahwa fotografi dapat digunakan secara proyektif pada proses pembentukan dan pengolahan gagasan spasial, dengan mempertimbangkan mekanisme image-making dan image-taking, looking at, looking through & looking behind the photograph, defamiliarization & interface, serta variasi mengambil citra fotografi oleh Moholy-Nagy.

Photography as an architectural representation, simplifies the reality behind it so that the resulting imagery can be easily processed to generate new ideas. However, from observing the practice of photography in the undergraduate level’s architectural studio design process, its use is limited to only the beginning and/or the end of the design process to reflect the reality behind it. That observation leads to questions like: Is it possible to use photography non-reflectively considering the process of elimination exists in the process of representation? What elements are worth considering in forming and taking such a photo?
This study explores the ability of photography to project ideas which is expected to be able to contribute to the design process, especially in the architectural design studio. The study begins by analyzing various literature on the architectural design process, representation, photography, and searching the relationship between them. That analysis is then used to see the work of several photographers who practice similar techniques. All that understanding of the literature, as well as examples of the photographer's approach, then used to analyze various work of students in the architectural design studio.
This result suggest that photography can be used projectively in forming and developing spatial ideas, by considering mechanism like image-making & image-taking, looking at, looking through & looking behind photograph, defamiliarization & interface, and variations of photographic images by Moholy-Nagy
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Hayu Padma Juwita
"Skripsi ini membahas peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra bagi tunanetra. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peran yang dilaksanakan Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dalam memenuhi kebutuhan penggunanya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus. Sampel dalam penelitian ini berjumlah lima orang pengguna perpustakaan Yayasan Mitra Netra berjenis tunanetra berat (totally blind) dan tunanetra ringan (low vision).
Hasil dari penelitian ini berupa identifikasi peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra bagi tuna netra, dengan kesimpulan : peran yang sudah terlihat di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra adalah peran perpustakaan sebagai tempat pendidikan, sebagai tempat pengembangan diri, kreativitas, dan rekreasi serta peran sosial perpustakaan. Penelitian ini memberikan beberapa saran untuk Perpustakaan Yayasan Mitra Netra meningkatkan keseluruhan peran utama perpustakaan.

This thesis describes about the role of Yayasan Mitra Netra's Library for the users (blind people). The purpose of this research is to identifying the roles are implemented in Yayasan Mitra Netra's Library to meet users need. This research uses descriptive qualitative approach with case study method. Sample in this research are five users in Yayasan Mitra Netra's Library, with totally blind and low vision impairment.
The result of this research is the role identification of Yayasan Mitra Netra's Library for the blind people, with the conclusion : roles that have been seen in the Yayasan Mitra Netra's Library are library's role as an education place, as a self development, creativity, and recreation place, and the social role of the library. This research give some suggests for Yayasan Mitra Netra's Library in order to prove the whole of main library's role.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46762
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirradewi Rianty
"Teror tersesat muncul pada saat kebutuhan manusia untuk berorientasi tidak terpenuhi. Teror ini bisa saja menimbulkan stress dan kecemasan dalam diri seseorang. Hal ini dapat dihindari jika manusia memiliki kemampuan wayfinding yang baik. Dalam prosesnya dibutuhkan obyek-obyek yang digunakan sebagai acuan pergerakan. Yi-Fu Tuan, seorang ahli geografi manusia berpendapat bahwa untuk dapat mempelajari suatu lingkungan yang baru, manusia butuh mengidentifikasi significant localities.
Skripsi ini membahas mengenai pemaknaan significant localities dalam wayfinding, menggali kualitas obyek yang digunakan sebagai referensi orientasi dan mendalami cara manusia memaknainya. Pemaknaan significant localities dicoba dipahami dari studi kasus pada sebuah lingkungan.
Hasil yang didapat dari studi kasus menunjukkan bahwa ternyata terdapat aspek penting yang berpengaruh terhadap pemaknaan significant localities yaitu kualitas mengarahkan yang dapat mengurangi kemungkinan tersesat, meningkatkan rasa aman saat berorientasi.

The terror of being lost arises when we couldn't fulfill our needs to be oriented in our surroundings. At some case, this terror can cause stress and anxiety. This can be avoided if we have good abilities in wayfinding. The process required objects used as a reference for the movement. Yi-Fu Tuan, an expert in human geography, said that we require the identification of significant localities to learn our neighborhood.
This thesis discusses the meaning of significant localities in wayfinding, digging up the quality of the object used as a reference in orientation and explore how humans create meanings of it. The meanings are understood deeper through a case studies in an environment.
The results obtained show that in fact there are important aspects that influence the meaning of significant localities. That is the directing quality that can reduce the possibility of getting lost, increasing the security to stay oriented.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52273
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Nurhidayat
"Abstract. Tesis ini mencoba menunjukkan metode perancangan berbasis material dengan mendefinisikan parameter materialitas suatu material untuk menghasilkan bentuk (form-generation). Kesimpulan dari Tesis ini adalah membuat susunan parameter materialitas yang akan digunakan sebagai form-generation dalam generative design. Melalui metode ini material yang umumnya hanya dianggap sebagai pelengkap, mampu menjadi inspirasi utama atau pertimbangan dasar utama dalam proses desain. Yaitu dengan mengintegrasikan material, bentuk dan struktur dalam prosesnya sebagai Generative Design. Mencari integrasi antara ketiganya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Material-Based Design. Pendekatan material-based design dilakukan sebagai pencarian untuk menemukan dan membongkar sehingga materialitas suatu material dapat diterjemahkan sebagai parameter sebagai form generation dalam Genetaive Design. Bahan yang dipilih dalam percobaan makalah ini adalah tebu. Untuk menerjemahkan materialitas tebu menjadi parameter desain dalam Material-based design dapt dilakukan melalui proses Materializing dan Morfogenesis untuk menemukan Material System dari maerial tebu tersebut. Materializing adalah pemberian nilai-nilai materialitas yang secara faktual dideskripsikan atau dapat disebut sifat material dari suatu material, dalam kasus tebu, contoh sifat bahan tebu adalah tinggi, berat, kekuatan, warna dan sebagainya. Sedangkan Morphigenesis adalah proses menerjemahkan perilaku yang didefinisikan dari materi menjadi nilai-nilai. Dalam kasus tebu, contoh bahan perilaku adalah respon dari tekstur dan warna kulit tebu terhadap suhu dan kelembaban. Kondisi suhu dan kelembaban dengan nilai yang berbeda membuat tekstur dan warna tebu menjadi beragam, respons ini disebut material behaviour. Tetapi yang penting adalah, karena metode ini didasarkan pada materialitas, bagaimana proses menggambarkan materialitas tebu sangat penting. Saya menggunakan teori dari Tim Ingold (2007) tentang bagaimana materialitas harus didefinisikan. Konsep sederhana materialitas yang ia jelaskan adalah bahwa untuk mengetahui materialitas sesuatu, apa yang diperlukan untuk menggambarkan apa yang membuat sesuatu menjadi sesuatu. Maka menjadi penting untuk melihat tebu, dan bagaimana tebu bisa menjadi tebu. Oleh karena itu, percobaan dan pengamatan kisah di balik tebu menjadi tebu didefinisikan dan kemudian diterjemahkan ke dalam Material-Based Design
Abstract.

This thesis tries to show the material-based design method by defining the materiality parameters of a material to produce form (generation). The conclusion of this thesis is to make materiality parameter arrangement that will be used as form-generation in generative design. Through this method material which is generally only considered as a complement, is able to be the main inspiration or the main basic consideration in the design process. Namely by integrating materials, forms and structures in the process as Generative Design. Looking for integration between the three can be done using the Material-Based Design approach. Material-based design approach is carried out as a search to find and dismantle so that materiality of a material can be translated as parameters as form generation in Genetaive Design. The material chosen in this paper experiment is sugar cane. To translate sugarcane materiality into design parameters in Material-based design can be done through the process of Materializing and Morphogenesis to find the Material System of the sugarcane maerial. Materializing is the giving of materiality values that are factually described or can be called the material properties of a material, in the case of sugarcane, examples of the properties of sugarcane material are height, weight, strength, color and so on. Whereas Morphigenesis is the process of translating behavior that is defined from matter into values. In the case of sugar cane, an example of behavioral material is the response of the texture and color of sugarcane skin to temperature and humidity. Temperature and humidity conditions with different values make the texture and color of sugarcane become diverse, this response is called material behavior. But what is important is, because this method is based on materiality, how the process of describing sugarcane materiality is very important. I use a theory from the Ingold Team (2007) about how materiality must be defined. The simple concept of materiality which he explains is that to know the materiality of something, what is needed to describe what makes something becomes something. Then it becomes important to see sugar cane, and how sugar cane can become sugar cane. Therefore, the experiment and observation of the story behind sugar cane to sugar cane is defined and then translated into Material-Based Design."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>