Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162506 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadhira Anindita Ralena
"Pengantar: Jumlah geriatri tumbuh pesat pada tahun 2015, termasuk di Indonesia. Angka geriatri di Indonesia pada tahun 2100 diprediksikan akan mencapai 3.2 miliar jiwa. Risiko demensia meningkat hingga 24% pada pasien geriatri. Hal ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang krusial, karena berbagai penyakit fatal, termasuk diabetes, dapat menyebabkan terjadinya demensia. Diabetes ditemukan pada 5.6% penduduk Indonesia, menjadikannya salah satu masalah kesehatan di Indonesia. 16 penelitian telah menemukan bahwa diabetes dapat diasosiasikan dengan demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari pasien dengan diabetes dan demensia, serta menunjukkan asosiasi antara diabetes dan demensia.
Metode: Data diperoleh dari catatan medis pasien geriatri di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan dengan desain kasus-kontrol. Terdapat 106 sampel yang diambil untuk 5 variabel bebas. Masing-masing besar populasi dari masingmasing variabel diambil dari pembacaan literatur, kemudian angka-angka tersebut dikalkulasi melalui rumus kasus-kontrol. Total dari angka-angka yang dihasilkan dari masing-masing kalkulasi adalah 53. Besar sampel merupakan dua kali dari 53 untuk mengharapkan hasil yang lebih valid. Pasien inklusi dari penelitian ini adalah pasien berumur ≥60 tahun dan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dari tahun 2010-2015. Kemudian, data dibagi menjadi 35 subjek kasus (pasien demensia) dan 71 subjek kontrol (pasien non demensia). Setelah itu, latar belakang penyakit pasien diamati, apakah pasien memiliki diabetes atau faktor risiko lainnya, seperti umur, jenis kelamin, tekanan darah tinggi, dan dislipidemia. Faktor risiko yang lain ditulis sebagai variabel pengganggu dalam penelitian ini.
Hasil: Analisis regresi logistik menunjukkan hubungan antara diabetes dan demensia dengan OR 2,278 (0,938; 5,532). Usia juga bertindak sebagai faktor yang berkontribusi dalam terjadinya demensia, menunjukkan OR 3,604 (1,355; 9,591). Jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan dengan kejadian demensia dengan OR<1. Sementara itu, hipertensi dan dislipidemia dapat bertindak sebagai faktor inhibisi dalam kejadian demensia, dengan OR<1.
Diskusi: Diabetes dapat menyebabkan demensia dengan berbagai mekanisme, seperti komplikasi pada sistem makrovaskular, AGE yang menginduksi pembentukkan kusut neurofibriler atau penurunan enzim pendegredasi insulin, yang dapat dikaitkan dalam akumulasi beta amiloid. Sementara itu, usia dapat berkorelasi dengan penurunan fungsi sistem saraf di orang tua, serta sel-sel saraf yang rusak dapat berkontribusi pada pembentukkan plak dan kusut neurofibriler pada otak

Introduction: Number of geriatrics grew rapidly in 2015, as well as in Indonesia. Its number is predicted to rise until 3.2 billion in 2100. The risk of dementia may increase until 24% in geriatric patients. This is one of the crucial public health concerns, since various fatal diseases, including diabetes, might cause dementia itself. Diabetes has been found in 5.6% of people in Indonesia, resulting it to be one of public health concerns in Indonesia. 16 researches have found that diabetes has been associated with dementia. This research objective is to know the characteristics of patients with diabetes and dementia, as well as showing the association between diabetes and dementia.
Method: Data is obtained from medical records of geriatric patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The research is done through case-control design. There are 106 samples taken for 5 independent variables. Each population size from each variable is taken from literature reading, and then the numbers are calculated through a case-control formula. The total of numbers resulted from each calculation is 53. The sample size is twice than 53 for a more valid result. Patients included in this research are all ≥60 years old and outpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from year 2010-2015. Then, data is divided into 35 case subjects (dementia patients) and 71 control subjects (non dementia patients). After that, patients history is observed, whether patients have had diabetes or other possible risk factors, such as age, sex, hypertension, and dyslipidemia. Other risk factors are written as confounding variables in this research project.
Results: Logistic regression analysis shows association between diabetes and dementia with OR 2,278 (0,938;5,532). Age also acts as a contributing factor in the occurrence of dementia, pointing out OR 3,604 (1,355;9,591). Sex do not show any correlation to the occurrence of dementia with OR=1. Meanwhile, hypertension and dyslipidemia can act as inhibiting factor for the occurrence of dementia, showing OR<1.
Discussion: Diabetes can result to certain mechanisms in resulting dementia, such as complications in macrovascular system, AGE-induced neurofibrillary tangles or decrement of insulin-degrading enzyme, associated in inducing accumulation of amyloid-beta. Meanwhile, age can be correlated with decrement of nervous system function in elderlies, as well as nerve cells break down that may contribute in brain plaques and tangles buildup."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Bredly Musa
"Hingga saat ini, belum ada penanda biologis yang menggambarkan kondisi penyakit ginjal kronik (PGK) akibat diabetes melitus (DM) sejak dini. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara rasio albumin kreatinin urin (Urine Albumin Creatinine Ratio, UACR) dengan laju filtrasi glomerulus yang diestimasi (estimated Glomerular Filtration Rate, eGFR) sebagai penanda gangguan fungsi ginjal pada pasien DM tipe 2 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel urin dan serum diambil dari 18 subjek sehat dan 10 pasien DM tipe 2. Metode spektrofotometri digunakan untuk mengukur kadar albumin urin, kreatinin urin dan kreatinin serum. Data lain diperoleh dari kuesioner.
Hasilnya, nilai eGFR pasien DM (68,85 ± 15,36 (Cockroft); 73,94 ± 16,30 (CKD-EPI)) lebih rendah dibandingkan dengan subjek sehat (90,51 ± 15,69, p < 0,01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), sedangkan nilai UACR pasien DM (314,99 ± 494,92) lebih tinggi dibandingkan dengan subjek sehat (0,48 ± 0,75, p < 0,01). Namun, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara UACR dengan eGFR pasien DM.

Until now, no biological marker that describes the condition of chronic kidney disease (CKD) due to diabetes mellitus (DM) from the outset. This study aimed to determine the relationship between urine albumin creatinine ratio (UACR) with estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR) as a marker of renal dysfunction at type 2 diabetes mellitus patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Urine and serum samples taken from 18 healthy subjects and 10 type 2 diabetic patients. Spectrophotometric methods used to measure levels of urinary albumin, urinary creatinine and serum creatinine. Other data obtained from questionnaires.
Results, eGFR values were lower in DM patients (68.85 ± 15.36 (Cockroft); 73.94 ± 16.30 (CKD-EPI)) compared with healthy subjects (90.51 ± 15.69, p < 0.01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), while the value of UACR in DM patients (314.99 ± 494.92) was higher than healthy subjects (0.48 ± 0.75, p < 0.01). However, there was no significant correlation between UACR with eGFR of DM patients.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42858
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Triyanie
"Indonesia merupakan negara berkembang dengan risiko DM dan tuberkulosis yang tinggi. Penelitian cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku pengendalian DM dengan tuberkulosis. Pengambilan data dilakukan pada 291 pasien DM melalui kuesioner, pemeriksaan sputum BTA dan pemeriksaan radiologi didapatkan sebesar 35,7% pasien DM dengan tuberkulosis. Pada penelitian ini didapatkan bahwa proporsi TB positif pada pasien DM yang telah didiagnosis DM <2 tahun, tidak memiliki riwayat hipertensi, mengalami gejala DM mudah lapar, berat badan turun dan lemah badan, tidak menerima edukasi dan tidak menggunakan obat antidiabetes berhubungan dengan kejadian tuberkulosis.

Indonesia is a development country with high risk of DM and tuberculosis. This research has design of cross sectional study to know association between behavior control of DM with prevalence of tuberculosis. It was applied to 291 patients with DM by using questionnaire instrument, BTA sputum, and radiology examination. 35.7% patients were diagnosed as TB. In this research, it can be concluded that proportion of positive TB in patients with DM who was diagnosed as DM <2 years, had no hypertension, had symptoms of DM (feeling very hungry, weight loss, fatigue), not accepted education and did not use oral antidiabetic have association with prevalence of tuberculosis in patients with DM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafa Pratama Puntodewo
"Latar belakang: Penelitian analisis gaya jalan sebelumnya menemukan perubahan pada beberapa parameter gaya jalan populasi pengidap diabetes melitus (DM), bahkan sebelum timbulnya komplikasi seperti neuropati perifer. Sayangnya, penelitian-penelitian tersebut masih menggunakan teknologi dengan harga yang tinggi dan obtrusif. Belakangan ini alat analisis gaya jalan yang lebih terjangkau dan praktis yaitu sensor Kinect V2 sudah banyak digunakan, namun belum terdapat penelitian yang mengaplikasikan pada pengidap DM. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan gaya jalan antara pengidap DM dewasa dengan orang dewasa tanpa DM menggunakan sensor Kinect V2. Metode: Penelitian ini melibatkan 10 orang dewasa tanpa DM dan 10 pasien DM. Subjek diminta mengisi kuesioner pendataan, lalu diminta berjalan sebanyak lima kali di hadapan sensor Kinect. Data yang didapat diuji konsistensi antar repetisi, lalu komponen gaya jalan berupa panjang langkah, waktu langkah, panjang stride, waktu stride, dan kecepatan langkah diambil dari setiap pengulangan. Uji T antar kedua populasi subjek dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan gaya jalan di antara orang dewasa tanpa DM dan pasien DM. Hasil: Kelima repetisi setiap subjek konsisten. Rerata komponen jalan pada pasien DM cenderung menurun, kecuali pada waktu stride. Terdapat perbedaan signifikan (p<0,05) antara kedua populasi pada panjang langkah dan stride serta kecepatan langkah. Kesimpulan: Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan alat analisis gaya jalan pada pasien DM. Sensor Kinect sebagai alat analisis gaya jalan pada pasien DM, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

Introduction: Prior studies has discovered that some aspects of gait parameters can be altered in patients with diabetes mellitus (DM), even before development of complications such as peripheral neuropathy. However, the studies used high-cost and obtrusive gait analysis tools. Recently, use of a more affordable and practical gait analysis tool, the Kinect V2 sensor, has been increasing but currently there are still no studies using Kinect V2 to analyze gait in DM patients. This study aims to compare gait parameters between adults without DM and adult DM patients using the Kinect V2 sensor. Method: This study compared 10 adults without DM and 10 adult DM patients as subjects. Their demographic data were collected with a questionnaire, while gait parameters were collected recording the subjects walking in front of the Kinect sensor for five repetitions. Inter-repetition consistency is analyzed using ANOVA, then the gait parameters (step length, step time, stride length, stride time, and gait velocity) were extracted from each repetition. Two-sample independent t-test was performed on the data between the two populations to determine the significant changes of gait parameters. Result: All five repetitions from all subjects were consistent. Adult DM patients has lower magnitude of gait parameters except for stride time. Significant differences (p<0,05) were found between populations on step length, stride length, and gait velocity. Conclusion: The results were in accordance with previous gait studies involving DM patients. Kinect is prospective to be a prospective tool to analyze gait parameters in DM patients. However, larger scale studies are still required."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Handono Fatkhur Rahman
"Efikasi diri dan kepatuhan merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat efikasi diri dan kepatuhan dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit di Jakarta.
Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional, dengan jumlah sampel 125 pasien DM tipe 2. Alat ukur yang digunakan adalah Diabetes Management Self-Efficacy (DMSES), the Diabetes Activities Questionare (TDAQ), dan Diabetes Quality Of Life (DQOL).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri (0,0005), dan kepatuhan (0,0005) berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup dengan variabel yang paling dominan adalah kepatuhan.
Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa variabel efikasi diri, kepatuhan, tingkat pendidikan, dan depresi menentukan kualitas hidup pasien DM. Perlunya dikembangkan pengkajian dan intervensi keperawatan yang berfokus pada efikasi diri dan kepatuhan pasien DM tipe 2.

Self-efficacy and adherence are important factor in improving the quality of life of patients with type 2 diabetes. This study aimed to determine the relationship between self-efficacy and adherence to the quality of life of patients with type 2 diabetes mellitus in an outpatient unit of a Hospital in Jakarta.
This study was a cross-sectional, with sample of 125 patients with type 2 diabetes mellitus. The Diabetes Management Self- Efficacy (DMSES), the Diabetes Activities Questionare (TDAQ), and the Diabetes Quality of Life (DQOL) were employed as instruments.
The results showed that selfefficacy (0.0005), and adherence (0.0005) were significantly associated with quality of life and the most dominant variable is adherence.
Multivariate test results indicate that the variable self-efficacy, adherence, education level, and depression determines quality of life of diabetic patients. This study suggestsis the need fornursing assessment and interventions that focus on the self-efficacy and adherence diabetes mellitus patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifda Hanun Shalihah
"Latar belakang: Selulitis merupakan infeksi kulit oleh bakteri atau pioderma yang relatif umum terjadi. Angka kejadian selulitis adalah 24,6 per 1000 penduduk per tahun dengan insiden lebih tinggi pada orang berusia 45-65 tahun, di mana selain usia paruh baya, selulitis juga sering terjadi pada lansia. Selain peningkatan usia, jenis kelamin dan diabetes melitus juga dapat meningkatkan risiko selulitis. Tujuan penelitian ini teranalisisnya hubungan antara usia, jenis kelamin, diabetes mellitus dan selulitis pada pasien rawat inap dan rawat jalan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Meskipun telah ada penelitian yang meneliti hubungan antara faktor risiko selulitis dan selulitis di negara lain, jumlah penelitian mengenai hubungan tersebut masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang meneliti hubungan antara usia, jenis kelamin dan diabetes mellitus dengan kejadian selulitis. Metode: Studi cross sectional dilakukan dengan total 131 subyek. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa rekam medis pasien. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan kejadian selulitis (p-value = 0,044), namun tidak ada hubungan antara kejadian selulitis dan jenis kelamin (p-value = 0,433). Selain itu, ada hubungan antara diabetes mellitus dengan kejadian selulitis (p-value = 0,035). Kesimpulan: Penelitian ini menegaskan bahwa ada hubungan antara usia dan diabetes mellitus dengan kejadian selulitis.

Introduction: Cellulitis is a relatively common bacterial skin infection or pyoderma. The incidence of cellulitis is 24.6 per 1000 population per year with a higher incidence in people aged 45-65 years, where apart from middle age, cellulitis also often occurs in the elderly. In addition to increasing age, gender and diabetes mellitus may also increase the risk of cellulitis. The purpose of this study is to analyze the relationship between age, gender, diabetes mellitus and cellulitis in inpatients and outpatients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Although there have been studies examining the relationship between risk factors for cellulitis and cellulitis in other countries, the number of studies regarding this relationship is still limited. Therefore, further research is needed to examine the relationship between age, gender and diabetes mellitus with the incidence of cellulitis. Methods: A cross-sectional study was conducted with a total of 131 subjects. The data used is secondary data in the form of patient medical records. Results: Our result shows that there is a relationship between age and the incidence of cellulitis (p-value = 0.044), but there is no relationship between the incidence of cellulitis and gender (p-value = 0.433). In addition, there is a relationship between diabetes mellitus and the incidence of cellulitis (p-value = 0.035). Conclusion: This study confirms that there is a relationship between age and diabetes mellitus with the incidence of cellulitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katuuk, Mario Esau
"Komplikasi kronis pada diabetes melitus berupa ulkus kaki diabetik dapat dicegah dengan melakukan perawatan kaki mandiri. Salah satu faktor yang berperan dalam perilaku perawatan kaki adalah efikasi diri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan perilaku perawatan kaki pada individu dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif observasional analitik dengan pendekatan crossectional, melibatkan 74 individu dengan DMT2. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner karakteristik demografi, Foot Care Confidence Scale, Nottingham Assessment of Functional Footcare, dan pengetahuan perawatan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang bermakna antara efikasi diri dengan perilaku perawatan kaki (r = 0.303; p = 0.009). Hasil analisis multivariat didapatkan efikasi diri menjadi prediktor terhadap perilaku perawatan kaki setelah dikontrol oleh pengetahuan dan tingkat pendidikan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlunya upaya untuk memperbaiki perilaku perawatan kaki pada individu dengan DMT2 dengan meningkatkan efikasi diri menggunakan sumber-sumber efikasi diri yang ada.

Chronic complications of type 2 diabetes mellitus such as diabetes foot ulcer could be prevented by performing foot self care. Self efficacy is the most important role in foot care.
This study aims to investigate the relationship between self efficacy and foot care behavior.
This study was observational analytic with cross-sectional approach, recruited 74 people with type 2 diabetes mellitus using consecutive sampling method. Data collection was done using demographic questionnaire, Foot Care Confidence Scale, Nottingham Assessment of Functional Foot-care and diabetic foot self care knowledge.
The result showed that there was a positive relationship between self efficacy and foot care behavior (r = 0.303; p = 0.009). Multivariate analysis showed that self efficacy became a strong predictor of foot self care behavior along with knowledge and educational level.
In conclusion, it is needed to improve foot self care in people with type 2 diabetes mellitus through increasing self efficacy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Arianto
"Diabetes melitus dan gizi kurang secara terpisah dikatakan dapat meningkatkan kejadian tuberkulosis. Studi potong lintang analitik ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi tuberkulosis paru (TBP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dari keseluruhan 462 pasien DMT2, 125 pasien (27.1%) di antaranya menderita TBP. Total pasien DMT2 yang menderita gizi kurang sebesar 125 pasien (27.1%). Sementara itu, dari keseluruhan pasien DMT2 yang menderita TBP, 78 pasien (62.4%) juga menderita gizi kurang. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi TBP yang bermakna secara statistik (p <0.000).

Diabetes mellitus and undernutrition separately were proved as risk factors of tuberculosis incidence. This analytical cross sectional study aimed to measure the prevalence of lung tuberculosis (TBP) among type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients and its association with undernutrition. A total of 462 DMT2 patients were analyzed and the results showed that 125 patients (27.1%) had TBP and 125 patients (27.1%) were undernourished. Within DMT2 patients who had TBP, there were 78 undernourished patients (62.4%). We concluded there is a highly significant statistical association between undernutrition and prevalence of TBP among DMT2 patients (p <0.000)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pakasi Ronald Efraim
"[TUJUAN: Tujuan penelitian ini adalah membandingkan performa uji jalan 400 meter pada wanita antara penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2 dan individu sehat, dengan membandingkan kecepatan berjalan dan prediksi ambilan oksigen maksimal (VO2max). METODE: Subyek penelitian adalah wanita dengan DM tipe 2 dan individu sehat, yang dipasangkan berdasarkan kelompok umur. Dilakukan pemeriksaan awal berupa indeks massa tubuh, glukosa sewaktu, ankle-brachial index, tekanan darah, dan nadi pra uji latih. Sebelum diberikan uji jalan 400 meter, subyek melakukan pemanasan pada jalur 20 meter selama 2 menit. Selama pemanasan dan uji latih, nadi diukur tiap 30 detik. Tekanan darah sistolik diukur setelah pemanasan dan dalam 60 detik setelah uji latih. Uji jalan 400 meter dilakukan 2 kali pada hari yang berbeda.

OBJECTIVE: The purpose of this study was to compare the performa of the 400-meter walk test in women between people with type 2 diabetes mellitus (DM) and healthy individuals, by comparing walking speed and predicted maximum oxygen uptake (VO2max). METHOD: Study subjects were women with type 2 DM and healthy individuals, who were paired by age group. Initial examinations were carried out in the form of body mass index, glucose at any time, ankle-brachial index, blood pressure, and pulse before the training test. Before being given a 400-meter road test, the subjects warmed up on a 20-meter track for 2 minutes. During warm-ups and training tests, the pulse is measured every 30 seconds. Systolic blood pressure is measured after warm-up and within 60 seconds of the training test. Test the 400-meter walk is carried out 2 times on different days.;, ]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ratna Mutu Manikam
"Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut dari diabetes melitus (DM) tak terkontrol, ditandai dengan hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik. Pemberian nutrisi sering menjadi masalah, namun menunda pemberian nutrisi dini menyebabkan peningkatan kadar keton darah dan morbiditas pasien. Tujuan penulisan serial kasus ini adalah memulihkan ketosidosis dan memenuhi kebutuhan makro- dan mikronutrien. Pasien berusia antara 18?65 tahun, mengalami KAD dengan DM, dirawat 5?12 hari di Rumah Sakit Umum Tangerang. Pencetus KAD adalah infeksi, ketidakpatuhan pengobatan, dan diet yang tidak tepat. Keempat orang pasien menderita DM dengan penyakit penyerta yang berbeda. Terapi nutrisi diberikan berdasarkan kondisi klinis pasien. Energi diberikan mulai dari kebutuhan basal yang dihitung dengan persamaan Harris-Benedict, atau dimulai dari 20?25 kkal/ kg BB pada kondisi sakit kritis. Makronutrien diberikan sesuai rekomendasi American Diabetes Association dan mikronutrien sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Pemantauan yang dilakukan meliputi toleransi asupan, imbang cairan, antropometri, dan laboratorium (kadar glukosa darah, keton darah, dan elektrolit). Edukasi dan konsultasi nutrisi diberikan setiap hari. Selama pemantauan semua pasien menunjukkan perbaikan klinis dan penurunan kadar keton darah. Semua pasien dapat mencapai kebutuhan energi total dan kadar glukosa darah mendekati normal. Sebelum pulang pasien diberikan edukasi tentang cara mengetahui faktor yang dapat mencetuskan KAD dan mengatasinya, serta edukasi nutrisi untuk mencapai kontrol glikemik optimal dan mencegah KAD.

Diabetic ketoacidosis (DKA) is an acute complication of uncontrolled diabetes, characterized by hyperglycemia, ketosis, and metabolic acidosis. Nutrition intervention may often cause some problems, unfortunately, withholding early nutrition may increase blood ketones concentration and patient morbidity. Aims of this case series are resolve ketoacidosis dan meet macro and micronutrient requirement. Patients aged between 18 to 65 years old, presented DKA with diabetes mellitus, and hospitalized from 5 to 12 days at Tangerang General Hospital. Precipitating factors of DKA include infection, noncompliance to medication, and inproper diet. All patients suffered from DM with different comorbidities. Nutritional therapy was given according to patients clinical condition. The energy was given begin with basal requirement, which calculated using Harris-Benedict equation, or begin with 20?25 kcal/kg body weight (BW) in critically ill condition. Macronutrients were given according to American Diabetes Association recommendation and micronutrients based on patients? condition and requirement. Monitoring includes food intake tolerance, fluid balance, anthropometric, and laboratory results (blood glucose levels, blood ketone, and electrolytes). Education and nutrition consultation were given everyday. During monitoring all patients showed clinical improvements in general condition and blood ketone concentration?s reduction. All patients can meet total energy requirement with blood glucose levels close to normal. Before discharge, patients received education to identify and manage risk factors that may precipitate DKA. Nutrition education was also given to achieve optimal glycemic control and prevent DKA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>