Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15690 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Muna L, Astirin OP, Sugiyarto. 2010. Teratogenic test of Pandanus conoideus var. yellow fruit extract to development of rat embryo (Rattus norvegicus). Nusantara Bioscience 2: 126-134. This experiment was performed to examine the effect of Pandanus
conoideus Lam. var. yellow fruit extract on the percentage of the living foetus, the death intrauterus, heavy and long of foetus, foetus
morphology, and skeleton structur of foetus. The experiment was used by 25 pregnant mice that randomly were divided into 5 groups, they contained 5 mice. Each group was given with the different dose. The P1 group (control) was given 1 mL sesame oil, the group P2,
P3, P4 and P5 were respectively given the yellow fruit extract 0,02 mL, 0,04 mL, 0,08 mL and 0,16 mL. The P. conoideus var. yellow fruit extract was given orally on day 5 to 17 of gestation (organogenesis periode). Observation was carried out on day 18 of gestation by caesarean section to take the foetus from the uterus. Foetus morphology was observed after taking foetus from uterus, whereas observation of skeleton structure was made wholemount preparat with dual colourization, they are Alcian blue and Allizarin Red-S. The result was analyzed with one way anova. Results showed that giving yellow fruit extract didn?t influence to the percentage of the living foetus, the death intrauterus, heavy and long of foetus. The effect of giving yellow fruit extract to the maternal were abnormality skeleton (lordosis) of foetus in the dose 0.16 mL and obstacled to the ossification of foetus. "
570 NBS 2:3 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dia Septiani
"Telah dilakukan penelitian untuk menguji teratogenik ekstrak etanol Tumpangan Air (Peperomia pellucida (L.) Kunth.) terhadap morfologi mencit galur DDY. Dua puluh lima ekor mencit betina bunting dalam 5 kelompok, terdiri atas kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberi dosis ekstrak etanol Peperomia pellucida 0,5, 5, 50, dan 500 mg/kg bb. Bahan uji diberikan secara oral sejak hari ke-6 hingga ke-15 kebuntingan. Induk mencit dibedah secara cesar pada hari ke-18 kebuntingan. Hasil uji Anava (P>0,05) menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata pemberian ekstrak etanol Peperomia pellucida terhadap rerata berat fetus pada keseluruhan kelompok. Hasil uji Kruskal-Wallis (P>0,05) pada panjang fetus, jumlah fetus yang dihasilkan, fetus hidup, fetus mati, resorpsi, jenis kelamin fetus, dan cacat eksternal menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata terhadap pemberian ekstrak etanol Tumpangan Air (Peperomia pellucida (L.) Kunth.).

The research has been done in order to observe the teratogenic potential of Tumpangan Air (Peperomia pellucida (L.) Kunth.) plants ethanolic extract on morphology of mice. Twenty-five pregnant mice were divided into 5 groups, consisting of normal group and treatment groups fed by Peperomia pellucida ethanolic extract at dosage 0,5, 5, 50, and 500 mg/bw. The extract administrated orally from 6 to 15 days of gestations. The mice were sacrificed and cesarian sectioned at 18 day of gestation. Anova test result (P>0,05) showed no significant effect of treatment on fetal weight. Kruskal-Wallis (P>0,05) test on fetal height and number of litter, life fetal, dead fetal, fetal sex, resorption, and external malformation showed no significant effect of the treatment Peperomia pellucida in all groups."
Depok: Unversitas Indonesia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2015
S62701
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Dwi Hastuti
"This research aims to observe the concentration of organic matter, Pb and Cd in a silvofishery pond, to study the toxicity level status, to analyze changes in their concentration within a year’s period, and to analyze the correlation between the concentration and changes. The research was conducted through field observation and laboratory analysis from May 2016 to July 2017, which included five observation activities. Statistical analysis was conducted by using ANOVA and correlation tests. The results show that the concentration of organic matter, Pb and Cd, was increasing in all five observations. Throughout the research, the ranges of organic matter, Pb and Cd, were recorded at 1.60–3.30 mg/kg, 3.130–8.230 mg/kg, and 1.089–2.820 mg/kg, respectively. In all observations, toxicity level showed that Cd concentration in the sediment had exceeded the standards recommended by US EPA (≤1.0 mg/kg) and ANZECC & ARMCANZ (≤1.5 mg/kg), while Pb was within the safe range (≤21 mg/kg and ≤50 mg/kg). The correlation analysis showed that the concentration and accumulation of Pb and Cd were highly related, which indicated the possibility of the same pollutant sources. Recommendations for a better management plan to avoid heavy metal accumulation in silvofishery ponds would include the arrangement of mangrove plants in inlet canals and periodic pruning to hinder heavy metal from returning to the environment through litter fall."
Bogor: Seameo Biotrop, 2021
634.6 BIO 28:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhyarjon
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Buah merah merupakan tanaman yang kaya akan bahan-bahan antioksidan seperti beta karoten dan alfa tokoferol. Baik buah maupun minyaknya sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan diyakini memiliki khasiat dalam pengobatan berbagai penyakit, salah satunya adalah kanker. Meskipun buah merah sudah digunakan secara luas oleh masyarakat, namun penelitian ilmiah tentang khasiat buah merah masih sangat terbatas. Penelitian pengaruh minyak buah merah terhadap karsinogenesis hati pada tikus yang diinduksi N-2-Fluroenilasetamida (FAA) bertujuan untuk menganalisis perlindungan minyak buah merah terhadap karsinogenesis akibat FAA pada tikus. Dalam penelitian ini digunakan 24 ekor tikus jantan galur Wistar, berumur ± 3 bulan dengan berat badan berkisar 150-200 gram, yang dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu: kelompok kontrol, merupakan kelompok yang mendapatkan akuades, kelompok BM, adalah kelompok yang diberi minyak buah merah 10μl/gram BB/hari, kelompok FAA, merupakan kelompok yang diinduksi karsinogenesis FAA 40μg/hari dan kelompok BM+FAA, merupakan kelompok yang mendapatkan minyak buah merah dan FAA dengan dosis yang sama dengan kelompok BM dan kelompok FAA Perlakuan diberikan dengan sonde lambung setiap had selama ± 8 minggu. Pada minggu ke 8 tikus dikorbankan kemudian diambil hati dan darab dari jantung. Sebagai parameter karsinogenesis adalah kadar asam sialat, kadar proteasom dan skor karsinogenesis berdasarkan pemeriksaan histopatologis. Disamping itu juga diukur parameter untuk menilai fungsi hati seperti: albumin, protein total dan pola elekroforesis protein plasma serta aktivitas glutamatepiruvate transaminase (GPT) plasma. Data penelitian kemudian diolah secara statistik.
Hasil dan kesimpulan: Pada pemeriksaan asam sialat ditemukan bahwa kadar asam sialat hati kelompok FAA secara statistik lebih tinggi dibandingkan kontrol, namun demikian kadar asam sialat plasma belum ditemukan perbedaan yang bermakna. Uji statistik yang dilakukan terhadap kadar proteasom plasma dan jaringan hati menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan. Sedangkan pemeriksaan histopatologis memperlihatkan skor karsinogenesis kelompok FAA lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kontrol. Sementara itu pemeriksaan asam sialat, proteasom maupun histopatologis kelompok BM+FAA tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok FAA. Dari basil-basil tersebut dapat disimpulkan bahwa karsinogenesis yang terjadi masih pada tahap dini dan belum ditemukan perlindungan minyak buah merah terhadap karsinogenesis. Pada penilaian fungsi hati tidak ditemukan perbedaan bermakna kadar protein total, kadar albumin dan pola elektroforesis protein plasma. Hal ini menunjukkan bahwa FAA walaupun sudah menimbulkan karsinogenesis tapi tidak menggangu fungsi hati. Pada pemeriksaan GPT plasma ditemukan aktivilas pada kelompok BM dan FAA Iebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol atau kelompok FAA. Hal ini memberikan kesan bahwa minyak buah merah, walaupun tidak menyebabkan karsinogenesis hati namun dapat menimbulkan kerusakan hati. Hal ini didukung oleh pemeriksaan histopatologis jaringan hati yaitu ditemukannya gambaran degenerasi hidropik yang menandai awal kerusakan sel hati.

Red fruit (Pandanus conoideus Lam) is an endemic plant in Eastern Indonesia especially in Papua. This fruit has been used traditionally since many years ago for various purposes such as daily food consumption, traditional medicine, handycraft etc. As traditional medicine it is believed that this fruit can cure many diseases like cancer, AIDS, arthritis and many others. This advantage might be due to it's rich antioxidant substances such as carotene and a tocopherol. This study was conducted to investigate the effect of red fruit oil on FAA induced carcinogenesis in rat Twenty four male Wistar rats, approximately 3 months old, weighing 150-200 g were equally divided into 4 groups. The first (control) group, received distilled water. The second (BM) group received 10pLIg body weight/day of red fruit oil. The third (FAA) group received 40µg FAAIday. The fourth (BM+FAA) group received red fruit oil as well as FAA with similar dose as BM and FAA group_ The treatments were given for eight weeks and at the end of S~' weeks the animal were sacrificed, liver and the blood were collected. To analyzed liver carcinogenesis, the level of sialic acid, proteasome and histopathological based carcinogenesis score were measured To asses liver function, glutamate-pyruvate transaminase (GPT) activity, albumin and total plasma level protein were measured, and plasma protein electrophoresis pattern were also determined. The data were statistically analyzed using ANOVA and Tukey test.
This study showed that liver sialic acid level of FAA rats was significantly higher than those in the control group but there was no statistically difference between sialic plasma level of FAA group compared to the control. The liver and proteasome plasma level found to be similar among the groups. Histopatological finding showed that carcinogenesis scores in FAA group was higher than the control group. Moreover, there were no differences in sialic acid level as well as carcinogenesis scores between BM+FAA group compared to FAA group. The analysis of liver function showed that liver function of all groups were still in normal range.
It can be concluded that the FAA induced liver carcinogenesis was still in early stage and red fruit oil supplementation has no protection effect on liver carcinogenesis. Surprisingly, the plasma GPT activity of BM and BM+FAA group were significantly higher than control group or FAA group_ This result showed that red fruit oil supplementation it self, even though couldn't induce carcinogenesis, lead to liver cells changes, a cloudy swelling degeneration, which reflecting an early liver injury.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wright, Malcohlm D.
Jakarta : Prestasi Pustaka , 2005
153.93 WRI tt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Demas Seto A.
"Aluminium merupakan logam non ferrous yang memiliki kelebihan utama yaitu ringan dan kelahanan korosi yang baik. Namun dalam aplikasinya, aluminium tidak dapat digunakan sebagai logam mumi karena kekuatan dan kekerasannya rendah. Untuk itu unsur paduan menjadi sangat penting dalam logam aluminium sebagai solusi dari kelemahan tersebul. Karena sifatnya yang ringan, material aluminium banyak digunakan sebagai komponen otomotif. Industri otomolif lerus berupaya meningkatkan efisiensi konsumsi bahan bakar produk kendaraannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan komponen-komponen yang tipis untuk mereduksi berat total kendaraan. Untuk menghasilkan komponen yang tipis, diperlukan sifat mampu alir atau fluiditas dari logam cair yang baik sehingga mampu mengisi rongga-rongga cetakan dengan sempurna. Penelitian ini difokuskan pada pengaruh komposisi tembaga lerhadap fluiditas dan kekerasan aluminium paduan ADC 12 yang merupakan material yang digunakan untuk proses high pressure die casting. Komposisi aktual Cu pada penelitian ini adalah 2.25 wt%, 2.62 wt%, 2.89 wt%, 3.11 wt%, dan 3.26 wt%. Pengujian fluiditas pada penelitian ini menggunakan metode vakum dengan bahan baku 100 % scrap dan dilakukan pada temperatur tuang 640_C, 660_ C, 680_C, dan 700_C. Pengujian kekerasan yang dilakukan menggunakan metode Brinnel. Untuk mengetahui karakteristik mikrostrukturnya, dilakukan pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop optik dan SEM/EDS. Hasil pengujian menunjukkan bahwa setiap peningkatan temperatur tuang sebesar 20_C dari temperatur 640_C ke temperatur 700_C, nilai fluiditas paduan ADC 12 dengan komposisi Cu 3.11 wt% meningkat rata-rata 4.59%. Pada temperalur tuang 680_C, nilai fluiditas paduan ADC 12 meningkat sebesar 24.11% dari 25.3 cm pada komposisi Cu 2.25 wt% menjadi 31.4 cm pada komposisi Cu 3.11 wt%. Nilai kekerasan paduan ADC 12 meningkal sebesar 31.48% dari 54 BHN pada komposisi Cu 2.25 wt% menjadi 71 BHN pada komposisi Cu 3.26 wl%."
2006
S41684
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladys Hanggorowati Sujatmiko
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai toksisitas dengan metode BSLT berdasarkan prinsip senyawa aktif dan sifat toksiknya yang dapat membunuh larva udang Artemia salina L. sebagai hewan uji. Sintesis senyawa turunan asam risinoleat teroksidasi dengan asam amino, yaitu glisin dan fenilalanin dimulai dengan oksidasi rangkap membentuk diol menggunakan KMnO4 encer dalam suasana basa, esterifikasi dengan dry methanol dengan katalis ZnCl2, dan reaksi amidasi membentuk amida dengan asam amino, glisin atau fenilalanin. Karakterisasi dilakukan menggunakan KLT dan FTIR. Hasil FTIR menunjukkan adanya pita serapan ulur N-H dan O-H yang tumpang tindih pada bilangan gelombang 3474.89 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-glisin dan 3306.64 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-fenilalanin. Selain itu, terdapat puncak serapan medium CN dan C=O amida sekunder pada masing-masing senyawa produk dengan bilangan gelombang 1276,17 cm-1 dan 1696,41 cm-1 untuk risinoleat teroksidasi-glisin serta 1262,47 cm-1 dan 1614,55 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-fenilalanin. Uji Toksisitas BSLT terhadap Artemia Salina L. menghasilkan nilai LC50 dari produk lipoamida glisin dan lipoamida fenilalanin secara berurutan sebesar 117,48 dan 42,65 ppm. Hasil tersebut menunjukkan nilai LC50 < 1000, sehingga dapat dikatakan produk yang dihasilkan memiliki toksisitas tinggi. Uji aktivitas antimikroba dari produk kedua menghasilkan zona penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri E. coli, tetapi tidak memberikan zona penghambatan terhadap bakteri S. aereus. Zona penghambatan terhadap bakteri E. coli yang dihasilkan yaitu 11,5 mm untuk risinoleat teroksidasi-glisin dan 6,5 mm untuk risinoleat teroksidasi-fenilalanin.

This study aims to determine the toxicity value of the BSLT method based on the principle of active compounds and their toxic properties that can kill Artemia salina L. shrimp larvae as test animals. The synthesis of oxidized ricinoleic acid derivatives with amino acids, namely glycine and phenylalanine, begins with double oxidation to form diols using dilute KMnO4 in an alkaline solution, esterification with dry methanol with ZnCl2 catalyst, and the amidation reaction to form amides with amino acids, glycine or phenylalanine. Characterization was carried out using TLC and FTIR. The FTIR results showed that there were overlapping N-H and O-H stretching absorption bands at wave numbers of 3474.89 cm-1 for glycine-oxidized ricinoleic and 3306.64 cm-1 for phenylalanine-oxidized ricinoleic. In addition, there are absorption peaks of CN and C=O secondary amide medium in each product compound with wave numbers 1276.17 cm-1 and 1696.41 cm-1 for glycine-oxidized ricinoleic and 1262.47 cm-1 and 1614.55 cm-1 in phenylalanine-oxidized ricinoleic. BSLT Toxicity Test against Artemia Salina L. produced LC50 values ​​of glycine lipoamide and phenylalanine lipoamide products, respectively, of 117.48 and 42.65 ppm. These results indicate the value of LC50 < 1000, so it can be said that the resulting product has high toxicity. The antimicrobial activity test of the second product resulted in an inhibition zone for the growth of E. coli bacteria, but did not provide an inhibition zone for S. aereus bacteria. The zone of inhibition against E. coli bacteria produced was 11.5 mm for glycine-oxidized ricinoleic and 6.5 mm for phenylalanine-oxidized ricinoleic."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Sarah Giat
"Penelitian mengenai uji toksisitas dan distribusi kandungan fikotoksin pada kerang hijau (Perna viridis) telah dilakukan di kawasan budidaya kerang hijau, Kamal Muara pada bulan Mei 2012. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi keberadaan fikotoksin penyebab Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), serta mengetahui tingkat toksisitas dan distribusi fikotoksin pada bagian visceral, mantel, dan otot dari kerang hijau. Berdasarkan Jellet Rapid Test, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP dalam kerang hijau.
Berdasarkan BSLT, hasil menunjukkan bahwa terdapat senyawa aktif yang bersifat toksik pada seluruh bagian tubuh kerang yang diuji karena semua nilai LC50 yang didapatkan kurang dari 1.000 ppm. Nilai LC50 yang terendah pada bagian visceral (63,75 ppm, 105,5 ppm, dan 74,64 ppm) diikuti dengan jaringan mantel (211,8 ppm, 335,74 ppm, dan 306, 67 ppm) dan jaringan otot (459,95 ppm, 529,05 ppm, dan 492,06 ppm). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP pada kerang hijau, namun terdapat fikotoksin lain pada sampel kerang hijau yang terdistribusi pada bagian tubuh yang berbeda dengan konsentrasi tertinggi pada bagian visceral.

The research on toxicity test and phycotoxin distribution in green mussel (Perna viridis) had been done on Kamal Muara aquaculture area in May 2012. The research aimed to detect the Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) causing phycotoxin and to know the toxicity levels and distribution on green mussels viscera, mantle, and muscles. Based on Jellet Rapid Test, the result showed that there were no PSP toxins inside the mussels.
Based on Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), there was other active compound with toxic properties for all the LC50 levels that were lower than 1.000 ppm. The LC50 levels were lowest on the viscera (63,75 ppm, 105,5 ppm, and 74,64 ppm), followed by the mantle (211,8 ppm, 335,74 ppm, and 306, 67 ppm) and muscles (459,95 ppm, 529,05 ppm, and 492,06 ppm). Those results indicated that there were no PSP toxins inside mussels, but there were other phycotoxins distributed in different body parts with highest concentration in viscera.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putranto Setiawan
"Trembesi merupakan tanaman kering yang hidup di daerah tropis yang berasal dari Amerika pusat yang menyebar luas hingga Venezuela dan Kolombia. Tanaman ini selain dimanfaatkan untuk mengurangi polusi udara dan menyerap air, biji dan daunnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat. Sampai saat ini belum ada bukti apakah biji trembesi aman atau tidak untuk dikonsumsi. Oleh karena itulah peneliti merasa perlu untuk mengetahui toksisitas tanaman ini.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan Uji toksisitas akut (LD50) untuk melihat efek toksisitas. Uji ini dilakukan dengan melihat kategori dosis manakah yang mampu membunuh 50% populasi sampel yang dicekoki trembesi. Setelah didapatkan, maka dapat ditentukan trembesi termasuk kategori dosis yang mana. Kategori dosis toksisitas yang dipakai pada penelitian ini adalah dosis moderately toxic. Pada penelitian ini organ yang diperiksa oleh peneliti adalah hati, karena hati merupakan organ yang berperan dalam menetralisasi zat-zat racun terutama yang masuk ketubuh melalui saluran pencernaan.
Setelah dilakukan pencengkokan dengan ketiga rkstrak tersebut, tidak ada hewan coba yang mati. Kemudian setelah diamati sejak pemberian trembesi hingga hari ke-14. Tidak didapatkan mencit yang mati. Setelah itu, organ hati dari masing-masing hewan coba diambil untuk dibuat sediaan mikroskopiknya. Dari pemeriksaan, tidak ditemukan kelainan mikroskopik pada hati. Dapat disimpulkan bahwa trembesi terbukti tidak memiliki efek toksik pada hati mencit. LD50 untuk ketiga ekstrak tersebut adalah practically non-toxic.

Trembesi is plants that live in the tropics. This plant comes from central America who spread to Venezuela and Colombia. This plant is used in addition to reducing air pollution and absorb water, seeds and leaves are used by the community as a drug. Until now there has been no evidence whether the trembesi seeds is safe or not for consumption. That is why researchers find it necessary to know the toxicity of this plant.
In this study, researchers will use acute toxicity test (LD50) to see the effects of toxicity. This test is done by looking at what dose category are able to kill 50% of the sample population is fed a trembesi. Once obtained, trembesi can be categorized into six doses: supertoxic, extremely toxic, highly toxic, moderately toxic, slightly toxic, or Practically non-toxic. In this study the organ being examined by investigators is the heart, because the liver is the organ that plays a role in neutralizing toxic substances that enter through the gastrointestinal tract.
After the experiment, all mice survived. During the observation until the 14th day. There were no mice died. After that, the liver of each animal was taken for microscopic preparations made. From the examination, there was no microscopic abnormalities in liver Now, we can concluded that the trembesi didn’t show any toxic effects on the liver of mice. LD50 for the three extracts are Practically non-toxic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Defisiensi besi selama masa kanak-kanak dapat menimbulkan pengaruh buruk pada fungsi kognitif dan perkembangan psikomotor. Penelitian ini bertujuan mengetahui kadar feritin serum dan hemoglobin dan hubungannya dengan skor perkembangan kognisi pada usia 6-8 bulan.
Metode: Rancangan penelitian potong lintang digunakan pada 76 bayi yang diperoleh dari beberapa Posyandu terpilih di kelurahan Kampung Melayu, kecamatan Jatinegara, Jakarta yang memenuhi kriteria penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi usia, berat, panjang, lingkar kepala, asupan zat iron, feritin serum, haemoglobin dan skor perkembangan kognitif dengan menggunakan Capute Scales method (Cognitive Adaptive Test/ Clinical Linguistic Auditory Milestone Scales/ CAT-CLAMS).
Hasil: Dari 74 bayi usia 6-8 bulan yang menjadi subyek penelitian ini, 73% mempunyai asupan zat besi kurang dari AKG (7 mg/hari), 18,9% mempunyai kadar feritin serum kurang dari normal (20 μg/L), dan 56,7% mempunyai kadar hemoglobin kurang dari normal (11 mg/dL). Terkait dengan skor perkembangan kognitif, ditemukan skor CAT yang lebih rendah secara bermakna pada subyek dengan kadar hemoglobin <11 mg/dL (p = 0,026).
Kesimpulan: Sebagai upaya pencegahan dini terhadap gangguan perkembangan kognitif, disarankan agar sejak usia 6 bulan mulai memperhatikan asupan zat besi dari makanan pendamping ASI agar tidak terjadi penurunan kadar hemoglobin.

Abstract
Background: Iron defi ciency during infancy may lead to negative effect on cognitive function and psychomotor development. This study aimed to investigate serum ferritin, haemoglobin level and its relation to cognitive development score in infants aged 6?8 months.
Methods: This cross-sectional study was done on 76 infants recruited from several selected community health center in Kampung Melayu Village, Jatinegara Jakarta who had fulfi lled the study criteria. Data collected consist of age, weight, height, head circumference, energy, protein and iron intake, serum feritin levels, haemoglobin levels and cognitive development score using Capute Scales method (Cognitive Adaptive Test/ Clinical Linguistic Auditory Milestone Scales/ CAT-CLAMS).
Results: Among 74 infants aged 6-8 months, 73% had less dietary iron intake as compared to its RDA (7 mg/d), 18.9% were with serum ferritin less than normal value (20 μg/L), and 56.7% with haemoglobin levels less than normal value (11 mg/dL). In relation to cognitive development score, this study revealed that the CAT score was signifi cantly lower among subjects with hemoglobin value less than 11 mg/dL (p = 0.026).
Conclusion: Early prevention of impaired cognitive development is urgently needed by providing iron-rich complementary foods to infants since 6 months (mo) old to maintain the normal level of hemoglobin. (Med J Indones 2011; 20:46-9)"
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>