Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9121 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sreekanth K. Mallineni
"Numerical variations of teeth are common. Hypodontia considered being presence of less number of teeth in normal complement while extra teeth to normal dentition are considered as hyperdontia. Hypodontia and hyperdontia are two opposite numerical variations of human dentition and occurrence of these two conditions is called as
concomitant hypo-hyperdontia. The occurrence of hypo-hyperdontia in a patient is common. This report describes a rare occurrence of conical shape supernumerary teeth in premolar region and agenesis of tooth 55 and 81 in primary dentition and teeth 15, 25 and 41 in permanent dentition."
Department of Pedodontics and Preventive Dentistry, SDDCH, Parbhani, MS, India, 2015
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Florentsia Hanum Nugroho
"ABSTRAK
Latar Belakang: rasio mahkota-akar gigi adalah merupakan kondisi gigi yang penting dalam penentuan prognosis dan rencana perawatan kedokteran gigi. Belum ada data mengenai nilai ini pada populasi di Indonesia. Tujuan: mengetahui nilai rerata rasio mahkota-akar gigi insisif, premolar, dan molar permanen pada pasien laki-laki dan perempuan di RSKGM FKG UI rentang usia 15-25 tahun. Metode: panjang akar dan tinggi mahkota diukur menggunakan modifikasi metode Lind pada 196 radiograf panoramik digital. Uji realibilitas menggunakan uji technical error of measurement. Uji hipotesis menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney U. Hasil: nilai rerata mahkota-akar gigi terbesar pada kedua jenis kelamin dijumpai pada premolar dua rahang bawah laki-laki 1:2,12, perempuan 1:2,10 dan yang terkecil pada gigi molar satu rahang atas laki-laki 1:1,50, perempuan 1:1,44 . Rasio gigi rahang bawah lebih besar dibandingkan gigi rahang atas. Tidak ditemukan perbedaan rasio bermakna antara laki-laki dan perempuan p.

ABSTRACT
Background tooth crown root ratio is one of the most important condition in determining prognosis and treatment planning in dentistry. There are no data of this value in Indonesia. Purpose to obtain the average crown root ratio value on insisive, premolar, and molar permanent teeth of male and female aged 15 25 in RSKGM FKG UI. Method root length and crown height of teeth were measured by modified Lind method on 196 digital panoramic radiographs. Reliability test was assessed by technical error of measurement test. Independent t test and Mann Whitney U test was applied to test the hipotesis. Results the highest mean crown root ratio in both arches and sex was found in mandibular second premolar male 1 2,12, female 1 2,10 and the lowest in maxillary first molar male 1 1,50, female 1 1,44 . Ratio is higher in mandibule than in maxilla. There are no significant different in ratio between male and female p"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Agenesis described as a certain developmental disorder that is a lacking in the number of teeth present intraorally. Hypodontia is an agenesis with the absence of one or several teeth. In most of the population, the prevalence is 3,5 - 6,5%, with 0,3-0,4% for a severe hypodontia (an absence of 6 teeth or more clinically). Agenesis affects permanent dentition more often than primary dentition, and the incidence of agenesis is greater in female than male patients. Agenesis might be a result of enviromental and genetic factors. It is necessary to have a comprehensive treatment for a case of hypodontia, which involves restorative, orthodontic, a prosthetic treatment based on the children's growth and development. In the present case, a patient of 6 years and 5 months old girl was diagnosed with severe hypodontia. The treatment of choice included a removable ortodontic appliance for the upper jaw and removable space maintainer for the lower jaw. The removable orthodontic appliance served as an interceptive orthodontic treatment to correct anterior crossbites, and the child will be refered to the orthodontist to treat a Class III skeletal malocclusion. The space maintainer was to be used until the patient's condition become favorable for a permanent fixed bridge or steel removable partial denture."
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Journal of Dentistry Indonesia], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gupta, Priya Verma
New Delhi: Jaypee Brother Medical , 2008
617.63 GUP d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Raya Fani
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Karies merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan dalam rongga mulut Proses karies diawali dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak merupakan lapisan yang mengandung sel-sel kuman dan bahan-bahan organik yang melekat pada gigi. S. mutans serotipe c merupakan kuman asidogenik yang paling dominan dalam plak dan tahan terhadap lingkungan asam. Kuman ini mensintesis polisakarida (glukan) ekstraseluler yang tidak larut dalam air dan bersifat lengket sehingga dapat membentuk agregrat antar kuman. Pembentukan glukan dikatalisis oleh enzim glukosiltransferase (GTF) yang menggunakan sukrosa sebagai substrat. Selanjutnya kuman-kuman dalam plak menghasilkan asam dari metabolisme karbohidrat makanan yang menyebabkan terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi. GTF diisolasi dari S. mutans serotipe c INA99 untuk menghambat terjadinya karies gigi pada tikus coba. Namun sifat-sifat biokimia GTF dari kuman ini belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mempelajari sifat-sifat GTF dari S. mutans serotipe c 1NA99. GTF diisolasi dari biakan cair S. mutans dalam Brain Heart Infusion Yeast (BHIY). Tahap isolasi selanjutnya menggunakan teknik salting out dan kromatografi afinitas sefarosadekstran T10. Karakterisasi dilakukan dengan menguji aktivitas GTF pada berbagai pH lingkungan, suhu inkubasi, waktu dan suhu penyimpanan.
Hasil dan Kesimpulan:
Pemisahan GTF dari protein lain dengan teknik kromatografi afinitas menghasilkan 1 puncak. Pada pengujian aktivitas GTF diketahui bahwa pH 7 merupakan pH inkubasi optimum dan suhu 37°C merupakan suhu inkubasi optimum. Pengujian aktivitas GTF setelah penyimpanan selama 3 minggu pada suhu -20°C memperlihatkan aktivitas paling tinggi dibandingkan penyimpanan pada suhu 0-4°C dan 25°C. Dari elektroforesis SDSPAGE 10% diperkirakan berat molekul GTF yang berasal dari kuman S. mutans serotipe c INA 99 adalah 98,71kD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risqa Rina Darwita
"The dynamic of Zinc (Zn) concentration was determined in saliva and blood serum related to periodontal treatment need of student Faculty of Dentistry. The Zn concentration was determined by using atomic absorption spectrometer, and questionnaire was used to measure stress condition and CPITN index was examined by using the standard hand instruments and WHO probe. Almost of concentration of Zn in saliva and blood serum were decrease significantly (p<0,001 & p<0.0S)) in stress condition. While CPITN index was increase significantly in stress condition (p<0.000I). These results suggest that Zn is linked to oral saliva ecosystem under physiological stimuli, and than Zn accumulates in the salivary gland during saliva enzyme activities. This condition supported the occur of periodontal disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Harum Sasanti
"Telah diteliti secara klinis dan laboratoris terhadap 22 orang pasien penderita SAR dengan tujuan untuk mengetahui riwayat klinisnya dan kadar zinc dalam darah pasien pasien tersebut.
Hasilnya:
Dari 22 orang yang diteliti, terdapat 16 orang laki laki usia antara 16 - 77 tahun dan 6 orang wanita antara usia 19-34 tahun. Yang termasuk SAR minor 18 orang, SAR mayor 3 orang, dan SAR tipe herpes 1 orang. Berdasarkan jumlah lesi yang timbul pada satu saat serangan, 59,90% dengan lesi kurang dari 5, dan 40,10% dengan lesi lebih dari 5. Frekwensi kekembuhan dalam 1 bulan sekali 4 orang, sebulan 2 kali, 10 orang, sebulan 3 kali 2 orang, dan lebih dari 3 kali sebulan ada 6 orang.
Lamanya kesembuhan lesi berkisar dari 3 hari sampai lebih dari 14 hari. Tetapi yang terbanyak, lebih dari 7 hari.Yang kemungkinan ada hubungannya dengan faktor keturunan ada 7 orang, berdasarkan anamnesa adanya anggota keluarga lainnya yang juga sering mengalami SAR.Lamanya SAR berlangsung berkisar antara 3 hari sampai lebih dari 2 minggu.Pada umumnya antara 7-10 hari. Hasil pemeriksaan kadar Zinc dalam darah, yang terendah adalah 0,karena terlalu rendah sehingga tidak terdeteksi oleh cara AAS.Yang tertinggi adalah 9,4000 ppm. Terdapat 18 orang (82 %) yang kadar zinc dalam darahnya dibawah normal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Gimawati Muljono
"ABSTRAK
Gangguan sendi temporo-mandibula merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang akhir-akhir ini menarik banyak perhatian, namun masih belum banyak yang benar-benar memahaminya. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa oklusi sangat berperan dalam proses terjadinya masalah tersebut, walaupun belum dapat dikatakan secara pasti bahwa maloklusi merupakan penyebab utamanya.
Kesulitan yang sering dihadapi dalam menanggulangi gangguan sendi temporo-mandibula adalah banyaknya gejala yang mirip dengan penyakit lain, sehingga pemeriksaan klinis saja belum cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa pemeriksaan radiografik dapat merupakan sarana bantu untuk mencari informasi mengenai perubahan struktural pada komponen sendi temporo-mandibula. Di Indonesia masalah gangguan sendi temporo-mandibula masih belum banyak diungkapkan, khususnya bagaimana kaitannya dengan oklusi. Berdasarkan alasan tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan posisi kondilus antara oklusi gigi yang secara klinis tampak normal dan yang habitual dilihat secara radiografis. Dari penelitian ini diharapkan dapat terungkap kemungkinan pemanfaatan pemeriksaan radiografis sebagai sarana bantu dalam menegakkan diagnosis gangguan sendi temporo-mandibula.
Penelitian ini dilakukan di bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada 46 orang mahasiswa yang dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Pemetaan foto rontgen sendi temporo-mandibula yang dibuat dengan proyeksi transkranio lateral oblik superior dianalisis dengan metode pengukuran kuantitatif linier menurut Pullinger. Hasil pengukuran pada pemetaan foto menunjukkan bahwa mahasiswa yang oklusinya secara klinis normal, posisi kondilusnya tidak selalu normal. Demikian pula hasil pengukuran pemetaan foto pada mahasiswa yang oklusinya secara klinis habitual. secara statistik tidak terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa oklusi yang secara klinis normal, belum menjamin posisi kondilusnya normal. Karena itu pemeriksaan klinis perlu ditunjang oleh pemeriksaan radiografis terutama bila telah ada keluhan atau gejala yang mengarah kepada gangguan sendi temporo-mandibula."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sudjojono
"ABSTRAK
Kasus kista radikular cukup banyak yang ditangani di Poliklinik Bedah Mulut RSCM. Namun masih diperlukan data tentang frekuensi distribusi jenis kelamin, umur, keluhan, riwayat penyakit, deformitas muka yang diakibatkan, elemen dan keadaan gigi yang berperan dengan terjadinya kista radikular itu sendiri, lokasinya di rahang, dan terapi yang dilakukan.
Dalam penelitian dari 37 kasus kista radikular ini terungkap bahwa jumlah penderita laki-laki dan wanita relatif sama, dan umur terbanyak pada dekade tiga atau sekitar umur 20-29 tahun. Deformitas muka terbanyak juga pada dekade tiga. Keluhan terbanyak adalah adanya pembengkakan di dalam mulut. Riwayat penyakit terbanyak adalah terdapatnya pembengkakan yang makin lama semakin besar. Di sini juga ditemukan adanya kista residual. Lokasi di rahang terbanyak pada regio mandibula posterior dan maksila anterior. Dan elemen gigi yang paling banyak berperan dengan terjadinya kista radikular adalah gigi molar satu dan incisive satu, dengan keadaan karies mencapai pulpa dan gigi-gigi radik. Terapi yang disukai operator umumnya adalah enukleasi dengan tidak menutup kemungkinan mempertahankan elemen gigi-gigi yang berperan dengan terjadinya kista radikular. "
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ny. Lies Zubardiah B. Sunaryo
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya tambalan amalgam mengemper di daerah proksimal {TAMP) gigi posterior dan hubungannya dengan keradangan jaringan periodonsium pada 57 pasien berusia antara 15 sampai 55 tahun dengan umur tambalan minimal 0.5 tahun. Kerusakan jaringan periodonsium diukur dengan melihat luasnya kerusakan tulang alveolar pada gigi dengan TAMP. Luas kerusakan tulang alveolar pada TAMP diukur melalui foto ronsen, yaitu jarak dari batas semen-email (Cementoenamel junction) ke dasar kerusakan tulang alveolar pada TAMP, dikurangi jarak dari batas semen-email ke puncak tulang alveolar pada sisi kontrol.
Hasil yang diperoleh dari 279 tambalan yang diperiksa adalah 104 tambalan ditemukan mengemper (68.1 %), dan 22 tambalan tidak mengemper. Kerusakan tulang alveolar yang terjadi sebanyak 92{88.5 %). Jumlah tambalan amalgam di daerah proksimal gigi posterior 126 buah dan jumlah tambalan amalgam di permukaan lainnya (oklusal dan bukal) 124 buah. Umur TAMP dan ukuran TAMP arah horisontal mempunyai korelasi dengan besar kerusakan tulang alveolar (R = 0.25414), walaupun korelasi ini lemah namun cukup bermakna (Signifikansi F = 0.0343).
Tambalan amalgam mengemper proksimal memudahkan terjadinya penumpukan plak yang dapat mendorong terjadinya keradangan jaringan periodonsium dan kerusakan pada tulang alveolar."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>