Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The lateral periodontal lateral cyst (LPC) is an uncommon developmental odontogenic cyst defined as a radiolucent lesion which develops along the lateral aspect of an erupted vital tooth. LPC represents approximately 0.8% to 2% of all odontogenic cysts. The most frequently reported location of a lateral periodontal cyst is the mandibular caninepremolar area, followed by the anterior region of the maxilla. The lateral periodontal cyst is usually asymptomatic and presents as a round, oval or teardrop-like well-circumscribed inter-radicular radiolucent area, usually with a sclerotic margin lying between the apex and cervical margin of the teeth. The lateral periodontal cyst usually is seen in the fifth to sixth decade of life with a male preponderance. This paper reports an atypical case of an inter-radicular radiolucent cystic lesion in located between the mandibular central incisor and the canine area in an 87-year-old female patient mimicking clinically and radiographically as a residual cyst but histopathologically
confirmed as a lateral periodontal cyst. "
Department of Oral Medicine and Radiology, A B Shetty Memorial Institute of Dental Sciences, Nitte University, Mangalore, India, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dibart, Serge
"Summary:
Practical Periodontal Diagnosis and Treatment Planning offers its readers a step-by-step guide to diagnosing and planning treatment for periodontal patients through the latest evidence-based"
Ames, Iowa: Wiley-Blackwell, 2009
617.632 DIB p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 25-31
A periodontal health survey, using the WHO crireria 1997. was conducted among 585 Palestinian refugees living in the United Nations Camps in Jordan, the sample consists of 363 females and 222 males aged 15-54 years. The purposes ofthh study were to determine the prevalence and the severity of periodontal disease and the treatment needs among this population and to correlate the periodontal status with age and gender. By using WHO periodontal probes, the community periodontal index (CPI), the treatment needs (TN) and the loss of attachment (LA) were measured for subject. The number of permanent teeth loss was also recorded. Females were found to have worse periodontal conditions than males. Also, a significant age difference was present. All subjects of the present population had experienced periodontal disease, where 34% and 43% of them had a shallow pocket of 4-5 mm and deep pocket of 6 mm or more respectively.
The results of this study have shown that 5.48 of sextant per subject in this population were with bleeding or higher, 4.80 with calculus or higher, 2.48 with shallow pockets or higher, and 0.88 with deep pocket. This study demonstrated that the loss of attachment increased significantly with increasing age and 42% of this population had normal level of periodontal attachment, while the rest of them (58%) had different amounts of attachment loss. Almost all subjects of this population needed oral hygiene instruction, scaling and/or removal of overhangs and 43% of them needed complex periodontal treatment. The mean number of loss permanent teeth was among this population with significant age and gender difference. Our data indicated that high prevalence and severity of periodontal disease were observed in this population require programs for both prevention and treatment."
Journal of Dentistry Indonesia, 2006
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Periodontal dressing dengan kandungan epigallocathechin gallate teh hijau meningkatkan sel fibroblas setelah perlukaan gingiva. Daun teh hijau (Camellia sinensis) merupakan salah satu tanaman herbal yang digunakan sebagai obat tradisional. Epigallocatechin gallate (EGCG) pada daun teh hijau adalah polifenol yang paling poten dan memiliki aktivitas biologis paling kuat. Kandungan EGCG berpotensi untuk mempercepat penyembuhan luka. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh penambahan EGCG daun teh hijau pada periodontal dressing terhadap jumlah sel fibroblas pasca perlukaan gingiva. Metode: Penelitian ini menggunakan 24 ekor kelinci (Oryctolagus cuniculus) perlukaan pada gingiva rahang bawah menggunakan punch biopsy berdiameter 2mm. Hewan coba dibagi menjadi 2 kelompok, terdiri dari kelompok kontrol yang diaplikasikan periodontal dressing tanpa penambahan EGCG daun teh hijau dan kelompok perlakuan yang diaplikasikan periodontal dressing dengan penambahan EGCG daun teh hijau. Setiap kelompok dibagi menjadi 3 sub kelompok sesuai periode dekapitasi hewan coba yaitu hari ke-3, ke-5 dan hari ke-7 setelah perlukaan. Pengamatan histologis dilakukan dengan menghitung jumlah sel fibroblas. Hasil: Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan bermakna jumlah sel fibroblas antara 3 sub kelompok (ANOVA, p<0,05). Simpulan: Penambahan EGCG daun teh hijau pada periodontal dressing dapat meningkatkan jumlah sel fibroblas pasca perlukaan gingiva.

Green tea leaf (Camellia sinensis) is one of herbal plants that is used for traditional medicine. Epigallocatechin gallate (EGCG) in green tea is the most potential polyphenol component and has the strongest biological activity. It is known that EGCG has potential effect on wound healing. Objective: This study aimed to determine the effect of adding green tea EGCG into periodontal dressing on the number of fibroblasts after gingival artificial wound in animal model. Methods: Gingival artifical wound model was performed using 2mm punch biopsy on 24 rabbits (Oryctolagus cuniculus). The animals were divided into two groups. Periodontal dressing with EGCG and without EGCG was applied to the experimental and control group, respectively. Decapitation period was scheduled at day 3, 5, and 7 after treatment. Histological analysis to count the number of fibroblasts was performed. Results: Number of fibroblasts was significantly increased in time over the experimental group treated with EGCG periodontal dressing compared to control (p<0.05). Conclusion: EGCG periodontal dressing could increase the number of fibroblast, therefore having role in wound healing after periodontal surgery in animal model."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jendral Soedirman, 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Prijantojo
"

Bila dilihat semenjak didirikannya Sekolah Kedokteran Gigi (Stovia) di Surabaya tahun 1928 maka adanya 2 Guru Besar bidang Periodontologi akan terasa amat langka apalagi bila dibandingkan dengan jumlah dokter gigi yang ada < 10.000 dokter gigi) serta penduduk Indonesia yang 200 juta jiwa. Selama hampir 69 tahun baru ada 2 Guru Besar, namun bila dilihat dart berkembangnya Ilmu ini, maka cabang ilmu Kedokteran Gigi ini merupakan cabang ilmu yang retatif masih baru dikembangkan yaitu sejak tahun 1960. Kelangkaan itu ditambah dengan banyaknya dokter gigi yang kurang berminat masuk di bagian ini, karena secara finanslil dianggap kurang menguntungkan. Kalau Prof. Aryatmo mengatakan bahwa ahli Blologi Kedokteran sama dengan ahli "perkodokan" maka di kalangan dokter gigi menganggap bahwa ahli di bidang Periodontologi sama dengan ahli "perjigongan" (istilah Surabaya ahli "pergudalan"). Namun dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, para dokter gigi sudah menyadari akan pentingnya ilmu ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya dokter gigi yang mengambil spesialis bidang periodontologi baik dari kalangan ABRI, Depkes maupun kalangan pendidikan.

Hadirin yang saya hormati

Selama kebanyakan masyarakat hanya mengenal cabut gigi, tambal gigi, gigi palsu dan akhir-akhir ini mulai populer meratakan gigi (ortodonsi) yang oleh kebanyakan remaja sering digunakan untuk menunjukkan status sosial dari orang tuanya karena harganya yang cukup aduhai mahalnya.

Lalu apakah sebenarnya Periodontologi itu ?

Periodontologi yang berasal dad kata Per yang artinya pinggir/sekeliling, odont yang berarti gigi, logi = logos yang berarti ilmu. Jadi Periodontologi adalah ilmu (cabang ilmu kedokteran gigi) yang mempelajari pengetahuan dari jaringan sekitar gigi yang.terdiri dari jaringan gusi, tulang penyangga gigi, jaringan ikat di sekitar gigi dalam keadaan sehat dan sakit, sekaligus melakukan cara pencegahan dan perawatan penyakitnya. Untuk selanjutnya penyakit ini disebut "penyakit periodontal".

Berbagai penelitian menjelaskan bahwa penyakit periodontal ditandai dengan terjadinya kerusakan tulang dan dalam keadaan lanjut gigi menjadi goyang. Terjadinya kegoyangan gigi sering kurang diperhatikan oleh masyarakat karena tidak disertai rasa sakit. Kegoyangan gigi yang tidak/kurang diperhatikan maka lama-kelamaan akan lepas dengan sendirinya.

"
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0448
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Yovela
"In the last few years, people from various age group are looking for orthodontic treatment, among them are adult. Adult patients in comparison with children or adolescent, have different condition in regard to their teeth and periodontal tissue. These differences will affect treatment plan we are making for adult patients. Orthodontic treatment for adult patients requires the use of light force, bondable tube and ligature wire. These steps are taken as an effort to overcome chief complaint and to prevent periodontal breakdown."
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Journal of Dentistry Indonesia], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Hormon kortisol dalam cairan krevikular gingiva belum banyak diteliti. Tujuan: Menganalisis hubungan stres akademik terhadap status penyakit periodontal melalui kadar kortisol pada mahasiswa program spesialis FKG UI. Material dan metode: Pemeriksaan Graduate Dental Environtmental Stress (GDES), indeks periodontal (indeks periodontal modifikasi Russel), dan kadar kortisol dengan ELISA assay terhadap 38 subjek. Hasil : Tidak terdapat hubungan antara stres akademik dengan kadar kortisol (p=0,431), stres akademik dengan status penyakit periodontal (p=0,727), dan kadar kortisol dengan status penyakit periodontal mahasiswa spesialis FKG UI (p=0,347), Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara stres akademik dengan status penyakit periodontal melalui kadar kortisol.
, Background : Relationship between stress and periodontitis with cortisol hormone in crevicular gingival fluid have not been studied. Objective : Analyzed relationship between academical stress spesialist students to periodontal status in relation to level of cortisol hormone in gingival crevicular fluid. Material and Methods : 38 subjects examined stress by Graduate Dental Environment Stress; periodontal condition by modified Russel periodontal index, levels of hormone cortisol by ELISA. Result : Relationship between stress and periodontitis (p=0,727), stress and cortisol hormone (p=0,431), cortisol hormone and periodontitis (p=0,347) were not significant. Conclution : No relationship between stress, periodontitis, and level of cortisol hormone.
]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang:Stres dapat diimplikasikan sebagai faktor risiko terhadap penyakit periodontal, yang dapat dilihat melalui kadar Interleukin-1β (IL-1 β). Tujuan: Menganalisa hubungan stres akademik terhadap status penyakit periodontal berdasarkan kadar IL-1β pada mahasiswa FKG UI program profesi. Material dan metode:Pemeriksaan Dental Environtmental Stress (DES), indeks periodontal (indeks modifikasi Russel), dan kadar IL-1β dengan ELISA assay terhadap 38 subjek. Hasil:Perbedaan bermakna pada hubungan antara status penyakit periodontal dengan kadar IL-1βmahasiswa profesi dokter gigiFKG UIKesimpulan:Terdapat hubungan antara status penyakit periodontal dengan kadar IL-1β, namun hubungannya dengan stres akademik belum dapat dibuktikan.
, Introduction: Stress condition was implicated as one of risk factor to periodontal disease, that can be assesed by Interleukin-1β (IL-1β) level.Objectives: To analyzethe relationship between academical stress to periodontal status and IL-1β. Material and methods: 38 subjects were measuredfor perceived stress using The Dental Environment Stress (DES); periodontal condition using modified Russel periodontal index, and level of IL-1β in GCFusing ELISA assay.Results:A significant differences was only showed in the relationship between IL-1βto periodontal status. Conclusion:There is a relationship between IL-1β level to periodontal status, but not to academic stress.
]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Joelijanto
"Latar belakang dan Cara penelitian : Berkurangnya produksi estrogen banyak menimbulkan keluhan termasuk perubahan-perubahan di dalam rongga mulut yaitu gigi yang mudah goyang. Estrogen adalah hormon steroid yang terutama dihasilkan oleh folikel ovarium. Pada usia 40 tahun hingga menopause terdapat penurunan ukuran ovarium secara lambat tetapi pasti yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Salah satu masalah yang timbul adalah hilangnya jaringan penyambung. jaringan penyambung - mempunyai fungsi utama sebagai penyangga tubuh, Jaringan penyambung dalam rongga mulut adalah jaringan periodontal yang berfungsi sebagai jaringan penyangga gigi. Di dalam penelitian ini hendak dicari pengaruh ovariektomi yang diasumsikan dengan keadaan defisiensi estrogen terhadap keadaan jaringan periodontal.Sebanyak 24 ekor tikus wistar digunakan dalam penelitian ini, yang dibagi dalam 4 kelompok kontrol dan ovariektomi hari ke-50 dan hari ke-100 untuk kemudian dibuat preparat histologis jaringan gigi dengan pulasan trikrom Masson Goldner. Parameter yang diteliti adalah lebar ligamen periodontal, tinggi tulang alveolar, jumlah osteosit dan intensitas pulasan kolagen. Data yang diperoleh diuji variasi normalnya dengan menggunakan Lavene `s-test dan juga berdistribusi homogen setelah diuji menggunakan Kolmogorov-Smirnov test sehingga dilakukan t-test pada setiap parameter.
Hasil dan kesimpulan : Hasil penelitian berdasarkan uji t menunjukkan bahwa semua parameter menghasilkan p > 0,05 yang berarti tidak menghasilkan perbedaan yang bermakna terhadap pengaruh ovariektomi pada jaringan periodontal. penelitian mendatang hendaknya dilakukan dengan pulasan khusus dan menggunakan metoda yang lebih akurat sehingga informasi yang akan di dapat memperjelas hasil yang telah dilakukan saat ini.

Background and methode : The lower level os estrogen resulting in any complaint including alterations in oral cavity as unstable teeth. Estrogen is steroid hormone that produced by follicle in ovarium. Starting at 40 up to get menopause, there were decreasing the ovarium size by slowly resulting health problem as the loosing of connective tissue. The connective tissue have the main function as body supporting in oral cavity, periodontal tissue have function as supporting tissue of the teeth. This research aim to explain the effect of ovariectomy that assumed by deficiency of estrogen on periodontal tissue. Twenty four female rats were divided into 4 groups, each consisting 6 rats in control and ovariectomy group at day 50 and day 100 post ovariectomy. Sample removed periodontal tisssue on preparat histology procedure with Trichrome Masson Goldner. Parameter in this research are width of periodontal ligament, height of alveolar bone, amount of osteocyt and intencity of collagen stainning. The result data wasw test by Kolmogorov - Smirnov test and each parameter was evaluated by t-test.
Results and conclusions : All parameter resulting p > 0,05 mean there was no significant difference on ovariectomy rats on periodontal tissue. In the future the research better used by methode specific stainning to get accurate information.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13633
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang: Penyakit jaringan periodontal adalah penyakit gigi dan mulut kedua yang terbanyak, setelah karies gigi. Penyakit jaringan periodontal meliputi keradangan gusi atau gingivitis dan periodontitis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor risiko penyakit jaringan periodontal di Indonesia. Metode: Sampel adalah seluruh anggota rumah tangga yang berusia 15 tahun ke atas dan berjumlah 722.329 orang. Disain penelitian adalah potong lintang. Data diambil dari data sekunder Riskesdas tahun 2013 di 33 (tiga puluh tiga) propinsi dan 497 kabupaten/kota di Indonesia. Hasil: Faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, perilaku benar menyikat gigi, makan buah dan sayur, aktivitas fisik, merokok, hipertensi, dan stress berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut khususnya jaringan periodontal. Kesimpulan: Hampir semua faktor risiko bermakna terhadap penyakit periodontal gigi, kecuali pada diabetes melitus, stroke dan makan buah dan sayur. Namun yang paling besar pengaruhnya adalah faktor merokok."
BULHSR 18:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>