Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7486 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"There are few companies in the video-game industry that have withstood the test of time; most startups exit as quickly as they enter. In Gamers at work : stories behind the games people play, the countless challenges of building successful video-game developers and publishers in this unstable industry are explored through interviews containing entertaining stories, humorous anecdotes, and lessons learned the hard way. Gamers at work presents an inside look at how 18 industry leaders play the odds, seize opportunities, and transform small businesses into great businesses. Here, in Gamers at work, you will find their stories replete with their personal struggles, corporate intrigue, and insights into strategy, leadership, and management."
New York: Springer, 2012
e20426553
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Kusuma Wiarta
"Perilaku toksik di dalam video game kompetitif memang sangat meresahkan komunitas game tersebut. Banyak sekali pemain video game yang melampaui batas aturan yang ada, sehingga merusak komunitas game tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat apa saja tipe-tipe dari perilaku toksik di dalam video game kompetitif, faktor dari perilaku tersebut, dan apa pengaruhnya bagi para korbannya. Perilaku toksik muncul karena adanya rasa emosi karena permainan tidak berjalan sesuai ekspektasi kita, sehingga para pelaku toksik akan menggunakan segala cara untuk melampiaskan emosinya. Perilaku toksik dalam video game memiliki banyak kategorinya, yaitu: melecehkan, pengeluaran kata-kata kasar, perilaku negatif, peretasan, kecurangan dan penipuan. Pengaruh dari perilaku toksik terhadap korbannya memiliki respon yang berbeda-beda tergantung kategori dari perilaku toksik tersebut, perilaku negatif cenderung memiliki efek yang minim terhadap korbanya, dan pengaruh yang paling merugikan adalah perilaku kecurangan,pemerasan dan penipuan, yang mana akan mempengaruhi dan merusak komunitas game tersebut.

The toxic behavior in competitive video games is very unsettling to the gaming community. Many video game players exceed the existing regulatory limits, thus damaging the gaming community. The purpose of this study is to see what types of behavior are in competitive video games, the factors of these behaviors, and how they affect the victims. Toxic behavior arises because of emotions from the players who think that the game does not go well according to their expectations, so the toxic actors will use all means to vent their emotions. Toxic behavior in video games with many categories, namely: harassment, verbal abuse, negative behavior, hacking, cheating and fraud. The effect of toxic behavior on the victim has a different response depending on the category of the toxic behavior, negative behavior tends to have a minimal effect on the victim, and the most detrimental effects are cheating, extortion and deception, which affect and damage the gaming community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kirkpatrick, Graeme, 1963-
"In this compelling book, Graeme Kirkpatrick argues that computer games have fundamentally altered the relation of self and society in the digital age. Tracing the origins of gaming to the revival of play in the 1960s counter culture, Computer Games and the Social Imaginary describes how the energies of that movement transformed computer technology from something ugly and machine-like into a world of colour and fun. In the process, play with computers became computer gaming; a new cultural practice with its own values."
Cambridge, UK: Polity Press, 2013
794.8 KIR c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
PRAYOGI ANUGRAHADI
"Media seperti video games memiliki efek positif dan negatif. Jenis game yang tepat dapat membantu penggunanya meningkatkan kemampuan sosial dan memecahkan masalah, akan tetapi video games juga membawa dampak negatif terutama bagi remaja dan anak yang masih rentan. Pergeseran pola hidup anak dan remaja yang tidak lagi bermain bersama peer group diluar rumah dan menjadi ketergantungan terhadap gadget membuat mereka sulit untuk membedakan antara dunia maya dan nyata. Interaktivitas dalam game yang menuntut penggunanya untuk aktif menjalani perannya dapat merubah persepsi remaja yang masih rentan. Adegan kekerasan baik fisik dan verbal juga terdapat di dalam game, bahkan di game yang mendapat rating “E” (everyone) yang seharusnya aman dimainkan oleh segala usia. Lantas apakah sistem rating yang diberikan badan Entertainment Software Rating Board (ESRB) dari Amerika Serikat cocok dengan Indonesia?

Media like video games have positive and negative effects. Game that suitable for the users can help them to improve their social and solving problem skills, but some video games especially for adolescence and child that still on developing stage have more negative effects. Changing life style from playing with peer group outdoor to become gadget dependency make them hard to differenciate between real and cyber world. Interactivity on games which lead the user to have a full role to their character makes change their perception of life. Violence scene like physical and verbal violence, even in E-rated (Everyone) games which should be safe for every age. Then, is the rating system which given from Entertainment Software Rating Board (ESRB) from United States suitable for Indonesian?"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2014
Jurnal-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andra Prathama Pribadi
"ABSTRAK
Video game sudah menjadi sangat popular di masa kini. Banyak perusahaan laptop mulai membuat perangkat keras Hardware seperti laptop untuk memenuhi kebutuhan bermain video game. Pada akhirnya setelah beberapa tahun terakhir ini, pasar untuk laptop gaming sudah menjadi sangat kompetitif. Banyak perusahaan yang menawarkan laptop gaming dengan kekuatan dan harga yang hamper sama dengan Razer. Riset proposal ini akan membantu perusahaan Razer untuk mengerti kebutuhaan dan keinginan para gamer untuk laptop gaming.

ABSTRACT
Since video game is really popular right now, there are many gaming laptop companies start to rise. Hence the market for gaming laptop has become very competitive for over the last decade. There are many gaming laptop companies that are able to make their product has the same price as Razer rsquo;s. The consumer will spend more money if the perceived value is higher than perceived price. Perceived value is defined as a mental exchange for consumers. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aphrodita Christie
"Bermain adalah aktivitas yang bersifat universal, instingtif, dan dapat dilihat dalam semua jenis budaya dan masyarakat. Dengan bermain, seseorang bisa menjelajahi kemungkinan-kemungkinan eksistensialnya yang hilang dengan mengambil sebuah peran serta mengasimilasi fenomena-fenomena yang bisa ditemukan di dunia aktual kedalam sebuah dunia irreal yang bernama playworld. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang semakin pesat, cara kita bermain juga berubah. Selain permainan analog, pemain juga bisa menikmati permainan digital. Melalui metode fenomenologi eksistensial dan pendekatan existential ludology, artikel ini akan mengkaji perubahan play dalam game digital melalui implementasi teknologi persuasif dan interaksi para-sosial serta bagaimana ia mempengaruhi eksistensi virtual seseorang. Implementasi kedua hal ini mengubah playworld virtual dengan menegasi playfulness, dan berakhir pada hiperrealitas. Dalam kepalsuan absolut ini, seorang pemain yang tidak menemukan playfulness menampik eksistensinya di dunia aktual. Tulisan ini membuktikan bahwa teknologi persuasif dan interaksi para-sosial mempengaruhi pengalaman dan eksistensi seseorang di dunia virtual dan di dunia aktual.
Play is an activity that’s universal, instinctive, and can be seen in all types of cultures and societies. Through play, a person can explore lost possibilities of their existence by taking on a role and assimilating various phenomena found in the actual world into an irreal realm called a playworld. As technology advances rapidly, the way we play also changes. Instead of analog games, players can enjoy themselves by playing digital games. Through the use of existential phenomenology and existential ludology, this article will examine the change of play in video games due to the implementation of persuasive technology and para-sosicial interaction within virtual playworlds and how it impacts a person’s virtual existence. The implementation of these two things changes virtual playworlds by negating playfulness, which ends in hyperreality. Within this absolute fake, a player that cannot find playfulness renounces their existence within the actual world. This paper proves that persuasive technology and para-social interaction changes play in virtual playworlds, which influences a person’s experience and existence within the virtual world and in the actual world."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rijal Ramdhani
"Tulisan ini mencoba menjelaskan peranan penting dari desain struktural dalam video games yang memiliki fitur simulasi perjudian digital berupa gacha sebagai media paparan aktivitas perjudian. Dengan melihat paparan aktivitas perjudian sebagai efek yang ditimbulkan sebagai sebuah kerugian/damage yang diterima pengguna, kita dapat memetakan paparan aktivitas perjudian tersebut sebagai tindakan kejahatan. Menggunakan segitiga kejahatan berbasis jaringan serta teori aktivitas rutin yang dimodifikasi, kita dapat menjelaskan indikator yang ada pada desain struktural dalam video games sebagai elemen ndash; elemen yang menjelaskan munculnya kejahatan itu sendiri. Sebagai hasilnya, kita dapat menjelaskan peran desain struktural sebagai media paparan aktivitas perjudian serta isu viktimisasi didalamnyaDesain Struktural, Video Games, Aktivitas Perjudian, Media Paparan, Segitiga Kejahatan Berbasis Jaringan, Teori Aktivitas Rutin, Viktimisasi.

This thesis will try to explain an important role of structural design in video games which having features of a simulation gambling in the form of gacha as an exposure medium to gambling activity. By seeing the exposure itself as a form of harm/damage received by the user, we can mapped out the exposure of gambling activity as a course of criminal conduct. Using network-based crime triangle and modified routine activity theory, we are able to explain the indicators of structural design in video games as elements that explain the emergence of crime itself. As a result, we are also able to explain the roles of structural design as an exposure medium and gambling activity as well as victimization issues."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Pratama
"Peristiwa Atari Shock tahun 1983 merupakan pintu gerbang bagi industri video game Jepang untuk mendominasi Amerika Serikat. Salah satu tokoh yang berperan adalah Nintendo yang pada saat itu berhasil memasarkan konsol Nintendo Entertainment System (NES) di Amerika Serikat pada tahun 1985. Penelitian ini berfokus pada hubungan antara Jepang dan Amerika Serikat pada tahun 1970an sampai saat ini berhubungan dengan diplomasi, budaya, dan ekonomi dalam kaitannya dengan industri video game. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan teknik penelitian studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa strategi diplomasi publik Nintendo terjadi secara bertahap sejak tahun 1980-an sampai saat ini, yaitu tahap awal masuknya video game dengan muatan aspek anime/manga tanpa disadari orang Amerika, tahap perkembangan video game yang memuat aspek budaya Jepang yang akhirnya dianggap soft power, dan tahap dukungan pemerintah melalui program Cool Japan.

The 1983 Atari Shock event was the gateway for the Japanese video game industry to dominate the United States. One of the characters who played a role was Nintendo, which at that time succeeded in marketing the Nintendo Entertainment System (NES) console in the United States in 1985. This study focuses on the relationship between Japan and the United States in the 1970s to date related to diplomacy, culture, and economy in relation to the video game industry. The method used is descriptive analytical method with literature study research techniques. The results of this study conclude that Nintendo's public diplomacy strategy has occurred gradually since the 1980s until now, namely the early stage of entering video games with anime/manga aspects without the Americans realizing it, development stage of video game containing aspects of Japanese culture which eventually considered soft power, and the goverment support stage through the Cool Japan program."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdul Karim
"Perkembangan pesat ekonomi Indonesia di awal dekade 1970 atas kebijakan perekonomian Orde Baru menyebabkan masuknya banyak barang mewah termasuk di antara peralatan hiburan dan juga didukung kemunculan tempat hiburan modern. Video games adalah salah satunya yang mulai masuk di Indonesia sekitar di tahun 1973 setelah muncul di Amerika Serikat pada tahun 1972 di mana sukses pasar hiburan dunia. Jakarta menjadi tempat masuk pertamanya peralatan video games dan perkembangannya permainan ini mencapai populeritas di tahun 1981 di banding tahun-tahun sebelumnya. Pelarangan video games di tempat umum dimulai di 17 Desember 1981 setelah Presiden Soeharto setuju dengan saran Dewan Pertimbangan Agung di 15 Desember 1981 dan pelarangan dilakukan oleh Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban, Laksamana Soedomo. Pelarangan tersebut berdampak besar pada perkembangan video games di Indonesia. Namun pelarangan tersebut tak berlangsung lama karena kompromi antara pemerintah daerah dan pengusaha untuk kepentingan retribusi terlebih di DKI Jakarta. Stigma negatif video games khususnya mesin dingdong terus melekat hingga akhir kekuasaan Orde Baru di 1998 karena dekat dengan perjudian dan pemborosan uang anak-anak. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha melacak perkembangan video games di DKI Jakarta dan dampaknya terhadap masyarakat dengan contoh beberapa kasus dengan pendekatan sejarah sebagai metode peneltiian. Pengambilan sumber dari koran-koran dan majalah menjadi tumpuan utama penelitian ini bisa mengungkap dinamika perkembangan video games, Perkembangan pesat ekonomi Indonesia di awal dekade 1970 atas kebijakan perekonomian Orde Baru menyebabkan masuknya banyak barang mewah termasuk di antara peralatan hiburan dan juga didukung kemunculan tempat hiburan modern. Video games adalah salah satunya yang mulai masuk di Indonesia sekitar di tahun 1973 setelah muncul di Amerika Serikat pada tahun 1972 di mana sukses pasar hiburan dunia. Jakarta menjadi tempat masuk pertamanya peralatan video games dan perkembangannya permainan ini mencapai populeritas di tahun 1981 di banding tahun-tahun sebelumnya. Pelarangan video games di tempat umum dimulai di 17 Desember 1981 setelah Presiden Soeharto setuju dengan saran Dewan Pertimbangan Agung di 15 Desember 1981 dan pelarangan dilakukan oleh Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban, Laksamana Soedomo. Pelarangan tersebut berdampak besar pada perkembangan video games di Indonesia. Namun pelarangan tersebut tak berlangsung lama karena kompromi antara pemerintah daerah dan pengusaha untuk kepentingan retribusi terlebih di DKI Jakarta. Stigma negatif video games khususnya mesin dingdong terus melekat hingga akhir kekuasaan Orde Baru di 1998 karena dekat dengan perjudian dan pemborosan uang anak-anak. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha melacak perkembangan video games di DKI Jakarta dan dampaknya terhadap masyarakat dengan contoh beberapa kasus dengan pendekatan sejarah sebagai metode peneltiian. Pengambilan sumber dari koran-koran dan majalah menjadi tumpuan utama penelitian ini bisa mengungkap dinamika perkembangan video games,

Fast development of Indonesias economy in early 1970s decade as impact of New Order policies in economy made many expansive goods such entertainment entering  Indonesia and also modern entertiement place. Video games is one of expansive entertainment games enter Indonesia about 1973 after founded in USA at 1972 and booming in world market in short time. Jakarta become first place of video games distributed amd the popularity of video games very high in 1981 compared many years ago. The video games in public space got banned in 17 December 1981 after President Soeharto agreed with Dewan Pertimbangan Agung advised in 15 December 1981 and Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban, Admiral Soedomo, banned the video games. The video games banned have big impact for development of video games in Indonesia, but the ban not continue with  compromise between local governments and businessmans for local income. The negative labelled for video games especially coin machine still continue until the end of New Order at 1998 with gambling and spendthrift the kids money. In this research, the researcher tracking the development of video games in DKI Jakarta and the impact for society in many example cases with history perspective. With taking many source from newspapers and magzine as main source and can explaining dynamic the development of video games."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Nadhifah
"Tulisan ini membahas mengenai salah satu fenomena yang saat ini sedang berkembang karena kemajuan teknologi dan internet di dalam dan luar negeri, yaitu online games. Perkembangan online games didasari oleh kemunculan jaringan internet tahun 1970 dari skala kecil ke skala besar. Asal muasal tersebut memunculkan peminat para pemain online games yang menghadirkan pengalaman nyata dan virtual. Rasa minat yang tinggi dapat membuat para pemain mengalami kecanduan. Para pemain yang bermain secara berlebihan umumnya dikatakan memiliki gejala internet gaming disorder, dulu dikenal sebagai computer addiction. Hal ini menjadi dampak negatif dalam fenomena online games pagi para pemainnya. Tulisan ini menggunakan metode studi pustaka dengan cara mencari, menghimpun, dan menelaah berbagai sumber literatur yang mendukung topik penelitian. Hasilnya menunjukkan bahwa fenomena online games berdampak negatif pada pemain di wilayah Asia dan Amerika. Mereka terkena internet gaming disorder, yaitu perilaku bermain online games secara berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik para pemain. Internet gaming disorder ditetapkan sebagai bagian dari penyakit kesehatan mental oleh World Health Organization sejak tahun 2018. Fenomena ini juga dilihat dalam perspektif antropologi yang menekankan hubungan antara sosial, budaya, dan perkembangan teknologi. Kebijakan pemerintah dan peran orang tua berperan dalam mencegah dan mengurangi angka internet gaming disorder.

This paper discusses one of the phenomena currently being developed due to technological advances and the internet at home and abroad, namely online games. The development of online games evolved with the emergence of internet networks in 1970 from small to large scale. This origin raises the interest of online game players who present real and virtual experiences. A high sense of interest can make players experience addiction. Players who play excessively are generally said to have internet gaming disorder symptoms, formerly known as computer addiction. This has a negative impact on the phenomenon of online games for the players. This paper uses the literature study method by finding, collecting, and examining various sources of literature that support the research topic. The results show that the online games phenomenon has a negative impact on players in the Asian and American regions. They are affected by internet gaming disorder, namely the behavior of playing online games excessively, which can interfere with the mental and physical health of the players. Internet gaming disorder has been designated as a mental health disease by the World Health Organization since 2018. This phenomenon is also seen from an anthropological perspective emphasizing the relationship between social, cultural, and technological developments. Government policies and the role of parents play a role in preventing and reducing the number of internet gaming disorders.>"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>