Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Yani Basuki
"Disertasi atau penelitian ini mengkaji tentang Reformasi TNI dari perspektif sosiologi. Ada ernpat aspek kajian yang hendak dibahas. Pertama, kajian kritis tentang proses dan progres Reformasi TNI yang telah berlangsung kurang lebih 9 tahun (1998-2007). Kedua, membandingkan bagaimana pandangan internal-eksternal TNI dan pandangan media tentang Reformasi TNI. Ketiga, memperbandingkan bagaimana pola dan profesionalitas Reformasi TNI sebagai sebuah kasus mundurnya militer dari politik (military withdrawal from politics) dengan 71 kasus pola dan profesionalitas rnundumya militer dari politik yang pernah terjadi di beberapa negara lain. Keempat, mengkaji tentang perubahan TNI, apakah setelah 9 tahun melaksanakan Reformasi Internal, posisi TNI sudah Iebih fungsional dalam tatanan kehidupan nasional bangsa Indonesia saat ini ?.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana Reformasi TNI sebagai sebuah proses mundurnya militer dari politik yang berlangsung di tengah perubahan konfigurasi masyarakat global maupun nasional. Reformasi TNI tidak berlangsang di diruang hampa (invacuum social system), bahkan berlangsung ditengah masyarakat yang sedang dalam "euphoria" reformasi. Bagaimana dinamika dan interaksi sosial yang ada dalam kerangka memposisikan diri TNI secara tepat dalam sistem sosial bangsa Indonesia dan lebih fungsional, sinergi dengan fungsi-fungsi yang lain. Bagaimana pola dan profesionalitas perubahan yang mewarnai proses dan progres reformasi TNI yang sudah berlangsung selama ini.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dirancang dengan menggabungkan antara metode. kuantitatif dan kualitatif. Meskipun masing-masing pendekatan tersebut memiliki paradigma yang berbeda, namun penggabungannya sangat dimungkinkan. Penggabungan kedua pendekatan dengan satu obyek yang sama secara bergantian, diharapkan menghasilkan temuan yang Iebih komprehensif karena menggabungan keduanya juga dalam kerangka trianggulasi penelitian kualitatif (Susan Stainback, 1988 ; Sugiyono, 2006). Untuk memperoleh data yang diharapkan, maka digunakan ernpat teknik pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi, penyebaran angket, wawancara mendalam ( in depth inrenrfew) dan focus group discussion (FGD).
Landasan teori yang digunakan dalam kajian ini adalah teori tentang mundurnya militer dari politik (military withdrawal from politics) Talakder Maniruzzaman (1998) dan teori fungsionalisme struktural, Talcott Parsons (1957) dan Robert K. Morton (1957). Dalam hasil penelitiannya, Talukder Maniruzzaman menetapkan tentang bagaimana kriteria pola dan prafesionalitas yang timbul dalam 71 kasus mundurnya militer dari politik . Ia membagi dalam lima macam pola mundurnya militer dari politik. Yaitu : a) Mundur secara terjadwal dan terencana segera setelah diIangsungkan Pemilihan Umum, b) Mundur secara mendadak setelah menyerahkan kekuatan pemerintah sipil sementara, c) Mundur lewat revolusi sosial, d) Mundar Iewat pemberantasan massal, e) Mundur karena invasi atau intervensi negara asing. (falukder Manirazzaman,1998 hal 31-33).
Sementara tentang profesionalitas mundurnya militer dari politik, Talukder M membagi dalam 2 kriteria, yaitu mundur secara "Profesional" dan secara ?tidak profesional". Tentara yang profesianal, keluar dari dunia politik secara terencana dan penuh pertimbangan, dan mundur dengan keyakinan bahwa ia telah memenuhi semua tujuan intervensinya atau merasa bosan dan merasa tidak mampu lagi untuk memerintah. Sedang Tentara yang tidak professional mundur dari politik dengan mendadak dan tiba-tiba, terlibat dalam beberapa kali intervensi dan kemudian kembali ke barak hanya merupakan penundaan terhadap prospek demiliterisasi politik dalam jangka panjang di negara-negara tersebut. Militer mereka terpecah-pecah oleh berbagai loyalitas primordial dan sektarian (Talukder Maniruzzaman, 1998:277-278).
Dalam perspektif fungsionalis Talcott Parsons (1937) dan Robert Merton (1957), setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu dan terus menerus, katena hal itu fungsional. Suatu nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi fungsional atau disfungsional pada saat dan tempat yang berbeda. Bila suatu perubahan sosial tertentu mempromosikan suatu keseimbangan yang serasi, hal tersebut dianggap fungsional ; bila perubahan sosial tersebut mengganggu keseimbangan, hal tersebut merupakan gangguan fangsional ; bila perubahan sosial tidak membawa pengaruh, maka hal tersebut tidak fungsional. (Paul B. Horton & Chester I, 1993:l8).
Merton (l963:105), mendefinisikan fungsi sebagai ?konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu". Sedang (Rocher, 1975:-40) mendefinisikan fungsi (function) adalah "Kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem". Sementara Parsons bersama dan bersinergi dengan fungsi-fungsi komponen bangsa lainnya. Komitmen TNI ke depan adalah, bahwa semua tindakan TNI senantiasa : 1) Harus dalam kerangka pelaksanaan tugas negara. 2) Dalam rangka pemberdayaan kelembagaan fungsional. 3) Posisi, peran dan tindakan TNI harus berdasarkan kesepakatan bangsa melalui mekanisme institusional yang ada 4) Ditempatkan dan menempatkan diri sebagai bagian dari sistem Nasional. 5) Ditetapkan melalui ketetapan-ketetapan yang diatur secara konstitusional.
Dalam progres implementasi Reformasi yang berlangsung secara gradual dan berlanjut telah tercatat adanya 31 poin perubahan yang meliputi aspek struktur, kultur dan doktrin. Dua puluh enam diantaranya bersifat final, dan lainnya merupakan proses berlanjut. Pada dasarnya setiap perubahan paradigma, struktur dan doktrin, langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap perubahan kultur atau perilaku. Namun masih banyak pula masyarakat yang kurang memahami adanya perubahan-perubahan tersebut. Kasus-kasus pelanggaran oknum prajurit TNI sering direpresentasikan belum berubahnya kultur TNI. Begitu juga kiprah purnawirawan TNI (yang statusnya sudah sebagai masyarakar sipil) di berbagai bidang kehidupan yang digeluti, sering dihubungkan dan atau direpresentasikan sebagai kebijakan pimpinan atau institusi TNI. Padahal keberadaan dan kegiatan mereka sudah tidak lagi ada hubungan struktural dengan institusi TNI.
Tentang pandangan internal dan ekternal TNI, melalui survey atau pengisian angket terhadap 2.400 orang responden dan melalui uji statistik Chi Square dan atau V. Cramer menunjukkan bahwa secara prinsip tidak ada perbedaan pandangan internal dan eksternal TNI terhadap 10 items pertanyaan seputar reformasi TNI. Begitu juga pandangan media tentang progres Reformasi TNI menunjukkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan agenda atau pandangan antara HU Kompas dan HU Republika (yang menjadi sampel dalam penelitian ini), baik dalam penempatan berita maupun isi dan kecenderungan beritanya.
Tentang pola Reformasi TNI. Jika pola Reformasi TNI diperbandingkan dengan 5 pola mundurnya militer dari politik (military withdrawal from politics) pada beberapa negara Iain, maka dengan melihat faktor kesamaan dan perbedaan serta kekhusannya, dapat dirumuskan bahwa Reformasi TNI berlangsung secara gradual, bertingkat dan berlanjut. Tidak terkait dengan dilangaungkannya Pemilu terlebih dahulu. Tidak disertai penyerahan kekuasaan sipil sementara, tanpa revolusi sosial tanpa pemberontakan massal, tidak ada invasi atau intervensi asing. Sedang profesionalitas Reformasi TNI apabila diperbandingkan dengan profesionalitas dari kasus-kasus mundurnya militer dari politik pada beberapa militer negara asing, maka antara perbedaan, kesamaan dan ke ?khasan?nya, kriteria Reformasi TNI termasuk dalam kriteria mundur dari politik secara profesional. Dalam hal ini : Reformasi TNI dilaksanakan secara gradual, bertingkat dan berlanjut. Tidak mendadak, tidak tergesa-gesa. Telah ada pemikira-pemikiran reformis yang mendahului. Dilaksanakan dengan dilandasi kesadaran adanya kesalahan dalam format politik Negara di masa lalu. TNI ingin menata posisi dan perannya yang tepat dalam tatanan kehidupan nasional yang demokratis dan fungsional bersama fungsi-fungsi/komponen bangsa Iainnya. Reformasi internal merupakan tekad dan komitmen TNI dan juga bangsa Indonesia pada umumnya.
Tentang Refungsionalisasi Peran TNI. Dalam perspektif sosiolagis-fungsionaIis, Reformasi Internal TNI merupakan upaya TNI untuk merefungsionalisasi perannya yang di masa lalu dinilai ?disfungsi?. Dengan telah adanya 31 item perubahan baik dari aspek struktur, kultur maupun doktrin, dan didukung data-data hasil penelitian lainnya, kondisi TNI saat ini telah lebih fungsional baik bagi stake holder TNI, TNI sendiri, Negara maupun Masyarakat. Namun demikian untuk optimalisasinya masih dipengaruhi oleh kondisi yang berkaitan dengan tingkat profesionalisme yang ada saat ini, kejelasan rumusan tugas dan bagaimana reformasi subsistem sosial atau masyarakat Indonesia lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis merekomendasikan bahwa TNI sebagai salah satu komponen atau sub sistem dari sistem sosial bangsa Indonesia memikul tugas dan tanggung jawab strategis sebagai komponen utama di bidang pertahanan. Oleh karena itu untuk mewujudkan TNI yang profesional, fungsional dan memiliki daya tangkal (deterrence) tinggi, tidaklah cukup hanya dirumuskan oleh TNI sendiri, juga tidak oleh pihak ekternal semata, tetapi harus melihatkan internal TNI dan komponen bangsa lainnya secara proporsional. Oleh karena itu, terbukanya ruang publik untuk mengkomunikasikan proses dan progres Reformasi TNI sangat penting."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
D832
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perlmutter, Amos
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000
355.03 PER mt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Anwar
"Era reformasi yang menggema di tahun 1998 telah menyentuh seluruh aspek kehidupan bangsa. Segala aspek dituntut untuk berubah sebagai cara untuk meninggalkan warisan tradisi Orde Baru. Militer sebagai lembaga yang mendukung kekuasaan rezim, tak luput dari tuntutan perubahan. Wacana sipil-militer pun menjadi pembicaraan menarik, karena militer turut berperan aktif dalam warisan tradisi Orde Baru, khususnya dalam wilayah politik.
Oleh karena itu, fokus perhatian tertuju pada peran politik militer. Sejak masa kepemimpinan Orde Lama, peran politik militer telah berlangsung. Di masa Orde Baru, peran tersebut semakin meningkat, bahkan militer turut mendukung tatanan pemerintahan selama lebih dari 30 tahun. Bersama dengan Golkar dan Birokrasi, Soeharto berhasil mengorganisir militer sebagai kekuatan politik yang turut menjamin stabilitas kekuasaan di bawah kepemimpinanya.
Dalam meneliti peran politik militer ini, teori yang dipakai adalah teori relasi sipil-militer, peran politik militer, dan teori konsolidasi demokrasi. Ketiga teori ini dianggap mampu menggambarkan praktik poiitik militer di masa Orde Lama, Orde Baru dan pergeserannya di masa pasca Orde Baru. Metode yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah metode kualitatif, dengan memakai pendekatan kepustakaan (library research). Sumber-sumber data diperoleh dengan mengkaji buku-buku yang terkait dengan objek penelitian sorta melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat langsung dalam pengambilan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan objek penelitian.
Berdasarkan temuan penelitian, era pasca Orde Baru menunjukkan kecenderungan menguatnya profesionalisrne militer. Militer terfokus pada fungsi pertahanan sebagai tugas utamanya. Civil society menjadi pilar utama, menggantikan dominasi militer. Lewat kebijakan sipil di DPR, kepentingan militer juga memperoleh perhatian utama, khususnya upaya untuk meningkatkan anggaran kesejahteraan dan belanja militer. Dengan demikian, peran politik militer di Indonesia pasca Orde Baru semakin menurun, seiring reformasi internal di tubuh militer sendiri. Kondisi ini sejalan dengan upaya konsolidasi demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia.

Reformation era launched year 1998 has touched entire aspect of life nation. All aspect claimed to change as mode to leave heritage of New Order tradition. Military as institute support regime power don?t miss from change demand. Discourse of civil-military even also becomes interesting discussion because military partake the active sharing in heritage of New Order tradition, especially in political region.
Therefore, the focus attention concentrated to the political role of military. Since a period of Old Order leadership, political role of military has taken place. In period of New Order, the role progressively mount, even the military partake to support system of govemance during more than 30 years. Along with Golkar and Bureaucracy, Soeharto succeed to organize military as strength of politics which partake to guarantee stability of power under his leadership.
In study of political role of military, the theory which used is civil-military relationship theory, political role of military, and the consolidation of democracy theory. Those three theories are assumed able to depict political practice of military in a period of Old Order, New Order and its friction in a period of post New Order. Method that used in this thesis is qualitative method, with is bibliographical approach (library research). Data resources obtained by studying relevant books with research object and also conducting interview with various parties that concerned directly in policy intake with research object.
Pursuant to research Ending, post New Order era shows tendency of strengthen of military professionalism. Military focused at defender function as its main duty. Civil Society becomes especial pillar, replacing military domination. Through civil policy Indonesia House of Representative (DPR), military interest also gets especial attention, especially attempt to increase the military expense and prosperity budget. Thereby, political role of military in Indonesia downhill post New Order progressively, along the internal reform inside military. This condition is in parallel with effort of democracy consolidation which is underway in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellino Sebastian
"Sejak kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Jepang berada di bawah kependudukan Sekutu selama 7 tahun, yaitu 1945-1952. Dalam Konstitusi Jepang yang diberlakukan sejak pada tahun 1947, terdapat pasal (pasal 9) yang memuat larangan bagi Jepang untuk memiliki militer. Namun, kondisi Jepang yang rentan terhadap ancaman negara lain, seperti RRC, Rusia dan Korea Utara membuat Jepang membutuhkan perlindungan dari Amerika. Di sisi lain Amerika melihat Jepang sebagai garis depan dalam menghadapi pengaruh komunisme di Asia pada masa Perang Dingin. Oleh karena itu Amerika merasa perlu membangun pangkalan militer di Jepang. Setengah beberapa dekade ketergantungan dan kehadiran Militer Amerika Serikat di Jepang menjadi perdebatan dalam masyarakat Jepang. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana pro kontra terkait keberadaan militer AS di Jepang dan factor penyebabnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui wawancara terstruktur terhadap berbagai narasumber yang berdomisili di wilayah Jepang dengan kerangka teori dari Foucault tentang kekuasaan dan Barry Buzan tentang pertahanan negara.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa di satu sisi, Jepang masih membutuhkan militer Amerika Serikat, namun di sisi lain keberadaan militer Amerika Serikat menimbulkan beberapa masalah bagi Jepang. Keberadaan militer Amerika di Jepang diperlukan terutama dikaitkan dengan perkembangan kondisi geopolitik di kawasan Asia Timur pada tahun 2022. Antara lain memanasnya hubungan RRC-Taiwan pada bulan Juli 2022, kembalinya uji coba rudal balistik Korea Utara diatas wilayah Jepang pada Oktober 2022, dan tegangnya hubungan Jepang-Rusia sebagai imbas dari invasi Ukraina pada Februari 2022. Di sisi lain, masalah yang timbul di daerah sekitar markas AS (terutama kepulauan Okinawa) seperti tindakan kriminal para personil militer AS dan polusi yang ditimbulkan membuat keberadaan militer Amerika Serikat menimbulkan permasalahan bagi Jepang. Apalagi pemerintah Jepang juga harus membayar ‘Anggaran Simpati’ untuk memelihara pasukan AS di wilayahnya. Hal itu merupakan beban bagi pemerintah Jepang.

Since Japan's defeat in World War II, Japan was under Allied occupation. Within the Japanese Constitution that was published in 1947, lies an article (Article 9) which prohibits Japan from possessing a military. This however left Japan's vulnerable to threats from neighboring countries such as the PRC, the Soviet Union and North Korea and thus required Japan to ask America for military protection. On the other hand, America saw Japan as the front line in preventing the spread of communism in Asia during the Cold War. Because of that America felt the need to build military bases in Japan. After more than half a century later, Japans dependency of the United States Military presence Japan is still prevalent and has becoming a debate within the Japanese Society. This study investigates the pros and cons regarding the presence of the US military in Japan and the multiple factors behind it. The method used in this research is a qualitative method through structured interviews with various sources (in this case, Japanese Nationals) who reside in Japan with the theoretical framework of Foucault on strength and Barry Buzan on national defense.

The results of this study found that on the one hand, Japan still needs the United States military, but on the other hand the presence of the United States military creates several problems for Japan. America's presence in Japan is needed, especially in relation to geopolitical developments in the East Asia region in 2022. This include the rising tension of PRC-Taiwan relations in July 2022, the return of North Korea's ballistic missile tests over Japanese territory in October 2022, and the worsening of Russo-Japan relations as a result of the invasion of Ukraine in February 2022. On the other hand, problems within in the area around US bases (especially the islands of Okinawa) such as criminal acts of US military personnel and various pollutions caused by military activities. Moreover, the Japanese government also has to pay the 'Sympathy Budget' to maintain US troops on its territory which is becoming a huge burden for the Japanese government to bear."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amarulla Octavian
"Summary
Global perspectives of military sociology and its contribution to the transformation of the Indonesian Armed Forces."
Jakarta: UI-Press, 2012
355.03 AMA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Imparsial, 2006
355 GAM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hermawan Sulistyo
Jakarta: Pensil-324, 2004
322.5 HER b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: The Ridep Institute-Friedrich Ebert Stiftung, 2007
355 MET
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Indonesia Corruption Watch, 2003
355 BIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim Said, 1943-
Jakarta: Aksara Karunia, 2002
355.009 SAL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>