Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79329 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gde Doddy Kurnia Indrawan
"Kandidemia menjadi salah satu masalah di PICU karena angka kejadiannya meningkat setiap tahun dan angka kematian yang tinggi, memperpanjang masa rawat di rumah sakit. Sampai saat ini data epidemiologi pada anak masih terbatas.
Tujuan: Mengetahui epidemiologi kandidemia di PICU RSCM.
Metode: Penelitian retrospektif dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo dengan mencatat data rekam medis pasien anak dengan diagnosis kandidemia periode 1 januari 2013 sampai 31 Desember 2014.
Hasil: Didapatkan 32 kejadian kandidemia dalam kurun waktu pengambilan data. Median usia pasien adalah 12,8 bulan, 57,7% berjenis kelamin laki-laki. Status gizi pasien sebagian besar mengalami gizi kurang. Sebanyak 69,2% merupakan kasus bedah dan 30,8% pasien non bedah. Penggunaan steroid sebanyak 11,5%. Selama perawatan di PICU, sebanyak 96,2% pasien menggunakan ETT, 100% pasien menggunakan kateter vena sentral dan kateter urin. Pasien yang menggunakan antibiotika >15 hari sebanyak 80,8%. Median skor awal PELOD adalah 12. Median waktu pemberian anti jamur 15,8 hari perawatan di PICU. Luaran hidup adalah 65,4% dan mati 34,6%. Rerata lama perawatan PICU adalah 25,8 hari. Penyakit yang mendasari pasien dirawat di PICU terdiri dari 7,7% infeksi saluran pernapasan, 3,8% infeksi sistem saraf, 19,2% syok sepsis, 3,8% pascabedah kepala leher, 11,5% pasca bedah dada, dan 53,8 pasca bedah abdomen. Rerata lama penggunaan ETT 10,04 hari, rerata lama penggunaan kateter vena sentral 15,65 hari, dan rerata lama penggunaan kateter urin 11,15 hari. Jenis kandida terbanyak sebagai penyebab kandidemia adalah kandida parapsilosis. Sebanyak 76,8% pasien mendapatkan lebih dari dua antibiotika sebelum mendapatkan anti jamur.
Simpulan: Kejadian kandidemia serupa dengan negara berkembang lainnya dan ditemukan meningkat pada pasien dengan karakteristik status gizi kurang, pasien pascabedah, penggunaan alat medis invasif, dan penggunaan antibiotika > 15 hari.

Candidemia has become an important problem in PICU because the incidence has dramatically increased every year and with a high mortality rate as well as high health care costs. To date epidemiological data in children is limited.
Objective: to know the epidemiology of candidemia in PICU RSCM
Methods: A retrospective study was conducted in Cipto Mangunkusumo general hospital with medical record data recorded diagnosis of septic shock in children period from 1 January 2013 to December 31, 2014.
Results: A total of 32 candidemia events in the period of data collection. The median age of patients was 12.8 months, 57.7% male sex. Nutritional status of patients some of which have mild malnutrition. There were 69.2 % was the case surgery and 30.8 % of patients non surgery. Using of steroid was 11.5%. At the treatment in PICU, 96.2 % of patients used ett , 100 % of patients used catheter vein central and catheter urin. Patients that received antibiotics > 15 days was 80.8%. The median initial PELOD day care in the PICU was 12. Patients received antifungal when 15.8 days care in the PICU. The outer covering of life is 65.4 % and die 34.6 % . Lenght of PICU stays was25,8 days. The underlying diseases that required PICU were 7.7% respiratory infection, 3.8%, neurology infection, 19.2% septic shock, 3.8% post head and neck surgery, 11.5% post thorac surgery, and 53.8 post abdomen surgery. Rate length of using ETT was 10.04 days, CVC 15.65 days, urine catheter 11.15 days. The most isolated candida from blood culture was candida parapsilosis. There was 76.8% received > 2 antibiotics before antifungal injection.
Conclusion: The incidens of candidemia was similar with other developing countries and found increased in patients with characteristic mild malnutrition, post surgical,using invasive medic al devices, and using antibiotics > 15 days."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tartila
"Latar belakang : COVID-19 telah menjadi suatu pandemik dan menyebabkan kematian cukup besar. Populasi anak dilaporkan kurang dari 5% dari seluruh kasus yang ada di tiap negara, namun tetap ada sebagian kecil yang mengalami gejala berat dan kritis dan berakhir pada kematian. Respons hiperinflamasi yang dikenal sebagai badai sitokin merupakan dasar terjadinya gejala berat pada COVID-19, dan temuan pada dewasa menunjukkan kadar IL-6 yang sangat dominan dan berkorelasi dengan luaran yang buruk. Ekstrapolasi hipotesis pada kasus dewasa belum dapat sepenuhnya menjelaskan kondisi berat dan kritis pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil klinis pasien anak yang mengalami sakit berat dan kritis, luaran serta kadar IL-6.
Metode : Penelitian ini merupakan observasional kohort pada populasi anak sakit berat dan kritis yang masuk ke IGD dan PICU Kiara RSCM pada bulan Oktober 2020 hingga April 2021.
Hasil : Sebanyak 80 kasus memenuhi subjek penelitian, dengan 21 kasus terkonfirmasi positif (kelompok kasus) dan 59 kasus negatif (kelompok kontrol). Pada kelompok kasus didapatkan terutama pada usia >10 tahun (9 subjek), disertai komorbiditas (20 subjek, terbanyak kelainan kelainan jantung bawaan), koinfeksi (10 subjek), mendapat imunosupresan (10 subjek), ARDS (13 subjek), renjatan (11 subjek), median skor PELOD-2 sebesar 3, serta luaran kematian pada 11 subjek. Median IL-6 pada kelompok kasus 30,3 pg/mL. Kadar IL-6 pada derajat berat COVID-19 bervariasi namun memiliki kecenderungan yang lebih tinggi pada kasus meninggal.
Simpulan : Kelompok anak yang mengalami sakit berat dan kritis memiliki lebih banyak komorbiditas dan koinfeksi sehingga memengaruhi luaran serta kadar IL-6. Penilaian terhadap IL-6 sebagai prediktor kematian pada kasus anak sejalan dengan kasus dewasa, namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat trend perubahan IL-6.

Background:. The population of children suffered from COVID-19 is reported to be less than 5% of all cases in every country. There is still a tiny proportion who experience severe and critical symptoms and end up in death. A hyperinflammatory response known as a cytokine storm is the basis of severe symptoms in COVID-19 and findings in adults suggest that IL-6 levels are highly predominant and correlate with poor outcomes. Extrapolation from adult cases has not fully explained the severe and critical condition in children. This study aims to evaluate the clinical profile, outcomes, and levels of IL-6 in severe and critically ill children.
Methods: This study was an observational cohort of severe and critically ill children admitted to the emergency unit and PICU RSCM from October 2020 to April 2021.
Results: Eighty subjects met the inclusion criteria, with 21 confirmed COVID-19 cases (case group) and 59 negative cases (control group). In the cases group, mostly age  >10 years old (9 subjects), with comorbidities (20 subjects, mostly were congenital heart defects), coinfection (10 subjects), ARDS (13 subjects), shock (11 subjects), receiving immunosuppressants (10 subjects), and the median PELOD-2 score was 3. There were death in 11 subjects. The median IL-6 in the case group was 30.3 pg/mL. IL-6 levels vary in the severity of COVID-19 and have a higher tendency in cases of death.
Conclusion: The group of severely and critically ill children had more comorbidities and coinfections that affected the outcome and levels of IL-6. Assessment of IL-6 as a predictor of mortality in pediatric cases is in line with adult cases, but further research is needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Noela R.M.H.
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum kanker ovarium di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) 5 tahun terakhir beserta faktor-faktor yang berhubungan dengan kanker ovarium. Penelitan ini mengambil data pasien kanker ovarium selain tipe borderline yang terdapat di Cancer Registry divisi Ginekologi Onkologi dan masih memiliki rekam medis di RSCM pada periode Januari 2010 – Desember 2014, dilakukan follow up untuk mengetahui kesintasan hidup selama 4 tahun. Kami mendapatkan 98 subyek penelitian. Pada penelitian ini didapatkan insidensi kanker ovarium terbanyak pada usia 45-54 tahun (33,6%), insidensi kanker ovarium menurun dengan bertambahnya jumlah anak, sebagian besar kanker ovarium merupakan tipe epitelial (76,5%) dan sebagian besar pasien didiagnosa pada stadium lanjut (55.1%). Kesintasan hidup 4 pasien kanker ovarium tipe epitelial 77%; tipe germinal 83.3%; tipe stroma 100%. Kesintasan hidup 4 tahun dengan terapi pembedahan 84.1%; pembedahan disertai kemoterapi adjuvan 83.3%; kemoterapi neoadjuvan sebelum pembedahan 68.4%. Terdapat 63% respon komplit pada kelompok kemoterapi adjuvan; dan 41.2% pada kelompok kemoterapi neoadjuvan.

ABSTRACT
The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 – December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy.;The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 – December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy.;The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 – December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy., The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 – December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Marselina
"Pembedahan dapat memicu respons stres metabolik yang dapat menimbulkan hiperglikemia. Mekanisme hiperglikemia pascaoperasi dihubungkan dengan resistensi insulin, peningkatan glukoneogenesis, dan glikogenolisis, serta penurunan glucose transporter-4. Hiperglikemia diduga sebagai respons adaptasi fisiologis “fight or flight” tetapi juga dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pascaoperasi. Risiko hiperglikemia pascaoperasi dan potensi bahaya yang ditimbulkan belum banyak disadari oleh para dokter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien pascaoperasi di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo, insidens hiperglikemia pada anak pascaoperasi, dan faktor-faktor yang memengaruhi hiperglikemia pascaoperasi. Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang terhadap 199 pasien di RSCM yang dirawat di ruang PICU pascaoperasi sepanjang Januari – Desember 2020. Data demografi serta gula darah pascaoperasi diambil dari rekam medis. Kejadian hiperglikemia pascaoperasi dalam 24 jam pertama adalah 42%. Faktor-faktor yang memengaruhi hiperglikemia pascaoperasi pada penelitian ini adalah usia > 60 bulan (rasio odds 1,92 (95% IK 1,08-3,41) p=0,025) dan median durasi operasi>5 jam (p=0,001)

Surgery can trigger metabolic stress response that can lead to hyperglycemia. Mechanism of postoperative hyperglycemia is associated with insulin resistance, increased gluconeogenesis, and glycogenolysis, and decreased glucose transporters-4. Hyperglycemia is thought to be a physiological “fight or flight” adaptive response but also associated with increased postoperative morbidity and mortality. The risk of postoperative hyperglycemia and the potential dangers that it causes have not been widely realized by doctors. This study aims to determine the characteristics of postoperative patients at the Pediatric Intensive Care Unit (PICU) at Ciptomangunkusumo Hospital (RSCM), incidence of hyperglycemia in postoperative children, related factors of postoperative hyperglycemia. This study is a cross-sectional study of 199 patients at RSCM who admitted in PICU postoperative during January – December 2020. Demographic data and postoperative blood sugar were taken from medical records. The incidence of postoperative hyperglycemia in the first 24 hours was 42%. Related factors of postoperative hyperglycemia in this study were age > 60 months (Odds ratio 1,92 (95% CI 1,08-3,41); p=0,025 and median operative duration > 5 hours (p=0,001)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Nabilla
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang mencakup kegiatan seperti pengkajian terkait obat yang digunakan pasien, pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat serta pemantauan efektivitas dan efek samping obat. Data penggunaan obat merupakan komponen penting dalam proses PTO. Analisis yang dapat dilakukan berdasarkan data penggunaan obat adalah penilaian kualitas penggunaan antibiotik serta analisis MTO pengobatan yang diterima pasien. Masalah Terkait Obat (MTO) yang terjadi pada pengobatan pasien dan memberikan rekomendasi tindak lanjut menggunakan metode SOAP. PTO dilakukan pada pasien berinisial NAN yang didiagnosis sindrom gangguan pernapasan akut, perdarahan intraserebral dan PDVK. Masalah Terkait Obat (MTO) yang terjadi pada pengobatan pasien N di ruangan PICU RSUP Fatmawati dengan diagnosis sindrom gangguan pernapasan akut, perdarahan intraserebral dan PDVK adalah adanya ketidaksesuaian dosis yaitu amikasin 1x60 mg. Kemudian ditemukan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) terjadi pada pasien yaitu hipoalbumin yang merupakan ROTD dari parasetamol dan hiperglikemi akibat pemberian deksametason. Interaksi obat yang terjadi yaitu antara amikasin dan mannitol, asam valproate dan meropenem, parasetamol dan fenitoin, fenitoin dan asam valproate, amikasin dan furosemide, seftriakson dan furosemide, serta omeprazole dan fenitoin. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik menggunakan metode gyssens menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik seftriakson sudah tepat atau bijak karena masuk ke dalam kategori 0. Kemudian Penggunaan meropenem masuk kategori IVA dan IIIA yang menginterpretasikan bahwa ada antibiotik lain yang lebih efektif daripada meropenem karena berdasarkan hasil kultur yaitu seftazidim dan sefepim masih sensitif terhadap pasien serta penggunaan antibiotik terlalu lama (lebih dari 14 hari). Penggunaan amikasin masuk kategori IIA dan IIB yang menunjukkan bahwa dosis dan interval yang tidak tepat.

Drug Therapy Monitoring (DTM) is a process that includes activities such as assessments related to drugs used by patients, providing recommendations for solving drug-related problems, and monitoring the effectiveness and side effects of drugs. Drug use data is an important component of the DTM process. Analysis that can be carried out based on drug use data is an assessment of the quality of antibiotic use as well as an DRP analysis of the treatment the patient receives. Drug-Related Problems (DRP) that occur in patient treatment and provide follow-up recommendations using the SOAP method. DTM was performed on a patient with the initials NAN who was diagnosed with acute respiratory distress syndrome, intracerebral hemorrhage, and PDVK. Drug-Related Problems (DRP) that occurred in the treatment of patient N in the PICU room at Fatmawati Hospital with a diagnosis of acute respiratory distress syndrome, intracerebral hemorrhage, and PDVK was a dose mismatch, namely amikacin 1x60 mg. Then it was found that adverse drug reactions (ADR) occurred in patients, namely hypoalbumin which was ADR from paracetamol, and hyperglycemia due to dexamethasone administration. Drug interactions that occur are between amikacin and mannitol, valproic acid and meropenem, paracetamol and phenytoin, phenytoin and valproic acid, amikacin and furosemide, ceftriaxone and furosemide, and omeprazole and phenytoin. Assessment of the quality of antibiotic use using the Gyssens method showed that the use of ceftriaxone was appropriate or wise because it was included in category 0. Then the use of meropenem was included in categories IVA and IIIA which interpreted that other antibiotics were more effective than meropenem because they were based on culture results, namely ceftazidime and cefepime. still sensitive to patients and the use of antibiotics for too long (more than 14 days). The use of amikacin is in categories IIA and IIB which shows that the dose and interval are incorrect."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Anggraini
"Parent involvement adalah bagian dari elemen family centered care yang terdapat pada elemen partisipasi. Parent involvement merupakan salah satu bentuk partisipasi aktif orang tua dalam perawatan. Orang tua menjadi orang pertama yang berperan penting dalam perawatan anak ketika sakit. Namun perawatan anak di PICU dapat mengubah peran orang tua karena sistem pembatasan kunjungan sehingga dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada orang tua.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh parent involvement dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak terhadap stres dan kecemasan orang tua di PICU. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment pre and posttest yang melibatkan masing-masing 20 responden untuk kelompok kontrol dan intervensi. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian ini menggunakan uji T-Independent untuk melihat adanya perbedaan rerata antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Hasil uji statsitik T-Independent diketahui bahwa parent involvement dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak berpengaruh signifikan terhadap stres orang tua (p<0,001) dan juga berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang tua (p = 0,002).
Penelitian ini merekomendasikan penerapan parent involvement dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak agar dapat meringankan stres dan kecemasan orang tua di PICU.

Parent involvement is part of the family-centered care element contained in the participation element. Parent involvement is a form of active participation of parents in care. Parents are the first people who play an essential role in caring for children when sick. However, child care in the PICU can change the role of parents because of the visit restriction system that can cause stress and anxiety for parents.
The purpose of this study was to identify the influence of parent involvement in fulfilling children's basic needs on the stress and anxiety of parents in the PICU. This study used a quasi-experimental pre and post-test design involving 20 respondents each for the control and intervention groups. The selection of respondents was carried out using consecutive sampling techniques.
The results of this study used the T-Independent test to see that there was a mean difference between the intervention group and the control group. The results of the T-Independent statistical showed that parent involvement in fulfilling children's basic needs has a significant effect on parental stress (p <0.001) and also has a significant effect on parental anxiety (p = 0.002).
This study recommends implementing parental involvement in fulfilling the basic needs of children to relieve parents' stress and anxiety in PICU.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koe Stella Asadinia
"Latar belakang: Ventilator-associated pneumonia VAP merupakan jenis infeksi nosokomial terbanyak pada pasien pediatric intensive care unit PICU. VAP menyebabkan pemanjangan durasi ventilasi mekanik, durasi hospitalisasi, dan kematian. Omeprazole direkomendasikan sebagai profilaksis dan pengobatan stress ulcer pada pasien PICU dengan ventilator. Omeprazole diduga dapat meningkatkan kejadian VAP melalui peningkatan kolonisasi bakteri lambung. Namun, belum banyak studi yang meneliti pengaruh ini pada populasi pasien PICU.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian omeprazole terhadap kejadian VAP pada Pasien PICU di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo.
Metode: Studi ini dilaksanakan dengan metode cross-sectional dengan 58 subjek. Sampel diambil dari rekam medis pasien PICU tahun 2014 hingga 2016. Subjek terdiri dari dua kelompok, yaitu pasien PICU dengan ventilator yang diberi omeprazole dan tidak diberi omeprazole.
Hasil: Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin, usia, status gizi, faktor risiko potensial, dan keluaran berupa durasi hospitalisasi, durasi intubasi, dan kematian. Sejumlah 9 dari 29-31 subjek yang diberi omeprazole mengalami VAP dan 3 dari 29-10 subjek yang tidak diberi omeprazole mengalami VAP. Uji Chi-square menunjukkan hubungan tidak bermakna antara omeprazole dan kejadian VAP dengan nilai p=0.105 dan prevalence ratio PR 3.00-95 CI 0.903-9.970.
Diskusi: Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pemberian omeprazole tidak berpengaruh terhadap kejadian VAP pada pasien PICU.

Background: Ventilator associated pneumonia VAP is the most common nosocomial infection among pediatric intensive care unit PICU patients. VAP prolongs duration of intubation and hospitalization and increases mortality. Omeprazole is often used as prophylaxis and therapy for stress ulcer, a common disease in PICU patients. Omeprazole is suspected to increase VAP incidence through gastric colonization.
Aim: To determine the effect of omeprazole on incidence of ventilator associated pneumonia among RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo PICU Patients.
Methods: This is a cross sectional study with 58 subjects obtained from PICU medical records from 2014 to 2016. Subjects were put into two categories 1 PICU patients who received omeprazole, and 2 PICU patients who did not receive omeprazole.
Results: Subject characteristics include sex, age, nutritional status, potential risk factors, and outcome duration of hospitalization, duration of intubation and mortality. A number of 9 of 29 31 patients who received omeprazole developed VAP and 3 of 29 10 patients who did not receive omeprazole developed VAP. Chi square test showed no significant difference in the incidence of VAP in the two categories p 0.105 and prevalence ratio PR 3.00 95 CI 0.903 9.970.
Discussion: Omeprazole does not affect the incidence of VAP on PICU patients in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunnie Trisnawati
"Latar belakang Algoritme pemberian nutrisi enteral secara dini direkomendasikan sebagai strategi pelaksanaan pemberian nutrisi pada anak sakit kritis sehingga target kalori dapat dicapai dalam waktu singkat Saat ini belum ada algoritme pemberian nutrisi enteral standard di PICU RSCM untuk mencapai target kalori optimal.
Tujuan mengevaluasi lama waktu tercapainya target kalori Predicted Energy Expenditure PEE dengan menggunakan algoritme pemberian nutrisi enteral dibandingkan dengan lama waktu tercapainya PEE sebelum algoritme diterapkan di PICU RSCM.
Metode Penelitian dilakukan di PICU RSCM dengan pasien berusia 1 bulan 18 tahun dan lama rawatan di atas 24 jam dan mendapatkan nutrisi enteral. Penelitian retrospektif dilakukan pada 37 rekam medis pasien rawatan PICU pada bulan Juli - September 2015 kelompok sebelum menggunakan algoritme nutrisi enteral. Penelitian prospektif dilakukan di bulan Oktober ndash Desember 2015 pada 37 pasien yang mendapatkan nutrisi enteral sesuai algoritme kelompok menggunakan algoritme nutrisi enteral
Hasil Kelompok yang menggunakan algoritme memiliki lama waktu tercapainya PEE lebih singkat dibandingkan kelompok sebelum menggunakan algoritme median 24 jam vs 74 jam p

Background Early implementation of enteral nutrition EN algorithm is recommended as a strategy in overall nutritional support of the critically ill children Until nowadays there is no standard EN algorithm used for critically ill children in PICU RSCM
Objective To evaluate the time to reach energy goal predicted energy expenditure PEE before and after implementation EN algorithm for achieving optimal EN energy goal in PICU
Methods Patients admitted to PICU RSCM aged 1 mo ndash 18 yo who stayed more than 24 hours who received EN Retrospective data was collected from 37 medical records of patients admitted to PICU from July - September 2015 before implementation EN algorithm group Prospective data enrolled from October ndash December 2015 with 37 consecutive patients who received EN using algorithm after implementation algorithm group. Nutritional audit and time to reach PEE was compared in both groups
Results We found the median time to reach PEE was decreased from 74 hrs to 24 hrs p."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Efa Apriyanti
"Abstrak
Studi literatur menyebutkan bahwa kebutuhan keluarga saat mendampingi anak dirawat di PICU sangatlah kompleks dan bersifat subjektif sehingga pengkajian kuesioner dirasa belum mampu mewakili gambaran kebutuhan keluarga yang sebenarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan persepsi perawat PICU dengan keluarga pasien PICU mengenai prioritas kebutuhan keluarga dari anak yang dirawat di ruang rawat intensif. Penelitian ini meng-gunakan mixed method approach dengan pendekatan kuantitatif menggunakan desain cross sectional di tahap pertama pengumpulan data, dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan cara wawancara mendalam di tahap ke dua. Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan Critical Care Family Need Inventory yang telah di-modifikasi. Hasil analisis data menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara persepsi perawat dan keluarga dalam menilai kebutuhan keluarga pasien PICU. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum perawat PICU di dua rumah sakit yang menjadi sampel dalam penelitian ini lebih mampu memahami kebutuhan keluarga pasien dibandingkan dengan perawat dalam penelitian-penelitian sebelumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
610 UI-JKI 21:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>