Ditemukan 154583 dokumen yang sesuai dengan query
Rizki Idesti Ramadhani
"
ABSTRAKApa yang diangkat ke layar lebar melalui karya film seringkali diinspirasi dari beragam konflik yang ada dalam masyarakat Unsur budaya kemudian turut diangkat dalam narasi film Namun mengangkat hal tersebut seringkali menjadi isu sensitif yang mudah bersinggungan dengan diskriminasi SARA Film Cinta Tapi Beda menceritakan kisah percintaan dengan latar belakang keyakinan dan budaya yang berbeda diantara karakter utamanya Polemik kemudian muncul diantara sekelompok masyarakat Minangkabau yang memprotes penggambaran tokoh Diana sebagai perempuan asal Padang beragama Katolik karena dianggap menghina nilai budaya etnis mereka Isu diskriminasi SARA kemudian muncul terkait identitas budaya Minangkabau Bahasa Padang yang digunakan Diana dalam berinteraksi menjadi salah satu hal yang dapat menimbulkan kekeliruan dalam menafsirkan identitas aslinya sebagai pendatang dari Manado Untuk bisa menghindari polemik yang terjadi diperlukan pemahaman secara menyeluruh terhadap film dari khalayaknya sehingga terhindar dari bias persepsi Selain itu riset yang mendalam juga perlu dilakukan oleh individu individu dibalik layar sehingga bisa mengangkat unsur budaya dengan benar dan memiliki justifikasi yang tepat untuk mengangkat hal tersebut.
ABSTRACTWhat was brought to the cinemas through filmmaking often inspired from conflicts occurred within society Cultural elements then punctuated through the film rsquo s narration However putting such punctuation often changed into a sensitive issue that collides with SARA discrimination The film Cinta Tapi Beda tells us about a love story between the main characters which had difference in both cultural and religious background Polemics then arouse among the people of Minangkabau who are against the depiction of Diana as Catholic Padangnese woman because it is considered offending the value of their cultural ethnicity SARA discrimination issue then rises regarding the Minangkabau rsquo s cultural identity Padangese language spoken by Diana in her interaction could be one of the factors that mislead the interpretation of her true identity as pilgrim from Manado That rsquo s why I think that it needs a holistic understanding from the audience in order to avoid the polemic and perception bias occurred in the film Moreover people behind the scene need to conduct an in depth research so that they can lift the cultural elements correctly and has the right justification to elevate those things mentioned."
2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
JIIS 4:1(2010)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
JIIS 4(1-2)2010
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007
340.52 TAP
Buku Teks Universitas Indonesia Library
020 VIS 12:1 (2010)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Sulistyowati Irianto
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007
923.49 TAP
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Yogyakarta: Yayasan Galang, 2000
305.42 BEN
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jena Sinanda
"Perempuan rentan diposisikan sebagai objek yang dinilai berdasarkan bentuk tubuh dan penampilannya. Hal ini menyebabkan terbentuknya wacana objektifikasi terhadap perempuan. Wacana tersebut terdapat pada salah satu film Indonesia yang disutradarai oleh Ernest Prakasa, yaitu film Imperfect: Karier, Cinta, dan Timbangan (2019) yang menjadi korpus penelitian ini. Pemosisian perempuan sebagai objek di dalam film memicu perlawanan perempuan untuk terlepas dari praktik objektifikasi. Dengan menggunakan teori sinema Bordwell dan Thompson, teori objektifikasi Nussbaum, dan kritik feminis Bartky, penelitian ini berusaha membongkar struktur film dan menganalisis praktik objektifikasi serta upaya pendisiplinan tubuh perempuan di dalam film. Selanjutnya, konsep new femininity Taylor digunakan untuk menganalisis strategi perempuan yang dihadirkan di dalam film. Penelitian ini menemukan bahwa film ini berusaha menampilkan pandangan kritis terhadap objektifikasi perempuan dengan menampilkan perlawanan terhadap konstruksi tubuh ideal. Perlawanan dihadirkan melalui kesadaran perempuan sebagai seorang subjek dan menampilkan feminitas sebagai bentuk ekspresi diri, bukan sebagai hasil konstruksi kecantikan yang berlaku.
Women are vulnerably positioned as objects that are judged based on their body shape and appearance. This has led to the formation of a discourse of objectification toward women. This discourse is contained in one of the Indonesian films directed by Ernest Prakasa, Imperfect: Karier, Cinta, dan Timbangan (2019). The film is the corpus of this research. The positioning of women as objects in the film triggers women's resistance to being separated from the practice of objectification. By using Bordwell and Thompson's theory of cinema, Nussbaum's theory of objectification, and Bartky's feminist critique, this study tries to uncover the film’s structure and analyze the practice of objectification and efforts to discipline the female body in films. Furthermore, Taylor's new femininity concept is used to analyze the strategies of women presented in the film. The study found that this film attempts to present a critical view of the objectification of women by showing resistance to the ideal body’s construction. Resistance is presented through the awareness of women as a subject and shows femininity as a form of self-expression, not because of the existing beauty construction."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Ribka Sangianglili
"Skripsi ini menganalisis dekonstruksi yang terjadi dalam film animasi bergenre superhero, Megamind. Melalui perbandingan antara film ini dengan film-film superhero klasik, diperoleh hasil bahwa film ini telah medekonstruksi konvensi cerita superhero dalam aspek penokohan, alur cerita, dan sudut pandang. Namun, melalui pengkajian postkolonialisme dan gender, upaya dekonstruksi dalam film ini mengandung dualisme. Pada satu sisi, upaya tersebut terlihat telah melawan supremasi kulit putih serta nilai maskulinitas dan femininitas konvensional yang kerap kali muncul dalam film superhero pada umumnya. Tapi, di sisi lain, terjadi ambivalensi dalam upaya dekonstruksi tersebut karena pada akhirnya malah menekankan pola-pola tersebut. Lebih lanjut, dekonstruksi tersebut ternyata bertujuan untuk merekonstruksi konsep hero yang berbeda. Melalui tokoh Megamind, terdapat beberapa hal yang berusaha ditekankan yaitu proses untuk menjadi hero dan kekuatan yang tidak sekedar mengandalkan fisik.
This undergraduate thesis analyses the deconstruction which happens in Megamind, an animated superhero movie. By comparing this movie and several classic superhero movies, it can be concluded that Megamind has changed the basic convention of superhero stories through its characters, plot, and point of view. However, there is a dualism meaning in the deconstruction. On one hand, this movie seems to oppose the white supremacy, and also the conventional masculinities and femininities which usually can be seen in superhero movies in general. On the other hand, it also confirms those values again. Furthermore, the movie reconstructs different concept of hero as the result of the ambivalence in the deconstruction. Megamind shows some hero's qualities that rarely appear in the classic superhero movies such as the process to be a hero and other kind of powers beside the physical power."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43374
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Andriadi
"
ABSTRAKDegradasi apresiasi terhadap film Western mutakhir melatarbelakangi penelitian ini. Para produser film mencoba merevitalisasi elemen film Western agar menghasilkan karya yang lebih menarik dengan atmosfer yang berbeda. Penelitian ini menelaah invensi dan interaksi budaya melalui eksplorasi unsur-unsur eksternal yang menyebabkan perubahan pada formula genre Western dalam film Wild Wild West (1999) dan Django Unchained (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi pembalikan tipe struktur estetika dalam kedua film tersebut. Pertama, latar karya menunjukkan ruang yang semakin modern dan cenderung mengurangi ruang kebudayaan liar; kedua, ikon persenjataan dan transportasi yang digunakan oleh para tokoh semakin modern; ketiga, tokoh hero yang ditampilkan semakin marjinal; keempat, ide cerita semakin variatif dan dinamis; kelima, situasi dan pola tindakan yang disuguhkan menunjukkan formula kekerasan yang semakin brutal. Evolusi yang terjadi pada kedua film teranalisis dipengaruhi oleh politisasi produksi, perubahan jaman, dan perubahan selera penonton/masyarakat."
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016
400 JIKKT 4:2 (2016)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library