Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215082 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riza Faisal
"[ABSTRAK
Karya tulis ini berfokus pada isu pemekaran wilayah (khususnya kota dan
kabupaten) di Indonesia. Teori-teori menyarankan bahwa pemekaran,
dikombinasikan dengan desentralisasi dapat membawa manfaat bagi masyarakat.
Para pendukung pemekaran menekankan keunggulan pemerintahan yang kecil
dengan masyarakat yang lebih homogen dapat lebih efektif dalam memberikan
pelayanan public. Hal ini didukung dengan adanya transfer fiskal dari pemerintah
pusat yang menjamin kelangsungan operasi pemerintah daerah. Tapi, banyak
penelitian menyimpulkan pelayanan public di daerah otonomi baru belum sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja daerah otonom baru dalam
memberikan pelayanan public dan meningkatkan kinerja ekonomi dengan
menggunakan metode difference in difference. Kami menemukan bahwa, kota
baru berhasil mengoptimalkan otonomi yang lebih luas untuk menjaga atau
bahkan melampaui prestasi pelayan public dari kota yang tidak mengalami
pemekaran. Sebaliknya, kabupaten baru mengalami kesulitan untuk memperbaiki
kondisi mereka setelah pemekaran. Kami menekankan pentingnya perbaikan
prosedur evaluasi terhadap pengusulan pembentukan daerah otonomi baru untuk
menghasilkan daerah otonomi baru yang lebih berkualitas.

ABSTRACT
This paper focuses on the separation of municipalities (cities and districts)
in Indonesia. Theories suggest that separations, combined with decentralization,
bring about benefits to the people. Proponents of separations in the real world also
emphasize various promises of separations and the creation of new local
governments. The presence of generous fiscal transfers from the central
government is also likely to allow the newly created municipalities to provide a
higher level of public services. But anecdotes suggest that public services have
not improved in many of the new regions.
This research aimed to assess new autonomous region performance in
delivering public service and improving economic performance by using
Difference in Difference method. We found that, in following years after
separation, new cities was managed to optimize the effect of separation to keep up
or even surpass unseparated region?s public service achievement. In contrast, new
rural districts suffer difficulties to improve their condition following the
separation. We stressed the improvement of screening procedure in order to create
more qualified and self-reliant new autonomous regions in the future.;This paper focuses on the separation of municipalities (cities and districts)
in Indonesia. Theories suggest that separations, combined with decentralization,
bring about benefits to the people. Proponents of separations in the real world also
emphasize various promises of separations and the creation of new local
governments. The presence of generous fiscal transfers from the central
government is also likely to allow the newly created municipalities to provide a
higher level of public services. But anecdotes suggest that public services have
not improved in many of the new regions.
This research aimed to assess new autonomous region performance in
delivering public service and improving economic performance by using
Difference in Difference method. We found that, in following years after
separation, new cities was managed to optimize the effect of separation to keep up
or even surpass unseparated region?s public service achievement. In contrast, new
rural districts suffer difficulties to improve their condition following the
separation. We stressed the improvement of screening procedure in order to create
more qualified and self-reliant new autonomous regions in the future., This paper focuses on the separation of municipalities (cities and districts)
in Indonesia. Theories suggest that separations, combined with decentralization,
bring about benefits to the people. Proponents of separations in the real world also
emphasize various promises of separations and the creation of new local
governments. The presence of generous fiscal transfers from the central
government is also likely to allow the newly created municipalities to provide a
higher level of public services. But anecdotes suggest that public services have
not improved in many of the new regions.
This research aimed to assess new autonomous region performance in
delivering public service and improving economic performance by using
Difference in Difference method. We found that, in following years after
separation, new cities was managed to optimize the effect of separation to keep up
or even surpass unseparated region’s public service achievement. In contrast, new
rural districts suffer difficulties to improve their condition following the
separation. We stressed the improvement of screening procedure in order to create
more qualified and self-reliant new autonomous regions in the future.]"
2015
T45208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agreta Indah Gusumawati
"Desentralisasi di Indonesia telah mendorong terjadinya pemekaran daerah. Banyak daerah telah memisahkan diri dari kabupaten/kota yang ada dan mendirikan kabupaten/kota baru. Akibatnya, jumlah kabupaten/kota di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 276 (65 kota, 249 kabupaten) pada tahun 1998 menjadi 514 (98 kota; 416 kabupaten) pada tahun 2014. Melalui penelitian ini, kami menganalisis dampak pemekaran daerah terhadap kinerja kabupaten/kota. Secara khusus, dengan menggunakan metode Difference-in-Differences dan data di level kabupaten/kota dari tahun 2001 hingga 2013, kami membandingkan tingkat kinerja yang diukur melalui beberapa indikator layanan publik di kabupaten/kota hasil pemekaran dengan kabupaten/kota yang tidak mengalami pemekaran. Studi mengenai desentralisasi menunjukkan bahwa pemerintah daerah dapat menangani secara kompeten wewenang dan tanggungjawab yang didelegasikan dari pemerintah pusat jika mereka memiliki kapasitas dan sumber daya yang cukup. Oleh karena daerah di perkotaan relatif lebih mampu daripada di daerah kabupaten, maka daerah yang baru dibentuk di daerah perkotaan cenderung berkinerja baik. Dengan demikian, dampak pemekaran terhadap pelayanan publik akan positif di daerah kota dan negatif di daerah kabupaten. Kami menemukan bahwa untuk kabupaten/kota yang dibentuk dari 2001 hingga 2003, sesuai dengan ekspektasi kami, dampaknya cenderung positif untuk kota dan negatif untuk kabupaten. Untuk pemekaran yang terjadi dari tahun 2007 hingga 2009, dampaknya secara statistik tidak signifikan baik untuk kota maupun kabupaten.

Decentralization in Indonesia has led to the concurrence of local government proliferation. Many areas have split from existing municipalities and established new ones. As a result, the number of municipalities in Indonesia has almost doubled from 276 municipalities (65 kota; 249 kabupaten) in 1998 to 514 municipalities (98 kota; 416 kabupaten) in 2014. We analyze the impacts of the proliferation on the performance of municipalities. In particular, using the Difference-in-Differences method and municipality-level data from 2001 to 2013, we examine whether the level of performance–measured by several public service indicators–increased more substantially in newly created municipalities than in municipalities whose boundaries remained unchanged. Studies of decentralization suggest that local governments can competently handle greater tasks they have assumed from the central government if they have sufficient capacity and resources. Since municipalities in urban areas (kota) are on average more capable than those in rural areas (kabupaten), newly created municipalities in urban areas should be able to perform well. Thus, the impacts of the proliferation should be positive in urban areas and negative in rural areas. We find that for municipalities established from 2001 to 2003, consistent with our expectations, the impacts tend to be positive for kota and negative for kabupaten. For the wave of proliferation from 2007 to 2009, the impacts are mostly not statistically significant for both kota and kabupaten."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T52006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Rahmi Maghfira
"Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 2001. Salah satu tujuan desentralisasi adalah memaksimalkan peran pemerintah daerah agar mampu mengatasi permasalahan di daerah yang dapat menghambat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan pembangunan ekonomi. Diantara masalah yang dapat menghambat terwujudnya kesejahteraan masyarakat adalah konflik lokal. Kajian ini melihat dampak desentralisasi di wilayah Jabodetabek terhadap jumlah konflik dari data PODES tahun 2008, 2011, 2014 dan 2018. Hasil estimasi dengan menggunakan Regression Discontinuity menunjukkan bahwa desentralisasi di Jabodetabek memiliki korelasi positif dengan jumlah konflik di Jakarta. pada 2014 dan 2018.

The implementation of decentralization in Indonesia has been going on since 2001. One of the goals of decentralization is to maximize the role of local governments in order to be able to overcome problems in the regions that can hinder the realization of people's welfare and economic development. Among the problems that can hinder the realization of community welfare are local conflicts. This study looks at the impact of decentralization in the Jabodetabek area on the number of conflicts from PODES data for 2008, 2011, 2014 and 2018. Estimation results using Regression Discontinuity show that decentralization in Jabodetabek has a positive correlation with the number of conflicts in Jakarta. in 2014 and 2018."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashila Ghitha
"Meskipun Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi antara provinsi yang memiliki sumber daya tambang yang banyak dibandingkan dengan provinsi yang memiliki sumber daya tambang sedikit. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami hubungan antara industri pertambangan dan pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi di Indonesia pasca desentralisasi. Dengan menggunakan data panel dan berbagai indikator industri pertambangan, temuan dari makalah ini adalah pilihan cara yang berbeda dalam mengukur industri pertambangan akan menghasilkan hubungan dengan pertumbuhan ekonomi yang bervariasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan berdampak positif terhadap pertumbuhan bila sektor pertambahngan diukur dari proporsi kredit tambang tetapi berpotensi untuk menghambat pertumbuhan jika diukur dengan proporsi tenaga kerja di sektor tambang, dan besarnya dampak sektor ini terhadap pertumbuhan lebih besar di provinsi dengan sumber daya pertambangan yang tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pendidikan pekerja berkorelasi negatif dengan pertumbuhan ekonomi. Riset ini menghasilkan dua implikasi utama: (1) sektor pertambangan merupakan industri dengan penggunaan kapital yang tinggi, dan (2) pekerja berketerampilan tinggi cenderung bekerja di sektor yang memiliki produktivitas tinggi seperti manufaktur dan jasa daripada di sektor primer. Makalah ini menyarankan bahwa pemilihan pengukuran indikator pertambangan dan analisa terhadap hubungan antara sektor pertambangan dan pertumbuhan ekonomi harus dilakukan dengan hati-hati.

Despite the abundance of natural resources in Indonesia, there have been economic growth differences in provinces with a high share of mining resources compared to provinces with fewer mining resources. This paper aims to find the relationship between the mining industry and economic growth across provinces in Indonesia after decentralization has taken place. Using panel data and various indicators of the mining industry, this paper finds that different ways of measuring the mining industry yield different outcomes in economic growth. The results show that the mining sector positively impacts growth if it is measured as a share of credit but may impede growth if it is measured as a share of employment, and the magnitude impact of this sector on the province’s growth is bigger in the provinces with higher mining resources. The results also show that the employees’ education is strongly negatively correlated with economic growth. These findings generate two main implications: (1) the mining sector is a relatively high capital-intensive industry, and (2) the high-skilled employees tend to work in high-productivity sectors such as manufacture and services rather than in primary sectors. This paper suggests that the choice of mining indicator measurement and its analysis on the relationship between the mining sector and economic growth should be performed carefully. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurkholis
"ABSTRAK
Kebijakan desentralisasi di Indonesia secara tegas mulai dilaksanakan pada tahun 2001, dan telah membawa perubahan yang besar terhadap kondisi perekonomian daerah. Saiah satu usaha dalam meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat pembangunan perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana percepatan pertumbuhan kehidupan berdemokrasi dalam era desentralisasi adalah kebijakan pembentukan daerah. Pembentukan daerah yang secara massive terjadi adalah berupa pemekaran wilayah, khususnya wilayah Kabupaten/Kota. Terkait dengan kebijakan desentralisasi dan pembentukan daerah, ukuran yang optimal bagi pemerintahan daerah menemukan urgensinya karena memiliki keserasian dan kesinergian dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah. Studi ini berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yang signifikan dipertimbangkan dalam proses pemekaran daerah selama ini dan mengukur ukuran optimal bagi pemerintahan Kabupaten/Kota yang mendukung terwujud dan tercapainya tujuan dari kebijakan desentralisasi. Dari hasil studi ini, nantinya akan dapat disimpulkan bagaimana pola reformasi terhadap pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia yang sehanisnya dilakukan. Hasil analisis dengan menggunakan model probit menunjukkan bahwa suatu wilayah Kabupaten/Kota akan memiliki peluang besar/kecenderungan untuk dimekarkan selama ini adalah apabila daerah tersebut (berdasarkan urutan bobot pertimbangan, dari yang terbesar sampai terkecil): a) terletak di luar Jawa dan Bali; b) daerah berstatus Kabupaten; c) memiliki rasio PDS terhadap pengeluaran total yang besar; d) bukan daerah Baru basil pemekaran; e) memiliki PDRB yang berkontribusi besar terhadap PDRB total (atas dasar harga berlaku) seluruh Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi; f) mempunyai jumlah penduduk yang besar; g) mempunyai wilayah yang cukup luas; h) mendapatkan alokasi DAU yang besar; dan i) memiliki nilai PDRB yang relatif kecil. Dari faktor-faktor yang signifikan menjadi pertimbangan dilakukannya pemekaran wilayah selama ini tersebut, terlihat bahwa kinerja dari pembangunan daerah masih belum/tidak signifikan untuk dipertimbangkan. Hasil regresi fungsi translog dan fungsi kuadratik dengan menggunakan pendekatan minimisasi pengeluaran per kapita menunjukkan eksistensi economies of scale dari besarnya jumlah penduduk Kabupaten/Kota. Dengan menggunakan pendekatan maksimisasi, ditunjukkan pula bahwa pengeluaran Pemerintah KabupatenlKota selama ini belum efisien dan belum mendukung upaya pencapaian kinerja pembangunan seperti yang dicita-citakan.
Dengan berbagai ketentuan, variabel yang signifikan digunakan dalam pengukuran ukuran optimal adalah jumlah penduduk. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan minimisasi dan maksimisasi, ukuran optimal bagi KabupatenlKota yang diperoleh tidak tunggal (berbeda-beda), baik antara Kabupaten dan Kota, antar setiap jenis pengeluaran per kapita, maupun antar waktu. Hasil perhitungan dengan pendekatan maksimisasi dan minimisasi menunjukkan adanya sating kesinergian. Secara umum, ukuran jumlah penduduk yang optimal bagi daerah KabupatenlKota agar pengeluaran per kapita dapat minimum dan jumlah penduduk minimal agar PDRB per kapita dapat meningkat adalah sekitar 2 (dua) juta jiwa. Realitas ukuran Pemerintah Kabupaten/Kota yang secara umum relatif kecil dibandingkan dengan ukuran optimal dan ukuran minimal, menunjukkan masih belum efisiennya pengeluaran Pemerintah Kabupaten/Kota, dan juga belum mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga, kebijakan pemekaran wilayah yang dilakukan selama ini justru membuat semakin tidak tercapainya tujuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nukman
"Tesis ini membahas pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005 - 2009 oleh pemerintah terhadap pelaksanaan pembangunan di daerah tertinggal di Indonesia. Kebijakan pemerintah pusat yang diwujudkan dalam instrumen kebijakan fiskal berupa dana perimbangan (Intergovermental transfer). Besaran dana perimbangan yang telah diberikan pemerintah pusat diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempercepat proses pembangunan di daerah tertinggal.
Analisis desentralisasi fiskal pada penelitian ini difokuskan pada indikator pengeluaran, yang merupakan rasio total pengeluaran pemerintah daerah terhadap total pengeluaran pemerintah pusat, serta menggunakan satu set variabel kontrol yang terdiri dari Level Awal Pertumbuhan, Pertumbuhan Penduduk, Investasi, dan Human Capital sebagai variabel independen dan pertumbuhan PDRB percapita sebagai variabel dependen. Data berupa data panel dan diestimasi dengan pendekatan Least Square Dummy Variabel (LSDV) atau dikenal juga sebagai Fixed Effect Model (FEM) dengan crosssection weigth (pembobotan).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal namun nilai pertumbuhan yang dihasilkan relatif masih sangat kecil sehingga rata-rata PDRB per kapita di daerah tertinggal masih jauh di bawah rata-rata PDRB perkapita nasional.

This thesis discusses the implementation of the National Mid-term Development Plan (RPJMN) 2005 - 2009 by the government in developing disadvantaged regions in Indonesia. Central government policies embodied in the instruments of fiscal policy in the form of grants (Intergovernmental transfer). The amount of grants which is provided by the central government is expected to accelerate economic growth and development in disadvantaged regions.
Analysis of fiscal decentralization in this study focused on expenditure approach, which is the ratio of total expense of local government to the total expense of the central government, as well as applying a set of control variables consist of Initial Level of Growth, Population Growth, Investment, and Human Capital as independent variable and regional srowth as dependent variable. Panel data is used and estimated by adopting Least Square Dummy variable approach (LSDV), also known as Fixed Effect Model (FEM) with a cross-section weight.
The results indicate that the effect of fiscal decentralization have positive and significant impact on economic growth in disadvantaged regions, but the resulting growth rate is relatively small, therefore the average of GDP per capita in disadvantaged regions is far behind the average of national GDP per capita.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudi Setiadi
"ABSTRAK
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan di Negara kesatuan yang mengenal pemerintahan daerah, diberlakukan desentralisasi pemerintahan. Pemberlakuan desentralisasi pemerintahan berdampak pada penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selain kewenangan yang mencakup pertahanan dan keamanan, hubungan luar, agama, moneter, dan pemerintahan umum, kewenangan pemerintah pusat lainnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, berdasarkan prinsip desentralisasi. Dengan adanya prinsip money follows functions, maka setiap penyerahan beberapa kewenangan bidang pemerintahan disertai dengan penyerahan kewenangan bidang keuangannya, oleh karena itu berlakulah desentralisasi fiskal (Fiscal Decentralization). Tesis ini membahas tentang salah satu jenis kebijakan desentralisasi fiskal, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU). Perannya sebagai block grant dan equalization grant, DAU mendukung dilaksanakannya desentralisasi pemerintahan. Dengan demikian, DAU perlu dipertahankan untuk tetap dilaksanakan, namun dengan sedikit perubahan dalam peraturan perundang-undangannya. Hal tersebut perlu dilaksanakan agar tercipta ketegasan bahwa tujuan desentralisasi ialah untuk menciptakan Pemerintah Daerah yang mandiri. Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode penelitian normatif, didukung data sekunder dan dilengkapi dengan hasil studi kasus di pemerintah daerah kabupaten penerima DAU yang telah menggunakan DAU sesuai dengan UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

ABSTACT
Government decentralization was enforced in order to support the development implementation in the Unitary State which was familiar with local government. The impact of the government decentralization was the devolution from the central to the local government. Besides authority in the field of security and defense, foreign relationship, religion, monetary, and general governance, other authority of the central government were transferred to the local government based on the decentralization principles. With the establishment of money follows functions principle, every devolution in the field of governance would also be followed by the devolution in its financial field, and for that reason the Fiscal Decentralization was applied. This thesis would discuss about one of the fiscal decentralization policies, which was General Allocation Fund (GAF). With the role as block grant and equalization grant, GAF supported the government decentralization implementation. Therefore, it was necessary to maintain the implementation of GAF, but with a few changes in its laws and regulations. The changes must be made to state that the goal of decentralization was to create an independent local government. On the preparation of the thesis, the writer used a normative research method, which supported by secondary data and equipped with case study results of district government which received the GAF and had used it in accordance with the Regulations No. 33 year 2004, about the Financial Balance between the Central Government and the Local Government and the Government Regulation No. 55 year 2005 about the Balance Fund."
2013
T35281
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maolana Amin Iskandar
"Penelitian ini mencoba mengumpulkan bukti empiris terkait komponen APBD meliputi belanja modal, dana perimbangan, serta kemandirian fiskal untuk dinilai pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di pulau Jawa periode 2006-2010. Penelitian ini juga menguji pengaruh Human Development Index (HDI), pertumbuhan jumlah penduduk, statistik politik, serta kualitas pengelolaan keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel.
Hasil pengujian menyatakan bahwa kemandirian fiskal, HDI, dan statistik politik berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kesimpulan lain dalam penelitian ini adalah belanja modal, dana perimbangan, kualitas pengelolaan keuangan daerah, dan pertumbuhan jumlah penduduk tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

This study attempted to collect empirical evidence related to certain components of local budget which are capital expenditure, intergovernmental transfer, and fiscal autonomy to analyze its influence towards local economic growth of regencies/municipalities in Java for the period 2006-2010. Moreover, this study tried to evaluate the effect of Human Development Index (HDI), population growth, political statistics, and quality of local government's financial management. This study is a quantitative study using panel data.
This study concluded that fiscal autonomy, HDI, and political statistics influence local economic growth. In addition, capital expenditure, intergovernmental transfer, quality of local government's financial management, and population growth do not influence local economical growth.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghany Ellantia Wiguna
"Pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung pertama di Indonesia diadakan pada tahun 2005. Untuk memenangkan pemilihan, calon kepala daerah harus memperoleh suara tertinggi. Di sisi lain, setelah implementasi desentralisasi di Indonesia, kepala daerah memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan daerah termasuk kewenangan untuk menyiapkan Anggaran Daerah (APBD). Wewenang untuk menyiapkan APBD memungkinkan penyalahgunaan anggaran dengan memanipulasi anggaran untuk menarik simpati dari pemilih untuk dipilih kembali dalam pemilihan berikutnya. Itu menyebabkan anggaran pemerintah membentuk siklus yang mengikuti tahun pemilihan. Dalam politik teori anggaran publik, keputusan anggaran tidak hanya didasarkan pada keputusan teknis tetapi juga keputusan politik. Kekuatan kelompok kepentingan memainkan peran penting dalam keputusan anggaran.
Studi ini dilakukan untuk melihat pola siklus anggaran yang terjadi pada tahun pemilu dan bagaimana peran koalisi partai kepala daerah di DPRD dalam pengambilan keputusan anggaran. Siklus anggaran dianalisis dalam sisi pendapatan dan pengeluaran untuk melihat keseluruhan pola siklus anggaran. Penelitian ini menggunakan data panel dari 502 kabupaten/kota pada periode 2011-2017 menggunakan Fixed Effect Model dan Pooled OLS. Hasilnya menunjukkan bahwa ada pengaruh tahun pemilihan pada tingkat agregat pendapatan dan pengeluaran. Ini menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran dibiayai dari peningkatan sisi pendapatan. Di sisi pendapatan, PAD meningkat pada tahun pemilihan yang berasal dari pajak dan PAD lainnya.
Di sisi pengeluaran, pengeluaran yang relatif lebih tinggi di bidang ekonomi, perumahan dan fasilitas publik, kesehatan dan fungsi perlindungan sosial sebagai kebutuhan dasar kesejahteraan rakyat. Dan sebagian besar jenis anggaran yang relatif lebih tinggi di tahun pemilu adalah belanja baik dan layanan dan belanja karyawan. Pangsa koalisi partai kepala daerah di DPRD signifikan terhadap pengeluaran dan pendapatan di tingkat agregat. Di tingkat komponen pengeluaran dan pendapatan, kekuatan koalisi di DPRD hanya signifikan terhadap pendapatan terutama PAD yang berasal dari pajak dan PAD lainnya. Karena DPRD juga memengaruhi keputusan anggaran, jika ada praktik PBC, koalisi partai kepala daerah di DPRD juga terlibat atau memiliki peran di dalamnya.

The first direct regional head election (Pilkada) in Indonesia was held in 2005. To win the election, regional head candidates must obtain the highest votes. On the other hand, after the implementation of decentralization in Indonesia, the regional head has the authority to manage regional finances including the authority to prepare the Regional Budget (APBD). The authority to prepare the APBD allows budget misuse by manipulating the budget to attract sympathy from voters for re-election in the next election. That causes the government budget to form a cycle that follows the election year. In the politics of public budget theory, budget decisions are not only based on technical decisions but also political decisions. The strength of interest groups plays an important role in budget decisions.
This study was conducted to look at the pattern of the budget cycle that occurred in the election year and how the role of the party coalition of regional heads in the DPRD in budget decision making. The budget cycle is analyzed in terms of income and expenditure to see the overall pattern of the budget cycle. This study uses panel data from 502 districts / cities in the period 2011-2017 using the Fixed Effect Model and Pooled OLS. The results show that there is an influence of the election year on the aggregate level of income and expenditure. This shows that the increase in expenditure was funded by an increase in income.
On the revenue side, PAD increased in the election year originating from taxes and other PAD. On the expenditure side, expenditures are relatively higher in the economic, housing and public facilities, health and social protection functions as the basic needs of people's welfare. And most types of budgets that are relatively higher in the election year are good spending and service and employee spending. The share of the party head coalition in the DPRD is significant on expenditure and income at the aggregate level. At the level of expenditure and revenue components, the strength of the coalition in the DPRD is only significant to revenues, especially PAD derived from taxes and other PAD. Because the DPRD also influences budget decisions, if PBC practices are involved, the regional head party coalition in the DPRD is also involved or has a role in it.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenida Ayumi
"Kutukan sumber daya alam menggambarkan kegagalan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam untuk mendapatkan manfaat bagi pembangunan. Berbagai literatur empiris menunjukkan negara atau wilayah yang kaya akan sumber daya alam mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini melihat hubungan kekayaan sumber daya alam dengan indikator kesejahteraan masyarakat yaitu tingkat kemiskinan dalam konteks desentralisasi di Indonesia. Skema desentralisasi memegang peranan penting dalam mengatur pembagian kewenangan dan penerimaan (bagi hasil) pengelolaan sumber daya alam di berbagai level pemerintahan. Melalui metode regresi data panel, hasil penelitian ini menunjukkan kekayaan sumber daya alam berkorelasi searah dengan tingkat kemiskinan di kabupaten/kota periode tahun 2010-2018. Hasil tersebut sekaligus membuktikan adanya indikasi fenomena kutukan sumber daya alam di Indonesia.

Resource curse illustrates the failure of jurisdictions which have natural resources abundance to gain benefits for development. Various empirical literature shows resource-rich countries or regions experiences deceleration of economic growth. This study analyze the impact of natural resource abundance towards poverty rate, as welfare indicator, in the context of decentralization in Indonesia. Decentralization scheme plays important role in regulating functional assignment and revenue sharing of natural resource management at various levels of government. Through the panel data regression method, the results of this study indicate natural resources abundance is commonly correlated with poverty rate in districts/cities level on 2010-2018 period. This result also prove the indication of natural resource curse phenomenon in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>