Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167960 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samuel Raja
"Lapisan Zinc oxide dideposisikan diatas substrat silikon (Si) dan Indium Tin Oxide (ITO) menggunakan metode spin-coating. Prekursor yang dipilih adalah Zinc Acetate Dihydrate yang dilarutkan dalam 3 jenis pelarut yang berbeda-beda yaitu etilen glikol, aqua bides, dan aqua bides - etilen glikol. Setelah pendeposisian pada 2000 rpm selama 20 detik, lapisan diberi perlakuan panas yaitu drying pada 100°C dan suhu annealing pada temperature 500°C untuk membentuk 5 lapis ZnO dari setiap sampel.
Hasil dari pengujian X-Ray diffraction (XRD) dari sampel lapisan dengan 3 jenis larutan yang berbeda menunjukkan hasil struktur kristal yang sama yaitu heksagonal dengan parameter kisi yang berbeda-beda untuk setiap jenis pelarut dengan parameter kisi a=b≠c, namun berbeda nilai parameter untuk setiap pelarut berbeda. Sifat optis diinvestigasi dengan Uv-visible diffuse reflectance, dan energi band gap didapatkan. Hasil dari scanning electron microscopy (SEM) menginvestigasi morfologi lapisan dari pelarut yang berbeda. Sintesis dengan berbeda-beda pelarut menunjukkan pengaruh pada struktur dan sifat optis dari lapisan ZnO.

Zinc oxide Films were deposited on the substrate Silicon (Si) and Indium Tin Oxide (ITO) with a spin-coating method. Preferred precursor was Zinc Acetate Dihydrate dissolved in three different solvents ethylene glycol, aqua bidest, and aqua bidest - ethylene glycol. After deposited at 2000 rpm for 20 seconds, the films were dried at 100°C and annealed at 500°C in furnace for five layers each samples.
Results of X-ray diffraction (XRD) of 3 solvents showed the same crystal structure which was hexagonal, with lattice parameters a = b ≠ c were different for each solvent. Optical properties was investigated with Uv-visible diffuse reflectance, and so the band gap energy was achieved The results of scanning electron microscopy (SEM) investigated the morphology thin films of
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S62321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arda Yogatama
"Material multi lapisan Barium Titanat (BaTiO3)/Barium Zirconium Titanat (BaZrTiO3) berhasil ditumbuhkan pada substrat silikon (Si). Lapisan tersebut disintesis dengan metode Chemical Solution Deposition yang diikuti dengan Spin Coating. Dalam sintesis lapisan BTO/BZT tersebut dilakukan variasi siklus heat treatment pada proses penambahan lapisan. Lapisan dikarakterisasi dengan XRD dan SEM guna melihat mikrostruktur serta morfologi yang terbentuk. Parameter sintesis lapisan didapatkan pada lapisan BTO/BZT dengan kecepatan putar 3000 rpm dengan proses pemanasan (1 Siklus). Terjadi peningkatan crystallite size yang sebanding dengan peningkatan kristalinitas pada lapisan dengan proses pemanasan (1Siklus). Crystallite size yang didapatkan kisaran diameter 42-48 nm.

A multilayered material Barium Titanate (BaTiO3)/Barium Zirconium Titanate (BaZrTiO3) has been successfully grown on a silicon substrate. The aforementioned layer was synthesized employing the Chemical Solution Deposition method and Spin Coating method. Temperature cycle variation was conducted within the synthesis process of the layer addition process. The layer was characterized using XRD and SEM in order to observe the microstructure and the morphology of the newly added layer. Layer formation of BTO has been optimized at 3000 rpm in one temperature cycle. There was a proportional increase of crystallite size in respect to the increase in the crystalinity of the layer within one temperature cycle. Crystallite size obtained ranges from 42-48nm in diameter."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S62055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerry Resmi Liyana
"Nanorods ZnO telah menarik minat banyak peneliti karena memiliki karakteristik unik yang berpotensi untuk diaplikasikan pada berbagai divais seperti light-emitting diode (LED), dye-sensitized solar cells (DSSC), dan field-effect transistor. Pengaturan parameter-parameter sintesis untuk mendapatkan karakteristik nanorods ZnO yang sesuai dengan aplikasi-aplikasi strategis tersebut telah dilakukan oleh banyak peneliti. Namun, belum banyak penelitian yang berkaitan dengan karakteristik nanorods ZnO yang sesuai untuk aplikasi pemanasan transparan yang menggabungkan performa panas dan transparansi optik yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh variasi waktu pertumbuhan dan temperatur larutan bibit pada sifat optik dan elektrotermal lapisan tipis nanorods ZnO untuk aplikasi pemanas transparan. Untuk keperluan investigasi, larutan bibit disiapkan pada suhu 0, 30, dan 60 ℃ selama 1 jam dengan menggunakan seng nitrat tetrahidrat dan hexamethylenetetramine sebagai prekursor. Lapisan bibit tersebut kemudian diteteskan ke atas substrat kaca ITO dan didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya, kaca ITO yang telah ditetesi larutan bibit tersebut diputar menggunakan spin coater dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 detik lalu dianil pada temperatur 200℃ selama 5 menit. Setelah proses spin coating, lapisan nanorods ZnO ditumbuhkan menggunakan metode chemical bath deposition (CBD) pada suhu 90 ℃ dengan variasi waktu pertumbuhan yang berbeda (3, 4, dan 5 jam). Sampel yang telah disintesis dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD), scanning electron microscope (SEM), ultraviolet-visible (UV-Vis) spectrophotometry. Untuk melihat hubungan antara struktur dan morfologi sampel dengan karakterisik optik dan elektrotermalnya, resistivitas listrik diukur menggunakan four-point probe dan performa panas menggunakan termokopel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pemanas transparan optimal yang menggabungkan transmitansi tinggi dan resistivitas rendah ditemukan dalam sampel yang disiapkan dengan temperatur larutan bibit 30°C dan waktu pertumbuhan 3 jam dengan resistivitas sekitar 0,882×10−4 ohm.cm dan transmitansi sebesar 60,01%. Selain itu, nanorods ZnO dengan waktu pertumbuhan yang lebih lama, kristalinitas yang lebih baik, cakupan substrat yang baik dengan ukuran diameter yang seragam menunjukkan suhu keadaan tunak (steady-state temperature) dan laju pemanasan/pendinginan yang tinggi. Namun, transparansi optiknya menurun secara bertahap dengan pertambahan waktu tumbuh yang diduga sebagai konsekuensi dari peningkatan cakupan nanorods ZnO pada substrat

ZnO nanorods have been attracting much interest of researchers owing to their unique properties and extensive potential for various applications including light-emitting diode, dye-sensitized solar cells, and field-effect transistor. Controlling synthesis parameters to obtain the desired characteristics of ZnO nanorods for those strategic applications has been done by many investigators. However, there has not been much research related to the suitable characteristics of ZnO nanorods required for a transparent heating application combining high thermal performance and optical transparency. Therefore, this study was aimed at investigating the effect of different growth time and seeds solution temperature on the optical and electrothermal properties of ZnO nanorods thin films. For investigation purposes, the seed solutions were initially prepared at the temperature of 0, 30, and 60℃ for 1 hour by using zinc nitrate tetrahydrate and hexamethylenetetramine as precursors. The ZnO seed layers were subsequently deposited onto ITO glass substrates by spin coating technique before the chemical bath deposition (CBD) growth at temperature of 90℃ for three different growth times (3, 4, and 5 hours). The synthesized ZnO nanorods were characterized by field-emission scanning electron microscopy, x-ray diffraction, and ultraviolet-visible spectrophotometry. To investigate the relationship between the structural and morphological characteristics of the synthesized ZnO nanorods with its electrothermal properties, we measured electrical resistivity using the Four Point Probe and heat performance using thermocouples. The results showed that optimum transparent heater performance combining high transmittance and low resistivity was found in samples prepared with seeds solution temperature of 30°C and growth time of 3 hours with resistivity of 0.882×10−4 ohm.cm and transmittance of 60.01%. In addition, the films for longer growth time with better crystallinity, good substrate coverage, and uniformity in their size exhibited a higher steady-state temperature with higher heating/cooling rate. However, its optical transparency decreased gradually with the prolongation of the growth time, which was expected as a consequence of the increase in ZnO nanorods coverage on the substrates."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Binsar
"Telah dirancang dan dibuat sistem penumbuhan semikonduktor yang telah digunakan dalam penumbuhan semikonduktor lapisan tipis Cadmium Telleruide (CdTe). Sistem penumbuhan yang dirancang dan yang dibuat tersebut, terdiri dari tabung tempat penu nbuhan yang dibuat dari tabung kwarsa, sedangkan kumparan pemanas dibuat dari kawat kantha tipe A dengan diameter 0,508 mm dan resistivitasnya 9,915 ohm/m Sebagai dudukan source, dopant dan substrat holder dibuat dan grafit.
Untuk menutup tabung tempat penumbuhan semikonduktor tersebut, dibuat penutup tabung dari bahan messing yang dilengkapi dengan sheel dan bahan apiezon grease yang digunakan untuk menghindari kebocoran pada persambungan antara tabung kwarsa dengan tutup tabung tersebut. Untuk mendeteksi keadaan temperatur yang terjadi dalam tabung kwarsa, pada masing masing lokasi source, dopant dan substrat holder digunakan thermocoupet tipe K. Untuk mengontrol temperatur yang terjadi dalam tabung kwarsa, digunakan alat kontrol temperatur yang diintegrasikan dengan triac, sebagai alat pembatas temperatur bila melebihi yang ditentukan sebelumnya.
Pada penumbuhan semikonduktor tersebut, menggunakan source Cadmium Tefleruide (CdTe) dan dopant Aluminium (Al) dengan kemurnian 6N, sedangkan substrat holdernya menggunakan grafit dan gelas corning. Penumbuhan semikonduktor lapis CdTe dilakukan dalam tabung kwarsa yang divakumkan dengan metoda penguapan CVD (Chemical Vapour Deposition). Penumbuhan semikonduktor lapis ini dilakukan dengan cara source maupun dopant dipanaskan sampai menguap sedangkan substrat holder dipanaskan antara 360 samai 460 C, kemudian dialirkan gas nitrogen (N2) untuk membawa uap-uap source maupun dopant ke substrat holder. Dari hasil penumbuhan yang dilakukan diperoleh semikonduktor tipe-n dan tipe-p."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S28004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Uswatun Hasanah
"Telah dilakukan pelapisan diamond-like carbon (DLC) dengan metode plasma enhanced chemical vapour deposition (PECVD). Variasi parameter jenis gas, temperatur, tekanan, dan architecture coating dilakukan untuk mengetahui karakteristik lapisan diamond-like carbon yang terbentuk. Diamond dan grafit adalah alotrop karbon yang paling banyak diketahui. Diamond merupakan mineral alam yang paling keras yang memiliki struktur hibridisasi sp3 dan memiliki sifat ketahanan terhadap abrasive. Sedangkan grafit memiliki sifat yang lunak dengan struktur hibridisasi sp2. Diamond-like carbon adalah bentuk karbon amorf metastabil yang memiliki hibridasi sp3 dan sp2.
Dalam penelitian ini dilakukan rekayasa lapisan diamod-like carbon di atas permukaan substrat AISI D2 dengan metode chemical vapour deposition berupa plasma lucutan pijar yang biasa disebut plasma enhanced chemical vapour deposition. Digunakan liquid petroleum gas (LPG) sebagai sumber gas hidrokarbon yang lebih murah dan mudah di dapat. Selain itu juga dilakukan variasi parameter tempespratur dan tekanan untuk mengontrol rasio sp3/sp2. Selanjutnya architecture coating dengan metode double layer dipilih sebagai upaya untuk memperbaiki lapisan single layer. Karakterisasi raman dilakukan untuk membuktikan pembentukan lapisan diamond- like carbon serta rasio ID/IG (Intensity Graphitic/Intensity Disorder). Selain itu pengujian mekanik dan keausan dilakukan untuk mengetahui hubungan rasio sp3/sp2 terhadap rekayasa yang telah dilakukan.
Penggunaan reaktan gas LPG sebagai sumber gas hidrokarbon untuk pelapisan berhasil meningkatkan nilai kekerasan lebih besar yaitu 418,08 HV dibandingkan dengan nilai kekerasan menggunakan gas C2H2 (388,58 HV). Selain itu penggunaan gas LPG menghasilkan CoF lebih kecil sebesar 5,52 x 10-3 sedangkan gas C2H2 didapatkan 7,59 x 10-3. Hal ini dikarenakan rasio H/C pada LPG yang lebih besar yaitu 2,3 sedangkan pada C2H2 yaitu 1. Daya lekat yang dimiliki lapisan dengan gas LPG maupun gas C2H2 memiliki kriteria klasifikasi yang sama yaitu 5B. Didapatkan ketebalan lapisan menggunakan gas LPG lebih besar yaitu 38,65 µm, sedangkan lapisan dengan gas C2H2 sebesar 25,7 µm. Ketebalan ini dipengaruhi oleh kandungan karbon di permukaan, didapatkan bahwa kandungan karbon LPG sebesar 50,57% sedangkan pada gas C2H2 sebesar 35,9%. Nilai rasio ID/IG penggunaan gas LPG berhasil menurunkan rasio yaitu 1.17 dibandingkan dengan gas C2H2 yaitu sebesar 1.31. Semakin kecil nilai rasio maka akan semakin bear rasio sp3/sp2 nya, hal ini akan memperbaiki sifat mekanik di permukaan.
Pengaruh parameter temperatur dan tekanan pelapisan juga telah dilakukan untuk merekayasa lapisan diamond-like carbon. Didapatkan bahwa nilai kekerasan terbesar terjadi di tekanan 1.6 mbar sebesar 445,51 HV, sedangkan pada temperatur yang lebih rendah yaitu 400 oC dihasilkan kekerasan yang lebih besar yaitu 448,06 HV dibandingkan nilai kekerasan pada temperatur yang lebih tinggi (450 oC). Kenaikan tekanan pada 1.6 mbar berhasil menurunkan CoF menjadi 1.3 x10-3. Selain itu juga pada temperatur 400oC dihasilkan nilai CoF yang lebih kecil sebesar 1,15 x10-3, sedangkan pada temperatur 450oC didapatkan 5,52 x10-3. Hal ini dikarenakan kenaikan tekanan akan menghasilkan volume gas yang meningkat dan menghasilkan deposisi yang semakin banyak di permukaan substart yang menyebabkan kekerasan dan ketahanan ausnya meningkat. Kemudian pada temperatur rendah akan menghasilkan tumbukan antar gas dengan energi yang lebih kecil untuk menghasil sp3 lebih banyak, sehingga hal ini menyebabkan peningkatan kekerasan dan ketahanan keausan pada lapisan DLC. Daya lekat yang dimiliki lapisan diamond-like carbon pada semua varisasi temperatur dan tekanan memiliki kriteria klasifikasi yang sama yaitu 5B. Peningkatan temperatur berhasil meningkatkan ketebalan yaitu 38,65 µm. Sedangkan peningkatan ketebalan lapisan didapatkan pada tekanan yang rendah yaitu 1.2 mbar sebesar 28,9 µm. Kenaikan tekanan pada 1.6 mbar berhasil menurunkan rasio ID/IG sebesar 0,84 dibandingkan pada tekanan 1.4 dan 1.2 mbar masing-masing sebesar; 0,96 dan 1,17. Penurunan temperatur terbukti berhasil menurunkan rasio ID/IG sebesar 0,78. Semakin kecil nilai rasio maka akan semakin bear rasio sp3/sp2 nya, hal ini akan memperbaiki sifat mekanik di permukaan.
Selain pelapisan single layer, architecture coating dengan metode double layer telah dilakukan untuk memperbaiki sifat lapisan single layer. Kemudian pengembangan lapisan interlayer kromium juga dilakukan sebagai metode architecture coating lainnya. Pada tahap penelitian architecture coating diperoleh dengan metode double layer Rekayasa 1 didapatkan nilai kekerasan 438,7 HV dan CoF sebesar 2.9x10-3. Hal ini dikarenakan pengaruh gas LPG pada tahap 2 di rekayasa 1 yaitu penggunaan gas LPG, tahap akhir disetiap rekayasa menentukan sifat dari lapisan DLC. Daya lekat yang dimiliki architecture coating Rekayasa 1 dan Rekayasa 2 juga memiliki kriteria klasisfikasi yang sama dengan lapisan diamond-like carbon single layer yaitu 5B. Selain itu juga ketebalan lapisan Rekayasa 1 dan Rekayasa 2 didapatkan masing masing; 30,1 µm dan 24,3 µm. Hal ini dikarenakan jumlah kandungan karbon di permukaan pada Rekayasa 1 lebih besar yaitu 48,74% dan pada Rekayasa 2 yaitu sebesar 29,08%. Architecture coating Rekayasa 1 memiliki nilai rasio ID/IG yang lebih kecil dibandingkan Rekayasa 2 yaitu masing-masing; 0,89 dan 0,96. Semakin kecil nilai rasio maka akan semakin besar rasio sp3/sp2 nya, hal ini akan memperbaiki sifat mekanik di permukaan. Lapisan interlayer chromium pada rekayasa parameter arus dan waktu pelapisan berhasil memperbaiki sifat mekanik dan ketahanan aus subtrat AISI D2. Kenaikan nilai kekerasan seiring dengan penurunan laju keausan yang mencapai 2,85 x 10-6. peningkatan arus listrik meningkatkan migrasi ion chromium dari larutan elektrolit ke katoda dan menghasilkan lebih banyak chromium di permukaan.

A diamond-like carbon coating has been carried out using the plasma enhanced chemical vapor deposition method. Variations in the parameters of gas type, temperature, pressure, and architecture coating were carried out to determine the characteristics of the diamond-like carbon layer formed. Diamond and graphite are the most widely known allotropes of carbon. Diamond is the hardest mineral with an sp3 hybridized structure and abrasive resistant properties. Meanwhile, carbon has a soft nature with an sp2 hybridization structure. Diamond-like carbon is a metastable amorphous carbon form with sp3 and sp2 hybridization.
In this study, we fabricate diamond-like carbon coatings on AISI D2 substrates using glow discharge plasma-enhanced chemical vapor deposition. LPG gas is used as a cheap and readily available source of hydrocarbon gas. In addition, we modified the temperature and pressure parameters to control the sp3/sp2 ratio. In addition, a double- layer coating structure was chosen to improve the single-layer coating. Raman characterization was performed to demonstrate the formation of diamond-like carbon layers and the sp3/sp2 ratio. Additionally, mechanical and abrasion tests were performed to determine the relationship between the sp3/sp2 ratio and the technique performed.
Using LPG gas reactants as a source of hydrocarbon gas for coatings increased the hardness value to , 418.08 HV as compared to 388.58 HV when using C2H2 gas reactants. In addition, using LPG gas resulted in a CoF of 5.52 x 10-3, whereas C2H2 gas yielded 7.59 x 10-3. This is because the ratio of hydrogen to carbon in LPG is greater than in C2H2; 2.3, 1 respectively. The adhesion of the coating with LPG gas and C2H2 gas has the same classification, 5B, as the adhesion of the coating with C2H2 gas. It was determined that the layer with LPG gas was thicker, measuring 38.65 µm, than the layer with C2H2 gas, which measured 25.7 µm. This thickness is influenced by the carbon content on the surface; it was determined that the carbon content of LPG was 50.57 % while it was 35.9% for C2H2 gas. Using LPG gas, the ID/IG ratio decreased to 1.17 from 1.31 when C2H2 gas was utilized. The greater the sp3/sp2 ratio, the better the mechanical properties of the surface, the smaller the ratio.
The influence of coating temperature and pressure parameters has also been carried out to engineer diamond-like carbon coatings. At a pressure of 1.6 mbar, the highest hardness value was 445.51 HV, while at a lower temperature of 400 oC, the hardness value was 448.06 HV, which was greater than the hardness value at a higher temperature (450 oC). The pressure increase at 1.6 mbar was able to decrease the CoF to 1.3 x 10-3. In addition, a CoF value of 1.15 x10-3 was measured at 400oC, whereas 5.52 x10-3 was measured at 450oC. This is due to the fact that an increase in pressure will result in an increase in gas volume, leading to an increase in deposition on the surface of the substrate, thereby increasing its hardness and wear resistance. Then, at low temperatures, encounters between gases with less energy produce more sp3, resulting in an increase in the DLC layer's hardness and wear resistance. The adhesion of the diamond-like carbon layer is classified as 5B regardless of variations in temperature and pressure. Temperature increase resulted in a thickness increase of 38.65 m. While the increase in layer thickness was achieved at a low pressure of 1.2 mbar and 28.9 µm, it was observed at a thickness of 28.9 µm. Increased pressure at 1.6 mbar decreased the ID/IG ratio by 0.84 compared to pressures of 1.4 and 1.2 mbar, by 0.96 and 1.17 respectively. The ID/G ratio was successfully decreased by 0.78 by lowering the temperature. The greater the sp3/sp2 ratio, the better the mechanical properties of the surface, the smaller the ratio.
In order to enhance the properties of single layer coating, architecture coating with double layer method has also been implemented. The development of the chromium interlayer layer as an additional architectural coating method followed. At the architectural coating research stage, the double layer Design 1 method yielded a coating with a hardness of 438.7 and a CoF of 2.9 x 10-6. This is due to the effect of LPG gas in stage 2 of design 1. The final stage of this design affects the characteristics of the DLC layer. The adhesive strength of Design 1 and Design 2 is also classified as 5B, the same as the single-layer diamond-like carbon coating. In addition, the thickness of Design 1 and Design 2 layers were determined to be 30,1 µm and 24,3 µm, respectively. This is because the surface carbon content of Design 1 is 48.74% higher than Design 2, which is 29.08%. Design 1's architectural coating has a lower ID/G ratio than Design 2's; 0.89 and 0.96, respectively. The surface's mechanical properties will be enhanced as the ratio decreases and the sp3/sp2 ratio increases. The mechanical properties and wear resistance of the AISI D2 substrate were enhanced by the chromium interlayer coating on the current and coating time parameter optimization. The increase in hardness value corresponded to the 2.85 x 10-6 decrease in wear rate. The increase in ecurrent increases the migration of chromium ions from the electrolyte solution to the cathode, resulting in a greater concentration of chromium on the surface.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Ninda Hardina
"Lantanum-Metal Organic Frameworks (La-MOFs) dengan logam lantanum (III) dan ligan 2,6-naftalendikarboksilat telah berhasil disintesis melalui metode solvotermal. Dari optimasi suhu dan perbandingan komposisi pelarut diperoleh La-MOFs suhu 1200 C dengan pelarut DMF : Air (5:1) mL diperoleh yield terbesar 90%. Hidrogen sebagai salah satu pengganti bahan bakar fosil dapat diperoleh dari hasil fotokatalisis. La-MOFs memiliki area permukaan yang besar, jumlah situs aktif yang banyak serta energi pita celah yang dapat disesuaikan dengan mengatur ligan organik dan pusat logamnya agar dapat digunakan sebagai fotokatalis penghasil hidrogen. La-MOFs sebagai cromophores organik melalui efek ligan antena menyerap cahaya untuk menghasilkan hole dan elektron yang selanjutnya mentransfer muatan untuk menginduksi reaksi fotoredoks pada fotokatalisis.
La-MOFs dikarakterisasi dengan spektroskopi FTIR, adanya vibrasi C-O pada bilangan gelombang 1362 cm-1 dan 1401 cm-1 menunjukkan adanya ikatan koordinasi antara O dari karbonil dengan kation La (III) dan pada 1700 cm-1 gugus karboksil pada ligan karboksilat berhasil terdeprotonasi yang mengindikasikan telah terbentuknya La-MOFs. Pengukuran nilai energi band gap melalui UV VIS-DRS diperoleh sebesar 3,1 eV untuk La-MOFs 1200 C.
Hasil karakterisasi CV dari La-MOFs menunjukkan potensial reduksi sebesar -2,53 V vs NHE. Mapping SEM-EDX La-MOFs menunjukkan bentuk seperti batang (rod) dengan panjang sekitar 35 µm yang memiliki persebaran merata dari tiap atom penyusunnya yaitu La dan O. BET La-MOFs menunjukkan luas permukaan area 197.088 m2/g pada pH 9. La-MOFs 0,05 g menunjukkan hidrogen yang terproduksi paling banyak, yaitu 31,54 µmol selama 4 jam dan La-MOFs dengan deposit Ag 1% w/w sebanyak 37,52 µmol selama 4 jam.

Lanthanum-Metal Organic Frameworks (La-MOFs) based on Lanthanum (III) with 2,6 -napthalenedicarboxylic Acid ligands have been successfully synthesized through the solvothermal method. Based on the optimization of temperature and solvent show the La-MOFs with a temperature of 1200 and DMF : Water (5:1) mL obtained the best yield 90%. Hidrogen as a substitute for fossil fuels can be obtained from the results of photocatalysis. La-MOFs which have an ultra-large surface area, a large number of active sites and band gap energy can be adjusted by adjustic organic ligand and metal centers as an organic cromophores and through ligand effect of the antenna can serve to harvest light to produce photogenerated charge carriers for subsequent photoredox as photocatalysts.
La-MOFs were characterized by FTIR spectroscopy, the vibration of C-O at wave numbers 1362 and 1401 cm-1 indicates the existence of a coordination bond between of carbonyl and La (III). Wave numbers at 1700 cm-1 shows carboxyl group in the carboxylic ligand successfully deprotonated indicating La-MOFs. The measurements of the band gap energy through UV-VIS DRS was obtained at 3,1 eV for La-MOFs 1200 C. Cyclic Voltammetry from La-MOFs has a reduction potential of -2,53 V.
Mapping SEM-EDX La-MOFs shows a rod-like shape with a length of about 35 µm which has an even distribution of each of its constituent atoms La, O, and C. BET shows the surface area is 197.088 m2/g at pH 9. GC-TCD La-MOFs 0,05 g shows the most produced hidrogen which is 31,54 µmol for 4 hours and La-MOFs Ag (1%) is 37,52 µmol.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Rizqi Nurhidayat
"Reaktor unggun terfluidakan memiliki transfer panas dan massa yang lebih baik dibandingkan dengan reaktor unggun tetap untuk produksi carbon canotube (CNT) pada metode chemical vapor deposition (CVD). Pada penelitian ini dilakukan uji coba reaktor unggun terfluidakan untuk produksi CNT dari Liquefied Petroleum Gas (LPG) menggunakan katalis Fe-Co-Mo/MgO dan mendapatkan pengaruh waktu reaksi, suhu reaksi, dan laju alir LPG terhadap yield, diameter, morfologi, luas permukaan, volume pori, dan kristalinitas dari CNT. Hasil CNT yang berhasil diproduksi berjenis MWCNT. Peningkatan waktu reaksi dari 30 menit menjadi 90 menit meningkatkan yield CNT dari 33,07% menjadi 38,83% (gr CNT/gr katalis (%)) tetapi diameter luar meningkat dari 14-29 nm menjadi 14-44 nm. Peningkatan suhu reaksi menyebabkan yield, diameter, kristalinitas CNT meningkat. Suhu setting sebesar 900 ⁰C (suhu real= 600-820 ⁰C) menghasilkan yield yang tertinggi sebesar 50,5% dengan diameter dalam sebesar 9-20 nm dan 18-37 nm diameter luar. Penambahan laju alir LPG dari 260 mL/menit menjadi 390 mL/menit menaikan yield dari 50,5% menjadi 82,77% dan meningkatkan diameter luar dari 18-37 nm menjadi 20-44 nm. Sedangkan, luas permukaan dan volume pori dari CNT menurun dengan meningkatnya waktu reaksi, suhu reaksi, dan laju alir LPG.

Fluidized bed reactor has better heat and mass transfer compared to fixed bed reactor for production of carbon nanotube (CNT) using chemical vapor deposition method (CVD). The aim of this research is to trial fluidized bed reactor for CNT production from Liquefied Petroleum Gas (LPG) using Fe-Co-Mo/MgO catalyst and to study the influence of reaction time, temperature, and LPG flow rate on yield, diameter, morphology, surface area, pore volume, and cristallinity of CNT. The result showed that MWCNT has been sucessfully produced. Increasing reaction time from 30 minutes to 90 minutes improved yield of CNT from 33.07% to 38.83% (gr CNT/gr catalyst (%)) and outer diameter from 14-29 nm to 14-44 nm. Improving reaction temperature increased yield, diameter, and cristallinity of CNT. The setting temperature of 900 ⁰C (real temperature = 600-820 ⁰C) produced the highest yield, i.e 50,5%, with 9-20 nm of inner diameter and 18-37 nm of outer diameter. Improving LPG flow rate from 260 mL/minutes to 390 mL/minutes increased yield from 50.50% to 82.77% and outer from 18-37 nm to 20-44 nm. Meanwhile, surface area and pore volume of CNT decreased with increasing reaction time, temperature, and LPG flow rate."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlan Mizan
"ABSTRAK
Telah berhasil dilakukan sintesis semikonduktor Cu2ZnSnS4 CZTS sebagai absorber semikonduktor yang dilakukan dengan metode kimiawi menggunakan pelarut dan ligand etanolamine untuk memudahkan reaksi dengan sulfur. Deposisi CZTS yang dipilih adalah menggunakan metode dip-coating. Metode ini dilakukan diatas substrat kaca soda lime glass yang kemudian di drying pada 200 C dan annealing pada 550 C dengan atmosfir argon. Kristalinitas CZTS hasil uji X-ray diffraction yang tinggi serta hasil energy dispersive spectroscopy yang sesuai dengan literatur. Celah pita yang didapatkan pada CZTS adalah 1,36 eV.Lapis CZTS kemudian dilapisi dengan Cadmium Sulfide CdS dengan metode chemical bath deposition menggunakan perbedaan konsentrasi [S]:[Cd] dan temperatur deposisi yang berbeda. Lapisan CdS diuji pola difraksinya menggunakan X-ray diffraction dan UV-Vis spectroscopy. Kristalinitas meningkat pada setiap penambahan konsentrasi [S]:[Cd] dengan pola diffraksi yang paling mirip dengan referensi adalah perbandingan 5 dan semua sampel memiliki rata-rata celah pita 2,26 eV. Meningkatnya temperatur pada CdS dapat merubah antarmuka antara CZTS dengan CdS dimana pada temperatur 70 C menunjukan interface yang paling baik dengan ditemukannya adanya Antarfasa antara CZTS dan CdS. Hasil optik dari CZTS/CdS menunjukan perbandingan konsentrasi [S]:[Cd]= 5 dapat meningkatkan performa absorbsi dari CZTS. Antarmuka pada temperatur selain 90 C diduga dapat meningkatkan sifat reflektansi dari lapisan CdS yang menurunkan transmitansi

ABSTRACT
The semiconductor synthesis of Cu2ZnSnS4 CZTS has been successfully carried as a semiconductor absorber by chemical method using solvents and ethanolamine ligand. The dip coating method has been selected for CZTS deposition. This method carried out on a soda lime glass substrate, then dried at 200 C and annealed at 550 C with an argon atmosphere. X ray diffraction test and electron dispersive spectroscopy analysis confirm the crystallinity and chemcial composition of CZTS. The bandgap obtained in CZTS is 1.36 eV. The CZTS layer is then coated with CdS by chemical bath deposition method using different concentration S Cd and different deposition temperature. The CdS layer diffraction pattern and optical properties are checked using X ray diffraction and UV Vis spectroscopy. It was shown that crystallinity increased at each addition of S Cd concentration with the diffraction patterns confirm that CdS are present at the ratio of 5 and all samples had an average bandgap 2.26 eV. Increased temperatures in CdS can alter the interface between CZTS and CdS where at 70 C it shows the best interface with the discovery of an interphase between CZTS and CdS. Optical results from CZTS CdS showed a concentration ratio of 5 to improve the absorption performance of CZTS. Interfaces at temperatures other than 90 C are thought to increase the reflectance properties of the CdS layer that inhibit the transmittance properties of CdS."
2018
T50930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Togi Elyazeer
"ABSTRAK
Penggunaan ferrocene sebagai sumber karbon dan katalis pada sintesis CNT menghasilkan jumlah pengotor yang tinggi. Ferrocene memiliki rasio besi-karbon (Fe/C) sebesar 46,5%. Penambahan sumber karbon kamper pada ferrocene akan memperoleh rasio Fe/C yang optimal sehingga mampu menurunkan jumlah pengotor pada produk. Metode yang dipakai adalah Floating Catalyst Chemical Vapour Deposition (FC-CVD) dengan sistem double furnace. Substrat yang dipakai adalah stainless steel 316 tipe gauze. Penentuan jumlah substrat dilakukan untuk memperoleh yield terbesar. Dua buah substrat pada sintesis menghasilkan yield terbesar yaitu 0,824 gram dari 4 gram prekursor kamper 100% (20,6%). Fe/C pada sintesis CNT divariasikan 0%, 6,8%, dan 46,5% untuk memperoleh hasil CNT dengan kualitas dan kuantitas terbaik. Rasio Fe/C 6,8% memiliki kualitas terbaik dan kuantitas tertinggi. Hasil karakterisasi SEM, EDS, dan TEM menunjukkan bahwa CNT pada variasi rasio Fe/C 6,8% memiliki diameter luar CNT sebesar 20-40 nm, persentase massa karbon sebesar 86,64%. Yield pada rasio ini sebesar 1,608 gram dari 4 gram prekursor (40,2%).

ABSTRACT
The use of ferrocene as a carbon source and catalyst in CNT synthesis results in a high amount of impurity. Ferrocene has iron-carbon (Fe/C) ratio of 46,5%. This study use camphor as additional carbon source may obtain an optimal Fe/C ratio, thus reducing the amout of impurity on product. The method used is Floating Catalyst Chemical Vapor Deposition (FC-CVD) with double furnace system. The substrate used is stainless steel 316 gauze-type. Determining number of substrat is done to get highest yield. Synthesis with two substrates produces the highest yield of 0,824 gram from 4 gram of 100% camphor as precursor (20,6%). The variation of Fe/C that will be done is 0%, 6,8%, and 46,5%. It is dicovered that Fe/C ratio of 6,8% has best quality and highest yield. The haracterization result of SEM, EDS, and TEM shows that CNT has outer diameter of 20-40 nm, mass percentage 86,64%. The yield at this ratio is 1,608 gram from 4 gram precursor (40,2%)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>