Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zharifah Fauziyyah Nafisah
"Pendahuluan: Di Asia Tenggara, angka kecelakaan merupakan peringkat ke-9 pada daftar penyebab kematian. Kekerasan akibat benda tumpul sendiri menyebabkan hampir tiga ribu kematian di Amerika pada tahun 2007-2011. Kekerasan tumpul, terutama pada dada dapat menyebabkan komplikasi pada organ dalam seperti jantung, paru, pembuluh, saraf, bahkan tulang dan otot. Komplikasi inilah yang dapat menjadi penyebab kematian seseorang. Akan tetapi, tidak semua jenazah yang ada selalu diotopsi sehingga penyebab kematian korban tidak dapat diketahui dengan benar. Epidemiologi forensik sebagai cabang ilmu kedokteran forensik yang baru berkembang digunakan untuk menentukan hubungan antara temuan luka akibat kekerasan tumpul di dada dengan kerusakan organ dalam.
Metode: Subjek penelitian ini adalah 135 mayat yang diotopsi di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM dengan temuan luka akibat kekerasan tumpul di dada. Dari rekam medik korban yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, data jenis temuan luka dan kerusakan organ diinput ke dalam SPSS dan dilihat persebaran datanya serta dicari hubungannya.
Hasil: Pada penelitian ini, ditemukan hubungan bermakna (P<0,05) antara luka lecet di dada kanan dengan kerusakan iga kanan (P=0,00) dan iga kiri (P=0,005), luka lecet di dada kiri dengan kerusakan iga kiri (P=0,038), luka terbuka tepi tidak rata di dada kiri dengan kerusakan iga kanan (P=0,021), dan diafragma (P=0,028).
Pembahasan: Hubungan kebermaknaan ini disebabkan oleh adanya hubungan secara anatomis antara luka luar dengan kerusakan organ dalam yang dipengaruhi juga oleh jenis luka akibat perbedaan gaya trauma yang dibutuhkan untuk menghasilkan perlukaan tersebut.;Introduction: Accident is the 9th leading cause of death in South-East Asia.

Blunt force trauma caused almost three thousand deaths in United States of America from 2007 until 2011. Blunt force trauma in chest can cause complications to the visceral organs such as heart, lungs, vessels, nerves, even bones and muscles. These complications could be a cause of death. But, not all corpses always get autopsied so that the real cause of death could not be known right.
Method: Subject of this research was 135 corpses that were autopsied in Forensic Medicine and Medicolegal Department FKUI-RSCM with blunt force trauma findings in chest. From the medical record that is suitable with the inclusion and exclusion criterias, the type of blunt force trauma findings and the visceral organ damages were inputted, described by the data’s distribution, and
analyzed to find the relation.
Result: Significant result (P<0.05) found in four variable correlations, which are the relation between abrasions in right chest with right ribs damages (P=0.00) and left ribs damages (P=0.005), abrasions in left chest with left ribs damages (P=0.038), and lacerations in left chest with right ribs damage (P=0.021) and diaphragm damage (P=0.028). Discussion: These significant results caused by the anatomical relation between the blunt force trauma findings and"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Ninditya
"[Latar Belakang: Di Amerika Serikat, terdapat 16.000 kematian setiap tahunnya
karena trauma pada dada, berkontribusi pada 75% kematian akibat trauma. Di
RSCM Jakarta, tercatat setidaknya ada 1200 mayat yang masuk dengan hanya
33,3% mayat diautopsi sehingga dapat diketahui kerusakan organ dalamnya.
Pemanfaatan epidemiologi forensik untuk menentukan hubungan kemaknaan
antara temuan luka luar dengan kerusakan organ dalamnya dapat menunjang opini
ahli dokter forensik pada kasus yang tidak diautopsi.
Metode: Subjek penelitian ini adalah 128 mayat yang diautopsi di Departemen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI/RSCM Jakarta Tahun 2010-
2013, dengan temuan luka luar akibat kekerasan tajam pada dada dan punggung.
Dari rekam medis korban yang sesuai dengan kriteria inklusi kriteria dan eksklusi
diinput ke dalam program SPSS, dan selanjutnya dianalisis hubungan antara
kedua variabel.
Hasil: Berdasarkan Uji Chi Square ataupun Uji Fischer, ditemukan hubungan
bermakna (p<0,05) antara (i) luka tusuk dada kanan dengan iga kanan, paru
kanan, dan hati; (ii) luka tusuk dada kiri dengan iga kanan, iga kiri, jantung, paru
kanan, dan paru kiri; (iii) luka tusuk dada tengah dengan sternum; (iv) luka tusuk
punggung kanan dengan iga kanan, jantung, dan paru kanan; (v) luka tusuk
punggung kiri dengan kerusakan iga kanan, jantung, paru kanan, paru kiri, hati,
dan ginjal kiri; serta (vi) luka bacok dada kiri dengan paru kiri.
Pembahasan: Terdapat variasi kemaknaan pada setiap hubungan antara kedua
variabel. Hal ini terutama dipengaruhi oleh hubungan secara letak anatomi, yang
selanjutnya dipengaruhi oleh jenis luka, alat tajam yang digunakan dalam
kekerasan tersebut beserta arah penetrasinya, besar gaya untuk menentukan
sedalam apa luka yang dihasilkan, dan densitas jaringan organ dalam.;Introduction: In the United States, there are 16,000 deaths each year from chest
injury, giving 75% death caused by trauma. At Cipto Mangunkusumo Hospital
Jakarta, there are at least 1,200 corpses registered with only 33.3% of the corpse?s
visceral organ injury could be discovered. Utilization of forensic epidemiology to
determine the relation between findings of external injuries and damages to
visceral organ could support the opinion of the expert forensic doctor in a case of
non-autopsy.
Method: The subjects of this research are 128 corpses, which were autopsied
from 2010 until 2013 in the Forensic Medicine and Medicolegal Department of
FKUI/RSCM Jakarta, exclusively corpses with sharp force trauma in the chest
and the back area. The medical records of these corpses, which met the inclusion
and exclusion criteria were inputted to SPSS program and analyzed the
relationship between them.
Result: Based on both Chi Square Test and Fischer Test, significant results
(p<0,05) were found between (i) sharp force injury on the right chest area with
damages in the right rib, right lung, and liver; (ii) sharp force injury of the left
chest area with damages in the right rib, left rib, heart, right lung, and left lung;
(iii) sharp force injury of the middle chest area with damages in the sternum; (iv)
sharp force injury of the right chest area with damages in the right rib, heart and
right lung; (v) sharp force injury of left chest area with damages in the right rib,
heart, right lung, left lung, liver, and left kidney; and (vi) gash wound on the left
chest area with damages in the left lung.
Discussion: There is variation of significance on every relationship between those
two variables. It is mainly caused by the anatomical reason, then followed by the
type of injury, weapon used with its penetrating direction, amount of force to
determine how deep the injury is, and tissue density of the visceral organs, Introduction: In the United States, there are 16,000 deaths each year from chest
injury, giving 75% death caused by trauma. At Cipto Mangunkusumo Hospital
Jakarta, there are at least 1,200 corpses registered with only 33.3% of the corpse’s
visceral organ injury could be discovered. Utilization of forensic epidemiology to
determine the relation between findings of external injuries and damages to
visceral organ could support the opinion of the expert forensic doctor in a case of
non-autopsy.
Method: The subjects of this research are 128 corpses, which were autopsied
from 2010 until 2013 in the Forensic Medicine and Medicolegal Department of
FKUI/RSCM Jakarta, exclusively corpses with sharp force trauma in the chest
and the back area. The medical records of these corpses, which met the inclusion
and exclusion criteria were inputted to SPSS program and analyzed the
relationship between them.
Result: Based on both Chi Square Test and Fischer Test, significant results
(p<0,05) were found between (i) sharp force injury on the right chest area with
damages in the right rib, right lung, and liver; (ii) sharp force injury of the left
chest area with damages in the right rib, left rib, heart, right lung, and left lung;
(iii) sharp force injury of the middle chest area with damages in the sternum; (iv)
sharp force injury of the right chest area with damages in the right rib, heart and
right lung; (v) sharp force injury of left chest area with damages in the right rib,
heart, right lung, left lung, liver, and left kidney; and (vi) gash wound on the left
chest area with damages in the left lung.
Discussion: There is variation of significance on every relationship between those
two variables. It is mainly caused by the anatomical reason, then followed by the
type of injury, weapon used with its penetrating direction, amount of force to
determine how deep the injury is, and tissue density of the visceral organs]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pendahuluan: Epidemiologi forensik merupakan disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu investigasi kasus. Dengan pendekatan ini, dapat ditentukan adanya hubungan antara suatu paparan dengan cedera atau dampak yang terjadi. Salah satu paparan yang banyak ditemukan di Indonesia ialah kekerasan fisik, termasuk kekerasan tumpul. Kekerasan tumpul menempati 70,9% proporsi jenis cedera. Abdomen merupakan salah satu bagian tubuh yang rentan mengalami kerusakan akibat kekerasan fisik dikarenakan strukturnya yang lemah dan kendur karena tidak dilindungi oleh tulang, melainkan hanya tersusun atas kulit, fascia, dan otot yang membentuk dinding rongga abdomen. Kerusakan organ dalam di daerah abdomen sulit diidentifikasi karena umumnya tidak ditemukan adanya bentuk luka khas pada pemeriksaan fisik luar. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dianalisis hubungan antara temuan luka pada kekerasan tumpul di abdomen dengan kerusakan organ dalamnya.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional berdasarkan data sekunder berupa laporan visum dan rekam medis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2003-2013 dengan metode consecutive sampling.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara temuan luka lecet atau memar di beberapa regio abdomen dengan kerusakan organ tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan subjek laki-laki sebanyak 25 orang (69,44%) dan perempuan sebanyak 11 orang (30,56%) dengan kelompok usia terbanyak pada 21-40 tahun sejumlah 14 kasus (28,89%). Dari uji hipotesis Fisher diperoleh hubungan yang bermakna secara statistik antara temuan luka kekerasan tumpul (lecet dan memar) di epigastrium dengan kerusakan ginjal kiri (p = 0,028), temuan luka kekerasan tumpul di epigastrium dengan kerusakan lambung (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di umbilikus dengan kerusakan lambung (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di umbilikus dengan kerusakan pankreas (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di hipokondria kiri dengan kerusakan hati (p = 0,006), dan temuan luka kekerasan tumpul (lecet dan memar) di hipogastrium dengan kerusakan hati (p = 0,023).
Pembahasan: Adanya hubungan antara temuan luka luar di abdomen dengan kerusakan organ dalam dimungkinkan akibat keterkaitan secara anatomi, baik karena dampak tekanan secara langsung maupun tidak langsung yang dihantarkan oleh otot ataupun organ lainnya yang terletak berdekatan., Introduction: Forensic epidemiology can be used to solve the criminal cases. This approach may determine the correlation between an exposure and the damages caused by the trauma. In Indonesia, blunt trauma account for 70,9% injury. Abdomen is part of the human body that vulnerable to damage caused by force injury as intra-abdominal organs consist of delicate and soft structure which aren’t completely protected by bones. Damage to the intra-abdominal organs are difficult to recognize as it is uncommon to find the definite external wound. This study is conducted to analyze the association between external wound caused by blunt trauma and the damage to the intra-abdominal organs.
Method: This study is a cross-sectional study, using secondary data from forensic examination report and medical record of Cipto Mangunkusumo Hospital in 2003-2013 with consecutive sampling method.
Result: The result implicates there was association between scratch or bruise wound from external forensic examination in various abdomen regions and damage to intra-abdominal organs. The study involved 25 males (69,44%), 11 females (30,56%), and most of the subjects were aged 21-40 years in 14 cases (28,89%). By performing Fisher test: there was significant association between scratches or bruises in the epigastrium and damage to the left kidney (p = 0,028), significant association between scratches or bruises in the epigastrium and damage to the stomach (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the umbilicus and damage to the stomach (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the umbilicus and damage to the pancreas (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the left hypochondriac and damage to the liver (p = 0,006), and significant association between scratches or bruises in the hypogastrium and damage to the stomach (p = 0,023).
Discussion: The correlation between external wound in abdomen and the organ damages could be caused by anatomical association or indirect impact from the other adjacent organs]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenggo Septiady P
"[Pendahuluan: Luka penetrasi akibat kekerasan tajam merupakan temuan yang umum dalam pemeriksaan luar tindakan autopsi. Namun, sebagian besar mayat korban kekerasan tidak menjalani pemeriksaan dalam karena beragam alasan. Dengan demikian, temuan luka luar dapat berperan sebagai salah satu pertimbangan ahli forensik dalam memperkirakan kerusakan organ dalam walau tidak memiliki kekuatan secara hukum. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan bukti empiris terkait kerusakan organ dalam yang ditimbulkan kekerasan tajam. Metode: Peneliti mengambil sampel 5 luka penetrasi ke rongga peritoneal pada masing-masing area abdomen dari 36 subjek penelitian yang diotopsi di Departemen Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM, kemudian mencari tahu organ yang terlibat melalui data pemeriksaan baku emas. Hasil: Melalui uji hipotesis menggunakan uji Fisher, didapatkan nilai yang bermakna (p< 0,05) pada beberapa korelasi terkait temuan luka dan kerusakan organ dalam, yakni pada luka penetrasi di epigastrik dengan kerusakan hati (p= 0,01), luka penetrasi di hipokondriak kanan dengan kerusakan hati (p= 0,01), luka penetrasi di hipokondriak kiri dengan kerusakan lambung (p= 0,002), luka penetrasi di umbilikal dengan kerusakan pembuluh darah abdomen mayor (p= 0,004), serta luka penetrasi di iliaka kiri dan kerusakan pankreas (p= 0,01). Pembahasan: Korelasi yang bermakna pada temuan luka luar dan kerusakan organ dalam terkait regio anatomi dan arah luka. Besaran gaya yang diberikan turut mempengaruhi organ-organ yang terlibat;Introduction: Penetrating wounds from sharp force injuries are common findings in external examination of autopsy. Unfortunately, the majority of the victims do not undergo the internal examination part due to various reasons. Even though the forensic doctors do not perform the autopsy completely, the external findings can prove to be useful to predict the resulted organ damages. Therefore, they would still be able to release their expertise opinions based on evidence based medicine. The aim of this study is to produce the empirical evidence related to penetrating wound and organ damage. Method: Five penetrating wounds into peritoneal cavity for each abdominal region from 36 corpses, that had already been autopsied in Forensic and Medicolegal Department FKUI-RSCM, was analyzed to identify organ damage by using gold standard examination (e.g. internal examination in forensic practice), and then to find the correlation between them. Result: The results from hypothesis testing Fisher shows that the p< 0,05 appeared in some correlation findings between variables (penetration wound in epigastric and right hypochondriac and liver damage (p= 0,01), penetration wound in left hypochondriac and stomach damage (p= 0,002), penetration wound in umbilical and major abdomen blood vessel (p= 0,004), and penetration wound in left iliaca and pancreas damage (p= 0,01), thus made them statistically significant. Discussion: The significant results strongly associated with anatomical region and the direction of the wound. The amount of force applied to each wound affected the outcome of the damaged organs, Introduction: Penetrating wounds from sharp force injuries are common findings in external examination of autopsy. Unfortunately, the majority of the victims do not undergo the internal examination part due to various reasons. Even though the forensic doctors do not perform the autopsy completely, the external findings can prove to be useful to predict the resulted organ damages. Therefore, they would still be able to release their expertise opinions based on evidence based medicine. The aim of this study is to produce the empirical evidence related to penetrating wound and organ damage. Method: Five penetrating wounds into peritoneal cavity for each abdominal region from 36 corpses, that had already been autopsied in Forensic and Medicolegal Department FKUI-RSCM, was analyzed to identify organ damage by using gold standard examination (e.g. internal examination in forensic practice), and then to find the correlation between them. Result: The results from hypothesis testing Fisher shows that the p< 0,05 appeared in some correlation findings between variables (penetration wound in epigastric and right hypochondriac and liver damage (p= 0,01), penetration wound in left hypochondriac and stomach damage (p= 0,002), penetration wound in umbilical and major abdomen blood vessel (p= 0,004), and penetration wound in left iliaca and pancreas damage (p= 0,01), thus made them statistically significant. Discussion: The significant results strongly associated with anatomical region and the direction of the wound. The amount of force applied to each wound affected the outcome of the damaged organs]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pendahuluan: Trauma akibat benda tumpul pada kepala adalah salah satu trauma
yang dapat bersifat fatal, berkaitan dengan organ intrakranial yang bersifat vital
bagi kehidupan. Namun, luka kekerasan tumpul pada kepala tidak seluruhnya dapat
menyebabkan kerusakan organ intrakranial, berkaitan dengan berbagai faktor yang
menyebabkan luka, antara lain lokasi, besar gaya, arah gaya. Pada penelitian ini
akan dilihat hubungan antara luka kekerasan tumpul dengan adanya kerusakan otak.
Penelitian epidemiologi forensik ini digunakan untuk menunjang opini ahli dokter
forensik pada temuan luka akibat kekerasan tumpul di kepala dengan kerusakan
organ intrakranial. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional
dengan data sekunder yang berasal dari visum et repertum pasien di Departemen
Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM. Hasil: Sebanyak 1% hubungan antara
memar pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan kerusakan otak, 1%
hubungan antara ekskoriasi pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan
kerusakan otak, sebanyak 82% hubungan antara laserasi pada kepala memiliki
hubungan yang bermakna dengan kerusakan otak, dan sebanyak 95,3% hubungan
antara fraktur pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan kerusakan
otak. Diskusi: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi hubungan
antara luka kekerasan tumpul dengan adanya kerusakan otak berdasarkan jenis serta
lokasi luka luar dan lokasi kerusakan intrakranialnya. Variasi hasil ini terjadi karena
luka kekerasan tumpul, yaitu memar, ekskoriasi, laserasi, dan fraktur, masingmasing
memiliki mekanisme yang berbeda, dan timbul akibat besar gaya yang
berbeda. Memar dan ekskoriasi, luka kekerasan tumpul yang disebabkan oleh gaya
yang kecil dan menyebabkan diskontinuitas jaringan luar hanya sedikit hanya
memiliki sedikit hubungan dengan kerusakan otak. Laserasi dan fraktur memiliki
banyak hubungan dengan kerusakan otak oleh karena gaya penyebab luka
kekerasan tumpul tersebut bersifat lebih besar, Introduction: Blunt head trauma had a high fatality rate, as the head protects
intracranial organs that are vital to the continuity of life. However, not all blunt
head trauma cause the same damage to intracranial organs, due to the various
factors such as location, the strength of the force, and the direction from which the
striking force came. This forensic epidemiological study is designed to support
expert opinions in forensic practice regarding the findings of blunt head trauma and
intracranial organ damage. In this study, the correlation between blunt head trauma
and traumatic brain injury were analyzed. Methods: This study is a cross-sectional
study with secondary data from patients’ visum et repertum in the Forensic and
Medicolegal Department of Cipto Mangunkusumo General Hospital. Results:
Results show that 1% of the correlations between bruise findings on the head had
significant association with traumatic brain injury, 1% of the correlations between
excoriation findings on the head had significant association with traumatic brain
injury, 82% of the correlations between laceration findings on the head had
significant association with traumatic brain injury, and 95,3% of the correlations
between fracture findings on the skull had significant association with traumatic
brain injury. Discussion: This study showed that the relationship between blunt
head injury with traumatic brain injury varied based on the location and type of the
external injury and the location of the intracranial organ. This variation in results
happened as external blunt head trauma such as bruise, excoriation, laceration, and
fracture each had different mechanisms, and were caused by various force intensity.
Bruising and excoriation, which were usually caused by smaller force and only
caused little damage externally, were found to have little correlation with traumatic
brain injury findings. On the other hand, laceration and fracture were found to have
more correlation with traumatic brain injury findings, since both traumas were
usually caused by a greater force.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This text focuses on contemporary injury research methods. It covers recent developments in theories, methods, concepts, and techniques in injury research and includes quantitative, qualitative, experimental and observational methods from multiple disciplines."
New York: Springer, 2012
e20410728
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Artini Wijayanti Islami
"Latar belakang: Akne vulgaris AV adalah penyakit kulit yang ditandai dengan terjadinya sumbatan dan peradangan kronik pada unit pilosebasea. Penelitian sebelumnya tentang kadar lipid darah pada pasien AV menunjukkan hasil yang bervariasi. Lipid darah diduga memengaruhi aktivitas kelenjar sebasea.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar lipid darah dan kadar sebum dengan derajat keparahan AV, serta mengetahui korelasi kadar lipid darah dengan kadar sebum kulit wajah.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan terhadap 30 pasien AV non-obesitas, yang terbagi berdasarkan tiga derajat keparahan AV. Dilakukan pemeriksaan kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dan kadar sebum kulit wajah pada SP.
Hasil: Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar sebum dengan derajat keparahan AV r = 0,6689, p = 0,0001 . Tidak terdapat korelasi antara kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dengan derajat keparahan AV. Tidak terdapat korelasi antara sebum kulit wajah dengan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lipid darah tidak memengaruhi keparahan AV dan kadar sebum, sedangkan peningkatan kadar sebum kulit wajah dapat meningkatkan keparahan AV. Kata kunci: akne vulgaris; kadar sebum; lipid darah.

Acne vulgaris is a common chronic skin disease involving blockage and inflammation of pilosebaceous units. Previous studies about blood lipids in acne patients revealed variable results. Blood lipids were considered affecting sebum production.
Objective: To identify the correlation between blood lipids, sebum excretion rate and acne severity. This study also determines the correlation between blood lipids and sebum excretion rate.
Methods: This study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. This was a cross sectional study with total of 30 non obese AV patients. The patients were divided into 3 groups based on the severity of AV. Total cholesterol, triglycerides, LDL, HDL serum and sebum excretion rate were measured.
Results: The results revealed significant correlation between sebum excretion rate and severity of acne vulgaris r 0,6689, p 0,0001 . There were no correlation between total cholesterol, LDL, triglycerides, HDL and acne severity. Blood lipids had no correlation with sebum excretion rate.
Conclusion: The results of this study has proven that blood lipids does not affect the severity of acne and sebum excretion rate. While increased sebum secretion would increase acne severity. Keywords acne vulgaris blood lipids sebum excretion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Umar Fahmi Achmadi
"Kejadian keracunan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting dalam era transformasi sosial ekonomi, khususnya memasuki era masyarakat industri. Untuk itu telah dilakukan studi korban keracunan pada masyrakat ex Karesidenan Banten, yang dirawat di Rumah Sakit Umum dan Swasta ex Karesidenan Banten, tahun 1907 s/d 1991.
Dalam penelitian ini didapatkan 543 kasus keracunan. Dari 8 kelompok/kategori keracunan didapat keracunan tumbuhan (34,07%.) sebagai kategori keracunan terbanyak. Keracunan obat-obatan dan keracunan pestisida merupakan urutan kedua dan ketiga. Perlu dicatat bahwa keracunan pestisida paling banyak untuk tujuan bunuh diri. Terdapat variasi waktu dan tempat dalam kejadian keracunan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Widawati
"Tenaga penolong persalinan sangat berperan terhadap kematian ibu, setiap menit seorang wanita meninggal karena komplikasi persalinan (WHO,2005). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan professional akan membantu menurunkan angka kematian ibu saat persalinan. Tahun 2006, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2006 di Indonesia masih sekitar 76%, artinya masih banyak pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional. Di wilayah kerja Puskesmas Kopo cakupan persalinan tahun 2007 sekitar 77,5%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan faktor yang berhubungan dengan pemilihan tenaga penolong persalinan pada ibu yang bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kopo tahun 2007. Penelitian menggunakan desain potong lintang (Cross sectional study), yang menjadi sampel adalah ibu yang mempunyai anak 1-2 tahun dan tinggal di wilayah kerja Kopo, Besar sampel yang didapat adalah 141 orang. Hasil penelitian didapat 71,6% ibu yang memilih persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan dan sebesar 28,4% ibu yang memilih penolong persalinan oleh bukan tenaga kesehatan (dukun). Ibu yang memilih persalinan oleh dukun tersebut pendidikan rendah (40,4%), pendapatan < Rp.973000. (36,7%), pengetahuan kurang (60,7%) dan menyatakan tidak mampu menjangkau biaya persalinan di pelayanan kesehatan (55,1%). Hasil uji Chi-Square variabel tersebut mempunyai hubungan bermakna. Sehingga perlu diadakan kegiatan penyuluhan dan pembinaan dengan maksud untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kehamilan, persalinan, dan tempat persalinan yang aman. Dengan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai layanan kesehatan yang bisa di manfaatkan yaitu Jamkesmas, TABULIN dan Program stiker P4K melalui kegiatan Desa Siaga."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>