Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142412 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lady Aurora
"Pemberian terapi yang sesuai, khususnya obat antiepilepsi (OAE) sebagai terapi utama dapat menyembuhkan pasien penyandang epilepsi.Seringkali faktor yang berkaitan erat dengan pemberian OAE kurang diperhatikan.Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan penulis membahas bagaimana hubungan antara faktorfaktor yang memengaruhi respons terapi pada anak penyandang epilepsi.Penelitian dilakukan dengan metode cross-sectional, yaitu dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis epilepsy registry pada pasien anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan tanggal kunjungan 1995-2010. Dari penelitian, ditemukan bahwa dari 174 subyek penelitian, 76,4% mengalami bangkitan umum dan 23,6% mengalami bangkitan fokal. Terdapat 62,1% subyek yang mengalami epilepsi simtomatik dan 37,9% epilepsi idiopatik. Sembilan puluh enam koma enam persen subyek mendapatkan regimen yang sesuai dengan lini pertama, 63,8% mendapatkan OAE dengan dosis sesuai, 77,0% subyek mendapatkan terapi tunggal (monoterapi), dan 70,3% tidak mengalami perubahan regimen selama terapi. Dari analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square maupun Fisher's, tidak ditemukan hubungan yang signifikan baik untuk faktor kesesuaian regimen, dosis OAE, kombinasi OAE, maupun perubahan regimen selama terapi (seluruhnya memiliki nilai p > 0,05). Namun, nilai OR masing-masing faktor menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori sehingga dapat disimpulkan bahwa secara klinis respons bebas kejang akan didapatkan pada pasien yang mendapatkan regimen sesuai, dosis sesuai, monoterapi, dan tidak ada pergantian regimen. Adapun bila dikaitkan dengan klasifikasi epilepsi yang dialami, pasien dengan epilepsi idiopatik memiliki kecenderungan mendapatkan respons bebas kejang (OR=1,407 95%CI 0,732-2,705). Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik menunjukkan monoterapi menjadi faktor yang terkuat dalam pencapaian respons terapi epilepsi walaupun hasil pada penelitian ini tidak signifikan.

Appropiate therapy admission, especially antiepileptic drugs (AED) as the main therapy for epileptic patients, might help the patients to achieve its maximum recovery. Health care providers don?t pay much attention to factors related to AED admission. Therefore, this research was determined to analyze the association between several factors affecting treatment response in children with epilepsy. This research is a cross-sectional study, using secondary data from epilepsy registry medical record in pediatric patient at Pediatric Health Department of RSUPN Cipto Mangunkusumo during 1995-2010. This study showed that among 174 subjects, 76.4% subjects had general seizure and 23.6% subjects had focal seizure. It is also found that 62.1% subjects had symptomatic epilepsy and 37.9% subjects had idiophatic epilepsy. Ninety six point six percent subjects had appropriate regiment with first-line drugs, 63.8% subjects had appropriate AED dose, 77.0% subjects received monotherapy, and 70.3% did not receive any regiment modification during therapy. Through bivariate analysis using Chi-Square and Fisher?s test: there were no significant association between regiment compatibility, AED dose, AED combination, and regiment modification during therapy (p > 0.05). However, the odds ratio (OR) of each factors showed corresponding result with the theory. In conclusion, seizure-free response will be achieved by patients who had appropriate regiment, appropriate dose, monotherapy, and no regiment modification. Analysis about association between epilepsy classification and therapy response showed that patient with idiophatic epilepsy tended to be easier to be seizure-free. Multivariate analysis using logistic regression showed that monotherapy was the strongest factor affecting therapy response, even though in this study it was not statistically significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Putri Apriza
"Epilepsi merupakan penyakit kronik dengan gejala yang cukup khas yaitu adanya bangkitan kejang tanpa pemicu. Angka prevalensi epilepsi tergolong tinggi di Indonesia dan hal ini merupakan masalah yang harus segera diatasi. Selain itu, epilepsi pada anak dapat menyebabkan berbagai gangguan perkembangan. Salah satu pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis klasifikasi epilepsi yang tersedia saat ini adalah EEG yang memberikan gambaran pola gelombang spesifik tertentu. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis hubungan antara epilepsi pada anak dengan gambaran EEG serta perkembangan anak. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan menggunakan data sekunder rekam medik dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 1995-2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 115 anak (61,5%) dengan klasifikasi epilepsi simtomatik, 105 anak (56,1%) dengan gambaran EEG abnormal, dan 96 anak (51,3%) dengan perkembangan terlambat. Dari hasil analisis hubungan antar variabel menggunakan Chi-Square, terdapat hubungan bermakna antara perkembangan anak dengan klasifikasi epilepsi (p<0,001) disertai dengan hubungan bermakna antara aspek perkembangan yaitu motorik kasar (p<0,001), sosial personal (p=0,024), dan bahasa (p<0,001) tetapi tidak ada hubungan bermakna antara aspek motorik halus terhadap klasifikasi epilepsi.Tidak ada hubungan bermakna antara gambaran EEG secara umum dengan klasifikasi epilepsi tetapi terdapat hubungan bermakna antara adanya gambaran epileptiform multifokal (p=0,018) dan nonspesifik (p=0,015) terhadap klasifikasi epilepsi.

Epilepsy is a chronic disease with typical symptom, seizure without provocation. The prevalence of epilepsy in Indonesia can be classified as high which creates another health problem to overcome. Furthermore, epilepsy in children may cause variety of development impairment. EEG is one of the current available examination to diagnose the classification of epilepsy through specific wave pattern findings. Therefore, this study is determined to analyze the association between epilepsy in children with EEG recording and child development. This study is a cross-sectional study using secondary data from Child Health Department of RSUPN Cipto Mangunkusumo medical records from 1995-2010.The result of the study shows that 115 subjects (61,5%) has symptomatic epilepsy, 105 subjects (56,1%) with abnormal EEG finding, and 96 subjects (51,3%) with delayed development. After performing Chi-Square test, there is a significant association between child development and epilepsy classification (p<0,001)followed by significant association between gross motoric (p<0,001), social personal (p=0,024), and language (p<0,001), however there were no association between gross motoric and epilepsy classification.There were no association between EEG recording with epilepsy classification,however there were a significant association between multifocal epileptiform finding (p=0,018) and nonspecific wave finding (p=0,015) to classify epilepsy
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Suciah Khaerani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Konstipasi pada anak merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang cukup tinggi di dunia. Konstipasi pada anak memiliki dampak penurunan kualitas hidup pada orang tua dan anak, serta menimbulkan beban ekonomi untuk segi pelayanan kesehatan. Konstipasi fungsional pada anak bersifat multifaktorial. Faktor-faktor risiko konstipasi anak bervariasi pada setiap tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko konstipasi fungsional pada anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2013-2016. Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder rekam medis yang terdapat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM dengan desain penelitian potong lintang. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan prevalensi konstipasi anak di RSCM adalah 6,85 dengan 84 diantaranya merupakan konstipasi fungsional. Melalui analisis bivariat, didapatkan hasil konsumsi ASI eksklusif p=0,088, status gizi p=1,000, riwayat keluarga p=0,332, urutan anak dalam keluarga p=0,076, dan riwayat toilet training p=1,000 tidak berhubungan bermakna dengan kejadian konstipasi fungsional anak. Pada analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik, didapatkan variabel yang paling berhubungan dan signifikan terhadap konstipasi fungsional anak adalah jenis kelamin OR 6,696; IK95 1,224-36,620; p=0,028. Kesimpulan: Jenis kelamin adalah faktor paling berhubungan terhadap konstipasi fungsional anak, hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

ABSTRACT
Background Childhood constipation is one of the health problem with high prevalence worldwide. It affects both patients and parents quality of life. It also causes economic burdens especially for health services. Childhood constipation is multifactorial. Risk factors of childhood functional constipation differs from one place to another. This study aimed to determine factors associated with childhood functional constipation in Cipto Mangunkusumo hospital Jakarta year of 2013 2016. Methods This cross sectional study used secondary data from medical records in the Pediatrics Department RSCM. Results The results showed that the prevalence of childhood constipation is 6.85 with 84 among those are functional constipation. Through the bivariate analysis, it was found that exclusive breast milk consumption p 0.088, nutritional status p 1.000, family history p 0.332, the order of children in the family p 0.076, and history of toilet training p 1.000 were not significantly related with childhood functional constipation. On multivariate analysis with logistic regression, it was found that gender was associated with childhood functional constipation OR 6.696 IK95 1.224 36.620 p 0.028 . Conclusion It was found that gender was associated with childhood functional constipation. This result differs from other previous studies. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Amira Putri
"Latar Belakang Asma persisten banyak terjadi pada anak di bawah usia tiga hingga enam tahun. Karakteristik pada anak dengan asma persisten cukup bervariasi sehingga menyebabkan anak rentan mengalami kondisi yang tidak terkendali jika tidak segera ditangani. Di Indonesia, belum ada data yang menggambarkan karakteristik anak dengan asma persisten dan faktor-faktor yang memengaruhi derajat kendalinya. Metode Desain penelitian potong lintang dilakukan terhadap 81 anak berusia 6-18 tahun dengan asma persisten yang melakukan kontrol ke RSCM dalam rentang tahun 2019-2023. Pemilihan sampel dan pengambilan data dilakukan menggunakan rekam medis milik RSCM Kiara dengan metode total sampling. Hasil Asma persisten yang tidak terkendali terjadi pada 53 subjek (65.4%). Sebagian besar subjek berada dalam rentang usia 6-11 tahun (61.7%), berjenis kelamin laki-laki (55.6%), terpapar oleh alergen (72.8%), faktor lingkungan (34.6%), memiliki komorbiditas (88.9%), berada dalam kelompok gizi baik (43.2%), patuh terhadap pengobatan (74.1%), dan menggunakan terapi pengendali jenis metered dose inhaler (84.0%). Dari hasil analisis bivariat dan regresi logistik, tidak ada karakteristik yang menunjukkan hubungan signifikan terhadap derajat kendali asma. Kesimpulan Terdapat 65.4% anak dengan asma persisten yang tidak terkendali. Tidak ada karakteristik yang berhubungan signifikan dan berperan sebagai prediktor independen dengan derajat kendali asma.

Introduction Persistent asthma often occurs in children under the age of three to six years. The characteristics of children with persistent asthma are quite varied, making children vulnerable to experiencing uncontrollable conditions if not treated immediately. In Indonesia, there is no data that describes the characteristics of children with persistent asthma and the factors that influence the level of control. Method A cross-sectional research design was carried out on 81 children aged 6-18 years with persistent asthma who underwent control at RSCM in the period 2019-2023. Sample selection and data collection were carried out using medical records belonging to RSCM Kiara using the total sampling method. Results Persistent uncontrolled asthma occurred in 53 subjects (65.4%). Most of the subjects were in the age range of 6-11 years (61.7%), male (55.6%), exposed to allergens (72.8%), environmental factors (34.6%), had comorbidities (88.9%), were in the healthy weight group (43.2%), adherent to treatment (74.1%), and used metered dose inhaler control therapy (84.0%). From the results of bivariate analysis and logistic regression, there were no characteristics that showed a significant relationship to the level of asthma control. Conclusion There are 65.4% of children with persistent uncontrolled asthma. There were no characteristics that were significantly related and acted as independent predictors with the level of asthma control."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nerissa Nur Arviana
"Latar Belakang Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar yang terletak di bawah kartilago tiroid. Kanker tiroid merupakan keganasan yang muncul dari sel parenkim tiroid yang mana sel sel tumbuh secara tidak normal dari jaringan kelenjar tiroid juga berpotensi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Berdasarkan World Health Organization (WHO), data kanker tiroid di dunia pada tahun 2020 secara keseluruhan mencapai 586.202 kasus. Sementara, di Indonesia sendiri, kasus kanker tiroid pada tahun 2020 mencapai 13.114 dengan angka kematian mencapai 2.224 yang mana lebih banyak terjadi pada perempuan dengan jumlah 9.053 kasus. Berdasarkan penelitian, prevalensi kanker tiroid pada anak adalah 0,2-5 % dibandingkan dengan sekitar 30% pada orang dewasa. Melihat permasalahan ini, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kanker tiroid pada anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang belum ada datanya terutama berdasarkan karakteristik dan faktor risikonya. Metode Penelitian ini menggunakan metode observasional deksriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan berupa total sampling pada penderita kanker tiroid anak di RSCM periode 2016 hingga 2022.
Hasil Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi kanker tiroid pada anak di RSCM pada Tahun 2016 – 2022 sebsar 1,4%. Dengan karakteristik sosiodemografi, 95,7% berusia 11 hingga 18 tahun, 78,3% berjenis kelamin perempuan dan 21,7% berjenis kelamin laki- laki, serta 65,2% tinggal di perkotaan. Hasil lainnya menunjukkan 95,7% riwayat keluarga tidak ada dan 47,8% mempunyai BMI ideal. Hasil karakteristik klinis, 78,3% pasien dengan jenis kanker tiroid papilar, 87% pasien stadium1, 43,5% mengalami T2, 39,1% mengalami N1, dan 13% dengan M1. Terapi utamanya operasi sebanyak 86,9% dengan jenis total tiroidektomi sebesar 60%. Tidak terdapat perbedaan karakteristik antara jenis kanker tiroid papilar dan folikular.
Kesimpulan Penelitian ini memberikan angka prevalensi serta data deskriptif terkait persentase dan frekuensi masing-masing variabel yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya berupa analitik terkait prognosis dan mortalitas serta hubungan setiap variabel.

Introduction The thyroid gland is one of the largest endocrine glands which is located under the thyroid cartilage. Thyroid cancer is a malignancy that arises from thyroid parenchyma cells in which the cells grow abnormally from the thyroid gland tissue which also has the potential to spread to other parts of the body. Based on the World Health Organization (WHO), data on thyroid cancer in the world in 2020 reached 586,202 cases. Meanwhile, in Indonesia alone, cases of thyroid cancer in 2020 reached 13,114 with a death rate of 2,224 which was more common in women with a total of 9,053 cases. Based on research, the prevalence of thyroid cancer in children is 0.2 – 5% compared to about 30% in adults. Seeing this problem, this study aims to determine the prevalence of thyroid cancer in children at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for which there is no data, mainly based on the characteristics and risk factor.
Method This study used a descriptive observational method with a cross sectional approach. The sample used was total sampling in children with thyroid cancer at RSCM for the period 2016 to 2022.
Results The results of this study found that the prevalence of thyroid cancer in children at RSCM in 2016 - 2022 was 1.4%. With sociodemographic characteristics, 95.7% were aged 11 to 18 years, 78.3% were female and 21.7% were male, and 65.2% lived in urban areas. Other results showed that 95.7% had no family history and 47.8% had an ideal BMI. Results of clinical characteristics, 78.3% of patients had papillary thyroid cancer, 87% of patients had stage 1, 43.5% had T2, 39.1% had N1, and 13% had M1. The main therapy was surgery for 86.9% with total thyroidectomy at 60%. There are no differences in characteristics between papillary and follicular types of thyroid cancer.
Conclusion This research provides prevalence figures as well as descriptive data regarding the percentage and frequency of each variable which can be used as a reference for further research in the form of analytics related to prognosis and mortality as well as the relationship between each variable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Kurnia
"Latar belakang: Malnutrisi rumah sakit (MRS) adalah penurunan berat badan selama perawatan di rumah sakit. MRS diketahui memperpanjang lama rawat, meningkatkan morbitas dan mortalitas, namun faktor-faktor yang berasosiasi dengan terjadinya MRS pada pasien bedah anak, masih belum diketahui.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian MRS pada pasien bedah anak, dan mengetahui faktor-faktor yang berasosiasi dengan terjadinya MRS. Dilakukan pengamatan terhadap 50 pasien bedah anak yang dirawat di ruang rawat BCh RSUPN dr. Cipto Mangukusumo Jakarta selama Juli-Desember 2015. Data usia, jenis penyakit, status gizi awal, jenis perawatan, lama puasa, lama operasi, lama rawat, dan jenis operasi dicatat. Dilakukan analisis untuk mencari asosiasi antara variabel-variabel tersebut dengan MRS.
Hasil penelitian: Didapatkan angka kejadian MRS sebesar 40%. Dari variabel kategorik (usia, jenis perawatan, jenis diagnosis, status gizi awal dan jenis operasi) hanya jenis operasi yang berasosiasi dengan MRS (p = 0,013). Sedangkan antara variabel numerik (lama puasa, lama operasi, lama rawat) hanya lama rawat pascaoperasi yang berasosiasi dengan MRS (p = 0,009).
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa beban tindakan operatif berasosiasi dengan angka kejadian MRS, MRS berasosiasi dengan peningkatan masa rawat pascapembedahan.

Background: Hospital malnutrition is defined as weight loss during hospitalization. Hospital malnutrition is known to increase length of stay, mortality and morbidity, however the factors associated with the development of hospital malnutrition, especially in pediatric surgery patient population, has not been clearly recognized.
Method: This study was done to evaluate the occurence of hospital malnutrition in pediatric surgery population and to identify the factors associated with hospital malnutrition. Primary data was gathered from 50 pediatric surgery patients hospitalized in BCh ward of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital (CMNGH) within July-December 2015. Data on age, diagnoses, nutrition status at admission, whether any procedure was done during hospital stay, fasting duration, operation duration, length of stay and classification of surgical procedure done were compiled. Analysis was done to identify the association between these variables and hospital malnutrition.
Result: The occurence of hospital malnutrition among pediatric surgery population in 2015 was 40%. Among the categorical variables (age, diagnoses, nutrition status at admission, whether any procedure was done during hospital stay, classification of surgical procedure) only the classification of surgical procedure was found to be significantly associated with hospital malnutrition (p = 0,013). Meanwhile, among the numerical variables (fasting duration, operation duration, length of stay) only postoperative length of stay was associated with hospital malnutrition (p = 0,009).
Conclusion: It can be inferred that the burden of surgery is associated with hospital malnutrition, and in turn hospital malnutrition is associated with increased postoperative length of stay.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfani Prima Kusumasari
"Kanker merupakan penyakit degeneratif yang dapat diderita oleh orang dewasa dan anak-anak dengan angka kejadian cukup tinggi di dunia. Sebanyak 50 anak dengan kanker mengalami gangguan dalam melaksanakan aktivitas perawatan diri sebagai akibat dari kanker tersebut maupun efek samping dari terapi kanker. Tujuan dari pembuatan karya ilmiah akhir ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai aplikasi teori self-care Orem pada klien anak dengan kanker yang mengalami defisit perawatan diri: perawatan mulut di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selain itu, karya ilmiah akhir ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran perawat spesialis anak di ruang rawat anak non infeksi. Terdapat lima kasus kelolaan yang dibahas dalam karya ilmiah ini yang semuanya memiliki masalah defisit perawatan diri: perawatan mulut. Asuhan keperawatan diberikan menggunakan pendekatan teori self-care Orem mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Hasil evaluasi menunjukkan ada klien yang dapat lebih mandiri dalam melakukan higiene oral namun ada pula yang tidak berhasil. Penulis merekomendasikan untuk memperhatikan usia dan tahap tumbuh kembang klien yang akan diberikan intervensi dengan aplikasi teori self-care karena hal tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan intervensi.

Cancer is a degenerative illness suffered by adults and children with high incidence in the world. Around 50 children with cancer are having difficulties in performing daily activities as a result of cancer itself or side effect of cancer therapy. This final report is a description of Internship Pediatric Nursing Program clinical practice. The aim of this final report is to give a brief description about the application of Orem rsquo s self care theory on children with cancer performing self care deficit oral hygiene thus giving description about the role of pediatric nurse in non infection children ward. There are five cases of children who are performing self care deficit oral hygiene explained here. Nursing care was performed using self care theory approach from assessment to evaluation. The result is that there are children who finally able to do oral hygiene independently, but there are also children who can not do oral hygiene independently. The recommendation of this report is that the children must be selected based on their age and developmental stage because those two factors contribute to the success of intervention.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trisha Rahmi Dian Reswara
"End-stage kidney disease (ESKD) pada anak berdampak tidak terbatas pada aspek kesehatan fisik, tetapi juga perubahan emosi dan perilaku. Namun, kondisi ini seringkali diabaikan. Di Indonesia, data mengenai gangguan emosi dan perilaku khususnya pada pasien ESKD anak yang menjalani hemodialisis (HD) jumlahnya pun terbatas. Studi potong lintang ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi, jenis gangguan, dan asosiasi faktor-faktor yang berhubungan terhadap gangguan emosi dan perilaku pada pasien ESKD anak yang menjalani HD. Total 28 pasien ESKD anak di RSCM usia 4-18 tahun yang menjalani hemodialisis minimal 1 bulan diikutkan dalam penelitian. Skrining gangguan emosi dan perilaku diukur menggunakan PSC-17. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi-Square/Fisher. Studi ini menemukan prevalensi gangguan emosi dan perilaku pada pasien ESKD anak yang menjalani HD di RSCM sebesar 32%, dengan persentase abnormal tertinggi pada subskala internalisasi (21,4%). Variabel jenis kelamin menunjukkan hubungan signifikan (p<0,05) terhadap gangguan emosi dan perilaku.

Children with end-stage kidney disease (ESKD) have behavioral and emotional difficulties in addition to physical health problems. But this condition is frequently disregarded. Data on emotional and behavioral issues among pediatric ESKD patients in Indonesia, especially those receiving hemodialysis (HD), is still scarce. The purpose of this cross-sectional study is to identify the prevalence, type, and correlation of variables associated with emotional and behavioral issues in pediatric hemodialysis patients. There were a total of 28 pediatric ESKD patients at RSCM, ages 4 to 18, who received hemodialysis treatment for at least one month included in this study. The children were screened for emotional and behavioral problems using PSC-17 questionnaire. Bivariate analysis was measured using Chi-Square/ Fisher test. This study discovered the prevalence of behavioral and emotional issues in children with ESKD receiving HD in RSCM is 32%, high proportion found in internalization subscale (21.4%). The risk of emotional and behavioral issues was shown to be significantly correlated with gender (p<0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Murniati
"Nyeri adalah keluhan yang dirasakan karena adanya tindakan operasi. Manajemen nyeri yang tidak adekuat dapat menimbulkan kondisi tidak nyaman dan dapat berdampak terhadap tidak kooperatifnya anak terhadap petugas kesehatan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang efektivitas terapi bermain terhadap nyeri pada anak usia prasekolah post uretroplasty. Nyeri yang Terapi bermain merupakan salah satu intervensi untuk meminimalkan hal tersebut. Hasil dari penerapan terapi bermain yang telah dilakukan selama 3 hari terbukti efektif dalam menurunkan nyeri dan membuat anak menjadi lebih kooperatif terhadap petugas kesehatan. Penulis berharap, Rumah Sakit dapat mengembangkan program terapi bermain sesuai tumbuh kembang anak untuk meningkatkan efektivitas manajemen nyeri.

Pain is a common complaint that rises within post surgery. Inadequate pain management might lead to uncomfortable condition and impact such as children is uncooperative to health care team. This scientific work aims to provide an overview of the effectiveness of play therapy to overcome anxiety in preschool age children, post uretroplasty. Play therapy is one of the interventions to minimize it. The result of play therapy intervention that has been done for 3 days proved it is effective in reducing anxiety and treat children to more cooperative with health care team. The researcher suggests that play therapy program from the hospital for increasing the effectivity of anxiety management.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Febriyanti Chusniah
"Menurut World Health Ranking 2020, kematian epilepsi di Indonesia mencapai 706 orang dari total kematian dan menempatkan Indonesia pada peringkat 183 di dunia. Kualitas hidup pasien epilepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak epilepsi. Menggunakan metode cross sectional dengan accidental sampling dan didapatkan 94 responden, yaitu orang tua anak epilepsi berumur 4-18 tahun. Uji yang digunakan adalah Chi Square dengan Quality of Life in Childhood Epilepsy Questionner (QOLCE-16). Hasil penelitian menunjukan rata-rata nilai QOLCE-16 anak epilepsi adalah 42.25 dimana 52.1% anak memiliki kualitas hidup buruk. Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak epilepsi, yaitu usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, status pendidikan anak, lama pengobatan, frekuensi kejang, jenis OAE, dan durasi epilepsi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan pengkajian keperawatan pada pasien epilepsi terkait kualitas hidup.

According to the 2020 World Health Ranking, Indonesia ranked 183rd with 706 epilepsy-related fatalities out of total deaths. Various factors impact the life quality experienced by those with epilepsy. Finding the variables affecting children with epilepsy's life quality is the goal of this study. 94 parents of children with epilepsy between the ages of 4 and 18 were selected from the population using an unintentional sampling technique. Chi Square with Life quality in Childhood Epilepsy Questionner (QOLCE-16) was the test utilized. The study finds 52.1% of children with epilepsy reported a low life quality, with an average QOLCE-16 score of 42.25. AED type, length of therapy, frequency of seizures, length of parental education, and length of epilepsy are all factors that affect the life quality for children with epilepsy. These findings can be referenced when creating life quality nursing assessments for patients with epilepsy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>