Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1060 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Suryaning Dewanti
"BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Semarang merupakan Ibukota Jawa Tengah yang terletak di pesisir pantai pulau Jawa, dengan posisi 110° 23? 5779? BT dan 1100 55? 6? LS dan 6°58? 18" LS. Jatuhnya kota Semarang pada pemerintah konial Belanda adalah dikarenakan Perkumpulan Dagang Hindia Timur atau yang sering disebut dengan VOC, mengalami kebangkrutan pada tahun 1799. Pada awalnya Kota Semarang diduduki oleh VOC tanggal 15 Januari 1678, namun sejak kebangkrutan itu Semarang langsung diambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda dan sejak saat itu diterapkan pemerintahan kolonial Belanda. Di bawah kekuasaan Belanda pada awal abad 18, Semarang telah memenuhi persyaratan sebagai kota. Hal tersebut dapat terlihat dari fasilitas sosial, sistem administrasi dan kondisi fisiologisnya.l Selama pemerintahan Belanda di Semarang, Belanda banyak melakukan pembangunan fisik baik berupa gedung-gedung maupun infrastruktur, contohnya adalah jalan dan transportasi. Namun dengan berjalannya waktu maka untuk kondisi suatu gedung maupun infrastruktur akan mengalami banyak hal, baik rusak dimakan oleh usia, bencana alam ataupun karena vandalisme2. Terutama pada bangunan-bangunan kuno, tentu lebih banyak mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh pelapukan karena dimakan usia dan tidak terawat.
Tidak sedikit bangunan kuno yang pada akhirnya dihancurkan untuk diganti dengan bangunan yang baru, atau dirombak secara keseluruhan. Contoh di Semarang adalah Gedung GRIS, yaitu kepanjangan dari Gedung Rakyat Indonesia Semarang, yang sebelumnya bernama Sociteit Harmonie yang terletak di Jalan Mpu Tantular Semarang, pada tahun 2001 gedung ini sudah karena tanahnya dibeli oleh investor dan Gedung tersebut dihancurkan, namun sampai sekarang masih berupa tanah kosong belum ditindak lanjuti dengan pembangunan.
Salah satu bangunan kolonial yang masih berdiri di Semarang adalah Lawang Sewu. Mengutip peryantaan Kusumaningrat, Sartono, dengan topik Arsitektur ETnik Gedung Lawang Sewu Semarang, pada http: / /www.tembi.org/situs/11000.htrn, mengatakan bahwa, "Bangunan Gedung Lawang Sewu merupakan salah satu bangunan kuno dari 102 bangunan kuno yang terdapat di Kota Semarang. Demikian seperti yang tercantum dalam SR Walikota Semarang no. 650/50/1992. Bangunan ini telah menjadi salah satu identitas kota Semarang."
Lawang Sewu yang merupakan identitas kota berarti merupakan Landmark3 Kota Semarang yang menjadi kebanggaan warga yang juga sebagai warisan arsitektur. Lokasi Lawang Sewu terletak di pertemuan Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran, daerah ini meupakan daerah pusat pemerintahan, perdagangan, dan perkantoran. Selain itu di depan gedung Lawang Sewu terdapat sebuah Tugu Muda yang didirikan pada tahun 1951 atas prakarsa Walikota Semarang, Hadisoebeno Sasrowedojo, yang merupakan simbol Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Kondisi Lawang Sewu saat ini merupakan bangunan yang tidak berfungsi setelah pada tahun 1994 Kodam VII Diponegoro (sekarang Kodam IV), mengembalikan kepada Departemen Perhubungan dibawah unit PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api), Jawa Tengah. Alasan Kodam VII mengembalikan Lawang Sewu pada Jawatan Kereta Api dikarenakan Kodam VII Diponegoro, yang sebelumnya menempati Lawang Sewu sudah memiliki tempat dan bangunan sendiri di daerah Watu Gong Semarang. Apabila dilihat secara sekilas, bangunan tersebut masih terlihat sangat bagus, kuat dan megah. Namun apabila kita perhatikan dari jarak dekat, kondisi bangunan tersebut terlihat berlumut pada dinding-dinding bangunannya, dinding-dinding bangunan sudah mengalami keretakan dimana-mana, pegangan pintu pada bangunan Lawang Sewu sebagian besar sudah hilang sehingga pintu pada bangunan tersebut tidak bisa dikunci, termasuk pada pintu utama bangunan, langit-langit dan dinding bangunan terlihat banyak ditumbuhi jamur dan lumut yang dikarenakan kelembaban ruangan yang tidak terkondisi dengan baik, belum lagi ruang bawah tanah yang dipenuhi dengan lumpur.
Melihat kondisi bangunan yang seperti ini, perlu tindakan khusus untuk dapat memfungsikan kembali bangunan Lawang Sewu tersebut. Apabila didiamkan saja, maka cepat atau lambat bangunan ini akan hancur dengan sendirinya, ditutup oleh debu, ditumbuhi oleh tanaman-tanaman lumut. Apabila sudah terjadi hal seperti itu maka akan jauh lebih sulit merevitalisasi Lawang Sewu karena selain biayanya juga jauh lebih besar, diperlukan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Handiman Supyansuri
"Candi Lawang berada di Kabupaten Boyolali, Propinsi Java Tengah. Penelitian mengenai arsitektur Candi Lawang bertujuan untuk mengidentifikasi gaya arsitektur dan memperkirakan bentuk bangunan secara keseluruhan serta kronologi relatifnya. Kemudian karena di Candi Lawang ada inskrisi, maka inskripsi itu dibahas hingga ketingkat penafsiran, sehingga dapat diketahui hubungan antara insikripsi dan arsitektur candinya. Lalu, pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data kepustakaan dan data lapangan. Penelitian dilakukan berdasarkan ciri arsitektur Candi Lawang yang kemudian dibandingkan dengan candi lain yang mempunyai kemiripan ciri arsitektur dengan Candi Lawang. Pembahasan arsitektur rneliputi hakikat pengertian arsitektur bangunan dan seni sama dengan arsitektur. Selain itu, karena peinbahasan arsitektur tidak hanya membahas aspek struktur dan teknik bangunannva saja, melainkan juga mencakup aspek sosial dan makna simboliknya, maka dalarn penelitian ini dibahas juga hubungan antara Candi Lawang dengan kepurbakalaan di sekitamya serta latar belakang keagamaannnya. Pembahasan kepurbakalaan lain di sekitar Candi Lawang dimaksudkan untuk lebih memahami keterkaitan ruang space situs yang situ dengan lainnya. Latar belakang keagarnaan diteliti dengan cara mengidentifikasikan segala temuan di Candi lawang berdasarkan sifat keagamaannya. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini ialah arsitektur Candi Lawang merupakan arsitektur bangunan masa peralihan dari masa klasik tua ke masa klasik muda. Hal itu ditunjukkan dengan adanya perpaduan ciri dari kedua periode tersebut di Candi Lawang. Lalu, mengenai kronologinya diperkirakan berasal dari akhir abad ke-9 M atau lebih tepatnya berdasarkan penafsiran inskripsi yang kemungkinan candrasangkala yaitu tahun 872 NCI atau 875 M. Kemudian, latar belakang keagamaan Candi Lawang berdasarkan sifat-sifat keagamaan dari berbagai bukti yang ada termasuk dari penafsiran isi inskripsi yang menyebutkan persembahan kepada gunung, maka Candi Lawang ialah bangunan Hindu Saiwa. Masyarakat di sekitar Candi Lawang pun di masa silam Sangat mcngkin mayoritas mcmeluk agama Hindu Saiwa karena hampir semua bangunan kepurbakalaan di sekitar situ dapat diidentifikasi bersifat Hindu Saiwa. Jadi, kesimpulan mengenai kronologi dari latar belakang keagamaan Candi Lawang sesuai antara kesimpulan berdasarkan arsitektur dengan kesimpulan berdasarkan inskripsi."
2000
S11905
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Supranoto
Semarang: Mimbar Media Utama, 2019
808.81 BAM m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
JJJ 23 (1-3) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Shinta Devi
"The health system in Indonesia has undergone major changes with the enactment of National Health Insurance program. Medical resume have an important role in health insurance claims, so delayed and incomplete medical resume completion will disrupt the process of insurance claims. This study aimed to determine effects of perceived ease of use, perceived usefulness, and attitude on doctor?s acceptance in completing medical resume at Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Psychiatric Hospital based on Technology Acceptance Model (TAM). TAM was used as a model in this study because medical resume is one form of information technologies that is still manual. Data collection for this study was conducted in March 2016 by using questionnaires given to 32 doctors at Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Psychiatric Hospital. The five-level Likert scale was used to measure each of the variables. The data were analyzed using Partial Least Square. The result showed that in general, physician acceptance at Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Psychiatric Hospital againts medical resume charging is in the high category and has perceived usefulness and attitude in both categories, while perceived ease of use is in the medium category.

Sistem kesehatan di Indonesia mengalami perubahan besar dengan diberlakukannya program Asuransi Kesehatan Nasional. Resume medis memiliki peran penting dalam klaim asuransi kesehatan, sehingga resume medis yang terlambat dan tidak lengkap akan mengganggu proses klaim asuransi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi kemudahan penggunaan, persepsi manfaat, dan sikap pada penerimaan dokter dalam menyelesaikan resume medis di Dr Radjiman Wedyodiningrat Psychiatric Hospital Lawang berdasarkan Technology Acceptance Model (TAM). TAM digunakan sebagai model dalam penelitian ini karena resume medis merupakan salah satu bentuk teknologi informasi yang masih dilakukan secara manual. Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016 dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 32 dokter di Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang. Skala Likert lima tingkat digunakan untuk mengukur setiap item variabel. Data dianalisis dengan menggunakan Partial Least Square. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum, acceptance dokter di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang terhadap pengisian resume medis masuk dalam kategori ringgi dan memiliki perceived usefulness and attitude yang dalam kategori baik, sedangkan perceived ease of use dalam kategori sedang."
Brawijaya University, Faculty of Medicine, Postgraduate Program in Hospital Management, 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Andhono Murti
"Lawang Sewu merupakan bangunan peninggalan Belanda yang berada di kawasan Tugu Muda Kota Semarang. Gedung ini dibangun oleh perusahaan kereta api swasta dari Belanda yaitu NIS sebagai kantor pusat administrasi kereta api di Semarang dan mulai beroperasi pada tahun 1907. Pada masa pendudukan Jepang di Semarang, Pemerintah Jepang menjadikan gedung ini sebagai kantor djawatan kereta api dengan nama Rikuyu Sokyoku. Selain memanfaatkan Lawang Sewu sebagai kantor djawatan kereta api, Jepang juga mengubah fungsi ruang bawah tanah Lawang Sewu yang semula berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan air menjadi penjara. Pada penulisan jurnal ini, penulis menggunakan metode studi pustaka untuk menjelaskan alih fungsi Lawang Sewu pada masa pendudukan Jepang.

Lawang Sewu is a building from the time of Netherlands which located in area of Tugu Muda, Semarang city. Lawang Sewu was built by a private public company from Netherlands which name was NIS as a central administration office at Semarang and started to operate in 1907. When The Japanese ruled in Semarang, Japanese government made this building as a train office which named as Rikuyu Sokyoku. Aside from using Lawang Sewu as an office, the Japanese also alter the function of Lawang Sewu’s basement from water storage into underground prison. In this paper, writer using literature method to explain this change of function during the occupation of Japan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Isabella Aida Munira
"ABSTRAK
Lawang Sewu merupakan bangunan yang didirikan ketika masa Hindia Belanda pada 29 Februari 1904 hingga 1 Juli 1907. Gedung ini digunakan sebagai markas perusahaan perkeretaapian Hindia Timur atau NISM Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij yang berada di kota Semarang dan dirancang oleh Cosman Citroen 1881-1935 . Penelitian ini bertujuan memaparkan bagaimana penerapan gaya neo-roman pada Lawang Sewu. Gaya neo-roman yang dipilih Citroen ternyata cocok untuk diterapkan pada bangunan ini agar dapat menyesuaikan dengan kondisi alam yang tropis dengan cara merancang banyak ventilasi, serta memasang pintu dan jendela yang besar untuk mengatasi panas. Ornamen-ornamen bulat dan pilaster juga ditambahkan sebagai elemen dekoratif untuk membuat bangunan ini nampak seperti kastil khas gaya neo-roman. Ciri bangunan yang dirancang Citroen juga diterapkan pada bangunan ini seperti adanya traphal dan lorong-lorong dengan jendela yang besar. Tidak hanya mengandung nilai sejarah, nilai seni pada bangunan ini juga menambah alasan untuk menjadikan Lawang Sewu sebagai salah satu tempat wisata sejarah.

ABSTRACT
Lawang Sewu is a building which built at Dutch East Indies period on 29 February 1904 until 1 July 1907. This building is used as the headquarters of the Dutch East Indies Railway Company or NISM Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij in Semarang City and it is designed by Cosman Citroen 1881 1935 . This research explains how neo romanesque as an architectural style is applied in Lawang Sewu. The style is suitable to be applied in this building because of tropical nature condition by designing many ventilation, big doors, and windows to overcome the heat in Semarang. rounded ornaments and pilasters are added as a decorative element for making this building look like a castle, as the characteristic of the neo romanesque style. Citroen rsquo s characteristic is applied to it too by adding traphal and big corridor with big windows. Not only historical value but also art value give reasons for making Lawang Sewu as a historical tour place. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Shinta Mia Ayunia Pribadi
"Bangunan Hotel Niagara pada masanya merupakan bangunan rumah tinggal yang paling tinggi dan paling megah di lingkungan tempat bangunan ini didirikan. Dirancang oleh arsitek F.J. Pinedo dan memulai pembangunan pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 bersamaan dengan masa berkembangnya gaya arsitektur di Indonesia. Arsitek-arsitek pada masa itu dilanda wabah pembaharuan menentang arsitektur sebelumnya yang dianggap cenderung baku, kaku, angkuh, dan tidak sesuai dengan zaman baru. Bedasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan gaya bangunan Hotel Niagara yang dibangun pada masa peralihan pandangan arsitektur dari gaya Indische Empire ke arah yang lebih modern. Metode yang digunakan adalah metode deskripsi dengan membagi bangunan secara vertikal, dilanjutkan proses analisis dengan mengklasifikasikan tiap komponen bangunan (struktural, fungsional, dan ornamental) bedasarkan bentuk dan ruangnya. Tahap terakhir yaitu penafsiran data termasuk didalamnya membandingkan objek penelitian dengan bangunan lain yang didirikan oleh arsitek F.J Pinedo yaitu rumah Tan Hie Sioe dan bangunan BII Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan Hotel Niagara memiliki gabungan dari gaya Indische Empire Style, Empire Style, Art Deco, Art Nouveau, dan Art Bouwen.

The Hotel Niagara Lawang designed by architect F.J. Pinedo, was a towering and grand residential building of its time. Constructed during the transition from the 19th to the 20th century, along with the development of architectural style in Indonesia. The architects of that era challenged the rigidity of previous architectural styles that were deemed incompatible with the new era. This study aims to find out how the Hotel Niagara building style was applied, which was built during a period of changing architectural views from the Indische Empire Style to a modern direction. To achieve this goal, the study employed a descriptive approach, dividing the building vertically and analyzing each building component (structural, functional, and ornamental) according to its shape and space. The final stage is the interpretation of the data, including comparing the research objects with other buildings built by architect F.J. Pinedo, such as Rumah Tan Hie Sioe and the BII Surabaya building. The findings of the study reveal that the Hotel Niagara building has a combination of Indische Empire Style, Empire Style, Art Deco, Art Nouveau, and Art Bouwen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thamrin Hamdan
"Dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial dan berakal_budi, pada hakekatnya manusia itu tak bisa lepas dari kegiat an-kegiatan politik. Kegiatan politik disini diartikan sebagai suatu proses dan tindakan-tindakan politik dari seseorang atau sekelompok orang yang berkaitan dengan berbagai kepentingan orang banyak, pada suatu lingkungan tertentu.Pada setiap proses politik, biasanya selalu terdapat kompetisi, kompromi, bahkan konflik dari masing-masing orang dan masing-masing kelompok atau kesatuan politik, untuk men_dapatkan serta menguasai kedudukan-kedudukan soa_al atau ja_batan-jabatan tertentu. Yakni jabatan-jabatan yang dapat mem berik.an kesempatan serta fasilitas kepada yang mendudukinya untuk mengatur, mendistribusikan, dan mengekploitasi sumber_sumber daya yang ada (Lihat: Suparlan, 1977:64. Dan lihat pu_la: Cohen dan Middleton, 1967:ix).Proses politik juga menyangkut soal kemampuan dan ke-sanggupan dari orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan tertentu tadi dalam mengatur serta mendistribusikan sumber-sumber daya yang telah mereka kuasai, dan kesanggupannya untuk memerintah orang-orang lain agar bertindak sesuai dengan keputusan dan kebijaksanaan yang telah digariskannya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1980
S12911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>