Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imelda Mauldivita
"Selama periode 1990-2013, laju pertumbuhan jumlah sepeda motor di DKI Jakarta mencapai 12 persen/tahun, delapan kali lipat laju pertumbuhan penduduk. Hal ini merupakan potensi persoalan besar bagi perekonomian DKI Jakarta. Studi ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sepeda motor, inefisiensi penggunaanya dan potensi beban subsidi BBM. Berdasarkan analisis ekonometrika maupun data primer, disimpulkan bahwa faktor utama penentu pertumbuhan sepeda motor adalah pendapatan per kapita, tarif riil angkutan umum dalam kota, harga riil sepeda motor dan harga riil BBM. Sedangkan kebijakan kenaikan BBM tahun 2005 terbukti memicu kenaikan penggunaan sepeda motor. Sekalipun sepeda motor, merupakan alat transportasi termurah dan tercepat untuk jarak pendek (≤ 15 kilometer) namun secara ekonomi penggunaanya mahal/tidak efisien. Misalnya, jumlah sepeda motor yang ada sudah empat kali lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan, yang menimbulkan masalah pemborosan energi. Bila subsidi BBM tetap Rp.1000/liter, hasil proyeksi menunjukkan bahwa akumulasi potensi subsidi BBM 2016-2020 dapat mencapai Rp.46 triliun.

During the period 1990-2013, the rate of growth in the number of motorcycles in DKI Jakarta reached 12 percent / year, the rate eightfold of population growth. This is a potential problem for the economy of DKI Jakarta. This study analyzes the factors that influence the number of motorcycles, the inefficiency of its use and the potential burden of fuel subsidies. Based on the econometric analysis and primary data, it was concluded that the determining factor for the growth of the motorcycle is income per capita, real rates of public transport in the city, the real price of a motorcycle and the real price of fuel. While the fuel price hike policy in 2005 proved to trigger an increase in the use of motorcycles. Even motorcycles, the cheapest and fastest means of transportation for short distances (≤ 15 kilometers), but its use is economically expensive / not efficient. For example, the number of motorcycles that there are already four times greater than required, which raises the problem of energy wastage. When the fuel subsidies remain Rp.1000 / liter, the projection indicates that the accumulation potential fuel subsidy from 2016 to 2020 can reach Rp.46 trillion."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T43620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Nugroho Harlianto
"Pendahuluan: WHO melaporkan bahwa setidaknya terdapat 1,24 juta kematian per tahun di dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Tanpa intervensi, jumlah ini akan terus meningkat hingga mencapai 1,9 juta kematian per tahun pada tahun 2020. Tingginya fatalitas dapat dikurangi dengan adanya penetapan peraturan yang memadai untuk penggunaan pelindung bagi pengendara sepeda motor.
Metode: Penelitian dilakukan dengan metode cross-sectional untuk mengetahui hubungan karakteristik luka dengan peran pengguna sepeda motor (pengemudi/penumpang). Data diambil dari Laporan Pemeriksaan Forensik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2014.
Hasil: Didapati jumlah korban kecelakaan sepeda motor pada RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebesar 206 jiwa, 177 di antaranya memiliki keterangan sebagai pengemudi atau penumpang sepeda motor. Proporsi jumlah pengemudi dan jumlah penumpang pada kecelakaan sepeda motor di Jakarta adalah 3,92:1, yaitu 141 pengemudi dan 36 penumpang. Frekuensi luka pada anggota tubuh pada kasus kecelakaan sepeda motor di Jakarta terbanyak pada bagian ekstremitas atas (93.79%), diikuti oleh kepala, wajah, dan leher (93,22%), ekstremitas bawah (89,27%), thorax (75,71%) dan abdomen (40,68%). Keparahan luka pada kasus kecelakaan sepeda motor di Jakarta didominasi oleh luka skala 1, diikuti luka skala 2, dan luka skala 3. Tidak terdapat hubungan antara keparahan luka dan jumlah luka dengan posisi pengendara sepeda motor (p>0.05).
Pembahasan: Tidak adanya hubungan karakteristik luka pada pengguna sepeda motor terjadi karena pengguna sepeda motor mengalami pola dinamika yang sama saat tabrakan. Mempertimbangkan tidak adanya perbedaan frekuensi, keparahan, dan jumlah luka pada pengemudi dan penumpang sepeda motor, maka alat pelindung perlu digunakan oleh keduanya.

Introduction: Road Traffic Accident (RTA) has become a global problem. WHO reported that at least 1,24 million deaths due to RTA occur each year. Without intervention, this number will increase to 1,9 million deaths per year in 2020. Laws regarding safety driving only protect 7% of world population. This study is aimed to increase reference regarding protection for safety driving, focused on injury characteristic on motorcycle rider and pillion.
Method: Design of the study is cross-sectional. Data were extracted from Forensic Report of Dr. Cipto Mangunkusumo Public Hospital year 2014. Number of RTA involving motorcycle is 206 case, 177 case fulfill inclusion and exclusion criteria.
Result: Proportion of riders compared to pillion is 3,92:1, composed of 141 riders and 36 pillions. Frequency of injury from highest to lowest is; upper extremity, head, face and neck, lower extremity, thorax, and abdmen. Injury severity from the most frequent to least frequent is; scale 1 injury, scale 2 injury, and scale 3 injury.
Discussion: Frequency of injury, severity, number of injury is not significantly related to position of motorcycle rider both rider or pillion (p>0,05). No difference in injury pattern between rider and pillion is caused by similiar dynamic pattern.Considering no significant relation of frequency, severity, and number of injury to motorcycle rider and pillion, both has to be protected.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faal Murreyza D.
"Meningkatnya pengendara sepeda motor pada ruas-ruas jalan di kota-kota besar, khususnya Jakarta memberikan permasalahan baru bagi dunia transportasi. Kehadiran serta karakter fleksibel yang dimiliki sepeda motor di atas jalan membuat arus lalu lintas menjadi acak, kecelakaan meningkat, kendaraan lain pun harus lebih hati-hati dalam berkendara sehingga waktu perjalanan pun menjadi semakin kecil.
Dari masalah-masalah yang muncul seperti itu maka timbul gagasan untuk membuat jalur yang khusus digunakan oleh pengendara sepeda motor yang tidak lain dimunculkan untuk meningkatkan kinerja ruas jalan. Melalui pengamatan dengan merekam arus lalu-lintas serta melakukan interpretasi data dari rekaman tersebut diperoleh hubungan antara kecepatan dan volume lalu-lintas pada kebutuhan jarak samping aman sepeda motor, yang tentu berpengaruh pada penentuan lebar jalur khusus sepeda motor yang digunakan.
Pada kasus pengamatan segmen ruas Jalan Buncit Raya Pulo arah Pasar Minggu di kawasan Jakarta Selatan yang terdiri dari jalur cepat dan jalur lambat, hasil dari desain jalur khusus sepeda motor menaikkan kinerja jalur cepat pada jam sibuk dari Q/C 0,8 menjadi 0,75. Meskipun kinerja jalur lambat berubah dari nilai Q/C 0,48 menjadi 0,67, namun berdasarkan ketentuan IHCM 1997, Q/C 0,67 pada jam sibuk merupakan derajat kejenuhan yang baik karena tidak melebihi nilai standar derajat kejenuhan jam sibuk yaitu sebesar 0,75.

An increase of motorcycle rider in urban roads, especially in Jakarta, results transportation problems. Their flexibility and attendance in an urban road makes the traffic flows uncertain, accident increases, and it causes other vehicles drive more carefully and slowly so the travel time come longer than usual.
Based on those problems, idea to make the traffic flows more convenient and comfort is facilitated in an exclusive motorcycle lane that used by motorcycle only. By observation of the traffic flow, interpretation data, and then analyzing them, derived speed-volume correlations considering to the demand of the safe side width of motorcycle obviously influences the design of motorcycle lane width.
Research conducted in road segment of Jalan Buncit Raya Pulo to Pasar Minggu at South Jakarta, consisting of fast lane and slow lane, results that design of motorcycle lane can increase and repair the condition of traffic flow in fast lane on congested condition, Q/C value 0,8 decreases to 0,75. It means better than existing condition. Even though Q/C value 0,48 in slow lane increases to 0,67 on congested condition, based on IHCM 1997, it is not a bad Degree of Saturation (DS) because of below to Q/C standard value for congested condition, 0,75."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia;, 2006
S35187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Haryotejo
"Thesis ini menganalisa struktur industri sepeda motor di Indonesia dan pengaruh regulasi/deregulasi pemerintah selaku legal entry barriers yang tertuang dalam Keputusan Menteri Peridustrian dan Perdagangan Nomor 290/MPP/Kep/6/1999, dan menganalisa faktor-faktor yang menjadi entry barriers dan kondisi entry pada industri sepeda motor di Indonesia, serta mengkaji kondisi persaingan dan potensi praktek persaingan usaha tidak sehat pada industri sepeda motor di Indonesia.
Alat analisis yang digunakan adalah formula untuk menghitung tingkat konsentrasi yaitu, Concentration Ratio 3 (CR3) perusahaan sepeda motor dengan pangsa pasar terbesar. Alat analisis ini berguna untuk mengetahui trend perkembangan tingkat konsentrasi. Selain itu alat analisis lain yang digunakan adalah studi literatur dan wawancara, serta pendekatan persaingan usaha untuk melihat potensi praktek persaingan usaha tidak sehat dalam industri sepeda motor Indonesia.
Struktur pasar pada industri sepeda motor di Indonesia bercorak oligopoli asimetris, hal ini ditunjukan oleh adanya 3 prinsipal asing selaku pemain utama (Honda, Yamaha dan Suzuki) yang mendominasi pasar dengan konsentrasi pasar industri sepeda motor tinggi yaitu sebesar 96,3%. Pada periode setelah munculnya kebijakan nilai rasio konsentrasi menurun cukup signifikan untuk jangka pendek, yaitu sebesar 78,4% dan 84,4% pada tahun 1999 dan 2000.
Tetapi pada periode tahun 2001 hingga 2002 konsentrasi pasar kembali meningkat Hal ini disebabkan tidak sebandingnya penambahan jumlah penjualan merek-merek baru dengan merek-merek lama seperti Honda, Yamaha, dan Suzuki yang mencatat peningkatan jumlah penjualan unit sepeda motor yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya serta buruknya brand image di mata konsumen, dimana banyak merek-merek baru tersebut yang tidak menyediakan layanan purna jual yang memadai serta rendahnya kualitas yang ditawarkan dari merek-merek baru tersebut.
Pada periode setelah tahun 2002 konsentrasi pasar kembali menurun ke angka 88,S% dan 87,3% dikarenakan konsumen masih banyak yang mencari produk murah, dan kualitas motor China yang tidak jauh dengan motor Jepang yang berharga di bawah 10 jutaan. Berdasarkan jumlah pelaku utama yang terdapat pada industri sepeda motor Indonesia; terlihat bahwa para pemain utama tersebut (Honda, Yamaha dan Suzuki) memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh produsen lain, terutama produsen baru. Keunggulan tersebut dapat menjadi hambatan masuk (barrier to entry) bagi produsen lain yang ingin masuk ke dalam industri tersebut.
Faktor barrier to entry dalam industri sepeda motor di Indonesia yang dimiliki oleh perusahaan dominan (Honda, Yamaha dan Suzuki) adalah Diferensiasi produk berupa ragam varian yang lebih banyak, ditunjang dengan besarnya kapasitas produksi dan besarnya investasi yang miliki oleh perusahaan dominan tersebut. Perusahaan dominan dalam hal ini Honda, tidak terbukti menyalahgunakan (market power) dan posisi dominannya yaitu memberlakukan harga jauh lebih tinggi dibandingkan pesaing-pesaingnya. Perusahaan dominan dalam hal ini Honda, tidak terbukti menyalahgunakan posisi dominannya dengan cara melakukan strategi predatory price (menerapkan harga yang rendah), karena dibutuhkannya informasi tambahan berupa biaya total rata-rata uiituk menyatakan bahwa Honda melakukan predatory price.
Perusahaan dominan dalam hal ini Honda, diduga menyalahgunakan posisi dominannya dengan cara melakukan strategi limit price, karena Honda mengeluarkan produk dengan harga murah (second brand/ fighting brand). Honda memiliki potensi untuk melakukan limit price karena memiliki kapasitas produksi yang ditunjang nilai investasi yang besar sehingga dapat memproduksi dengan skala besar sehingga dapat memberikan harga yang lebih murah. Dalam kasus industri sepeda motor di Indonesia, para ATPM tidak bisa dikenakan pasal 8 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang penetapan harga karena secara rule of reason tidak merugikan konsumen dan dalam hal ini masih tetap ada persaingan non harga, dan juga selain itu karena dalam undang-undang terdapat pengecualian yaitu memperbolehkan perjanjian dalam rangka keagenan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Budi Prakarsa
"ABSTRAK
Dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas, Indonesia menjadi
negara ketiga terbesar di dunia untuk pasar sepeda motor dan negara terbesar keempat
di dunia untuk jumlah produksì sepeda motornya. Pertumbuhan produksi sepeda motor
dari tahun ke tahun, kecuali ketika kñsis ekonomi melanda Indonesia di tahun 1998-
2000, terus meningkat dan diperkirakan akan tenis meningkat seiiring dengan
masuknya para pemain baru dari Cina.
Dies sebagai peralatan penunjang, untuk menghasilkan komponen-komponen
alumunium tentunya mengalami peningkatan yang sebanding dengan jumlah produksi
sepeda motor. Setiap tahunnya kebutuhan penggnban dies yang berproduksi dan
penambahan jumlah dies berbeda-beda bergantung kepada fcrecast produksi yang
akan dilakukan pada tahun tersebut untuk masing-masìng,jenis sepeda motor. Saat ¡ni
PT. Astra Honda Motor memiliki fasilitas dan teknologi yang memadai untuk membuat
sendiri dies yang dibutuhkan untuk berproduksi akan tetapi kapasitas yang ada
belumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan dies seliap tahunnya, oleh karena itu
keterlibatan para sub-contractor masih sangat dibutuhkan untuk dapat memenuhi
kebutuhan dies setiap tahunnya.
Karya akhir ini mempunyai tujuan utama untuk meminimalkan biaya yang hams
dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan dies yang dLbutuhkan untuk berproduksi.
Permasalahan ini muncul ketika biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk
membuat sendiri dies yang dibutuhkan berbeda derigan bìaya yang harus dikeluarkan
ketika perusahaan membuat dies tersebut di luar. Kapasitas yang ada sudah tentunys
harus dimanfaatkan semaksimal mungkin karena idle capacity sejauh ¡ni belum dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai tambah.
Analisis pertama yang dilakukan adalah dengan mencari tahu unit cost dan
masing-masing dies yang. dibutuhkan di tahun 2002. Unit cost ini didapat dari
komponen-komponen direct cost dan irdirect cost yang terlibat dalam peinbuatan dies
tersebut. Biaya-biaya yang termasuk ke dalam kategori di atas adalah biaya bahan
baku, biaya permesinan, biaya produksi tidak Iangsung dan biaya operasional tidak
Iangsung. Unit cost yang didapat dan hasil analisis tersebut dibandingkan dengan harga
pembelian dies yang pernah dilaku kan antara ta.huni 990 sampal dengan tahun 2000
untuk selanjutnya dilakukan optimalisasi pemilihan komposisi pengerjaan dies in-house
dan outplantdengan menggunakan aplikasi LINDO.
Temuan yang didapat menyimpulkan bahwa dan 33 unit dies yang dibutuhkan
pada tahun 2002 hanya 19 unit saja yang dapat diserap untuk dikerjakan sendiri.
Optimalisasi pemilihan komposisi pengerjaan dies in-house dan outplant menghasilkan
dies-dies mana saja yang harus dikerjakan in-house dan mana yang dikerjakan outplant
dengan memperhatikan beberapa kendala yang ada seperti pemanfaatan kapasitas
secara maksimal dan sedikitnya satu dan dies yang_berjenis sama dikerjakan in-house
untuk Iebih menjamin delivery dies tersebut.
Komposisi optimal yang dihasilkan dan perhitungan dengan menggunakan
aplikasi UNDO rnenghasilkan kesimpulan bahwa biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk dapat memenuhi kebutuhan dies tahun 2002 adalah sebesar Rp.
8.796.638.556 yang terdiri dari Rp, 3.809.638.556 untuk biaya pengerjaan in-houae dan
Rp. 4.987.000.000 untuk pengerjaan outplant. Hasil ¡ni secara keseluruhan adalah
9,61 % lebih rendah dan biaya total yang harus dikeluarkan perusahaan jika perusahaan
memutuskan untuk membuat seluruh kebutuhannya di luar.
Simulasi jumìah dies yang dikerjakan in-house mempenlihatkan bahwa semakin
banyak jumlah dies yang dikerjakan, unit cost yang dibutuhkan untuk membuat sebuah
dies semakin rendah. Hal ¡ni ditunjukan dengan unit cost sebesar Rp. 290.165.530 jika
hanya I buah dies yang dikerjakan in-house dan Rp. 232.553.902 jika seluruh dies
dikerjakan in-house. Penurunan unit cost sebesar 19,95 ¡ni tidak terlepas dan
berlakunya Economies of Scale, yaitu menurunnya unit cost dan suatu produk karena
jumlah produksi yang meningkat sehìngga biaya-biaya tetap (fixed cast) dapat diserap
oleh Iebih banyak produk.
8.796.638.556 yang terdiri dan Rp, 3.809.638.556 untuk biay pengerjaan in-houae dan
Rp. 4.987.000.000 untuk pengerjaan outplant. Hash ¡ni secara keseluruhan adalah
9,61 % lebih rendah dan biaya total yang harus dikeluarkan perusahaan jika perusahaan
memutuskan untuk membuat seluruh kebutuhannya di luar.
Simulasi jumlah dies yang dikerjakan in-house memperlihatkan bahwa semakin
banyak jumlah dies yang dikerjakan, unit cost yang dibutuhkan untuk membuat sebuah
dies semakin rendah. Hal ¡ni ditunjukan dengan unit cost sebesar Rp. 290.165.530 jika
hanya I buah dies yang dikerjakan in-house dan Rp. 232.553.902 jika seluruh dies
dikerjakan in-house. Penurunan unit cost sebesar 19,95 ¡ni tidak terlepas dan
berlakunya Economies of Scale, yaitu menurunnya unit cost dan suatu produk karena
jumlah produksi yang meningkat sehìngga biaya-biaya tetap (fixed cast) dapat diserap
oteh lebih banyak produk."
2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasidya Doni Santika
"[ABSTRAK
Berkendara dengan aman merupakan kebutuhan yang mutlak dipenuhi oleh
siapapun yang menggunakan sarana transportasi kendaraan sepeda motor untuk
meminimalisir kecelakaan, pelanggaran lalu lintas, dan kerugian ? kerugian
lainnya. Terdapat beberapa agen sosial yang mendukung maupun melakukan
program aman berkendara, yang salah satunya adalah klub motor. Namun,
sayangnya tidak semua klub motor dapat konsisten dalam mempraktikkan
berkendara dengan aman. Meskipun demikian, terdapat salah satu klub motor,
yaitu Depok Tiger Club atau DETIC yang secara konsisten menempatkan aspek
aman berkendara sebagai prioritas dan budaya organisasi mereka. Penelitian ini
membahas dinamika budaya aman berkendara DETIC, dengan melihat peran dan
relasi sosial yang dimiliki DETIC dalam menciptakan budaya aman
berkendaranya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan
menjadikan DETIC sebagai studi kasus untuk melihat budaya aman berkendara
klub motor, serta menggunakan teknik wawancara face to face dan informal group
opinion. Berdasarkan data temuan, DETIC memiliki peran sebagai agen
sosialisasi budaya aman berkendara, baik secara internal ( di dalam organisasi
mereka ) dan eksternal ( di luar organisasi mereka ). Munculnya peran DETIC
sebagai agen sosialisasi budaya aman berkendara, karena DETIC memasukkan
budaya aman berkendara di dalam AD / ART mereka, serta memiliki relasi sosial
yang strategis dalam mendukung budaya aman berkendara mereka. DETIC
memiliki relasi sosial yang strategis seperti dengan pemerintah kota Depok,
kepolisian kota Depok, beberapa perkumpulan motor dan perusahaan di
Indonesia, dan masyarakat umum yang muncul dari social responsibility
organisasi mereka.

ABSTRACT
Safety riding is important needs by anyone that should be have who use
motorycle as their transportation, to minimze accidents, traffic infractions, and
other losses. There are several social agencies that support and conducting safety
riding programs, one of which is a motorcyle club. However, unfortunately not all
motorcyle clubs can be consistent in practicing safety riding. Nevertheless, there
is one motorcyle club, namely Depok Tiger Club or DETIC who put safety riding
as their priority and organizational culture consistently. This research discusses
the dynamics of safety riding culture in DETIC, by looking at their roles and
social relations that are owned DETIC in creating their safety riding culture. This
research used qualitative method by DETIC as a case study to see the safety riding
culture in motorcyle club, as well as using face to face interview and informan
group opinioin techniques. Based on data findings, DETIC has a role as an agent
of socialization in safety riding culture, both internally ( within their organization
) and extenally ( outside their organization ). Th emergence of DETIC role as
agent of socialization in safety riding culture, because DETIC put safety riding
culture in their AD / ART or their rules organization, as well as have strategic
social relations to support of their safety riding culture. DETIC have social
relations such as with Depok government, Depok police institution, several
motorcyle clubs and companies in Indonesia, and the society generally from their
social responsibility organization.;Safety riding is important needs by anyone that should be have who use
motorycle as their transportation, to minimze accidents, traffic infractions, and
other losses. There are several social agencies that support and conducting safety
riding programs, one of which is a motorcyle club. However, unfortunately not all
motorcyle clubs can be consistent in practicing safety riding. Nevertheless, there
is one motorcyle club, namely Depok Tiger Club or DETIC who put safety riding
as their priority and organizational culture consistently. This research discusses
the dynamics of safety riding culture in DETIC, by looking at their roles and
social relations that are owned DETIC in creating their safety riding culture. This
research used qualitative method by DETIC as a case study to see the safety riding
culture in motorcyle club, as well as using face to face interview and informan
group opinioin techniques. Based on data findings, DETIC has a role as an agent
of socialization in safety riding culture, both internally ( within their organization
) and extenally ( outside their organization ). Th emergence of DETIC role as
agent of socialization in safety riding culture, because DETIC put safety riding
culture in their AD / ART or their rules organization, as well as have strategic
social relations to support of their safety riding culture. DETIC have social
relations such as with Depok government, Depok police institution, several
motorcyle clubs and companies in Indonesia, and the society generally from their
social responsibility organization.;Safety riding is important needs by anyone that should be have who use
motorycle as their transportation, to minimze accidents, traffic infractions, and
other losses. There are several social agencies that support and conducting safety
riding programs, one of which is a motorcyle club. However, unfortunately not all
motorcyle clubs can be consistent in practicing safety riding. Nevertheless, there
is one motorcyle club, namely Depok Tiger Club or DETIC who put safety riding
as their priority and organizational culture consistently. This research discusses
the dynamics of safety riding culture in DETIC, by looking at their roles and
social relations that are owned DETIC in creating their safety riding culture. This
research used qualitative method by DETIC as a case study to see the safety riding
culture in motorcyle club, as well as using face to face interview and informan
group opinioin techniques. Based on data findings, DETIC has a role as an agent
of socialization in safety riding culture, both internally ( within their organization
) and extenally ( outside their organization ). Th emergence of DETIC role as
agent of socialization in safety riding culture, because DETIC put safety riding
culture in their AD / ART or their rules organization, as well as have strategic
social relations to support of their safety riding culture. DETIC have social
relations such as with Depok government, Depok police institution, several
motorcyle clubs and companies in Indonesia, and the society generally from their
social responsibility organization., Safety riding is important needs by anyone that should be have who use
motorycle as their transportation, to minimze accidents, traffic infractions, and
other losses. There are several social agencies that support and conducting safety
riding programs, one of which is a motorcyle club. However, unfortunately not all
motorcyle clubs can be consistent in practicing safety riding. Nevertheless, there
is one motorcyle club, namely Depok Tiger Club or DETIC who put safety riding
as their priority and organizational culture consistently. This research discusses
the dynamics of safety riding culture in DETIC, by looking at their roles and
social relations that are owned DETIC in creating their safety riding culture. This
research used qualitative method by DETIC as a case study to see the safety riding
culture in motorcyle club, as well as using face to face interview and informan
group opinioin techniques. Based on data findings, DETIC has a role as an agent
of socialization in safety riding culture, both internally ( within their organization
) and extenally ( outside their organization ). Th emergence of DETIC role as
agent of socialization in safety riding culture, because DETIC put safety riding
culture in their AD / ART or their rules organization, as well as have strategic
social relations to support of their safety riding culture. DETIC have social
relations such as with Depok government, Depok police institution, several
motorcyle clubs and companies in Indonesia, and the society generally from their
social responsibility organization.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S60574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The exclusive Stopping Space for Motorcycles is defined as facilities for motorcycle to stop for waiting at signalized intersection as long as red traffic light period . The RHK's has been tested in an arterial road to support the movement of the motorcycle at the signalized intersection. This paper aims to study the influence of the RHKs to reduce traffic conflict, particularly the type and intensity of conflict and also the severity of conflict between motorcycles with another motor vehicle. To test the affectivity of RHKs to reduce conflict, the traffic conflict observations were made with video cameras during the the morning and afternoon peak hours, before and after installing the analyses were carried out in the laboratory. A total of 62 cycles and 41 cycles in the morning and afternoon peak hour with total of 12214 motorcycles and 8873 motorcycles (before and after RHKs installed) were analyzed. The throughput of the intersection increased both in the morning and afternoon peak hours by respectively 11.92% and 12.31%. The conflict patterns changed significantly, but the conflict rate decreased from 133,39 conflict/1000 pcu's to 24,68 conflict/1000 pcu's on the morning peak hour and from 111,10 conflict/1000 pcu's to 24,10 conflict/1000 pcu's on the afternoon peak hour. The conflict severity also decreased from 1.83 to 1.43 on the morning peak hour and 1.96 to 1.38 on the afternoon peak hour."
JJJ 26:3 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jefry Maulidani
"ABSTRAK
Sepeda motor merupakan salah satu moda transportasi utama bagi masyarakat
Indonesia. Selain karena harganya yang relatif terjangkau, juga mempunyai keunggulan
biaya perawatan dan operasional yang murah serta sangat efektif digunakan di kola-kota
besar yang sering mengalami kemacetan.
Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada akhir tahun 1997, hampir
menghancurkan seluruh sektor usaha yang ada di Indonesia tidak terkecuali industri sepeda
motor. Permintaan akan sepeda motor selama masa krisis terutarna pada tahun 1998 merosot
sangat tajam, sehingga hanya mencapai 430 ribu unit. Kondisi ini memaksa industri yang ada
melakukan kegiatan pengurangan kegiatan produksi secara besar-besaran dan berdampak
pada pemutusan hubungan tenaga kerja secara masal pula.
Padahal sebelum terjadinya krisis ekonomi industri sepeda motor merupakan industri
yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1997 permintaannya telah
mencapat 1.8 juta unit. Tingkat pendalaman industri ini juga cukup tinggi yaitu kandungan
lokal yang telah mencapai 80%. Pada tabun 1999 permintaannya terlihat mulal meningkat
dan tahun ini diharapkan mengalami pertumbuhan yang lebih besar lagi.
Dengan dibukanya keran impor oieh pemerintah untuk industri sepeda motor maka
semakin deras bermunculan merek-merek sepeda motor selain buatan Jepang terutama dari
Cina. Sudah Beberapa bulan ini, sepeda motor asal Cina menyerbu Indonesia. Ada sekitar 40
merek motor Cina akan menyesaki jalan-jalan raya. Dengan nama mirip dan harga miring
para importir motor Cina berbarap bisa merebut pasar. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui atnbut yang paling penting bagi konsumen dalam membeli
sepeda motor serta mengetahui bagaimana persepsi konsumen mengenai hubungan antara
kualitas dan harga pada kasus industri sepeda motor terutama di Jakarta.
Penelitian dilakukan dengan Riset deskriptif dengan metode Sample Survey dengan
jumlah sampel yang diperoleh adalah 100 responden. Target populasi yang dituju adalah
pengguna sepeda motor yang bertempat tinggal di Jakarta. Dan data yang telah dikumpulkan
dilakukan analisa deskriptif berupa frekuensi, mean dan tabulasi data, analisa asosiatif (chi
square dan korelasi) dan analisa inferential seperti Anova.
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa secara umum ada tiga variabel
utama yang paling berpengaruh terhadap konsumen pada saat memilih merek sepeda motor
yang akan dibelìnya Ketiga variabel utama tersebut yang mempengaruhi perceived value
adalah persepsi harga, persepsi kualitas dan faktor atau atribut eksternal.
Berdasarkan stimulus beberapa macam harga yang diberikan maka didapat kesimpulan
persepsi harga yang dianggap paling pas menurut konsumen yaitu pada kisaran antara Rp 5
juta sampai Rp 7 juta. Harga ini tidak dianggap terlalu murah sehingga diragukan
kuaíitasnya, tetapi juga tidak dianggap terlalu mahal sehingga tidak terfikirkan untuk
membelinya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persepsi konsumen mengenai kualitas sepeda
motor buatan China atau Jepang tidak dipengaruhi oieh harganya. Bisa saja sepeda motor
Cina yang dipersepsikan harganya murah tidak dipersepsikan mempunyai kualitas jelek dan
begitu pula sebaliknya untuk sepeda motor Jepang.
Variabel kualitas sepeda motor menurut konsumen dapat diuraikan menjadi 6 atribut
yaitu Keawetan mesin, ketangguhan mesin, ketersediaan suku cadang, kecanggihan teknologi
mesm, pengalaman dan layanan bengkel dan model.
Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap keinginan untuk membeli sepeda motor adalah
faktor eksternal. Faktor ini juga dapat diuraikan menjadi atribut-atribut pengalaman pribadi
konsumen, harga jual kembali, rnerek motor itu sendiri, informasi dan bengkel, informasi
dan teman, informasi dari media massa, negara asal sepeda motor, pengaruh iklan dan show
room.
Atribut fakior eksternal ini selain berpengaruh terhadap perceived value dan willingness
to buy. juga berpengaruh terhadap persepsi harga dan persepsi kualitas. Jadi faktor eksternal
ini mempunyai pengaruh terhadap persepsi konsumen mengenai harga dan kualitas suatu
merek sepeda motor.
Hampir seluruh responden masih memilih untuk memiliki atau membeli sepeda motor
buatan Jepang. Alasan mereka memilih sepeda motor buatan Jepang sebagian besar karena
alasan kualitasnya bagus, teknologinya canggih dan mereknya sudah terkenal. Sedangkan
responden yang memilib sepeda motor buatan Cina adalah mayontas karena harganya yang
murah dan ada juga yang mempunyai alasan karena kualitasnya cukup bagus dan pengaruh
iklannya yang menarík.
Disarankan bagi produsen sepeda motor Cina dalam mempenetrasi pasar dengan
memperkuat positioning harga murah, dengan harga sepeda motor pada kisaran Rp 5 ?7 juta
dan mempenetrasí terlebih dulu dari pinggiran kota dan kota-kota kecil.
Untuk produsen sepeda motor Jepang dalam mempertahankan market share.
sebaiknya mengeluarkan dua produk yaitu produk lama yang premium dan fighting brand.
Untuk fighting brand harganya barus dapat bersaing dengan sepeda motor Cina dan
mcnggunakan brand baru agar tidak tenjadi kanibalisasi market share.
"
2001
T4379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadly Zirman
"Helm merupakan salah satu alat pelindung yang paling penting dalam mengendarai sepeda motor apabila terjadinya kecelakaan. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku penggunaan helm, self-efficacy sebagai faktor internal dan norma deskriptif sebagai faktor eksternal ditemukan dapat mempengaruhi perilaku penggunaan helm, walaupun masih ditemukan inkonsistensi dari hasil-hasil penelitian sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran self-efficacy dan norma deskriptif dalam memprediksi perilaku penggunaan helm pada pengendara sepeda motor berusia muda. Penelitian dilakukan pada 632 partisipan pengendara sepeda motor berusia 18-24 tahun di wilayah Jabodetabek. Berdasarkan hasil analisis multiple regression ditemukan bahwa hanya norma deskriptif yang memprediksi secara signifikan perilaku penggunaan helm sedangkan self-efficacy tidak memprediksi secara signifikan perilaku penggunaan helm. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah pengendara sepeda motor menyadari akan pentingnya penggunaan helm untuk kepentingan mereka dalam berkendara

Motorcycle helmet is one of the most important equipment to protect riders during an accident. Self-Efficacy as well as Descriptive norm have been discovered to be an internal and external factor towards Helmet Usage Behavior respectively. This research aims to test the role of Self-Efficacy and Descriptive Norms as a predictor of Helmet Usage Behavior among young motorcyclist. Research participant is young adults between the age 18-24 living in Jabodetabek area (n=632). Based on multiple regression analysis it is found that Descriptive Norms significantly predict Helmet Usage while Self-Efficacy does not predict Helmet Usage. The implication of the results of this study is that motorcyclists are aware of the importance of using helmets for their benefit in riding."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Eko Abrian Kusuma
"Penelitian ini menjabarkan penerapan strategi komunikasi pemasaran terpadu pada produk sepeda motor Yamaha New Fino 125 Blue Core yang memiliki positioning sebagai sepeda motor khusus wanita. Adanya positioning baru produk ini membuat terjadinya perubahan segmen dan target produk, dari pendahulunya yang bernama 'Yamaha Fino' yang menyasar pria dan wanita, menjadi produk yang menyasar wanita saja secara spesifik, dan hal tersebutlah yang menjadi latar belakang masalah pada penelitian ini. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis deskriptif sedangkan data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari wawancara mendalam.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa Yamaha selaku produsen sepeda motor menerapkan strategi komunikasi pemasaran terpadu yang terdiri atas advertising, sales promotion, event & experience, public relations & publicity, direct & interactive marketing, word of mouth marketing, serta personal selling. Selanjutnya penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan berguna bagi Yamaha dalam penerapan strategi komunikasi pemasaran terpadu.

This study describes the application of integrated marketing communication strategy on Yamaha New Fino 125 Blue Core Motorcycles, which has positioning product as a specialized motorcycle for woman. The new positioning of product that a changed the target and segments, from previously named 'Yamaha Fino' targeting man and women, into products specifically targeting women only, and that is exactly what the background problem in this study. The method used in this study used a qualitative descriptive approach, and data used is primary data gathered from in-depth interviews.
From the research, it is known Yamaha as the motorcycle manufacturers implement integrated marketing communication strategy consisting of advertising, sales promotion, event and experience, public relations and publicity, direct and interactive marketing, word of mouth marketing, and personal selling. Researcher give some suggestions are expected to be useful for Yamaha in the implementation of integrated marketing communication strategy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>