Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114582 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Misbakhul Munir
"Monosodium Glutamat (MSG) merupakan garam natrium dari glutamate yang merupakan asam amino nonessensial yang dapat bersifat eksitotoksik. Terdapat dugaan bahwa glutamat yang berlebihan berpotensi menyebabkan kerusakan dihati dengan mekanisme eksitotoksik karena reseptor glutamate juga ditemukan di hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metabolisme hati yang berkaitan dengan Fungsi hati (enzim GPT) dan glukoneogenesis pada tikus jantan dewasa setelah pemberian MSG dan penghentiannya. Sebanyak 45 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dibagi menjadi 3 kelompok : Kelompok kontrol(diberi akuades), kelompok pemberian MSG 4 gr/KgBB/hari dan kelompok pemberian MSG 6 gr/KgBB/hari. Perlakuan diberikan melalui sonde selama 30 hari. Setiap kelompok dibagi lagi menjadi 3 kelompok berdasarkan waktu pengambilan jaringan hati (30+1, 30+14 dan 30+28), jaringan hati diambil untuk pengiukuran kadar protein, glukosa dan aktivitas spesifik enzim GPT. Pemberian MSG 4 gr/KgBB/hari tidak menyebabkan perubahan kadar glukosa (P=0,132), tetapi terjadi peningkatan bermakna aktifitas spesifik enzim GPT (p=0,038) pada jaringan hati tikus. Pemberian MSG 6 gr/KgBB/hari menyebabkan penurunan bermakna kadar glukosa ( p=0,065 ) paska penghentian 28 hari, tetapi terjadi penekanan tidak bermakna pada aktifitas spesifik enzim GPT ( 0, 651) pada jaringan hati.

Monosodium Glutamate (MSG) is the sodium salt of glutamate which is an amino acid nonessensial. Wich tend to be exitotoxic. There are allegations that excessive glutamate could potentially caused damage to the liver, because glutamate receptors are also found in the liver. This study aim was to determine the liver metabolism related to the specific activity of the glutamate pyruvate transaminase and gluconeogenesis in adult male rats after administration of MSG and its termination. A total of 45 rats (Rattus norvegicus) males were divided into 3 groups: control group (distilled water), the group MSG 4 g / Kg BB / day and MSG 6 g / KgBB / day administration. The treatment is given by sonde for 30 days. Each group was subdivided into three groups based on the time period after MSG discontinued (30 + 1, 30 + 14 and 30 + 28), the liver tissue is taken for measuring: protein, glucose concentration, and GPT specific activity. Administration of MSG 4 g / kgBB / day did not lead to changes in glucose levels (P = 0.132), but there was a significant increase in GPT specific activity (p = 0.038) in the rat liver tissue. Administration of MSG 6 g / kg BB/ day caused a significant decrease in glucose levels (p = 0.065) after discontinuation of 28 days, but there was not significant different in the specific activity of the GPT enzyme (p=0, 651) in the liver tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Jaya
"Monosodium glutamat (MSG) merupakan garam natrium dari glutamat yang merupakan asam amino nonesensial yang dapat bersifat eksitotoksik. Terdapat dugaan bahwa glutamat berpotensi menyebabkan kerusakan oksidatif di hati dengan mekanisme yang sama dengan eksitotoksisitas karena reseptor glutamat juga ditemukan di hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pemulihan kerusakan oksidatif hati tikus setelah pemberian MSG dihentikan. Sebanyak 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa dibagi menjadi 3 kelompok: kontrol (akuades), kelompok MSG 4 g/kg dan 6 g/kg. Perlakuan diberikan melalui sonde selama 30 hari. Setiap kelompok kemudian dibagi lagi menjadi 2 berdasarkan waktu mematikannya (hari ke-45, dan hari ke-59). Organ hati diambil untuk pemeriksaan kadar MDA, GSH dan aktivitas spesifik enzim katalase. Kadar MDA meskipun tidak berbeda bermakna pada semua kelompok tetapi cenderung menurun, kadar GSH meningkat dan berbeda bermakna (p=0,017), aktifitas spesifik katalase menurun dan terdapat perbedaan bermakna (p=0,012). Tidak terdapat korelasi antara kadar MDA, GSH, dan aktivitas spesifik enzim katalase pada jaringan hati tikus setelah penghentian pemberian MSG. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasca penghentian pemberian MSG dengan dosis 4 gr/kg BB dan 6 gr/kg BB selama 14 dan 28 hari dapat menyebabkan penurunan kadar MDA, peningkatan kadar GSH, dan penurunan aktivitas spesifik enzim katalase jaringan hati tikus. Hal ini mengindikasikan telah terjadi pemulihan kerusakan oksidatif akibat penghentian total pemberian MSG.

Monosodium glutamate (MSG) is the sodium salt which is can be excitotoxic. Glutamate could potentially cause oxidative damage in the liver by excitotoxicity because glutamate receptors are also found in the liver. This study aims to investigate the oxidative damage recovery rat liver after administration of MSG is stopped. A total of 30 adult male rats (Rattus norvegicus) were divided into 3 groups: control (distilled water), MSG 4 g / kg and the last group MSG 6 g / kg. The treatment is given through a sonde for 30 days. Each group was further divided into two by sacrivised time as follow, day 45, and day 59. The liver was taken for measurement of MDA, GSH levels and the specific activity of catalase. MDA levels although not significantly different in all groups but tend to decline. Different levels of GSH increased significantly (p = 0.017) during recovery, the specific activity of catalase were decline (p=0.012). There was no correlation between MDA, GSH, and specific activity of catalase in the liver after cessation of MSG. This study shows that cessation administration of that certain doses of MSG can lead to decreased levels of MDA, GSH levels, and a decrease in the specific activity of catalase rat liver tissue. This indicates that there was a recovery process of oxidative damage as a result of the cessation of administration of MSG.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Soleh
"Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium glutamat yang merupakan asam amino nonessensial yang dapat bersifat eksitotoksik. Terdapat dugaan bahwa glutamat berpotensi menyebabkan peningkatan stres oksidatif di hati dengan mekanisme yang sama dengan eksitotoksisitas karena reseptor glutamat juga ditemukan di hati.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh MSG terhadap peningkatan stres oksidatif pada hati tikus (Rattus norvegicus) jantan. Parameter yang diukur adalah kadar MDA, GSH, dan aktivitas spesifik katalase sebagai penanda adanya stres oksidatif. Sebanyak 27 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dibagi dalam 3 kelompok: kelompok kontrol (diberi akuades), kelompok P1A (diberi MSG 4g/KgBB), dan kelompok P2A (diberi MSG 6g/KgBB). Perlakuan diberikan melalui sonde selama 30 hari. Pengambilan sampel hati dilakukan pada hari ke-31.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan kadar MDA pada kelompok perlakuan yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol, p≤0,05, tetapi pada kadar GSH terjadi penurunan yang tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok kontrol, (p≥0,05). Aktivitas spesifik katalase, juga terjadi penurunan yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol, p≥0,05.
Penelitian ini menunjukan bahwa pemberian MSG dengan dosis 4g/KgBB dan 6g/KgBB selama 30 hari menyebabkan terjadinya peningkatan stres oksidatif pada hati tikus (Rattus norvegicus) jantan yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar MDA.

Monosodium glutamate (MSG) is the sodium salt of glutamate which is a nonessential amino acid that may cause exicytotoxicity. There are allegations that glutamate could potentially increase an oxidative stress in the rat's liver by the same mechanism with exicytotoxicity because of glutamate receptors are also found in the liver.
This study aims to determine the effect of MSG on oxidative stress in the rat's liver. The level of MDA and GSH were measured as the marker of oxidative stress, and also specific activity of catalase. 27 albino rat's (Rattus norvegicus) were divided into 3 groups: control group (distilled water), and 2 treatment groups, P1A (treated with MSG 4g / KgBW), and P2A (treated with MSG 6g / KgBW). The treatment was carried out for 30 days. On day 31 the liver were collected after euthanasia of the rats.
The results showed there were increased levels of MDA in the treatment groups compare to control significantly, p≤0,05, but the decreased of GSH levels were not significantly different than the control group, (p≥0,05). The specific activity of catalase, also a decreasing but not significantly different compared to control group, p≥0,05.
This study showed that the administration of MSG with a dose of 4g / KgBW and 6g / KgBW for 30 days led to an increased in oxidative stress on the liver of rats (Rattus norvegicus) which is indicated by elevated levels of MDA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezania Razali
"Monosodium glutamat (MSG) merupakan penyedap rasa makanan yang sangat sering digunakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MSG dalam dosis tinggi dapat bersifat neurotoksik/eksitotoksik bagi sel saraf di sistem saraf pusat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh MSG terhadap pembentukan memori khususnya memori spasial dan pengaruh MSG terhadap selsel saraf di hipokampus mengingat area ini sangat berperan dalam proses pembentukan memori. Subjek penelitian adalah 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley (berusia 8-10 minggu, berat 150-200 gr) yang dibagi menjadi 5 kelompok (dua kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan masing-masing mendapat MSG sebanyak 2 mg/gr, 4 mg/gr dan 6 mg/gr yang diberikan secara oral selama 30 hari). Uji memori spasial dilakukan dengan menggunakan water-E maze, sebelum pemberian MSG dimulai dan setiap minggu hingga minggu ke-4 (dilakukan 5x pengujian). Setelah hari terakhir pemberian MSG, seluruh hewan coba dikorbankan. Jaringan otak diambil dengan hati-hati, segera difiksasi dalam cairan formalin untuk selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan HE. Data hasil penelitian dianalisis dengan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Hasil uji memori dengan perangkat water-E maze menunjukkan adanya peningkatan jumlah kesalahan yang dilakukan oleh kelompok perlakuan dosis 4 mg/gr dan 6 mg/gr serta peningkatan durasi waktu yang dibutuhkan oleh semua kelompok perlakuan untuk menyelesaikan uji memori yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol setelah pemakaian MSG selama 30 hari. Gambaran histologi hipokampus menunjukkan peningkatan persentase kerusakan sel saraf di hipokampus pada seluruh kelompok perlakuan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penggunaan MSG dalam dosis tinggi seperti yang digunakan pada penelitian ini menyebabkan terjadinya kerusakan sel saraf di hipokampus tikus dan menurunkan fungsi pembentukan memori spasial.

Monosodium glutamate (MSG) is commonly used as a flavor enhancer in modern nutrition. Recent studies have shown that high dose of MSG was neurotoxic/excitotoxic to neuronal cells in Central Nervous System. The present study aimed to investigate the effect of MSG on spatial memory formation and neuronal cells in hippocampus which play the role in forming memory. Twenty five male albino Sprague Dawley rats (age: 8-10 weeks, weight: 150-200 gr) were divided into five groups (two control groups and three treated groups with varying doses of MSG: 2mg/gr, 4 mg/gr and 6 mg/gr respectively received MSG dissolved in normal saline by oral gavage for a period of 30 days). To measure the spatial memory, the animals were exposed to the water-E maze before treatment and every week until the 4th week (5 times measurement). The rats were sacrified after the last day of MSG treatment. The brain was carefully dissected out and quickly fixed in 10% buffered formaldehyde and then stained with HE staining. Result were analyzed by one way ANOVA followed by a Post Hoc test. Water-E maze performance showed a significant increase in the number of errors in the 4 mg/gr and 6 mg/gr MSG treated groups and increase duration time to finish the spatial memory task in all treated groups compared to control groups after 30 days of MSG treatment. Histological structure of hippocampal showed significant increase in the percentage of neuronal cells damage. The study conclude that high dose of MSG at the doses administered was damaged neuronal cells in the rat's hippocampus and impaired the spatial memory formation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isya Abiyyu Mumtaz
"Latar Belakang: Stres oksidatif merupakan kondisi yang meningkat seiring dengan peningkatan usia, dengan tingkat stres oksidatif yang tinggi ditemukan pada organ hati. Spirulina platensis memiliki aktivitas antioksidan yang mampu mencegah stres oksidatif. Metode: Penelitian merupakan penelitian eksperimental menggunakan jaringan hati tersimpan dari 30 tikus Wistar jantan yang sebelumnya telah diberikan akuades dan Spirulina selama 29 hari. Terdapat enam kelompok perlakuan, yaitu tiga kelompok yang diberikan akuades berusia 12 minggu, 18 minggu, dan 24 minggu, serta tiga kelompok yang diberikan Spirulina berusia 12 minggu, 18 minggu, dan 24 minggu. Aktivitas spesifik enzim katalase pada jaringan hati akan diukur dengan metode Claiborne. Hasil: Perbedaan aktivitas spesifik enzim katalase yang signifikan ditemukan antara kelompok tikus perlakuan akuades antara kelompok usia 24 minggu dengan usia 12 minggu dan 18 minggu. Semua kelompok tikus perlakuan Spirulina memiliki aktivitas spesifik enzim katalase yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tikus perlakuan akuades dengan perbedaan signifikan ditemukan pada kelompok usia 18 minggu. Kesimpulan: Kelompok tikus usia 24 minggu memiliki aktivitas spesifik enzim katalase yang lebih rendah dibandingkan kelompok tikus usia 12 minggu dan 18 minggu. Tikus yang diberikan Spirulina memiliki aktivitas spesifik enzim katalase yang lebih rendah dibandingkan tikus yang diberikan akuades.

Introduction: Oxidative stress is a condition that increases following an increase in age with a significant level that can be found in the liver. Spirulina platensis has antioxidant activity that can prevent oxidative stress. Method: Experimental study using rat liver tissue of 30 rats from 6 groups, namely 3 groups aged 12 weeks, 18 weeks, and 24 weeks that were given aquadest, and 3 groups aged 12 weeks, 18 weeks, and 24 weeks that were given Spirulina extract. Specific activity of the catalase enzyme of the liver is measured using the Claiborne method. Results: A significant difference of specific activity of catalase can be seen between rats aged 24 weeks and rats aged 12 weeks and rats aged 18 weeks. Rats that were given Spirulina extract have a significant difference of specific activity of catalase between rats aged 18 weeks. Conclusion: Rats aged 24 weeks have a lower specific activity of catalase than rats aged 12 weeks and 18 weeks. All rats that were given Spirulina extract have a lower specific activity of catalase than rats that were given aquadest.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isya Abiyyu Mumtaz
"Latar Belakang: Stres oksidatif merupakan kondisi yang meningkat seiring dengan peningkatan usia, dengan tingkat stres oksidatif yang tinggi ditemukan pada organ hati. Spirulina platensis memiliki aktivitas antioksidan yang mampu mencegah stres oksidatif. Metode: Penelitian merupakan penelitian eksperimental menggunakan jaringan hati tersimpan dari 30 tikus Wistar jantan yang sebelumnya telah diberikan akuades dan Spirulina selama 29 hari. Terdapat enam kelompok perlakuan, yaitu tiga kelompok yang diberikan akuades berusia 12 minggu, 18 minggu, dan 24 minggu, serta tiga kelompok yang diberikan Spirulina berusia 12 minggu, 18 minggu, dan 24 minggu. Aktivitas spesifik enzim katalase pada jaringan hati akan diukur dengan metode Claiborne. Hasil: Perbedaan aktivitas spesifik enzim katalase yang signifikan ditemukan antara kelompok tikus perlakuan akuades antara kelompok usia 24 minggu dengan usia 12 minggu dan 18 minggu. Semua kelompok tikus perlakuan Spirulina memiliki aktivitas spesifik enzim katalase yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tikus perlakuan akuades dengan perbedaan signifikan ditemukan pada kelompok usia 18 minggu. Kesimpulan: Kelompok tikus usia 24 minggu memiliki aktivitas spesifik enzim katalase yang lebih rendah dibandingkan kelompok tikus usia 12 minggu dan 18 minggu. Tikus yang diberikan Spirulina memiliki aktivitas spesifik enzim katalase yang lebih rendah dibandingkan tikus yang diberikan akuades.

Introduction: Oxidative stress is a condition that increases following an increase in age with a significant level that can be found in the liver. Spirulina platensis has antioxidant activity that can prevent oxidative stress. Method: Experimental study using rat liver tissue of 30 rats from 6 groups, namely 3 groups aged 12 weeks, 18 weeks, and 24 weeks that were given aquadest, and 3 groups aged 12 weeks, 18 weeks, and 24 weeks that were given Spirulina extract. Specific activity of the catalase enzyme of the liver is measured using the Claiborne method. Results: A significant difference of specific activity of catalase can be seen between rats aged 24 weeks and rats aged 12 weeks and rats aged 18 weeks. Rats that were given Spirulina extract have a significant difference of specific activity of catalase between rats aged 18 weeks. Conclusion: Rats aged 24 weeks have a lower specific activity of catalase than rats aged 12 weeks and 18 weeks. All rats that were given Spirulina extract have a lower specific activity of catalase than rats that were given aquadest.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uly Alfi Nikmah
"Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari perubahan ekspresi dan aktivitas spesifik karbamoil fosfat sintetase 1 (Carbamoyl Phosphate Synthetase 1/CPS 1) dan protein HIF-1α (hypoxia-inducible factor) pada hati tikus (Rattus norvegicus) selama hipoksia sistemik kronik.
Disain: Disain penelitian ini adalah eksperimen in vivo dengan menggunakan tikus sebagai hewan coba.
Metode: Ada lima perlakukan tikus; tikus kontrol, hipoksia 1 hari, hipoksia 3 hari, hipoksia 5 hari dan hipoksia 7 hari. Ekspresi gen karbamoil fosfat sintetase 1 (CPS1) diukur menggunakan real time RT-PCR dan menggunakan 18s rRNA sebagai gen referensi. Aktivitas spesifik CPS1 diukur menggunakan hidroksiurea sebagai larutan standar. Metode ELISA digunakan untuk mengukur protein HIF-1α.
Hasil : Ekspresi gen karbamoil Fosfat Sintetase 1 meningkat secara signifikan dan menunjukkan ekspresi tertinggi daripada perlakuan lain pada satu hari hipoksia dibandingkan dengan kelompok control. Pada hipoksia hari berikutnya, ekspresi CPS1 menurun secara signifikan dibandingkan kelompok control (ANOVA, p<0,05). Aktivitas spesifik CPS1 meningkat secara signifikan pada satu hari dan tiga hari hipoksia dibanding kelompok control (ANOVA, p<0,05). Protein HIF-1α juga dipengaruhi oleh induksi hipoksia (ANOVA, p<0,05). Hubungan antara ekspresi dan aktivitas CPS1 menunjukkan hubungan positif kuat dan hubungan protein HIF-1α dan ekspresi CPS1 menunjukkan hubungan positif sedang (Pearson, p<0,05). Sedangkan hubungan antara protein HIF-1α dan aktifitas spesifik menunjukkan tidak ada hubungan secara statistik.
Kesimpulan: Kondisi hipoksia berperan penting dalam pengaturan ekspresi gen dan aktivitas spesifik CPS1 serta protein HIF-1α. Regulasi ekspresi gen CPS1 oleh HIF-1α belum diketahui.

Background: The aim of this research is to study the changeover of expression and specific activity of Carbamoyl Phosphate Synthetase 1 (CPS 1) and HIF-1α protein of rat (Rattus norvegicus) liver during systemic chronic hypoxia.
Design: Design of this research is an in vivo experimental study using rat as laboratory animal.
Method: There are five treatment of rats; control, 1 day of hypoxia, 3 days of hypoxia, 5 days of hypoxia and 7 days of hypoxia. Carbamoyl phosphate synthetase 1 gene expression was measured using real time RT-PCR and using 18s RNA gene as housekeeping gene. The specific activity of CPS1 was measured using hydroxyurea as standard solution. ELISA was performing in order to measure HIF-1α protein.
Result: Carbamoyl phosphate synthetase 1 gene expression was increased significantly and shows the highest expression than other treatment in one day of systemic chronic hypoxia treatment of rat liver compared with control group. And the following days of hypoxia CPS1 gene expression were decreased significantly than control group (ANOVA, p<0,05). The specific activity of CPS1 was increased significantly in one day and three days of systemic chronic hypoxia than control group (ANOVA, p<0,05). The HIF-1α protein was decreased in one day and increased in three days of systemic chronic hypoxia than control group (ANOVA, p<0,05). The correlation between expression and specific activity of CPS1 shows strong positive correlation and between HIF-1α protein and CPS1 expression shows moderate positive correlation (Pearson, p<0,05). The HIF-1α protein and specific activity of CPS1 shows no correlation statistically.
Conclusion: Hypoxic condition plays an important role in the regulation of gene expression and specific activity of CPS1 and HIF-1α protein. Regulation of CPS1 gene expression by HIF-1α is not known yet.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nawangsari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data pengaruh penghentian pajanan
monosodium glutamat terhadap gambaran histologis tubuli seminiferi testis pada
tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa. Penelitian ini adalah penelitian
eksperimental in vivo prospektif, menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus)
dewasa strain Sprague Dawley yang diberi msg dosis 4 g/kgBB dan 6 g/kgBB tiap
hari selama 30 hari. Msg diberikan dengan dosis 4 g/kgBB dan 6 g/kgBB yang
dilarutkan dalam aquades, masing-masing pada satu kelompok besar. Selain itu
digunakan sekelompok besar tikus sebagai kelompok perlakuan yang hanya
diberikan aquades. Perlakuan dilakukan dengan pemberian menggunakan sonde
1,5 ml aquades atau aquades 1,5 ml yang merupakan larutan msg sesuai dosis.
Sehari, 14 hari dan 28 hari pasca penghentian pajanan, tikus disakrifikasi dan
dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan pada tubuli seminiferi testis, yaitu
pada diameter tubuli seminiferi, jumlah spermatogonia, jumlah spermatosit dan
jumlah spermatid. Penelitian ini menyimpulkan adanya perubahan (regenerasi)
pada tubuli seminiferi, meskipun belum sampai pada keadaan seperti kontrol
perlakuan. Data ini diharapkan dapat memberi informasi dan membuka
kesempatan penelitian lanjut yang terkait dengan mekanisme regenerasi pasca
kerusakan oleh monosodium glutamat

ABSTRACT
The aim of this study was to analize histological appearance of testis after
termination of msg exposure. Msg was given 4 g/kg BW and 6 g/kg BW soved ini
aquadest. Each those treatment was given in two group of rats. This study also
used a group of treatment control rat. The treatment was done by giving with
sonde 1,5 ml aquadest or 1,5 ml aquadest with msg according the doses. The testis
were isolated one day, 14 days and 28 days after termination of msg exposure; the
rat were sacrificed and were examined the histological appearances of the testis.
Spesificaly, the examination was done to tubuli seminiferi diameter, the amount
of the spermatogonia, spermatocyts and spermatids. This study concluded that
there was changed (regeneration) of the tubuli seminiferi, although not yet reach
the situation in the control groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Amelia Putri
"Latar Belakang Kerusakan lipid pada jaringan hati akibat proses peroksidasi oleh radikal bebas menghasilkan malondialdehid yang dapat digunakan sebagai parameter stres oksidatif. Berdasarkan penelitian terdahulu, Spirulina dikenal sebagai antioksidan alternatif untuk mengurangi radikal bebas. Penelitian ini akan mengetahui pengaruh pemberian Spirulina platensis terhadap kadar malondialdehid jaringan hati tikus berbagai kelompok usia. Metode Penelitian eksperimental dengan mengukur kadar malondialdehid sebagai pertanda terjadinya stres oksidatif pada 30 jaringan hati tikus wistar jantan yang berasal dari 6 kelompok, yaitu kelompok yang diberikan aquades berusia 12 minggu,18 minggu, dan 24 minggu, serta kelompok yang diberikan Spirulina platensis berusia 12 minggu, 18 minggu, dan 24 minggu. Kadar malondialdehid diukur dengan menggunakan metode TBARS. Hasil Rata – rata kadar malondialdehid pada kelompok tikus yang diberikan aquades tertinggi adalah kelompok usia 24 minggu (91,28 nmol/gram jaringan) dan terendah adalah kelompok usia 18 minggu (64,69 nmol/gram jaringan). Kadar malondialdehid setelah pemberian Spirulina platensis pada kelompok usia 12 minggu 0,96 kali lipat (p>0,05); usia 18 minggu 0,78 kali lipat (p<0,05); dan usia 24 minggu adalah 0,94 kali lipat (p<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan aquades. Kesimpulan Terjadi penurunan kadar malondialdehid pada usia tikus 12, 18, dan 24 minggu yang diberikan Spirulina platensis dibandingkan dengan aquades, meskipun hanya bermakna pada kelompok usia 18 dan 24 minggu.

Introduction Lipid damage in liver tissue due peroxidation process by free radicals produces malondialdehyde that used as a parameter of oxidative stress. Based on previous research, Spirulina is known as an alternative antioxidant to reduce free radicals. This research will determine the effect of giving Spirulina platensis on malondialdehyde levels in liver tissue of mice of various age groups. Method Experimental research measuring malondialdehyde levels as a sign of oxidative stress in 30 rat liver tissues from 6 groups, namely the group given aquades aged 12 weeks, 18 weeks and 24 weeks, and the group given Spirulina platensis aged 12 weeks, 18 weeks, and 24 weeks. Malondialdehyde levels were measured using the TBARS method. Results The highest average level of malondialdehyde in mice that given aquades was the 24 weeks age group (91.28 nmol/mg tissue) and the lowest was the 18 weeks age group (64.69 nmol/mg tissue). Malondialdehyde levels after administration of Spirulina platensis in the 12 weeks age group 0.96 times (p>0.05); age 18 weeks 0.78 times (p<0.05); and age 24 weeks was 0.94-fold (p<0.05) lower than the group given aquades. Conclusion There was a decrease in malondialdehyde levels in mice aged 12, 18 and 24 weeks who were given Spirulina platensis compared to aquades, although it was only significant in the 18 and 24 weeks age groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masagus Zainuri
"Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas spesifik enzim MnSOD, katalase dan OPT pada sel hati tikus yang diinduksi hipoksia sistemik dan hubungannya dangan stres oksidatif. Sampel penelitian ini adalah jaringan had tikus jantan strain Sprague Dawley (Rattus novergieus L), yang diinduksi hipoksia sistemik kmnik 1,7,14 dan 21 hari. Pada homogenat hati tikus dilakuksn beberapa pomeriksaan, yaitu pemeriksaan aktivitas spesifik MnSOD, aktivitas spesifik katalase, aktivitas spesifik enzim OPT, kadar MDA dan pemeriksaan senyawa karbonil.
Dari penelitian ini didapatkan hasil tidak adanya perubahan bennakna pada aktivitas spesifik MnSOD, OPT, dan kadar karbonil. Pada hipoksia 7 dan 21 hari terjadi penurunan bermakna aktivitas spesifik katalase, dan kadar MDA menurun bertuakna peda bipoksia 21 hati.
Dari hasil analisis didapat bubungan negatif antara MnSOD dan katalase dengan kerusakan oksidatif, disimpulkan bahwa MnSOD dan kstalase berperan dalam mencegah kerusakan oksidatif. Analisis hubungan aktivitas spesifik OPT dengan kerusakan oksidatif didapat hubungan negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan OPT di hati dapat dipaksi sebagai indikator kerusakan oksidatif.
Dari basil penelitian ini disimpulkan bahwa jaringan hari memiliki sistem pertahanan antioksidan yang adekuat, sehingga sel hati cukup tahan terhadap terjadinya kerusaknn oksidalif.

The aim of this study was to analyze the specific activities of MoSOD, catalase and GPT in rat liver cells induced by systemic hypoxia related to oxidative stress. The samples were obtained from liver tissue of Spmgue Dawley rats at days I, 7, 14, and 21 of citronic systemic hypoxia and were used to measure specific activity ofMnSOD, catalase, GPT, and the levels ofMDA, and protein carbonyis.
Results showed that there were not significant alteration of specific activity ofMnSOD, ofGPT, and levels of carbonyls. At days 7 and 21 of hypoxic induction there were significant decrease of catalase specific activity. Levels of MDA significant decreased at days 21.
Based on correlation analyzing it can be concluded that MnSOD and catalase had a role in prevent oxidative damage. Correlation analyzing of OPT specific activity and oxidative damage showed negative correlation. This means that decreased of GPT specfic activity in liver could be used as oxidative damage indicator.
It is concluded that liver tissue provided with adequate antioxidant defense mechanism which makes Uver cells survive during hypoxic oxidative insult.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32819
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>