Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204581 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suliati
"[ABSTRAK
Prevalensi HIV pada penasun meningkat dari 27%(2009) menjadi 39,2% pada tahun 2013. Akan tetapi pada kelompok penasun konsistensi pemakaian kondom hanya 17%, Perilaku membeli seks mencapai 19% dan perilaku berbagi jarum suntik 22%. Penularan HIV pada pengguna narkoba suntik tidak hanya dari pemakaian jarum suntik bersama, tetapi bisa juga melalui hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Penelitian ini bertujuan untuk melihat model perilaku seks berisiko pada penasun di kota Tangerang, Pontianak, Samarinda dan Makassar tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan jumlah sampel sebesar 261 responden. Hasil analisis dengan GSEM memperlihatkan perilaku menyuntik dan pengetahuan secara langsung mempengaruhi perilaku seks berisiko (koef path = 0,24 dan 0,016). Secara tidak langsung pengetahuan juga dapat mempengaruhi perilaku seks berisiko (koef path = 0,019). Secara keseluruhan perilaku menyuntik memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan. Perilaku berbagi basah, berbagi jarum dan membeli NAPZA secara patungan (koef path = 3,5 ; 2,1 dan 1,8) merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku seks berisiko. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama lintas sektor dalam menjangkau kelompok penasun, pelayanan terpadu layanan alat suntik steril dan pemberian kondom bagi penasun merupakan langkah untuk mengurangi risiko penularan HIV /AIDS.

ABSTRACT
HIV prevalence among injecting drug users increased from 27% (2009) to 39.2% in 2013. However, consistency of condom use is only 17% in the group of IDUs, buy sex reach 19% and needle sharing is 22%. Thus, HIV transmission in injecting drug users not only by needles, but it could be through sexual intercourse without using condom. This study was aims to looking the Sexual Risk Berhavior Model Among Injection Drug in Tangerang, Pontianak, Samarinda and Makassar in 2013. The study design using cross sectional with a sample of 261 respondents. The results of GSEM analysis showed that behavior of injecting and knowledge directly affect sexual risk behavior (koef path = 0.24 and 0.016). Indirectly, knowledge may also affect sexual risk behavior (koef path = 0.019). Overall behavior of injecting a greater influence than knowledge. Behavior of wet sharing, sharing of needles and drug purchase together (koef path = 3.5; 2.1 and 1.8) are important factors that affect sexual risk behavior. Therefore, we need cross-sector cooperation in reaching IDUs, integrated service of sterile needle program and condoms for IDUs as a program to reduce the risk of HIV / AIDS transmission., HIV prevalence among injecting drug users increased from 27% (2009) to 39.2% in 2013. However, consistency of condom use is only 17% in the group of IDUs, buy sex reach 19% and needle sharing is 22%. Thus, HIV transmission in injecting drug users not only by needles, but it could be through sexual intercourse without using condom. This study was aims to looking the Sexual Risk Berhavior Model Among Injection Drug in Tangerang, Pontianak, Samarinda and Makassar in 2013. The study design using cross sectional with a sample of 261 respondents. The results of GSEM analysis showed that behavior of injecting and knowledge directly affect sexual risk behavior (koef path = 0.24 and 0.016). Indirectly, knowledge may also affect sexual risk behavior (koef path = 0.019). Overall behavior of injecting a greater influence than knowledge. Behavior of wet sharing, sharing of needles and drug purchase together (koef path = 3.5; 2.1 and 1.8) are important factors that affect sexual risk behavior. Therefore, we need cross-sector cooperation in reaching IDUs, integrated service of sterile needle program and condoms for IDUs as a program to reduce the risk of HIV / AIDS transmission.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni
"Penelitian bertujuan mengetahui model perilaku seksual berisiko pada penasun yang memiliki pasangan seks tidak tetap di Indonesia Tahun 2011. Hasil analisis menunjukkan faktor yang berpengaruh langsung menurunkan perilaku seksual berisiko adalah pengetahuan mengenai HIV AIDS (koef -0,59) dan demografi (koef -0,15). Faktor yang secara langsung mendorong penasun melakukan perilaku seksual berisiko adalah keterpaparan NAPZA (koef 1,39) dan perilaku menyuntik (koef 0,22). Faktor yang tidak langsung mendorong penasun berperilaku seksual berisiko adalah frekuensi dipenjara (koef 0,22). Perlunya meningkatkan pengetahuan mengenai HIV AIDS untuk menurunkan perilaku seksual berisiko penasun yang memiliki pasangan tidak tetap.

The aim of research was to known sexual risk behavior model among injection drug users who have unfixed sexual risk partner in Indonesia year 2011. Result of analysis show factors that directly influence to decrease sexual risk behavior was knowledge of HIV (koef -0,59) and demographic (koef -0,15). Factors that directly influence to increase sexual risk behavior was injecting behavior (koef 0,22) and exposure to injecting drug (koef 1,39). Factors that indirectly influence sexual risk behavior was frequancy of prison (0,22). Increase of knowledge particularly about HIV prevention at injection drug user needed to decrease sexual risk behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firli Kusuma Ardiati
"Prevalensi HIV pada LSL meningkat dari 6,5% (2009) menjadi 12,8% (2013). Akan tetapi, penggunaan kondom secara konsisten pada kelompok LSL pasangan tidak tetap hanya 38%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat model konsistensi penggunaan kondom pada LSL pasangan pria tidak tetap non komersial di Tangerang, Jogjakarta, dan Makassar tahun 2013. Data yang digunakan adalah data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan jumlah sampel untuk penelitian ini sebesar 263 responden. Analisis data menggunakan Generalized Structural Equation Modelling (GSEM).
Hasil analisis memperlihatkan pengetahuan komprehensif dan sumber informasi secara langsung mempengaruhi konsistensi kondom (koef path = 1,3 dan 1). Variabel persepsi setia dan penggunaan kondom untuk mengurangi risiko tertular HIV memiliki koefisien terbesar untuk membentuk variabel pengetahuan komprehensif (koef path = 3,5 dan 3,4). Secara tidak langsung, sumber informasi juga dapat mempengaruhi konsistensi kondom (koef path = 0,64).
Variabel konselor, pertunjukkan, dan poster memiliki koefisien terbesar untuk membentuk variabel sumber informasi (koef path = 7,2; 5,2; dan 5,1). Secara keseluruhan, informasi dari konselor, pertunjukkan, dan poster berpengaruh terbesar untuk mempengaruhi konsistensi penggunaan kondom pada LSL. Oleh sebab itu, pemberdayaan konselor dan akses penyebaran informasi melalui pertunjukkan dan poster dapat ditingkatkan dalam upaya konsistensi penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV.

HIV prevalence among MSM increased from 6.5% (2009) to 12.8% (2013). However, consistency of condom use in MSM with casual partner only 38%. This study aims to looking the model of consistency of condom use in MSM male partners on casual partner in Tangerang, Jogjakarta and Makassar in 2013. The data used is data of Integrated Biological and Behavioral Survey (IBBS) in 2013. The study design using cross sectional with total sample for this study of 263 respondents. The data analysis using Generalized Structural Equation Modelling (GSEM).
The results of analysis showed that comprehensive knowledge and resources directly affects the consistency of condom use (koef path = 1.3 and 1). Variable of faithful perception and use condoms to reduce the risk of spreading HIV have the largest coefficients of a comprehensive knowledge variable (koef path = 3.5 and 3.4). Indirectly, resources of information can also affect the consistency of condom use (koef path = 0.64).
Variable of counselor, performances, and posters have the largest coefficients to form a resources of information variable (koef path = 7.2; 5.2; and 5.1). Overall, the informations from counselor, performance, and poster are the most influential to affect the consistency of condom use in MSM. Therefore, empowerment counselors and access for disseminating information through performances and posters can be increased as consistency of condom use program to prevent HIV transmission.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dwi Setiawan
"Angka prevalens HIV&AIDS terus meningkat hampir di seluruh negara di dunia. Peningkatan kasus HIV&AIDS terkonsentrasi pada kelompok-kelompok berisiko, salah satunya adalah pengguna narkoba suntik (penasun). Bahkan peningkatan kasus HIV pada penasun terlihat di beberapa negara, seperti Cina, Malaysia, Vietnam, dan Uzbekistan. Tidak terkecuali, di Indonesia peningkatan kasus HIV pada penasun pada beberapa tahun terakhir terlihat semakin meningkat. Selain rentan tertular HIV akibat pemakaian jarum suntik bekas dan penilaku seks berisiko, penasun juga rentan menjadi kelompok jembatan bagi penularan HIV ke populasi umum melalui hubungan seks yang tidak aman ataupun penlaku seks berisiko.
Penelitian ini dilakukan dengan desain studi potong Iintang (cross sectional), dengan memilih sampel pada penasun yang pernah melakukan hubungan seksual. Besar sampel untuk analisis ini berjumlah 528 responden. Analisis data yang digunakan adalah regresi logistik ganda dan data sekxmder studi Behavior Surveilance Survey, tahun 2002, yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia dan PHI-ASA Indonesia.
Hasil studi mernperlihatkan bahwa proporsi penasun yang perilaku seksnya berisiko lebih besar dibanding penasun yang perilaku seksnya tidak berisiko. Proporsi penasun yang perilaku seksnya berisiko (76,5%), lebih besar dibanding yang tidak berisiko (23,5%). hasil analisis logistik menunjukkan bahwa perilaku seks berisiko pada pcnasun berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu usia hubungan seks pertama kali, status pekerjaan,dan status pemikahan. Dari beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku seks berisiko tersebut, status pemikahan menunjukkan hubungan yang paling erat dan signiflkan secara statistik. Pcnasun yang berstatus menikah mempunyai perilaku seks berisiko Iebih besar tehadap kerentanan penularan HIV kepada istri atau pasangan tetapnya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu dilakukan upaya terhadap pencegahan penularan HIV yang lebih intensif khususnya pada kelompok penasun. Berbagai upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pemakaian kondom sebagai cara yang paling efektif untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui hubungan seks (khususnya pada penasun), peningkatan program penyuluhan dan penyebaran informasi tentang bahaya narkoba dan HIV&AIDS di beberapa daerah, penyebaran informasi tentang bahaya narkoba dan HIV&AIDS di tempat-tempat kerja, peningkatan program detoksiiikasi dan rehabilitasi bagi pengobatan terhadap penasun untuk menghilanglcan ketergantungan narkoba, pengembangan program VCT (Voluntary Conseling and Testing) bagi penasun untuk melakukan tes HIV sehingga mengetahui status HIV terhadap dirinya dengan harapan bisa memproteksi diri untuk tidak menularkannya kepada orang lain termasuk istri atau pasangan tetapnya, dan pendekatan keagamaan untuk meningkatkan moral dan keimanan penasun sehingga terlepas dari jeratan narkoba dan ancaman bahaya HIV&AIDS.

The prevalence of HIV/AIDS numbers has increased in many countries in the world. The dramatic increase in the number of HIV/AIDS cases has concentrated to the high risk groups especially the injecting drugs users (IDUs). Many countries have experienced the increasing cases of HIV such as China, Malaysia, Vietnam, Uzbekistan and also Indonesia. Particularly in Indonesia, the increasing cases of HIV in injecting drugs users has raised rapidly for the last few years. This rests on fact that injecting drugs users are vulnerable to get HIV infection not only by using shared needles but also their sexual behavior that put them in high risk of HIV infection. Injecting drugs users are also vulnerable as a group that bridges HIV infection to the community either through unsafe sex or sexual behavior risk.
This research employed a cross sectional study design with injecting drugs users who have done sexual intercourse as the sample. Sample comprised 528 respondents. Data analysis that was used in this research was double logistic regression secondary data from the study of Behavior Surveillance Survey (2002) which was conducted by CHR Ul and FHI-ASA Indonesia.
The result showed that there is high proportion of IDUs whose sexual behavior are at risk compared with IDUs whose sexual behavior are not at risk. It was found that the proportion of IDUs whose sexual behavior are at risk is 76.5% while the proportion of IDUs whose sexual behavior are not at risk is 23.5%. Result from logistic analysis showed that the injecting drugs users’ sexual behavior risk related to several factors such as age when doing sexual intercourse for the first time, employment and maniage status. It can be mentioned that from those factors, marriage status has a strong connection and significant statistically. Married injecting drugs users are more likely to have the opportunity to infect HIV to their spouses or partners.
In this research, the findings are important in making intensive efforts to prevent from HIV infection especially in injecting drugs users group. Some efforts that can be done are by using condom as an effective way to reduce the risk of HIV infection through sex (especially in IDUs), increasing mass education program and providing infomation about the risk of using drugs and HIV/AIDS in certain locations, providing information about the risk of using drugs and HIV/AIDS in workplaces, increasing the detoxification and rehabilitation programs for IDUs to reduce drugs dependencies, developing VCT program for IDUs to do the HIV test so that they can know their HIV status in order to protect themselves and their spouses or partners from the HIV infection, and religious approach to increase moral and religious belief of IDUs so that they can release from drugs using and HIV/AIDS threaten.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Nadya Hanna Talitha
"Infeksi HIV akibat hubungan seksual lelaki dengan lelaki telah mengalami peningkatan dan menjadi salah satu penyebab tingginya transmisi HIV di dunia saat ini. Prevalensi HIV pada kelompok LSL di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Salah satu penyebab tingginya prevalensi HIV pada LSL di Indonesia adalah penggunaan kondom konsisten yang masih rendah di bawah target nasional 60 penggunaan kondom konsisten pada populasi kunci, terutama dengan perilaku seksual LSL yang berganti-ganti pasangan. Rendahnya penggunaan kondom secara konsisten pada LSL dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pemungkin, serta faktor penguat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara berbagai faktor tersebut dengan perilaku penggunaan kondom secara konsisten pada LSL di Tangerang, Yogyakarta, dan Makassar tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah 303 LSL di 3 kota tersebut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian yang diperoleh adalah 38 LSL selalu menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks, 87,8 LSL berusia 25 tahun, 81,8 LSL memiliki tingkat pendidikan tinggi ge; SMA , 43,6 LSL memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS, 70,6 LSL memiliki gejala IMS, 46,5 LSL memperoleh kondom gratis selama sebulan terakhir, 49,8 LSL memiliki akses yang baik ke sumber informasi mengenai HIV/AIDS, serta 38,3 LSL telah berpartisipasi dengan baik dalam program HIV/AIDS. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan, hubungan dengan penggunaan kondom konsisten yaitu umur ge; 25 tahun PR=1,154; 95 CI=0,92-1,45 , tingkat pendidikan tinggi PR=1,142; 95 CI=0,93 ndash;1,4 , pengetahuan baik mengenai HIV/AIDS PR=1,301; 95 CI=1,08-1,57 , memiliki gejala IMS PR=1,241; 95 CI=1,04 ndash;1,48, menerima kondom gratis PR=1,734; 95 CI=1,4 ndash;1,9, mengakses sumber informasi mengenai HIV/AIDS secara baik PR=1,401; 95 CI=1,17 ndash;1,68, serta berpartisipasi baik dalam program HIV/AIDS PR=1,323; 95 CI=1,08-1,62 . Oleh karena itu, disarankan untuk meningkatkan kembali program IPP terutama distribusi kondom, menyebarluaskan informasi HIV/AIDS melalui media sosial yang saat ini lebih sering diakses masyarakat, serta memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak usia sekolah yang disesuaikan dengan umur. Selain itu, penelitian kualitatif juga perlu dilakukan untuk menggali lebih dalam mengenai alasan keengganan LSL menggunakan kondom secara konsisten.

HIV infection in MSM has been increasing and becoming one of many reasons of high HIV transmission in the world recently. HIV prevalence in MSM in Indonesia is the highest among other countries in South East Asia. One of the cause of high HIV prevalence in MSM in Indonesia is the low percentage of consistent condom use under 60 national target of consistent condom use in key population, compounded by having multiple sexual partners. The low percentage of consistent condom use among MSM can be determined by predisposing factors, enabling factors, and reinforcing factors. This study aims to determine the relations among those factors with consistent condom use among MSM in Tangerang, Yogyakarta, and Makassar in 2013. This study used cross sectional design by using IBBS 2013 data. Samples in this study were 303 MSM in those 3 cities met the inclusion and exclusion criteria and analyzed by univariate and bivariate. From the result, there are 38 MSM using condom in every sexual intercourse, 87.8 MSM ge 25 years old, 81.8 MSM having high level education, 43.6 MSM having good knowledge about HIV AIDS, 70.6 MSM having STIs symptoms, 46.5 MSM getting free condom, 49.8 MSM having better access of HIV AIDS information, and 38.3 MSM with good participation in HIV AIDS program. Based on bivariate analysis, relationships with consistent condom use are MSM ge 25 years old PR 1.154 95 CI 0.92 ndash 1.45 , having high level education PR 1.142 95 CI 0.93 ndash 1.4, having good knowledge about HIV AIDS PR 1.301 95 CI 1.08 ndash 1.57, having STIs symptoms PR 1.241 95 CI 1.04 ndash 1.48, getting free condom PR 1.734 95 CI 1.4-1.9, having better access of HIV AIDS information PR 1.401 95 CI 1.17 ndash 1.68, and having good participation in HIV AIDS program PR 1.323 95 CI 1.08-1.62. Therefore, it is advised to improve IPP program especially for condom distribution, spread the information about HIV AIDS through social media which are more accessed nowadays, and give reproductive health education for students based on their age. Besides, qualitative study is also needed to dig up MSM motivation to not use condom consistently."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitranita
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T27149
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vella Ovelia
"Kejadian HIV pada populasi menyuntik narkoba cukup tinggi yaitu lebih dari 40% dari kasus baru yang ada. Di Indonesia, kejadian HIV berkisar antara 50%-90% pada penasun. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara faktor sosiodemografi dan perilaku menyuntik dengan status HIV pada Pengguna NAPZA suntik di 4 kota di Indoneisa (Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar tahun 2013. Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan data Survei Terpadu Biologis Perilaku 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah penasun pria atau wanita berumur 15 tahun atau lebih yang tinggal di Kota lokasi survey dan menyuntik NAPZA selama satu bulan terakhir.
Hasil penelitian diperoleh penasun dengan status HIV (+) sebesar 61,35%. Adapun variabel yang bermakna secara statistik yaitu usia (PR: 0,662; 95%CI: 0,519?0,844), lama menggunakan NAPZA suntik (PR: 1,844; 95%CI: 1,485?2,289) hubungan seksual (PR: 1,882; 95%CI: 1,271?2,788), akses pelayanan kesehatan (PR: 1,285; 95%CI: 1,048?1,576) dan akses LASS (PR: 0,811; 95%CI: 0,674?0,977). Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan perilaku berisiko pada usia reproduktif dan memperluas akses pelayanan kesehatan dan layanan alat suntik steril.

HIV incidence in the population inject drugs is quite high at more than 40% of new cases are there. In Indonesia, HIV incidence ranges from 50% -90% in IDUs. The purpose of this study was to determine the relationship between the sociodemographic and behavioral factors injected with HIV status on injecting drug users in four cities in Indonesia (Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar in 2013. The study design was cross sectional using data from Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013. Samples IDUs in this study were male or female aged 15 years or older who live in the city survey locations and injecting drugs during the last month.
The results obtained IDUs with HIV status (+) amounted to 61.35%. The variables are statistically significant age (PR: 0.662; 95% CI: 0.519 to 0.844), duration of injecting drug use (PR: 1.844; 95% CI: 1.485 to 2.289) sexual relations (PR: 1.882; 95% CI: 1.271 to 2.788), access to services health (PR: 1.285; 95% CI: 1.048 to 1.576) and access LASS (PR: 0.811; 95% CI: 0.674 to 0.977). Therefore, there should be the prevention of risk behavior of reproductive age and expand access to health care and services sterile syringe.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jalu Adi Dana
"Latar Belakang: Berdasarkan hasil program MDGs, di dunia infeksi baru HIV lebih rendah 35% jika dibandingkan tahun 2000 sementara di Asia infeksi baru HIV menurun 8% dibandingkan tahun 2005 namun di Indonesia infeksi baru HIV justru meningkat 48% pada tahun 2013 jika dibandingkan tahun 2005. Kementerian Kesehatan mengestimasi hingga 2025, jumlah infeksi baru HIV banyak terjadi pada populasi LSL. Penyebaran HIV pada populasi LSL karena rendahnya persepsi berisiko, tingginya multipartner seks, penggunaan napza suntik dan rendahnya penggunaan kondom.
Metode: Penelitian kuantitatif dan menggunakan data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013. Dengan analisis regresi logistik berganda akan dilihat besar risiko persepsi berisiko tertular HIV dengan penggunaan kondom saat seks anal terakhir.
Hasil: Odds ratio pada yang berpersepsi berisiko tertular HIV 2,18 kali untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir dibandingkan dengan yang berpersepsi tidak berisiko (95% CI 0,93 ? 5,11). Odds ratio pada yang berpersepsi berisiko tertular HIV 1,84 kali untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir dibandingkan dengan yang berpersepsi tidak berisiko (95% CI 0,72 - 4,74) pada kondisi pengetahuan yang sama, menjadikan televisi sebagai sumber informasi yang sama, kebiasaan membawa kondom yang sama, dan tergabung dalam komunitas yang jumlah anggotanya sama.
Kesimpulan: Persepsi berisiko tertular HIV meningkatkan kemungkinan responden untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir.

Background: Based on the MDGs program result, in the world new infections of HIV is reduce 35% than 2000, in Asia new infections of HIV declined 8% compared 2005 but new infection of HIV at Indonesia had been increased 48% in 2013 compared to 2005. The Ministry of Health estimates, by 2025 the number of new infections of HIV will increase at the population of MSM. The spread of HIV at the population of MSM because low of risk perception, high multipartner sex, injecting drugs and low of condom use.
Methods: Qualitative and using data Integrated Biological and Behavioural Survey 2013. With multiple logistic regression analysis will be known odds ratio risk perception of HIV infections to condom use at last anal sex.
Result: Odds ratio for the risk perception of HIV infections 2.18 times to use condoms during last anal sex compared with no risk perception (95% CI 0.93 to 5.11). Odds ratio for the risk perception of HIV infections 1.84 times to use condoms during last anal sex compared with no risk perception (95% CI 0.72 to 4.74) in the same state of knowledge, to television as the same resources , the same habit of bringing condoms, and members of the community the same number of members.
Conclusion: The risk perception of infected HIV increases the likelihood of respondents to use condom at last anal sex.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shena Masyita Deviernur
"Perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL dapat dipengaruhi oleh pengetahuan pencegahan dan miskonspsi terkait HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan HIV/AIDS dengan perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL di 3 kota Yogyakarta, Tangerang, Makassar di Indonesia tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah 343 LSL di 3 kota di Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dianalilsis secara univariat, bivariat, dan stratifikasi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah 16 LSL memiliki tingkat perilaku seksusal berisiko tinggi, 30.9 LSL memiliki pengetahuan pencegahan dan miskonsepsi kurang, 52.5 LSL berusia >24 tahun, 48 LSL kurang berpartisipasi dalam program pelayanan kesehatan HIV/AIDS, 51 LSL mendapat sumber informasi kurang. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan hubungan dengan perilaku seksual berisiko HIV AIDS yaitu kurang memiliki pengetahuan HIV/AIDS PR=2.0;95 CI 1.2-3.2 , usia le; 24 tahun PR=1.7 ; 95 CI 1.0-2.7 , kurang berpartisipasi pada program kesehatan PR=2.0 ; 95 CI 1.2-3.4 , kurang mendapatkan sumber media informasi PR=0.6 ; 95 CI 0.4-1.0 . Hasil stratifikasi antar strata pada variabel kovariat yaitu PR lebih tinggi pada LSL berusia >24 tahun PR=2.14 ; 95 CI 0.98-4.66 , LSL yang kurang mengikuti program pelayanan kesehatan PR=2.10; 95 CI 1.17-3.77 , dan LSL yang baik mendapat media sumber informasi PR=2.05 ; 95 CI 1.11-3.77 . Oleh karena itu disarankan untuk meningkatkan kembali program IPP, memberikan edukasi sesuai dengan usia, dan memberikan sumber informasi yang lebih efektif dan massive.Kata kunci: Lelaki Seks Lelaki LSL ; pengetahuan HIV/AIDS; perilaku seksual berisiko.

Sexual risk behavior HIV AIDS among MSM can be influenced by prevention and misconception knowledge of HIV AIDS. This study aims to determine the relations about knowledge of HIV AIDS and sexual risk behavior HIV AIDS among MSM in 3 cities Yogyakarta, Tangerang, Makassar in Indonesia on 2013. This study used cross sectional design by using data IBBS 2013. Samples in this study were 343 MSM in 3 cities in Indonesia meet the criteria inclusion and exclusion and analyzed by univariate, bivariate, and stratification. Form the result, the percentage were 16 MSM have high risk of sexual risk behavior, 30.9 MSM have prevention and misconception knowledge less, 52.5 MSM 24 years, 48 MSM less participate in the health services HIV AIDS, 51 MSM less of source information. Based on analysis bivariate relationships with sexual risk behavior HIV AIDS less having knowledge HIV AIDS PR 2.0 95 CI 1.2 3.2 , age le 24 years PR 1.7 95 CI 1.0 2.7 , less participate in the health program PR 2.0 95 CI 1.2 3.4 , less get media source information PR 0.6 95 CI 0.4 1.0 . Stratification results of the strata on the variables of covariate variable have higher PR on MSM aged 24 years PR 2.14 95 CI 0.98 4.66 , MSM less follow the program health service PR 2.10 95 CI 1.17 3.77 , and MSM got a better media source information PR 2.05 95 CI 1.11 3.77 . It is therefore advisable to improve program IPP back, give education in according by age, and provide a source of information that is more effective and massive.Keywords Men Sex with Men MSM , sexual behavior risk HIV AIDS, knowledge of HIV AIDS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiqomah Nur Ocnisari
"Penasun merupakan populasi kunci yang memiliki risiko ganda untuk penularan HIV, yaitu melalui perilaku menyuntik dan perilaku seksualnya. Upaya yang dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan infeksi lainnya yang terjadi melalui penggunaan napza dengan jarum suntik dan perlengkapannya adalah dengan melalui program pengurangan dampak buruk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan program pengurangan dampak buruk HIV-AIDS dengan perilaku menyuntik. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan data STBP Tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah penasun yang pernah bertemu dengan petugas penjangkau sebanyak 430 responden di kota Yogyakarta, Tangerang, Pontianak dan Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penasun yang menyuntik berisiko dalam seminggu terakhir adalah sebesar 43% dan 45,4% penasun yang tidak mengakses program pengurangan dampak buruk. penasun yang tidak mengakses program pengurangan dampak buruk berisiko 1,2 kali lebih tinggi untuk menyuntik berisiko dibandingkan dengan penasun yang mengakses program pengurangan dampak buruk setelah dikontrol oleh faktor usia, tempat menyuntik, penggunaan kondom, lama menjadi penasun, dan jumlah teman menyuntik. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan program pengurangan dampak buruk secara komprehensif untuk mengurangi perilaku menyuntik berisiko, sehingga penularan HIV-AIDS pada penasun dapat dicegah.

Injection Drug Users (IDUs) are key population that have double risk of HIV transmission, through injecting behaviors and sexual behaviors. The effort to reduce HIV transmission and other infection among IDUs is by implementing harm reduction program. This study was conducted to identify the association between harm reduction program of HIV-AIDS among IDUs with injecting behaviors. This study used cross sectional design and used data of IBBS 2013. The respondents are IDUs who ever met with the outreach workers as many as 430 respondents in Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, and Makassar. The result showed that the prevalence of IDUs who inject risky in the past week is 44,3% and 54,1% of IDUs do not access harm reduction program. IDUs who do not accsess harm reduction program has 1,3 time higher chance to inject risky than IDU who accsess harm reduction program after controlled by age, place of injection, condom use, duration of injecting drugs and total number of injecting partner. Therefore, optimalization of comprehensive harm reduction program is needed to decrease injection risk behavior in order to prevent HIV-AIDS transmission among IDUs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>