Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59716 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eneng Ervi Siti Zahroh Zidni
"[ABSTRAK
Nadlatul „Ulama (NU) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh „ulama-ulama tradisional. NU dalam sejarah pernah mengutus sebuah Komite Hijaz untuk menghadap Kerajaan Saudi Arabia di tahun 1926 M, kedatangan Komite Hijaz NU menghadap Raja Saudi Saat itu yakni Abdul Aziz al- Sa‟ud memiliki agenda untuk memperjuangkan kebebasan bermadzhab di tanah Hijaz. Hal ini dilakukan mengingat akan adanya pemberlakuan asas tunggal paham Wahabi di tanah Hijaz dan di belahan dunia lain yang memeluk Islam, pada prakteknya paham wahabi memiliki doktrin purifikasi Islam, maka segala bentuk amaliah yang dianggap menjurus pada praktek bid’ah, khurafat, tahyul dan syirik, seperti berziaroh ke makam orang-orang suci dan tawasul kepada orang suci yang telah tiada dan lain sebagainya, diharamkan, dianggap bid’ah dan syirik.
Perjuangan NU untuk meminta kebebasan bermadzhab telah direspon dan diterima dengan baik oleh Kerajaan Saudi Arabia, pihak Kerajaan menyetujui apa saja keinginan dan keberatan yang di sampaikan oleh Komite Hijaz NU. Kerajaan Saudi Arabia yang berlatarbelakang Wahabi sebagai Khadimul Haramain atau pelayan dua kota suci mampu menjaga, merawat dan melestraikan peninggalan- peninggalan sejarah Islam masa lalu, walaupun pada kenyataanya ada banyak beberapa situs sejarah Islam, seperti tempat tinggal keluarga Nabi Muhammad SAW telah musnah.
Sebagai Khadimul Haramain sudah menjadi tugas kerajaan untuk memperhatikan segala sesuatu yang dianggap perlu untuk menjaga dan merawat haramain, seperti perluasan areal haramain.Hal ini dilakukan untuk lebih banyak menampung jema‟ah yang semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Dengan perluasan areal Masjidil Haram dan Masjid Nabawi maka membutuhkan banyak lahan untuk dalam rangka rekontruksi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di tahun 2012 saat perluasan masjid nabawi sempat terdengar khabar bahwa makam Nabi Muhammad SAW akan terkena imbas rekonstruksi dan perluasan masjid, namun dengan sendirinya isu ini hilang. Namun di penghujung 2014 tersiar kembali makam Nabi Muhammad SAW akan dibongkar dan dipindahkan dari dalam areal Masjid Nabawi.
Dengan cepat berita ini menyebar dan menjadi tranding topic diberbagai media massa baik dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam menghadapi pemberitaan ini NU melakukan penolakan dan jika rencana ini direalisasikan maka tidak menutup kemungkinan NU akan mengutus Komite Hijaz ke-II untuk menghadap Kerajaan Saudi Arabia dalam rangka menolak rencana pemindahan makam Nabi Muhammad SAW.Melihat respon NU yang begitu keras maka Kerajaan Saudi Arabia lewat Kedutaan Besar Saudi Arabia untuk Indonesia melakukan klarifikasi, bahwa rencana pemindahan makam Nabi Muhammad SAW tersebut hanya isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karena berita ini muncul dari harian Inggris The Independen, dan berita yang dilansirnya tidak menunjukan kebenaran sama-sekali.
Setelah melihat fenomena ini penulis melakukan penelitian, bahwa rencana pemindahan makam nabi Muhammad SAW ini selalu terjadi setiap tahunnya pada musim haji, berita ini muncul karena pernah beredar sebuah makalah penelitian yang berjudul ‘Imaratu Masjid al- Nabi wa Dukhuli Hajarat fihi yang ditulis oleh akademisi Saudi Arabia Dr. Ali bin Abdul Aziz bin Ali al- Syabal, tulisan ini pernah dimuat di majalah yang diterbitkan di bawah naungan haramain, terbit per empat bulan sekali, kemudian tulisan ini pernah diberitakan oleh Mekkah Newspaper, dan kemudian dilansir oleh The Independen.
Dengan adanya tulisan ini sempat menuai pro dan kontra, karena dengan adanya tulisan ini menggambarkan bahwa makam nabi Muhammad SAW akan dipindah karena Masjid Nabawi sedang dalam tahap renovasi dan perluasan, sedangkan makam Nabi Muhammad sendiri ada di dalam areal masjid Nabawi.

ABSTRACT
The discovery of an academic writing/ article published in a magazine that is publish every four mounths, in where this magazine is the official magazine which is under the authority of the Mousque Haramain, had become a trending topic among muslim around the world.
This writing is academic view of scientific of Saudi Arabia named Dr. Ali bin Abdul Aziz bin Ali al- Syabal. This writing is the review of the expansion of Nabawi Mosque. Unfortunately the tomb of prophet Muhammad SAW in Nabawi Mosque area is also get the impact of the expansion of Nabawi Mosque with the consequences that the tomb of prophet Muhammad SAW is untaken apart or moved from Nabawi Mosque area.
The British Newspaper “The Independent” wrote that the tomb of prophet Muhammad SAW be moved to the al- Baqi cemetery would when this new circulated, at the time the pros and cons was occoun among the muslim world, especially from community organitation Nahdlatul „Ulama (NU) Indonesia. NU balked removeral plan of the tomb of prophet Muhammad SAW. then when NU said the rejection heavely, then the kingdom of Saudi Arabia immediately clarified through Saudi Arabia Embassy in Indonesia.
Saudi Arabia Embassy said that the news is not true because The Kingdom of Saudi Arabia is the guard of Haramain. So it is must be the duty of guarding the prophet Muhammad SAW tomb. “we will guard the Prophet Muhammad SAW tomb from whoever wish to destroy it, moreover who wants to move it”, this is issue always comes up in every hajj season espescially in 2014, when this issue arises again it always make muslim around the world churned., The discovery of an academic writing/ article published in a magazine that is publish every four mounths, in where this magazine is the official magazine which is under the authority of the Mousque Haramain, had become a trending topic among muslim around the world.
This writing is academic view of scientific of Saudi Arabia named Dr. Ali bin Abdul Aziz bin Ali al- Syabal. This writing is the review of the expansion of Nabawi Mosque. Unfortunately the tomb of prophet Muhammad SAW in Nabawi Mosque area is also get the impact of the expansion of Nabawi Mosque with the consequences that the tomb of prophet Muhammad SAW is untaken apart or moved from Nabawi Mosque area.
The British Newspaper “The Independent” wrote that the tomb of prophet Muhammad SAW be moved to the al- Baqi cemetery would when this new circulated, at the time the pros and cons was occoun among the muslim world, especially from community organitation Nahdlatul „Ulama (NU) Indonesia. NU balked removeral plan of the tomb of prophet Muhammad SAW. then when NU said the rejection heavely, then the kingdom of Saudi Arabia immediately clarified through Saudi Arabia Embassy in Indonesia.
Saudi Arabia Embassy said that the news is not true because The Kingdom of Saudi Arabia is the guard of Haramain. So it is must be the duty of guarding the prophet Muhammad SAW tomb. “we will guard the Prophet Muhammad SAW tomb from whoever wish to destroy it, moreover who wants to move it”, this is issue always comes up in every hajj season espescially in 2014, when this issue arises again it always make muslim around the world churned.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Ida
"Penelitian ini mendeskripsikan Gerakan Sosial Kelompok Nahdlatul Ulama (NU Progresif) yang dilakukan oleh para aktivis NU. Hasil analisis ditemukan bahwa kelompok NU yang progresif melakukan perubahan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok transformis, kelompok radikal dan kelompok moderat. Kelompok transformis mencoba menekankan pada perubahan secara intemal dalam organisasi NU dengan memberikan pencerahan dan pemberdayaan di tingkat komunitas. Kelompok radikal memberikan prioritas pada perubahan sistem kenegaraan dengan membangun pemikiran kritis dan mengembangkan ideologi egaliter. Dan yang terakhir kelompok moclerat memfokuslcan gerakannya dengan mengembangkan perubahan sosial yang tidak didasari dengan basis ideologi.

This study describes social movements conducted by some individuals in NU known as the ?progressive group". Further analysis shows the existence of three types of progressive groups: the transformists, the radicals, and the moderates. The transformists try to emphasize internal change through enlightenment and empowerment of the community. The radicalists prioritize to change the state system by developing critical and egalitarian ideology. Finally, the moderates consists of social changes conducted by social groups with no ideological basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D817
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fatma Press, 1998
324.2 MUT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Weston, Mark
New Jersey: John Wiley & Sons, 2008
953.8 WES p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Khuswatun Hasanah
"ABSTRAK
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai dua Ormas yang memiliki dan mengelola lembaga pendidikannya masing-masing di Indonesia memperjuangkan kepentingannya masing-masing terlibat dalam konflik kepentingan implementasi Permendikbud 23/2017 tentang Hari Sekolah. NU sebagai kelompok yang menolak aturan lima hari sekolah menganggap aturan tersebut berpotensi menggerus eksistensi Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan yang dikelola NU. Sementara Muhammadiyah menyetujui aturan yang dikeluarkan oleh Mendikbud Muhadjir yang juga merupakan kader terbaik Muhammadiyah. Selain itu, kebijakan lima hari sekolah telah lama diterapkan di
sekolah-sekolah Muhammadiyah. Tesis dengan metode penelitian kualitatif ini berupaya menganalisis bagaimana konflik kepentingan terjadi di antara kedua kelompok penekan ini dan bagaimana keduanya memperjuangkan kepentingan masing-masing hingga lahir Perpres 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Penelitian ini menemukan bahwa konflik kepentingan yang terjadi diakibatkan oleh adanya ideologi penyelenggaraan pendidikan yang berbeda antara NU dan Muhammadiyah serta ancaman kebijakan bagi NU. Pada akhirnya, NU menjadi kelompok yang memiliki kekuatan lobbying paling besar sehingga memengaruhi pembuat kebijakan untuk melahirkan Perpres 87/2017 yang banyak mengakomodasi kepentingan NU. Hal ini sekaligus mengonfirmasi teori grup Earl Latham. Penelitian ini juga menemukan bahwa isu sentimen terkait erat juga dengan polemik ini mengiringi konflik realistis berupa perebutan aturan hari sekolah. Hal ini juga mengonfirmasi pandangan Lewis A. Coser terkait teori konflik kelompok.

ABSTRACT
Nahdlatul Ulama (NU) and Muhammadiyah as the two CSOs owning and managing their respective educational institutions in Indonesia are fighting for their respective interests involved in the conflicts of interest in the implementation of Permendikbud 23/2017 on School Day. NU as a group that reject the rule of five school days consider the rule has the potential to erode the existence of Madrasah Diniyah as an educational institution managed
by NU. While Muhammadiyah approved the rules issued by Mendikbud Muhadjir who is also the best cadre of Muhammadiyah. In addition, the five-day school policy has been implemented in Muhammadiyah schools before the Permendikbud issued. This qualitative research analyzes how the conflict of interest takes place between these two pressere groups and how the two struggle for their respective interests until the birth of Presidential Decree
87/2017 on Strengthening Character Education.
This study found that the conflict of interest that occurred due to the different
ideology of education between NU and Muhammadiyah and also the threat of policy for NU. In the end, NU became the group with the greatest lobbying power that influenced policy makers to issue the Presidential Regulation 87/2017 which accommodated NU's interests. This study confirms Earl Latham group theory. This study also found that the issue of sentiment is closely related to this polemic accompanying realistic conflict in the form of school day rule. This also confirms Lewis A. Coser's view of the theory of group conflict."
2018
T50081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Ida
"Sejak tahun 1984, melalui Muktamar ke-27 di Situbondo, Nahdiatul Ulama (NU) menyatakan sikap kembali ke khittah 1926. Gagasan kembali ke khittah 1926 ini sudah melalui proses perjalanan panjang, berdasarkan introspeksi dari kalangan tokoh-tokohnya sendiri, karena kiprahnya sebelum itu bukan saja telah mengabaikan tugas-tugas pengabdiannya kepada masyarakat sesuai misinya mengembangkan ajaran ahlus sunnah wal.jamaah, melainkan juga telah menimbulkan ketegangan dan konflik berkepanjangan pada tingkat intern NU.
Penelitian kualitatif ini berupaya mengkaji faktor-faktor penyebab munculnya konflik pada era kembali ke khittah 1926, dengan menggunakan konsep dan pendekatan paradigma defensisi sosial (social defenition) dalam sosiologi, suatu pedekatan yang dipengaruhi kuat oleh pemikiran-pemikiran Max Weber.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa era kembali ke khittah 1926 semakin mengkristalkan faksi-faksi dalam NU. Ada tiga faksi utama yang saling berhadapan, yakni faksi politik, faksi Syuriah, dan faksi cendekia. Faksi politik menunjukkan orientasinya yang bersifat 'materi', dan belum bisa melepaskan antara aktivitas sebagai politisi dengan sebagai warga NU. Kesulitan utamanya karena watak politik telah mengendap dalam diri mereka. Sementara faksi Syuriah tetap berupaya mempertahankan tatanan normatif dari NU, sehingga pola-pikir dan tindakan kalangan Syuriah ini terasa begitu kaku. Padahal faksi cendekia, secara relatif niemiliki pola pikir dan tindakan yang berbeda dengan kedua faksi lainnya, yakni cenderung secara bebas membeni penafsiran terhadap gagasan kembali ke khittah 1926, berikut berbagai.pemikiran dan tindakan lain sebagai ekspresi pemikiran yang bersifat 'ideas'.
Posisi faksi cendekia di bawah pengaruh kuat Abdurrahman Wahid cukup kuat dalam perjalanan NU selama 10 tahun terakhir. Faksi ini mampu membendung arus keinginan faksi politik untuk membawa NU kembali berpolitik. Ini bisa dilakukan atas kerjasama dengan-faksi Syuriah, yang juga tak menghendaki keinginan faksi politik. Ini menunjukkan pula bahwa sasaran tembak utama NU kembali ke khittah adalah sayap politik NU. Tetapi pada saat yang bersamaan pula, posisi Syuriah mengalami pelemahan yang sama dengan pada saat NU dipimpin oleh K.H. Idham Chalid. Ini terbukti dengan beberapa tindakan yang dilakukan oleh kepemimpinan Abdurrahman Wahid, yang sebenarnya secara normatif dianggap menyimpang, namun tetap saja diamaafkan.
Ketegangan dan konflik internal yang muncul, dengan demikian, sebagai akibat dari tarik menariknya kepentingan ketiga faksi itu. Masing-masing faksi berupaya menafsirkan dan memanfaatkan NU sebagai basis dari manuver-manuver mereka, sehingga pada saat ruang manuver mengecil sebagai akibat dari adanya tembok pembatas berupa tatanan normatif NU, maka kekecewaan tak bisa dihindari. Sementara yang memiliki akses terbesar adalah faksi cendekia,'Abdurrahman Wahid dan kubu pendukungnya.
Faksi cendekia ini umumnya terdiri dari keluarga NU generasi ketiga, kalangan intelektual NU dari berbagai latar belakang pendidikan. Penafsiran terhadap konsep kembali ke khittah 1926 yang berbeda, serta upaya membangun NU masa depan yang sesuai dengan irama tuntutan zaman menurut versi generasi ketiga ini, memberi kesan bahwa gerakan NU merupakan gerakan "civil society", atau paling tidak merupakan gerakan budaya. Di sini pula muncul konsep demokrasi dalam NU, di mana faksi cendekia mengembangkan gagasan-gagasan demokrasi yang cenderung liberal, cenderung berseberangan dengan arus pemikiran negara, sedangkan faksi Syuriah dan faksi politik cenderung larut pada arus pemikiran negara kuat (strong state). Berikut gambaran abstraktif dari tarik menariknya faksifaksi dalam NU yang berkaitan pula dengan pengaruh kekuasaan (lihat gambar di file PDF).
Kecuali itu, keberadaan kalangan cendekiawan dengan kecenderungan pemikiran mereka, telah mampu merelatifkan klaim tokoh-tokoh sepuh yang disebut 'berkharisma',atau tokoh yang berpengaruh. Ini menunjukkan bahwa proses pelemahan pengaruh tokoh dalam NU juga,dilakukan oleh tokoh-tokoh NU sendiri. Proses pelemahan pengaruh ini lebih tepat dikatakan sebagai "peremahan", yang sekaligus menimbulkan reaksi dari kalangan tokoh atau warga NU lainnya: munculnya ketegangan dan konflik. Sementara itu, tampilnya Abdurrahman Wahid, merupakan gambaran tokoh yang memiliki kewibawaan tradisional.
Upaya menafsirkan khittah dan membangun sebuah ideologi gerakan seperti itu, bukanlah berarti NU melepaskan misi awal gerakannya yakni pengembangan ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Hanya saja, dominasi pemikiran faksi cendekia, banyak mempengaruhi gerak perjalanan NU selama 10 tahun terakhir. Akibatnya NU seakan-akan melupakan inisi awal gerakannya itu, apalagi berbagai pemikiran yang dilontarkan --utamanya oleh Abdurrahman Wahid-- dianggap menyimpang dari tradisi NU selama ini. Di sini pulalah yang memunculkan ketagangan dan konflik antara faksi cendekia dengan Syuriah, di mana faksi politik-cenderung memanf aatkan situasi seperti ini.
Penyebab konflik yang lain adalah di satu sisi banyaknya status (berikut peran yang dimainkan oleh) Abdurrahman Wahid, sementara di pihak lain tak sedikit tokoh NU, apakah dari faksi Syuriah, politik, maupun lainnya, yang kurang memahami adanya kemajemukan status itu, atau mengingkan Abdurrahman Wahid untuk tetap tampil dalam status utamanya sebagai ketua PBNU, mengabaikan status-status lainnya. Tensi atau ketegangan semakin naik pada saat Abdurrahman Wahid, dalam realitanya seperti itu, kurang memperhatikan keinginan anggota komunitas yang dipimpinnya, atau cenderung hanya memperhatikan diri sendiri --layaknya seperti pemikir bebas saja.
Dapat disimpulkan bahwa perebutan pengaruh dan ruang manuver di NU (apakah untuk kepentingan perebutan status, politik, atau ekonomi) oleh para tokoh-tokohnya meLabirkan dinamika tersendiri dalam NU selama 10 tahu terakhir."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T3047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Busyro Karim
"Pada muktamar XXX NU tahun 1999, NU mengeluarkan keputusan tentang Islam dan kesetaraan jender, di mana di dalamnya dibahas masalah kepemimpinan politik perempuan. NU secara institusi dapat menerima kepemimpinan politik perempuan. Hal ini merupakan langkah maju bagi NU, ketika beberapa kaiangan menolak keberadaan pemimpin politik perempuan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan sumber data dokumentasi. Adapun teori yang dipakai adalah teori demokrasi, kepemimpinan dan budaya patriarkhi. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan maksud untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, akurat tentang faktafakta yang akan diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan, landasan berpikir yang digunakan oleh NU dalam menerima pemimpin politik perempuan adalah; penggunaan legitimasi agama untuk menolak pemimpin politik perempuan bertentangan dengan semangat kesetaraan jender dan keadilan politik. Penafsiran keagamaan yang melahirkan sikap bias jender seharusnya ditafsirkan ulang yang disesuaikan dengan realitas sosial. Model kepemimpinan dalam masyarakat modern adalah kepemimpinan yang terlembaga.
Dalam perdebatan tentang kepemimpinan politik perempuan terdapat dua kelompok yang saling berseberangan. Kelompok pertama berpendapat bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin politik, karena setiap individu mempunyai hak politik yang sama. Penolakan terhadap pemimpin perempuan merupakan diskriminasi hak politik perempuan dan bertentangan dengan nilai-nilai persamaan (equality) dalam demokrasi. Agama Islam tidak melarang perempuan untuk menjadi pemimpin politik.
Sedangkan kelompok yang menolak pemimpin politik perempuan berpendapat, dalam agama Islam perempuan tidak boleh menjadi pemimpin politik, karena kepemimpinan merupakan hak mutlak laki-laki. Dalam Islam tidak boleh memberikan wilayah (kekuasaan) kepada perempuan. Perempuan diperboiehkan berperan aktif dalam politik, namun bukan untuk jabatan sebagai kepala negara dan pemerintahan. Inti dari perdebatan ini adalah perbedaan interpretasi dasar keagamaan dan dominasi budaya patriarkhi di antara masing-masing kelompok.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keluamya keputusan Islam dan kesetaraan jender adalah munculnya kelompok yang menginginkan perubahan wacana dalam NU. Tekanan dari lembaga perempuan NU. Dinamika politik Indonesia pada kurun waktu 1996-1999, yaitu munculnya isu presiden perempuan.

In muktamar XXX 1999, NU issued a decision about Islam and gender equality, which in it discussed women politics leadership matter. NU institutionally able to accept women politics leadership. it is one step a head for NU, while sum of other factions reject the women politic leader existence.
This observation uses qualitative method which is using data collecting technique through interviews and data documentation source. The theory which was used is democracy theory, leadership and patriarchy cultural. This study uses descriptive analytic approach in order to make visualization systematically, factual, accurate in the facts which will be observed.
The observation's result shows, the main idea which is used by NU in accepting women politics leader is; using religion's legitimacy to reject women politics leadership which is contrary to the gender equality spirit and political justice. Religious interpretation which produced a bias gender form should be reinterpreted which is fitted in the social reality. The leadership model in modem society is the institutionalized leadership.
In the women politics leadership debate there were two groups which were contrary. The first group thought that women may became politics leader, as every individual has the same rights in politics. Rejection to the women leader was a women politics rights discrimination and contradictory to the equality value in democracy. Islam does not forbid women of being politics leader.
While the group which rejected women politics leader thought in Islam, women can not be political leaders, as the leadership is the men absolute rights. In Islam can not give territory (power) to women. Women are allowed to do active in politics, but not for the profession as the head of state and governmental. The quintessence in this debate is the differences in basic religious interpretation and patriarchy cultural domination between each groups.
The factors which influence the issues of Islam decision and gender equality is the appearance of groups which wanted changes in discourse of NU. The Indonesian politics dynamic in the last 1996-1999, that is women president issue appears.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Saleh
"Tesis ini bertujuan untuk memahami peran Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Cilacap dalam memberdayakan komunitas purna Pekerja Migran Indonesia (purna-PMI) dan keluarganya di daerah asal, kendala dan tantangannya, serta strategi dalam memengaruhi kebijakan terkait program pemberdayaan komunitas purna-PMI. Penelitian ini dirancang menggunakan pendekatan kualitataif dengan studi kasus pada Lembaga kajian dan pengembangan sumber daya manusia (Lakpesdam) dan Fatayat NU Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam, focus group discussion, dan observasi langsung sedangkan data sekunder melalui telaah pustaka. Teknik analisis data dilakukan melalui open coding, axial coding, dan selective coding. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif eksplanatif dan tergolong ke dalam penelitian terapan (applied research). Kerangka teoritik yang digunakan mengacu pada konsep pemberdayaan komunitas dan menitikberatkan kepada peran pelaku perubahan/aktor (agent of change). Tesis ini menunjukkan hal baru, yang masih jarang dikaji oleh penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pemberdayaan komunitas purna-PMI. Tesis ini mengungkapkan pentingnya peran organisasi masyarakat sipil (civil society organization) berbasis keagamaan dalam pemberdayaan komunitas purna-PMI di daerah asal. NU Kabupaten Cilacap melakukan berbagai program pemberdayaan bagi para purna-PMI (termasuk keluarganya) di Desa Danasri Kidul Kecamatan Nusawungu Kabupaten Cilacap melalui suatu wadah komunitas lokal “Forum Warga Buruh Migran (FWBM)”. Pengurus Lakpesdam dan Fatayat NU Kabupaten Cilacap sebagai pelaku perubahan/aktor (agent of change) menjalankan berbagai peran dan keterampilan guna mendukung keberhasilan serta keberlanjutan berbagai program pemberdayaan tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa organisasi masyarakat sipil (civil society organization) berbasis keagamaan cenderung memiliki komitmen yang kuat terhadap pelaksanaan dan keberlanjutan program pemberdayaan komunitas purna-PMI.

This research aims to understand the role of the Nahdlatul Ulama (NU) of Cilacap Regency in empowering the community of the ex-Indonesian Migrant Workers and their families in their areas of origin, the constraints and challenges, and strategies in influencing policies related to the empowerment program. This research used the qualitative methodology with a case study of Lakpesdam and Fatayat NU in Cilacap Regency Central Java. Primary data was collected by in-depth interviews, focus group discussion, and participatory observation while the secondary data was collected by literature review. The techniques of data analysis were processed by open coding, axial coding, and selective coding. This research is an explanatory qualitative and belongs to applied research. The theoretical framework refers to the community empowerment and the role of agents of change. The novelty of this thesis is about the empowerment of the community of the ex-Indonesian Migrant Workers which has rarely been studied by previous studies. This thesis indicates the importance of the role of religious-based civil society organizations in empowering the community of the ex-Indonesian Migrant Workers in their areas of origin. The NU of Cilacap Regency iniciates the community empowerment programs for the ex-Indonesian Migrant Workers and their families in Danasri Kidul Village Nusawungu District Cilacap Regency through the local community “Forum Warga Buruh Migran (FWBM)”. The roles and skills of Lakpesdam and Fatayat NU of Cilacap Regency as agents of change support the success and the sustainability of FWBM’s community empowerment programs. This study concludes that religious-based civil society organizations tend to have a strong commitment to the implementation and the sustainability of the ex-Indonesian Migrant Workers community empowerment programs. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vyan Tashwirul Afkar
"NU adalah religious nongovernmental organization (RNGO) yang terlibat dalam
peacebuilding Afghanistan sejak tahun 2011 hingga 2021. Dalam implementasinya, NU
berperan sebagai aktor transnasional yang mengupayakan perdamaian lewat pengenalan
nilai-nilai Islam Moderat kepada aktor-aktor konflik dengan harapan hal tersebut mampu
mengubah karakter keagamaan mereka menjadi lebih moderat (tawasuth), seimbang
(tawazun), toleran (tasamuh), adil (i’tidal), dan saling terikat dalam persaudaraan
kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah). Usaha tersebut diklaim berhasil dalam studi-studi
terdahulu, seperti Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021), Mahfudin (2021), dan
Mahfudin & Sundrijo (2021). Bahkan, berbagai literatur menyebut NU sebagai aktor
yang signifikan dan lebih efektif menyelesaikan konflik daripada aktor negara dan
lembaga internasional. Sayangnya, reeskalasi konflik dan perebutan kekuasaan di
Afghanistan oleh Taliban pada Agustus 2021 menunjukkan bahwa peacebuilding selama
satu dekade tersebut tidak berhasil. Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan
“Mengapa upaya peacebuilding NU di Afghanistan melalui promosi Islam Moderat tidak
berhasil?”. Dengan pendekatan kualitatif dan metode analisis process tracing, penelitian
ini menemukan bahwa ketidakberhasilan tersebut disebabkan oleh empat faktor, yaitu:
ketidakselarasan ideasional, keterbatasan pengaruh, strategi yang tidak lengkap, dan
ancaman keamanan. Keempat hambatan tersebut berada di empat dimensi yang berbeda
namun saling mempengaruhi dan saling berkelindan: ideational, relational, instrumental,
dan situational.

NU, a religious non-governmental organization (RNGO), has been actively involved in peacebuilding initiatives as a transnational actor in Afghanistan from 2011 to 2021. Its approach focuses on promoting the values of Moderate Islam to conflicting parties in the hopes of fostering a more moderate, balanced, tolerant, just, and nationally unified religious outlook. Previous studies by Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021),
Mahfudin (2021), and Mahfudin & Sundrijo (2021) have highlighted NU's significant
role in conflict resolution, surpassing that of state actors and international organizations. However, the unfortunate resurgence of conflict and power struggles initiated by the Taliban in August 2021 has revealed the limited success of NU's decade-long peacebuilding efforts. This research seeks to understand the reasons behind the failure of NU's peacebuilding endeavors in Afghanistan, specifically focusing on the promotion of Moderate Islam. Employing a qualitative approach and process tracing analysis, the study identifies four contributing factors: a lack of ideational coherence, limited influence, incomplete strategies, and security threats. These barriers, situated within distinct dimensions—ideational, relational, instrumental, and situational—interact and mutually reinforce each other, hindering NU's peacebuilding objectives
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Aidid
Djakarta: Kementerian Agama RI, 1957
297.63 ABD n;297.63 ABD n (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>