Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157682 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kukuh Prasetiogi
"Tesis ini membahas mengenai Analisis Perbandingan Regulasi dan Penerbitan Advance Pricing Agreement antara Indonesia dan Jepang. Hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam proses penerbitan Advance Pricing Agreement di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mengingat Advance Pricing Agreement merupakan hal baru dalam sistem perpajakan Indonesia masih banyak terdapat hambatan dalam pelaksanaannya. Utamanya adalah belum jelasnya pihak yang ditunjuk sebagai pelaksana Advance Pricing Agreement dan aturan tata cara yang menjadi petunjuk pelaksanaannya. Hasil penelitian ini menyarankan agar Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas perpajakan di Indonesia segera melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka proses penerbitan Advance Pricing Agreement agar dapat berjalan dengan lancar dan menjadi sebuah alat bantu dalam rangka menangani permasalahan transfer pricing.

This thesis discusses the Comparative Analysis of Regulatory and Publishing Advance Pricing Agreement between Indonesia and Japan. Things that become obstacles in the process of issuance Advance Pricing Agreement in Indonesia. This research is a qualitative study. The research concludes that given the Advance Pricing Agreement is new in Indonesia taxation system there are still many obstacles in its implementation. The main is unclear parties appointed as the executor of the Advance Pricing Agreement and the rules of procedure of the implementation instructions. Results of this study suggest that the Directorate General of Taxation as tax authorities in Indonesia immediately to make improvements in order to process the issuance of Advance Pricing Agreement to run well and become a tool in order to handle with transfer pricing issue.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudistira Aria Satyakusuma
"Transfer pricing merupakan praktik yang lazim digunakan oleh multinational enterprises dalam kegiatan usahanya. Transfer pricing yang dilakukan oleh multinational enterprises memungkinkan terjadinya pengenaan pajak berganda. Untuk mendapatkan kepastian dalam metode transfer pricing yang dilakukannya maka advance pricing agreement dapat digunakan.
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai penerapan advance pricing agreement di Indonesia dan faktor-faktor yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam penerapan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis data kualitatif. Data kualitatif didapatkan melalui studi literatur dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian ini adalah penerapan advance pricing agreement di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan bila dibandingkan dengan Singapura, faktor-faktor penghambat penerapan advance pricing agreement di Indonesia dan saran agar Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas pajak di Indonesia memperbaiki peraturan pelaksana advance pricing agreement dan mengatasi faktor-faktor penghambat penerapan advance pricing agreement di Indonesia.

Transfer pricing is a common practices used by multinational enterprises in their business activities. Transfer pricing used by multinational enterprises leads to possibility of double taxation. To get a certainty on their transfer pricing method, multinational enterprises can use advance pricing agreement.
This study aims to provide an overview of advance pricing agreement application in Indonesia and obstacles faced by Directorate General of Tax in its application. The method use was a qualitative study with qualitative data analysis. Qualitative data was obtained through study of literature and in-depth interviews.
The result of this study is advance pricing agreement application in Indonesia still have many inadequacy compared with Singapore, obstacle on advance pricing agreement application in Indonesia and suggestion so Directorate General of Tax as Indonesian tax authority can make improvement on advance pricing agreement regulation and how to overcome obstacles on advance pricing agreement implementation in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S54918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dealita Tiara Oktaviani
"Advance Pricing Agreement (APA) merupakan salah satu instrumen untuk meminimalisir sengketa transfer pricing. Di Indonesia ketentuan mengenai APA pertama kali diadopsi dalam UU Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 18 ayat (3a) kemudian dikeluarkannya peraturan pelaksana melalui PER Nomot 69/PJ/2010. Namun selama masa itu, perkembangan APA di Indonesia masih lambat dan sampai dengan tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum dapat menyepakati satu pun APA. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan pelaksanaan APA di Indonesia pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.03/2015 memilki peningkatan. Berdasarkan statistik APA setelah tahun 2016 terjadi peningkatan pengajuan APA dan adanya beberapa APA yang dapat disepakati oleh DJP dan pelaksanaan APA di Indonesia berdasarkan rekomendasri BEPS Action Plan 14 telah menerapkan best practice 4 dan best practice 11. Namun, disamping itu dalam pelaksanaan APA di Indoensia masih memiliki beberapa kendala antara lain permasalahan mengenai transparansi dan kepastian mengenai penyelesaian APA. Menanggapi hal tersebut pemerintah telah melakukan beberapa upaya antara lain, peningkatan sumber daya manusia dan penyempurnaan peraturan.

Advance Pricing Agreement (APA) is one of the fiscal instruments for minimizing transfer pricing disputes. In Indonesia, the regulation of APA first adopted in UU Nomor 17 tahun 2000 about Income Tax, provision 18 (3a) and later issued implementation regulation through PER Number 69/PJ/2010. However, during that period the development of APA in Indonesia still passive. In 2015 Directorate General of Taxation (DGT) has not able to agree on any APA. This thesis is descriptive qualitative reasearch with data collection techniques through literature study and field study conducted by interviews with relevant parties.
The result of this research shows that the development of APA implementation after the issuance of Minister of Finance Regulation No 7/PMK.03/2015 has increased. Based on statistics of APA in Indonesia after 2016 there was an increase in the APA submissions and the DGT has sucsessfully conclude some APAs and the APA implementation in Indonesia based on BEPS Action Plan 14 shows that Indonesia has applied best practice 4 and best practice 11. However, there are problems that still occured in the implementations of APA such as transparency and certainty regarding the APA process. Responding to these matters DGT has made several attempts such as, improving human resources and strengthening the regulatory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fadhli Yusuf Ismail
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai komparasi kebijakan Advance Pricing Agreement (APA) di Indonesia China, Singapura dan Australia. Hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaannya di Indonesia dan apa saja yang telah dilakukan Ditjen Pajak untuk mengatasi hambatan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mengingat APA merupakan hal baru dalam sistem perpajakan Indonesia masih banyak terdapat hambatan dalam pelaksanaannya. Utamanya adalah belum jelasnya pihak yang ditunjuk sebagai pelaksana APA dan aturan yang menjadi petunjuk pelaksanaan di lapangan. Hasil penelitian ini menyarankan agar Ditjen Pajak sebagai otoritas perpajakan di Indonesia segera melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka persiapan agar dalam pelaksanaan APA dapat berjalan dengan baik dan menjadi sebuah alat bantu dalam rangka menangani permasalahan transfer pricing.

ABSTRACT
This thesis discusses the implementation of Advance Pricing Agreement (APA) in the Indonesian, China, Singapore and Australia. What are the things that become obstacles in its implementation in Indonesia and what has been done Taxation Office to overcome these obstacles. This study is a descriptive qualitative research design. The study concluded that the APA is considering new Indonesian tax system there are still many obstacles to its implementation. The main parties is unclear appointed as the executor of APA and rules into guidelines in the field. The results of this study suggest that the Taxation Office as tax authorities in Indonesia immediately to make improvements in preparation for the implementation what can run well and be an invaluable tool in order to deal with transfer pricing issue"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Lazuardi
"Pada Maret 2020, Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK-22/2020 yang mengatur tentang kesepakatan harga transfer seraya melaraskan peraturan APA Indonesia dengan Aksi BEPS 14 agar lebih memberikan kepastian hukum. Sebagai bentuk adopsi, PMK-22/2020 mengatur ketentuan baru seperti perluasan pengertian hubungan istimewa yang tidak diatur dalam Pasal 18 ayat 4 UU PPh. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis implementasi kebijakan kesepakatan harga transfer dan faktor-faktor penghambat proses implementasi kebijakan kesepakatan harga transfer sebagaimana diatur dalam PMK-22/2020 dalam mencegah sengketa transfer pricing di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penentuan harga transfer di Indonesia sebagaimana diatur dalam PMK-22/2020 belum sepenuhnya memenuhi indikator content of policy. Indikator yang belum dipenuhi adalah indikator kelompok sasaran, dalam hal ini kebijakan APA yang seharusnya berlaku bagi Wajib Pajak yang ingin mengajukan APA namun juga diberlakukan bagi seluruh Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi meskipun tidak mengajukan APA. Di sisi lain, implementasi kebijakan kesepakatan harga transfer telah memenuhi seluruh indikator dalam context of policy yang terdiri dari kekuasaan, kepentingan, dan strategi, karakteristik lembaga dan penguasa, daya tanggap dan kepatuhan. Selanjutnya, faktor-faktor yang menghambat implementasi PMK-22/2020 dilihat dari sisi otoritas pajak, yaitu kompleksitas kasus dan transaksi Wajib Pajak, karakteristik negara yang ingin mempertahankan kepentingan negara masing-masing, komunikasi yang tidak lancar dengan otoritas pajak negara mitra, dan kesulitan dalam mengumpulkan dokumen pendukung dan kurangnya transparansi dari Wajib Pajak. Sedangkan, faktor-faktor yang menghambat implementasi PMK-22/2020, dilihat dari sisi Wajib Pajak adalah keraguan  Wajib Pajak terhadap otoritas pajak, interpretasi peraturan yang tidak jelas dan multitafsir, dan pengetahuan Wajib Pajak yang minim mengenai transfer pricing

In March 2020, the Ministry of Finance issued a PMK-22/2020 which stipulates the Advance Pricing Agreement whilst aligning the Indonesian advance pricing agreement regulation with BEPS Action 14 to provide more legal certainty. As a form of adoption, PMK-22/2020 stipulates new provisions such as extension of the definitions of special relationship which are not stipulated in Article 18 paragraph 4 of the Income Tax Law. Therefore, this study analyzed the implementation of the advance pricing agreement regulation and impediment factors of the implementation of the advance pricing agreement regulation as stipulated in PMK-22/2020 in preventing the transfer pricing disputes in Indonesia. The results of this study indicate that the implementation of the advance pricing agreement regulation in Indonesia as stipulated in PMK-22/2020 has not fully fulfilled the content of policy indicator. The indicator that has not been fulfilled is the target group indicator, in this case the advance pricing agreement regulation should have been applied limited to Taxpayers who want to apply for an advance pricing agreement, however it is also intended for all Taxpayers who conduct related party transactions even when the related party transactions are not in the context of advance pricing agreement. On the other hand, the implementation of the advance pricing agreement regulation has fulfilled all indicators in the context of implementation consisting of power, interests, and strategies, characteristics of institutions and rulers, responsiveness and compliance. Furthermore, the factors which impediment the implementation of PMK-22/2020 are seen in terms of tax authorities, namely the complexity of cases and Taxpayers’ transactions, the characteristics of countries who want to maintain their respective countries’ interests, communication that is not smooth with other tax authorities, and difficulties in collecting supporting documents and lack of transparency of taxpayers. Meanwhile, the factors that impediment the implementation of PMK-22/2020, in terms of taxpayers are doubts about taxpayers on tax authorities, interpretation of unclear regulations and multi-interpretation, and minimum knowledge about transfer pricing of the Taxpayer."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Zahra Savira
"Advance Pricing Agreement (APA) merupakan salah satu alternatif penyelesaian
sengketa Transfer Pricing dengan bentuk perjanjian yang mengatur ketentuan harga
wajar sesuai dengan Arm's Length Principles untuk transaksi pada tahun yang
disepakati. Adapun alternatif lain yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak dalam
penyelesaian sengketa Transfer Pricing yaitu dengan Mutual Agreement Procedure
(MAP) atau penyelesaian sengketa sesuai Undang-Undang KUP Pajak seperti
upaya keberatan dan banding (dispute settlement). Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis penggunaan APA sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa
Transfer Pricing berdasarkan analisis biaya dan manfaat dengan menggunakan
studi kasus pada PT X. PT X merupakan anak perusahaan dari induk perusahaannya
yang berada di Jepang. PT X dalam prakteknya menjalankan fungsi pabrikasi atau
sebagai contract manufacturer. Berdasarkan skema bisnis yang dijalankan ini,
maka permasalahan Transfer Pricing menjadi suatu permasalahan yang selalu
dihadapi PT X pada setiap pemerikaan pajak. Analisis biaya dan manfaat dilakukan
dengan membandingkan komponen biaya dan manfaat dalam bentuk berwujud
(tangible) maupun tidak berwujud (intangible) dari setiap alternatif. Rekomendasi
penelitian ini adalah menjelaskan mengapa APA merupakan alternatif yang terbaik
bagi PT X diantara alternatif lainnya dalam menghadapi sengketa Transfer Pricing

Advance Pricing Agreement (APA) is an alternative for Transfer Pricing disputes
through an agreement that regulates fair price provisions in accordance with the
Arm's Length Principles for transactions in the agreed year. Other alternatives can
be reached by taxpayers in the settlement of Transfer Pricing disputes, such as the
Mutual Agreement Procedure (MAP) or dispute settlement in accordance with the
KUP Tax Law such as objection and appeal. This study aims to analyze the use of
APA as an alternative to transfer pricing dispute based on cost and benefit analysis
using a case study at PT X. PT X is a subsidiary of its parent company in Japan. In
practice, PT X performs the function a contract manufacturer. Based on this
business scheme, the Transfer Pricing problem is a problem that is always found in
every tax examination. The cost and benefit analysis is conducted by comparing the
components of costs and benefits in tangible and intangible forms of each
alternative. The recommendation of this research is to explain why APA is the best
alternative for PT X among other alternatives in dealing with Transfer Pricing
disputes
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Hasianna Pandewangi
"Skripsi ini membahas tentang kondisi dunia bisnis saat ini dimana banyak perusahaan multinasional memanfaatkan praktek transfer pricing untuk kepentingan perpajakannya, yaitu untuk meminimalkan beban pembayaran pajaknya. Hal ini tentu sangat merugikan suatu negara. Oleh karena itu, pihak otoritas pajak mewajibkan setiap perusahaan multinasional untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) atas transaksinya antar pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Skripsi ini menganalisis bagaimana suatu perusahaan multinasional (dalam hal ini PT XYZ) menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sesuai PER-32/PJ/2011 melalui transaksi yang dilakukan dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (ABC Sdn Bhd & ZMT Sdn Bhd). Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif atas transaksi pendanaan dan kerjasama maintenance sistem komputer PT XYZ dengan pihak istimewa, dan hasil analisis tersebut PT XYZ menerapkan prinsip kewajaran sesuai PER-32/PJ/2011.

This thesis discusses the current condition of the business world where many multinational companies take advantage of transfer pricing practices to the benefit of tax, which is to minimize the burden of tax payments. This is very detrimental to a country. Therefore, the tax authorities require every multinational company to apply the principles of fairness and the predominance of business (arm's length principle) on the transaction between the parties that have a special relationship. This thesis analyze how a multinational corporation (in this case PT XYZ) to apply the principles of fairness and the predominance of business according to PER-32/PJ/2011 through transactions with a related party (ABC Sdn Bhd Sdn Bhd & ZMT). The method used is descriptive analysis of the financing transaction and partnership maintenance computer system with related parties, and the results of the analysis of PT XYZ apply the principle of reasonableness in accordance PER-32/PJ/2011."
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Cahyadi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang ketentuan domestik transfer pricing di Indonesia yang dibandingkan dengan OECD Transfer Pricing Guidelines dan Transfer Pricing Guidelines Malaysia dan Singapura. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Sebagai hasil dari penelitian ini, Peneliti menyarakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan garis panduan komprehensif dan lengkap, Transfer Pricing Guidelines-Documentation dan Transfer Pricing Guidelines untuk transaksi khusus jasa, harta tidak berwujud dan pinjaman antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana yang diterbitkan oleh otoritas negara Malaysia dan Singapura, untuk menerbitkan ketentuan peraturan perpajakan yang mengatur lebih lanjut mengenai domestic correlative transfer pricing adjustment, dan untuk meninjau ulang dan/atau melakukan revisi ketentuan peraturan perpajakan yang mengatur mengenai batasan jumlah nilai transaksi yang tidak memerlukan dokumentasi transfer pricing karena saat ini batasan tersebut masih sangat rendah apabila dibanding negara-negara lain.

ABSTRACT
The focus of this thesis is to do a comparative study of Indonesian transfer pricing regulation with OECD, Malaysian and Singaporean Transfer Pricing Guidelines. This reasearch is a qualitative descriptive interpretive. As the result of this reasearch, reasearcher suggests to Director General of Taxation to issue a comprehensif and complete guidelines, Transfer Pricing Guidelines-Documentation and Transfer Pricing Guidelines for related party services, intagible property and loans transaction similar to what has been issued by Malaysia and Singpore tax authority, to issue a tax regulation that regulates domestic correlative transfer pricing adjustment, and to reconsider/to revise tax regulation that regulates limitation of transaction amount which does not require a transfer pricing documentation, currently it is still considered too low compares to what are regulated by other countries."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T33770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes
"Penelitian ini membahas mengenai implikasi Aksi Base Erosion and Profit Shifting Nomor 13 dalam Regulasi Dokumentasi Transfer Pricing di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik analisis data kualitatif. Implikasi Aksi BEPS 13 dalam regulasi dokumentasi transfer pricing sebagaimana diatur dalam PMK-213/2016, di antaranya adalah bertambahnya compliance cost yang harus ditanggung Wajib Pajak. Implikasi Aksi BEPS 13 dalam regulasi dokumentasi transfer pricing sebagaimana diatur dalam PMK-213/2016 juga terlihat dari pengadopsian beberapa ketentuan baru yaitu penggunaan dokumentasi tiga tingkat three-tiered documentation , penggunaan pendekatan arm's length price setting atau ex-ante basis, nilai threshold atau ambang batas yang baru, pengaturan kerangka waktu ketersediaan dokumentasi transfer pricing, dan penggunaan bahasa dalam dokumentasi transfer pricing. Untuk mengurangi cost of compliance yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak, dibutuhkan simplification measures berupa safe harbors yang mengatur jenis-jenis transaksi afiliasi tertentu saja yang diwajibkan untuk menyelenggarakan dokumentasi transfer pricing seperti jenis transaksi afiliasi yang berpotensi melakukan penghindaran pajak.

This study focuses on the implications of Base Erosion and Profit Shifting Action Number 13 in transfer pricing documentation regulation in Indonesia. The research method used in this study is descriptive qualitative with qualitative data analysis technique. The implication of BEPS Action 13 in transfer pricing documentation regulation as stipulated in PMK 213 2016 is the increase of compliance cost that must be borne by Taxpayer. The other implication of BEPS Action 13 in transfer pricing documentation regulation as stipulated in PMK 213 2016 is the adoption of several new provisions, such as the use of three tiered documentation, the use of arm 39 s length price setting approach or ex ante basis, the use of new thresholds, the time frame of the availability of transfer pricing documentation, and the use of language in transfer pricing documentation. To reduce the cost of compliance that must be borne by Taxpayer, it is necessary to set out simplification measures in the form of safe harbors arranging certain types of affiliated transactions that are required to prepare transfer pricing documentation such as affiliated transaction that has the potential to do tax avoidance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chalil Noor
"ABSTRAK
Business restructuring sebelumnya merupakan bidang dalam transfer pricing yang belum diatur, namun dengan diterbitkannnya OECD Transfer Pricing Guidelines (OECD TPG) yang baru, sejak tahun 2010, petunjuk terhadap hal tersebut telah disusun. Tujuan Tesis ini adalah menganalisis regulasi transfer pricing Indonesia atas transaksi cross-border business restructuring, membandingkannya dengan regulasi yang ada di Australia, Austria, China, Jerman, dan Meksiko, dan rekomendasi yang diberikan OECD TPG 2010 kepada perusahaan multinasional dan otoritas pajak terkait aspek transfer pricing atas transaksi cross-border business restructuring tersebut.
Untuk memperoleh jawaban mengenai perumusan masalah dalam Tesis ini, aspek-aspek yang membedakan antara masing-masing regulasi akan dibandingkan secara terpisah. Aspek yang pertama membandingkan ketersediaan regulasi perpajakan (baik ketentuan umum, ketentuan khusus, transfer pricing ataupun intangible property) yang mengatur transaksi business restructuring. Aspek yang kedua membandingkan pembebanan berupa kompensasi atau exit charge atas konversi bisnis. Aspek yang ketiga membandingkan konsekuensi penentuan kembali (recharacterization) atas transaksi business restructuring. Aspek yang keempat membandingkan preferensi antara pengujian atas contractual terms dan pengujian substansi transaksinya yang dipertimbangkan otoritas pajak untuk mengevaluasi transaksi business restructuring. Aspek yang kelima membandingkan kewajiban khusus untuk mendokumentasikan transaksi luar biasa (extraordinary transactions) seperti business restructuring, termasuk latar belakang dilakukannya transaksi-transaksi tersebut.
Tesis ini menyimpulkan bahwa tidak seperti Australia, Austria, dan Jerman, otoritas pajak Indonesia belum memberikan petunjuk mengenai perlakuan transfer pricing atas transaksi business restructuring. Walaupun demikian, pendekatan umum berdasarkan ketentuan transfer pricing yang sudah ada telah konsisten dengan prinsip yang dinyatakan dalam OECD TPG 2010 bahwa prinsip arm’s length seharusnya diterapkan untuk semua jenis transaksi afiliasi.

ABSTRACT
Business restructuring was previously an unregulated transfer pricing area but with the new OECD Transfer Pricing Guidelines (OECD TPG), from 2010, guidelines have been formulated. The purpose of this thesis is to analyze Indonesian transfer pricing regulations on cross-border business restructuring transaction compare with regulations in Australia, Austria, China, Germany, and Mexico, and how OECD TPG 2010 suggests practical guidance for taxpayers and tax authorities on the issues surrounding transfer pricing relating to business restructuring.
In order to answer the question set out in this thesis, some aspects of the regulations have been examined separately. The first part compared availability tax regulations on business restructurings (general, special, transfer pricing, or intangible property regulations). The second part compared imposition a compensation or exit charge upon business conversion. The third part compared the consequences of recharacterization of business restructuring. The Fourth part compared the preference of tax authorities between examination of contractual terms or actual behaviour/conduct of the parties. The fifth part compared special documentation requirements for extraordinary transactions e.g. business restructurings, including justifying the rationale for business restructuring.
This thesis shows that unlike countries such as Australia, Austria, and Germany, Indonesian tax authorities have not yet provided any formal guidance on the treatment of business restructuring for transfer pricing purposes. Nonetheless, the approach to transfer pricing for all transfer pricing matters in Indonesia has generally been consistent with the principle enunciated in the OECD TPG 2010 that the arm’s length principle should apply in all transactions carried out among related parties."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T33761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>