Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219503 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudi Handradika
"Pekerja di lapangan migas, khususnya di lepas pantai memiliki risiko yang tinggi terhadap pajanan BTX di area kerja. Pajanan bersumber dari aktifitas yang langsung bersentuhan dengan uap dan gas hidrokarbon yang sifatnya mudah menguap pada suhu kamar (Volatile organic compounds - VOC) sehingga memungkinkan terhisap oleh para pekerja dan menimbulkan efek kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan tingkat risiko nonkarsinogenik dan karsinogenik dari Pajanan BTX terhadap pekerja lepas pantai beserta manajemen risiko yang harus dilakukan. Penelitian ini merupakan studi potong lintang menggunakan pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) yang meliputi 4 langkah penting: identifikasi bahaya, analisis dosis-respon, analisis pajanan dan karakterisasi risiko. Jumlah sampel berupa 95 orang pekerja tetap di perusahaan hulu migas X. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung, tingkat risiko dihitung dengan cara membagi asupan dengan dosis referensi BTX. Sebagai pembanding (control) dilakukan juga perhitungan terhadap 7 orang pekerja lepas pantai yang bekerja hanya di kantor (office).
Hasil penelitian menunjukkan risiko pajanan benzene non karsinogenik harus diwaspadai bagi pekerja lepas pantai dimana dari perhitungan diketahui nilai RQ (Risk Quotient) yang lebih dari satu baik untuk pajanan realtime (ada 21,05% pekerja) maupun pajanan lifetime (61,05% pekerja). Sementara untuk risiko pajanan non karsinogenik dari toluene dan xylene termasuk rendah. Ini ditunjukkan dari hasil perhitungan RQ untuk realtime maupun lifetime yang semuanya (100%) bernilai kurang dari satu (RQ <1). Untuk risiko kesehatan pajanan karsinogenik benzene, diperoleh bahwa 20% pekerja lepas pantai memiliki efek karsinogenik pada pajanan realtime dan 60% pekerja pada pajanan lifetime. Disimpulkan bahwa perlu dilakukan manajemen risiko terhadap pajanan senyawa benzene di lingkungan kerja lepas pantai, agar pekerja terhindar dari risiko kesehatan baik risiko nonkarsinogenik dan risiko karsinogenik jangka panjang.

This research has objective to predict carsinogenic and non carcinogenic effect of BTX exposure to offshore workers and the risk management required. It is cross sectional study which utilize the environmental health risk assessment approach. Sample consists of 95 offshore workers in upstream oil and gas company X. research data is compiled from direct interview and company measurement data. As a control, 7 administrative workers are involved in calculation.
The result of this research is non carcinogenic exposure of benzene must become a high concern which has risk quotient - RQ 21.05% at realtime exposure and 61.05% at lifetime exposure. There is little risk related to toluene and xylene. Its respectively RQ is lower than 1 for both of them. For carcinogenic health risk of benzene, 20% of offshore workers and 60% of offshore workers has carcinogenic effect to their health risk.It can be concluded that risk management is required for being applied in order to minimize the benzene health effect to offshore workers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Matakupan, Henry Victor
"Industri Minyak dan Gas Lepas Pantai PT M Tahun 2018 Paparan kebisingan merupakan penyebab paling umum gangguan pendengaran, menyebabkan noise induced hearing loss (NIHL). Penelitian ini mengevaluasi gangguan pendengaran yang berhubungan dengan pajanan bising dikaitkan dengan usia, masa kerja, lama pajanan, pemakaian alat pelindung diri, kebiasaan merokok, hobi berhubungan kebisingan dan penyakit Diabetes Mellitus, hyperlipidemia dan hipertensi pada pekerja. Ini adalah penelitian observational cross sectional meneliti variabel independen, variabel dependen dan variabel perancu pada waktu bersamaan. Menggunakan data sekunder perusahaan melalui pengamatan, pengukuran dan questioner. Hasil pengukuran kebisingan area berpotensi kebisingan menunjukan potensi kebisingan terendah adalah 63 dBA dan tertinggi 110, 6 dBA,tingkat kebisingan area field berkisar 84.88 - 93 dBA. Kebisingan di area nonfield tertinggi 79.5 dBA. Pajanan bising efektif di bawah 80 dBA, baik di area field maupun nonfield; 7.1% pekerja bekerja > 20 tahun, didapatkan hubungan antara masa kerja > 20 tahun, terjadinya gangguan pendengaran pekerja sebanyak 5.6%, 40.5% pekerja berusia > 40 tahun, didapatkan hubungan antara usia pekerja dengan kejadian gangguan pendengaran. 42.9% pekerja memiliki kebiasaan merokok, tidak didapatkan hubungan antara perilaku merokok dengan gangguan pendengaran. Tingkat pemakaian APT pada pekerja didapatkan sebanyak 90.5% pekerja yang selalu memakai APT, tidak ada hubungan antara pemakaian APT dengan gangguan pendengaran. Tidak didapatkan hubungan antara hobi dengan terjadinya gangguan pendengaran Tidak didapatkan hubungan antara status kesehatan berupa profil lipid pekerja (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida), kadar glukosa darah pekerja dan tekanan darah dengan gangguan pendengaran.

Exposure to noise is the most common cause of hearing loss, leading to noise induced hearing loss (NIHL). This study evaluated hearing loss associated with noise exposure related to age, length of employment, length of exposure, the use of personal protective equipment, smoking habits, hobbies associated noise and diabetes mellitus, hyperlipidemia and hypertension in workers. This is a cross-sectional observational study examined the independent variable, the dependent variable, and confounding variables at the same time. Using the company secondary data, through observation, measurement and questionnaire. Noise measurement results indicate that the potential area of potential noise is 63 dBA as the lowest noise and the highest is 110, 6 dBA, field noise level area ranging from 84.88 - 93 dBA. Nonfield noise area 79.5 dBA. Exposure effective noise below 80 dBA, either in the field or nonfield area; 7.1% of workers worked > 20 years, working life > 20 years, the hearing loss of workers 5.6%, workers aged > 40 years 40 is 5%. 42.9% of workers have a smoking habit, not found a relationship between smoking behavior with hearing loss. HPD consumption levels in workers earned as much as 90.5% of the workers who always wear APT, there is no relationship between the use of HPD with hearing loss. There were no relationship between hobby with hearing loss. As well as no relationship found between workers health status such as lipid profile (total cholesterol, HDL, LDL, and triglycerides), worker glucose blood levels and blood pressure with hearing loss."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T52482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Yasin
"Kecelakaan besar dalam industri minyak dan gas bumi meskipun relatif jarang terjadi namun sering bersifat katastropik, yang menyebabkan kematian pada pekerja dalam jumlah besar, kerusakan aset perusahaan yang bernilai tinggi dan pencemaran lingkungan. Meskipun penyebabkan utama kecelakaan sering disebabkan oleh faktor manusia, namun kegagalan manajemen tanggap darurat dalam menangani kecelakaan, memberikan kontribusi besar yang menyebabkan kecelakaan lebih parah dan kerugian semakin besar. Kesiapan manajemen tanggap darurat pada operasi hulu minyak dan gas mutlak diperlukan dalam upaya mempersiapkan penanganan setiap kecelakaan dan kondisi darurat. Dalam upaya untuk terus menjaga tingkat kesiapan dan efektifitas manajemen tanggap darurat secara regular perlu dilakukan proses evaluasi.
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan melakukan evaluasi sistem sistem manajemen tanggap darurat di perusahaan hulu minyak dan gas yang beroperasi di laut dalam, dengan ketentuan pada National Fire Protection Association (NFPA) 1600 edisi 2013. NFPA 1600 edisi 2013 telah menyediakan proses evaluasi secara lengkap dan mandiri yang bisa diaplikasikan terhadap sistem manajemen tanggap darurat baik pada perusahaan maupun pemerintahan. Proses evaluasi menggunakan sepuluh elemen dari tahap implementasi tanggap darurat yang meliputi, rencana persyaratan umum, pencegahan ,mitigasi, informasi umum dan komunikasi krisis, peringatan pemberitahuan dan komunikasi, prosedur operasi, manjemen insiden, operasi tanggap darurat, rencana kelangsungan bisnis dan pemulihan, serta bantuan dan dukungan kepada karyawan.
Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa perusahaan telah memenuhi sebagian besar ketentuan yang berlaku. Perusahaan juga telah memiliki sumber daya, infrastruktur dan prosedur yang diperlukan dalam penanganan tangap darurat. Namun pemahaman para pekerja dilapangan terhadap prosedur, peran dan tanggung jawab dalam melaksanakan operasi tanggap darurat masih kurang. Perusahaan perlu mempertimbangan sumber daya external dalam mendukung operasi darurat sehubungan kondisi operasi yang terpencil. Dalam business continuity plan, perusahan perlu mempertimbangkan alternatif tempat bekerja, untuk membantu proses pemulihan pada saat terjadi ganguan operasi. Sehubungan letak geografis fasilitas operasi yang berada di jalur laut bebas, perusahaan perlu mempertimbangkan risiko dan membuat strategi mitigasi yang tepat terhadap potensi bahaya dari operasi kapal dan nelayan pada fasilitas operasi.

Major accidents in the oil and gas industry is relatively rare, but it was cause catastrophic incident which lead fatality, assets and environmental loss. Although major of cause is human factors, but the failure of emergency management is part of major contribution that cause increasing severe of accidents and loss. The readiness of emergency management in upstream oil and gas operations is important to response emergencies. In order to continue maintain the level of readiness and effectiveness of emergency management, it is necessary to perform evaluation on regular basis.
In this paper the authors conducted research to evaluate emergency management system in the upstream oil and gas company that located in the depth water area, with the requirement from the National Fire Protection Association (NFPA) 1600, 2013 edition. NFPA 1600 edition 2013 has provided self- assessment that can be applied to emergency management system both at the company and government. The evaluation process uses the ten elements of the implementation phase that consist: common plan requirements, prevention, mitigation, crisis communication and public information, warning, notification and communications, operational procedures, incident Management, emergency operations, business continuity and recovery, and employee assistance and support.
From the research, shown that the company has not been fully complied with requirement of the NFPA 1600, 2013 edition. The Company has the resources, infrastructure and procedures that needs to address emergencies, but the understanding of the workers in the field related the procedures, roles and responsibilities in implementing emergency response need to be improved. Company need to consider external resources to support emergency operations. In The business continuity plan, companies need to consider alternative work place, to support the recovery process while interruption of operations occurred. Due to current position of facilities is located on international shipping line , the company need to develop appropriate mitigation strategies to address risk related ship that passed around facilities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Mochtar
"Penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi, baik pada populasi masyarakat umum maupun populasi pekerja. Pekerja migas, baik off-shore maupun on-shore, terpapar dengan berbagai hazard, yang secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan faktor risiko dan risiko kardiovaskular mayor mereka. Hingga saat ini belum ditemukan adanya studi yang mempelajari tentang faktor risiko dan risiko kardiovaskular mayor pada pekerja migas di Timur Tengah. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor risiko dan risiko kardiovaskular mayor pada pekerja off-shore dan on-shore perusahaan migas 'X' di Qatar. Dengan metode potong lintang, studi ini menganalisis dan membandingkan data pekerja off-shore dan on-shore perusahaan 'X' pada dua tahun berbeda, yaitu tahun 2008 dan 2018. Data pekerja yang dianalisis meliputi jenis kelamin, usia, kadar-kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida dan gula darah sewaktu, tekanan darah sistolik dan diastolik, kebiasaan merokok, penggunaan obat tekanan darah, berat badan dan tinggi badan. Data yang ada juga digunakan untuk menghitung risiko kardiovaskular mayor pekerja dengan menggunakan Framingham Risk Score.
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa pada periode 2008-2018, pekerja off-shore mengalami perburukan pada sembilan faktor risiko, yaitu tekanan darah sistolik, gula darah sewaktu, LDL, kolesterol total, trigliserida, berat badan, pengobatan tekanan darah, jumlah penderita diabetes dan sindrom metabolik. Selain itu, pekerja off-shore mengalami perburukan significant risiko kardiovaskular mayor dari skor FRS 9,2% (risiko ringan) menjadi 20,3% (risiko tinggi). Pada periode yang sama, pekerja on-shore hanya mengalami perburukan pada dua faktor risiko, yaitu LDL dan berat badan, serta mengalami perbaikan pada satu faktor risiko, yaitu HDL. Selain itu, pekerja on-shore juga mengalami perburukan risiko kardiovaskular mayor dari skor FRS 10,0% (risiko ringan) menjadi 17,0% (risiko sedang). Berdasar hasil studi ini disimpulkan bahwa dibanding pekerja on-shore, pekerja off-shore mengalami lebih banyak perburukan faktor risiko dan risiko kardiovaskular mayor.

Cardiovascular disease is a prevalent disease and associated with high mobidity and mortality in both general and worker population. Oil and gas workers, both off-shore and on-shore, are exposed to various hazards in the workplace, which directly or indirectly increase the workers' risk factors and risk of developing major cardiovascular events. Up to present, no study investigating risk factors and risk of major cardiovascular events in the Middle East has been found. This study was intended to analyze the risk factors and risk of major cardiovascular events in the off-shore and onshore workers of the 'X' oil and gas company in Qatar. Using a cross-sectional method, this study analyzed and compared the health data of the off-shore and on-shore workers of the 'X' company in the two different year, namely 2008 and 2018. The data analyzed included gender, age, the levels of total cholesterol, LDL, HDL, triglycerides and blood sugar, systolic and diastolic blood pressure, smoking habit, use of blood pressure medications, body weight and height. The available data was also utilized to calculate the workers' risk of developing major cardiovascular events using Framingham Risk Score.
This study found that during the period of 2008-2018, the off-shore workers suffered the worsening in the nine cardiovascular risk factors, namely systolic blood pressure, blood sugar, LDL, total cholesterol, triglycerides, body weight, blood pressure medication, numbers of diabetic and metabolic syndrome. In addition, the off-shore workers experienced a significant deterioration in the risk of developing major cardiovascular event from a FRS score of 9.2% (mild risk) to 20.3% (high risk). In the same period, on-shore workers experienced the worsening only in two risk factors, namely LDL and weight, and experienced an improvement in one risk factor, namely HDL. In addition, on-shore workers also experienced a deterioration in the risk of developing major cardiovascular events from a FRS score of 10.0% (mild risk) to 17.0% (moderate risk). Based on the study, it is concluded that compared to the onshore workers, the off-shore workers experienced more worsening of risk factors and risk of major cardiovascular events.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T54445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adji Swandito
"Pekerja kontraktor bahan kimia di perusahaan minyak dan gas bumi PT. XYZ merupakan populasi berisiko terhadap pajanan Benzena disebabkan oleh aktifitas dan kondisi lingkungan kerja yang memungkinkan terpajan oleh uap Benzena. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan tingkat risiko nonkarsinogenik dan karsinogenik disertai dengan analisis kemungkinan ketidaknormalan kadar darah akibat pajanan Benzena, untuk kemudian ditentukan manajemen risiko yang harus dilakukan. Penelitian merupakan studi potong lintang dilakukan terhadap seluruh pekerja kontraktor bahan kimia di PT. XYZ yang berjumlah 22 orang ditambah dengan 22 orang sebagai pembanding dipilih dari karyawan perusahaan PT. XYZ pada lokasi yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi pekerja bahan kimia di PT. XYZ berisiko terhadap pajanan Benzena nonkarsinogenik (RQ = 1,7442) dan karsinogenik (ECR = 1,76 x 10-4) pada durasi pajanan lifetime. Diketahui hubungan yang bermakna antara pajanan Benzena terhadap normalitas kadar hemoglobin (p = 0,015) dan eritrosit (p = 0,000). Risiko ketidaknormalan kadar hemoglobin dan eritrosit berturut-turut pada populasi terpajan adalah 6,92 kali (95% CI:1,28?37,29) dan 21,53 kali (95% CI:4,46?103,90) dibandingkan populasi tidak terpajan. Selain itu juga diketahui hubungan yang signifikan antara kenaikan jumlah asupan Benzena terhadap penurunan kadar haemoglobin (rs = -0,433; p = 0,044) dan eritrosit (rs = -0,474; p = 0,026).
Disimpulkan bahwa risiko kesehatan nonkarsinogenik dan karsinogenik akibat pajanan Benzena pada populasi pekerja bahan kimia di perusahaan minyak dan gas PT. XYZ akan terjadi pada durasi pajanan lifetime. Terdapat hubungan antara pajanan Benzena dengan ketidaknormalan hemoglobin dan eritrosit.

Chemical contractor worker at the oil and gas company PT. XYZ is a population at risk to Benzene exposure due to its activities and work environment condition that possibly exposed by Benzene vapour. This research is aimed to estimate noncarsinogenic and carsinogenic risk level, complemented with blood counts abnormality analysisdue to Benzene exposure, then determining risk management shall be done. The research is cross sectional study was done to all chemical contractor worker at PT. XYZ, consist of 22 person, and additional 22 person as a control was selected from employee of PT. XYZ working at the same location. The research yield that chemical worker population at PT. XYZ is at risk to the noncarsinogenic (RQ = 1.7442) and carsinogenic (ECR = 1.76 x 10-4) Benzene exposure at the lifetime exposure duration.
Its known that there is a correlation between Benzene exposure with normality of haemoglobin (p = 0.015) and erythrocytes (p = 0.000). The risk of abnormality haemoglobin and erythrocytes counts is 6.92 times (95% CI:1.28?37.29) dan 21.53 times (95% CI:4.46?103.90) respectively compare to the non exposed population. In addition, its identified that there is a significant correlation between increased Benzene intake to the haemoglobin (rs = -0.433; p = 0.044) and erythrocytes (rs = -0.474; p = 0.026) counts reduction.
In summary noncarcinogenic and carcinogenic health risk due to Benzene exposure in the population of chemical worker at the oil and gas company PT. XYZ will occure at the lifetime exposure duration. There is a correlation between Benzene exposure with abnormality of haemoglobin and erythrocytes."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pariangan, Oksen
"Bahaya psikososial berpengaruh terhadap kesehatan kerja melalui persepsi dan pengalaman yang dialami pekerja. Bahaya psikososial tak hanya berkaitan dari individu pekerja, melainkan konteks pekerjaan, sosial dan perusahaan atau organisasinya. Peneliti melihat bagaimana tingkat risiko psikososial yang dihadapi oleh para pekerja di sektor migas dengan menggunakan HSE Management Standard Indicator Tool dari HSE UK yan bertujuan untuk menghasilkan gambaran sesuai dengan tingkatan dan kategori, yaitu demand, control, manager support, peer support, relationship, role, dan change. Penelitian berhasil mendapatkan 63 responden pengisi kuesioner dengan sebelumnya menggunakan pendekatan rumus besar sampel jenuh dari data sekunder dan secara umum, gambaran kondisi psikososial di PT X berada pada level 4.

Psychososial hazards affect occupational health through perceptions and experiences experienced by workers. Psychososial hazards are not only related to individual workers, but also to the work, sosial and corporate context or organization. Researchers see how the level of psychososial risk faced by workers in the oil and gas sector by using the HSE Management Standard Indicator Tool from HSE UK which aims to produce a picture according to levels and categories, namely demand, control, manager support, peer support, relationship, role, and change. The study succeeded in getting 63 respondents to fill out the questionnaire by previously using a saturated sample size formula approach from secondary data and in general, the description of psychososial conditions at PT X was at level 4."
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Hardo Priyoasmoro
"Resiko bekerja di perusahaan migas PT X yang berlokasi di offshore Natuna adalah relatif tinggi. Sepanjang tahun 2018 – 2023, terjadi fluktuasi kecelakaan kerja dengan korbannya kontraktor dan pekerja tetap (2021), dan semua korbannya kontraktor (2022-2023). Unsafe acts adalah penyebab langsung semua kecelakaan, dan sampai sekarang belum ada analisis menyeluruh dari investigasi kecelakaan-kecelakaan yang telah dilakukan untuk mendapatkan faktor-faktor penyebab dasarnya. Dengan demikian, penelitian perlu dilakukan, dengan tujuannya untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kecelakaan kerja di PT X antara tahun 2018 – 2023 dengan metode HFACS - karena berhubungan dengan human factor. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan data sekunder berupa laporan investigasi 41 kecelakaan di PT X, yang diklasifikasikan menurut empat (4) tahapan di HFACS, yaitu unsafe acts, precondition of unsafe acts, unsafe supervision, dan organizational influence. Pengklasifikasian tersebut divalidasi oleh dua ahli keselamatan kerja dengan hasil validasinya relatif tinggi (96%). Lima faktor HFACS terbesar yang mempengaruhi kecelakaan adalah adverse mental state (51,2%), skill-based error (39%), routine violations (34,1%), dan tools/technological dan resource management (masing-masing 31,7%) dan decision error (29,3%). Faktor-faktor tersebut disimpulkan mempengaruhi kecelakaan di PT selama kurun waktu 2018 – 2023 dan dapat digunakan sebagai masukan untuk perbaikan program K3 di PT X guna menurunkan angka kecelakaannya.

The risks of working at the PT X oil and gas company located offshore Natuna are relatively high. Throughout 2018 – 2023, there were fluctuations in work-related accidents with the victims being contractors and permanent workers (2021), and all the victims being contractors (2022-2023). Unsafe acts are the direct cause of all accidents, and until now no comprehensive analysis of accident investigations has been carried out to obtain the basic causal factors. Thus, research needs to be carried out, with the aim of analyzing the factors that influence work accidents in PT X between 2018 - 2023 using the HFACS method - because it is related to human factors. The research is descriptive analytical in nature with a qualitative approach using secondary data in the form of investigation reports of 41 accidents at PT X. This classification was validated by two occupational safety experts with relatively high validation results (96%). The five biggest HFACS factors that influence accidents are adverse mental state (51.2%), skill-based errors (39%), routine violations (34.1%), and tools/technological and resource management (31.7% each). %) and decision error (29.3%). It is concluded that these factors influence accidents at PT X during the period 2018 – 2023 and can be used as input for improving the (H&S) program at PT X in order to reduce the number of accidents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Mochamad Adas
"Kesehatan manusia tidak hanya meliputi kesehatan raga atau badan, tetapi juga kesehatan jiwa (Joint ILO/WHO Committee on Occupational Health 12th session in 1995). Hasil penelitian dari ILO (lntemational Labour Office) tahun 2000 mengenai program dan kebijakan kesehatan jiwa pada angkatan kerja di Amerika Serikat dan Eropa, menunjukkan kasus gangguan jiwa meningkat, dimana satu orang dari sepuluh pekerja mengalami kecemasan, stres, kehilangan semangat, bahkan depresi. ILO begitu peduli dengan stres yang berhubungan dengan pekerja ini, karena berhubungan dengan aspek kepentingan bisnis perusahaan dan kesejahteraan pekerja. Dampak dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan (occupational stress) telah menghabiskan biaya yang tidak sedikit. ILO memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi stres pekerjaan adalah Iebih dari 200 milyar dolar per tahunnya.
Penelitian ini bertujuan untuk didapatkannya gambaran stres dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan aspek bahaya psikososial kerja pekerja migas lepas pantai di pulau Pabelokan tahun 2006.
Desain penelitian adalah cross-sectional dengan metode kuesioner, populasi sampel adalah pekerja di Pulau Pabelokan, besar sample sejumlah 100 orang dengan rumus uji hipotesis beda dua proporsi. Analisis data menggunakan analisis statistik univariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan bermakna antara faktor perusahaan tempat bekerja dengan stres kerja pada pekerja di Pulau Pabelokan.
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan masukan dan rekomendasi kepada perusahaan untuk membuat program manajemen stres kerja dengan mengacu kepada aspek bahaya psikososial kerja."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanita Haldy
"Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebabkan kematian utama di Indonesia. Pada perusahaan minyak dan gas, PJK menjadi salah satu penyebab utama kematian akibat penyakit diantara pekerja saat ini. Terdapat 5 kejadian evakuasi medis pada tahun 2023 di Perusahaan ini dengan diagnosis gangguan jantung dan pembuluh darah. Oleh karena itu, analisis faktor risiko PJK pada Perusahaan ini menjadi hal yang fundamental sebagai dasar dalam menentukan program promosi kesehatan yang sesuai. Penelitian ini dilakukan untuk memprediksi risiko PJK 10 tahun mendatang pada pekerja dengan metode framingham dan hubungan antara faktor risiko menggunakan desain penelitian
cross sectional dan mixed-method sequential explanatory. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat risiko PJK di Perusahaan minyak dan gas ini adalah 3,8% risiko tinggi, 18,1% sedang dan 78,1% rendah. Gambaran faktor risiko PJK, antara lain 34,4% riwayat CVD keluarga, 82,7% pria, 51,4%, berusia <40 tahun, 67,6% dislipidemia, 26,7% hipertensi, 15,2% diabetes melitus, dan 81,9% kelebihan BB, 40% perokok aktif, 27,6% waktu tidur berisiko, 49,5% tidak aktif berolahraga, 99% sedenter, 52,5% berpola makan tidak baik, 6,7% stress psikososial, 40% bekerja di area non-office, 23,8% shift. Analisis hubungan diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan antara usia, hipertensi, diabetes dan risiko PJK pada pekerja dan usia merupakan faktor risiko dominan PJK. Tidak terdapat hubungan antara riwayat keluarga, jenis kelamin, dislipidemia, BMI, alkohol, sedenter, pola makan, waktu tidur, stress psikososial, jenis pekerjaan, area kerja dan risiko PJK pada pekerja. Selain itu, berdasarkan analisis kualitatif yang dilakukan pada faktor
determinan perilaku pekerja, diketahui terdapat hubungan antara faktor determinan perilaku dan perilaku pekerja. Pada faktor pengetahuan (faktor pre-disposisi) diketahui bahwa pekerja non office kurang memahami faktor risiko PJK. Potensi penyebabnya adalah edukasi kesehatan pekerja belum merata pada seluruh area kerja. Analisis faktor pemungkin diketahui bahwa perusahaan telah memberikan dukungan penuh untuk meningkatkan kesehatan pekerja, namun masih ditemukan pekerja yang belum melakukan perbaikan perilaku kesehatan. Analisis faktor penguat memperlihatkan bahwa perusahaan telah menjalankan pengawasan dan pemantauan secara baik dan kosisten, namun pelaksaan program kesehatan setiap site belum terintegrasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan program promosi kesehatan yang komprehensif dan menyeluruh, baik dari perusahaan, pekerja, dan juga pembuat kebijakan.

Coronary Heart Disease (CHD) is the leading cause of death in Indonesia. In oil and gas companies, CHD is one of the main causes of disease-related deaths among workers. In 2023, there were 5 medical evacuation incidents at this company with diagnoses of heart and vascular disorders. Therefore, analyzing CHD risk factors at this company is fundamental in determining appropriate health promotion programs. This study was conducted to predict the 10-year risk of CHD among workers using the Framingham method and to assess the relationship between risk factors using a cross-sectional and mixed-method sequential explanatory research design. The results showed that the CHD risk levels at this oil and gas company were 3.8% high risk, 18.1% moderate risk, and 78.1% low risk. The risk factors for CHD included 34.4% with a family history of CVD, 82.7% men, 51.4% under 40 years old, 67.6% with dyslipidemia, 26.7% with hypertension, 15.2% with diabetes mellitus, 81.9% overweight, 40% active smokers, 27.6% with risky sleep duration, 49.5% not physically active, 99% sedentary lifestyle, 52.5% with poor eating habits, 6.7% with psychosocial stress, 40% working in non-office areas, and 23.8% working shifts. There was a significant association between age, hypertension, diabetes, and CHD risk among workers, with age being the dominant risk factor for CHD. There was no association between family history, gender, dyslipidemia, BMI, alcohol consumption, sedentary lifestyle, dietary habits, sleep patterns, psychosocial stress, job type, work area, and CHD risk among workers. Additionally, qualitative analysis of behavioral determinants showed a relationship between behavioral determinants and worker behavior. Regarding worker knowledge as predisposing factors, non-office workers were found to have less understanding of CHD risk factors. The potential cause is uneven health education across all work areas. Analysis of enabling factors revealed that the company has provided full support to improve worker health, but some workers have not yet improved their health behaviors. The analysis of reinforcing factors showed that the company has implemented good and consistent health monitoring, but the implementation of health programs at each site is not yet integrated. Therefore, comprehensive and thorough improvements in health promotion programs are needed from the company, workers, and policymakers. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>