Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Freisty Yuwika
"Tingginya tingkat property theft (dikenal dengan nama korupsi) )yang dilakukan oleh pegawai pemerintahan di Indonesia mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah, sayangnya, masih sangat sedikit penelitian yang dilakukan di Indonesia terkait hal ini. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara conscietiousness, kontrol diri, dan sikap terhadap property theft dengan kohesi sosial sebagai moderator. Penelitian dilakukan terhadap 258 pegawai di sebuah institusi pemerintahan Indonesia dengan metode survey menggunakan kuesioner. Pengukuran sikap terhadap property theft menggunakan cara baru berupa skenario.
Hasil analisis moderated multiple-regresi menujukkan bahwa conscientiousness dan kontrol diri memiliki hubungan negatif dengan sikap terhadap property theft (βcons = -.196, p<0,05), (βkontrol = -.241, p<0,01), Selain itu, kohesi sosial secara signifikan memoderasi hubungan antara kontrol diri dan sikap terhadap property theft (βkohesi x kontrol = -.148, p>0.01).

The high level of property theft (known as corruption) committed by government employees in Indonesia resulted in losses up to trillions of rupiah, unfortunately, there is very little research conducted in Indonesia in relation to this topic. This study aimed to examine whether there is a relationship between conscietiousness, self-control, and attitude toward property theft with social cohesion as moderator. The data was gather from 258 public employees of Indonesia‘s government institution with a survey method using a questionnaire. Measurement attitude towards property theft using a new way in the form of scenarios.
Results of moderated multiple-regression analysis showed that conscientiousness and self-control have a negative relationship with attitude toward property theft (βcons = -.196, p<0,05), (βcontrol = -.241, p<0,01). In addition, social cohesion is significantly moderated the relationship between self-control and attitudes towards property theft (βcohession x control = -.148, p>0.01)
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T42933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Syakina
"Time theft merupakan tindakan yang merugikan bagi organisasi, bukan hanya merugikan secara produktifitas tetapi juga secara ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara conscientiousness, self control, persepsi terhadap integritas atasan dan sikap terhadap time theft yang dimoderatori oleh kohesi sosial dengan sampel PNS (N=258) pada tiga instansi pemerintahan. Metode yang digunakan untuk mengukur sikap terhadap time theft menggunakan skenario kasus yang dikembangkan dari Kulas et al., (2007) sedangkan variabel lain dalam penelitian ini menggunakan self report.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi terhadap integritas atasan dan sikap terhadap time theft (β= 0,010 p>0,05). Ditemukan hubungan antara conscientiousness dan sikap terhadap time theft, (β= -0,235, p<0,01) dan self control dan sikap terhadap time theft (β= -0,195, p<0,05). Kohesi sosial memoderasi hubungan self control dan sikap terhadap time theft, tetapi tidak pada hubungan cosncientiousness dan sikap terhadap time theft.

Time theft is a disservice to the organization, not only harm in productivity but also economically. This research aims to exemine the relationship between conscientiousness, self-control, perceived supervisor behavioral integrity and attitude towards time theft: moderated by social cohesion. Sampel of this research is civil servant (N = 258) at three government institutions. Atittude toward time theft is measured using case scenarios developed from Kulas et al.,(2007) and other variabel in this research measured using self report.
The results shows that there is no correlation between perceived supervisor behavioral integrity and attitude toward time theft (β=0.010 p> 0.05). There is correlation between conscientiousness and attitude toward time theft (β = -0.235, p <0.01) and self-control and attitude toward time theft (β = -0. 195, p <0.05). Social cohesion moderates the relationship between self-control and attitudes toward time theft, but not in the relationship between conscientiousness and attitude towards time theft.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Darmawan
"Kelompok teori kontrol telah menyumbangkan kontribusi baik secara teoritis dan empiris terhadap penelitian di bidang kriminologi. Baru-baru ini, Hirschi meninggalkan konstruksi-konstruksi kepribadian yang diasosiasikan dengan kontrol diri dan menciptakan sebuah konseptualisasi baru yang mendukung kembali konsep ikatan sosial. Secara spesifik, Hirschi menawarkan bahwa cara terbaik untuk memprediksikan kenakalan adalah dengan menghitung jumlah faktor-faktor penghalang pada tiap individu (yang berasal dari ikatan-ikatan sosial). Dengan menggunakan sampel anak berusia 15 hingga 17 tahun di Jakarta Timur, penelitian ini menguji hubungan antara konseptualisasi baru Hirschi tentang faktor-faktor penghalang terhadap skala pengukuran penyalahgunaan obat.
Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara faktor-faktor penghalang (keterikatan pada orang tua, pengawasan orang tua, keterikatan pada teman sebaya, keterikatan pada sekolah, komitmen, kepercayaan, dan keterlibatan pada kegiatankegiatan yang positif) dengan tingkat penyalahgunaan obat. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan bahwa konseptualisasi baru Hirschi tentang faktor-faktor penghalang mendapatkan dukungan empiris. Seluruh variabel yang diujikan memiliki hubungan yang signifikan dan negatif terhadap penyalahgunaan obat di kalangan anak berusia 15 hingga 17 tahun.

Control theories have substantively contributed both theoretically and empirically to criminological research. Recently, Hirschi moved away from the personality constructs associated with self-control and created a new conceptualization that favors social bonds. Specifically, Hirschi suggests that counting the number of inhibitors (derived from social bonds) is the best way to predict delinquency. Using 15 to 17 year old children, this study examines the relationship between Hirschi’s new conceptualization of inhibitors on drugs misuse scale.
The hypothesis of this study is that there is a relationship between inhibitors (parental attachment, parental supervision, peer attachment, school attachment, commitment, belief, involvement) and drugs misuse Results of Spearman’s correlation test suggest that Hirschi’s new conceptualization of inhibitors are supported significantly and negatively on drugs misuse among high school students. All variables tested had a significant and negative relationship to drug abuse among children aged 15 to 17 years old.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54449
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setia Hani Megasari
"Kontrol diri sebagai suatu kemampuan membimbing tingkah laku yang impulsif dalam penggunaan media sosial sehingga mencegah gangguan psikososial seperti terjadinya perilaku Fear of Missing Out (FoMO). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kontrol diri dengan perilaku FoMO pada remaja pengguna media sosial di Kuningan Jawa Barat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 413 remaja SMA dengan rentang usia 15-18 tahun di empat sekolah di Kota Kuningan, Jawa Barat. Metode pengambilan sampel probability sampling dengan teknik simple random sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner Brief Self-Control Scale(BSCS) 10 item dan kuesioner Fear of Missing Out Scale (FoMOS) 12 item. Hasil penelitian yang dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Chi-square menunjukkan ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku FoMO pada remaja pengguna media sosial (=0,001; ±<0,05). Penelitian ini merekomendasikan sekolah untuk merencanakan sosialisasi tentang kontrol diri dan meningkatkan produktivitas di kalangan remaja. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel seperti manajemen waktu, kecanduan media sosial, dan pengaruh lingkungan.

Self-control as an ability to guide impulsive behaviour in the use of social media thus preventing psychosocial disorders such as the occurrence of Fear of Missing Out (FoMO) behaviour. This study was conducted to determine the relationship between self-control and FoMO behaviour in adolescent social media users in Kuningan, West Java. This research is a quantitative study with a cross sectional approach. The research sample amounted to 413 high school adolescents with an age range of 15-18 years in four schools in Kuningan City, West Java. The sampling method was probability sampling with simple random sampling technique. This study used a 10-item Brief Self-Control Scale (BSCS) questionnaire and a 12-item Fear of Missing Out Scale (FoMOS) questionnaire. The results of the study analysed using the Chi-square correlation test showed that there is a relationship between self-control and FoMO behaviour in adolescent social media users (ρ=0.001; ±<0.05). This study recommends schools to plan socialisation about self-control and increase productivity among adolescents. Future research can add variables such as time management, social media addiction, and environmental influences."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esteria Guretty
"Remaja merupakan transisi perkembangan dari anak-anak menuju ke fase dewasa. Ketidakmatangan remaja seringkali menjebak mereka dalam kasus-kasus yang merugikan dirinya seperti seks bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, kekerasan dan lain sebagainya. Kontrol diri merupakan kemampuan untuk menahan impuls untuk menghindari perilaku beresiko dan memperoleh kesenangan jangka panjang. Salah satu hal yang menentukan kontrol diri seseorang adalah keterlibatan ayah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara keterlibatan ayah dan kontrol diri pada remaja. Pengukuran keterlibatan ayah dilakukan menggunakan Nurturant Fathering Scale (NFS) untuk domain afektif dan Father Involvement Scale (FIS) untuk domain perilaku (Finley & Schwartz, 2004), sedangkan kontrol diri menggunakan Kontrol Diri Scale (SCS, Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 170 orang remaja berusia 12-20 tahun di Jakarta, Depok, dan Bekasi. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah dan kontrol diri pada domain afektif, sedangkan pada domain perilaku tidak ditemukan hubungan yang signifikan.

Adolescence development is the stage from children to adult. Adolescent immaturity often made them trapped in cases that adverse themselves, such as free sex, drug use, violence, and etc. Self-control is the ability to resist impulses of risky behaviors and gain long-term pleasure. One important thing that determines a person's self-control is father involvement. This study was conducted to examine the relationship between father involvement and self-control in adolescents. Measurements performed using Nurturant Fathering Scale (NFS) for the affective domain and the Father Involvement Scale (FIS) for the behavior domain (Finley & Schwartz, 2004). To measure self-control, this study used Self-Control Scale (SCS, Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). The sample participated in this research were 170 adolescents aged 12-20 years old in Jakarta, Depok, and Bekasi. The results showed a significant correlation between father involvement and self-control in the affective domain, while the behavior domain had no significant relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verina Adristi Maheswari
"Fenomena perselingkuhan daring semakin hari semakin meningkat dimana salah satu variabel yang berhubungan dengan perilaku perselingkuhan adalah tingkat kepuasan hubungan romantis yang rendah. Namun, terdapat faktor pelindung yang dapat mempengaruhi individu untuk tidak melakukan perselingkuhan daring, yaitu tingkat kontrol diri yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kontrol diri sebagai moderator dalam hubungan antara kepuasan hubungan romantis dan perselingkuhan daring. Penelitian dilakukan kepada 239 partisipan yang sedang berpacaran selama minimal enam bulan dan menggunakan internet selama minimal tujuh jam seminggu yang didapatkan dengan convenience sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu modifikasi dari Internet Infidelity Scale (IIS), Relationship Assessment Scale (RAS), dan Brief Self Control Scale (BSCS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol diri berperan sebagai moderasi dalam hubungan antara kepuasan hubungan romantis dan perselingkuhan daring dengan β = 0,0513, t(239) = 3,8336, p<0,05. Ketika dianalisis lebih lanjut, ditemukan bahwa tingkat kontrol diri yang tinggi mampu berperan untuk menahan individu untuk tidak melakukan perselingkuhan daring pada hubungan romantis yang tidak memuaskan. Peran kontrol diri terbatas pada saat hubungan romantis memuaskan.

The phenomenon of cyber infidelity keeps increasing where one of the variables related to infidelity behavior is the low level of romantic relationship satisfaction. However, there are protective factors that can influence individuals not to commit cyber infidelity, it is a high level of self control. This study is aimed to examine the role of self control as a moderator in the relationship between romantic relationship satisfaction and cyber infidelity. The study was conducted on 239 participants who had been dating for at least six months and used the internet for at least seven hours per-week obtained through convenience sampling. The measuring instruments that are used in this study are modifications of the Internet Infidelity Scale (IIS), Relationship Assessment Scale (RAS), and Brief Self Control Scale (BSCS). The results of this study indicated that self control moderated the relationship between romantic relationship satisfaction and cyber infidelity with β = .0513, t(239) = 3.8336, p<.05. Analyzing further, it was found that a high level of self control restraining individuals from committing cyber infidelity in unsatisfied romantic relationships. The role of self control is limited to satisfied romantic relationships."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esther Kuntari Putri
"Proses regulasi diri diduga merupakan mekanisme yang mendasari Penggunaan Smartphone Bermasalah/PSB terutama di kalangan usia emerging adults. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa komponen perilaku dari sistem regulasi diri, yaitu kontrol diri, dapat menjadi prediktor negatif yang signifikan untuk PSB. Namun, terdapat penelitian-penelitian lainnya yang tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kontrol diri dan PSB. Penelitian ini menduga bahwa pemahaman mengenai proses regulasi diri dalam PSB perlu memperhitungkan interaksi komponen perilaku dan komponen kognitif dari sistem regulasi diri. Partisipan, yang terdiri dari emerging adults yang aktif menggunakan smartphone (N=130), mengisi pengukuran kontrol diri (Brief Self Control Scale), penggunaan smartphone bermasalah/PSB (Smartphone Addiction Scale-Short Version), serta mengerjakan tugas kognitif Stroop sebagai pengukuran kontrol inhibisi. Hasil analisis moderasi PROCESS Model 1 menunjukkan bahwa kontrol inhibisi memoderasi hubungan antara kontrol diri dan PSB secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa peran kontrol diri dalam mengurangi kecenderungan perilaku PSB dapat diperkuat dengan peningkatan performa kontrol inhibisi. Diskusi terkait hasil penelitian ini akan menekankan interaksi kontrol diri dan kontrol inhibisi sebagai sistem regulasi diri dalam mendukung perilaku penggunaan smartphone yang lebih sehat.

The process of self-regulation has been proposed to be the underlying mechanism of Problematic Smartphone Use (PSU), particularly among emerging adults. Previous studies have demonstrated that self-control, a crucial behavioral component of the self-regulatory system, can significantly predict PSU. However, conflicting findings have been reported, with some studies failing to establish a significant relationship between self-control and PSU. This study proposes that a comprehensive understanding of the self-regulatory process in PSU should consider the interplay between the behavioral and the cognitive component of the self-regulatory system. A sample of 130 Indonesian emerging adults, who actively use smartphones, completed measures of self-control (Brief Self-Control Scale), problematic smartphone use (Smartphone Addiction Scale-Short Version), and performed the Stroop task as an inhibitory control measure. The results of the moderation analysis using PROCESS Model 1 revealed that inhibitory control significantly moderated the relationship between self-control and PSB. The result suggests that enhancing inhibitory control performance can strengthen the role of self-control in reducing individuals’ tendency towards PSU. The discussion of the current study's findings will underscore the interaction between self-control and inhibitory control as a self-regulatory system that supports healthier smartphone usage behaviors."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adista Salsabila Ghinathufailah Karnia
"TikTok semakin popular di kalangan mahasiswa di seluruh dunia. Tingginya frekuensi penggunaan TikTok disebabkan oleh konten yang terus muncul akibat dari algoritma berdasarkan isi konten yang diakses oleh pengguna. Penelitian sebelumnya menemukan hubungan antara frekuensi mengakses TikTok dengan kondisi kesehatan mental mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara frekuensi penggunaan TikTok,selfesteem, dan conscientiousness pada mahasiswa internasional di Universitas Quenssland. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tipe korelasional dan desain crosssectional. Partisipan terdiri dari 381 mahasiswa internasional di Universitas Queensland, dengan rentang usia 18 hingga 24 tahun. Pengambilan data dilakukan secara daring dengan teknik sampling aksidental. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif yang signifikan secara statistik antara frekuensi penggunaan TikTok dan self-esteem . Selanjutnya, peneliti juga menemukan adanya hubungan negatif yang signifikan secara statistik antara frekuensi konsumsi TikTok dan conscientiousness. Hasil ini memberikan gambaran tentang aspek psikologis yang relevan untuk memahami pengguna TikTok sebagai dasar intervensi.

TikTok's popularity among students globally is soaring due to its algorithm-driven content generation. Research has linked frequent TikTok use with students' mental health. This study investigated the link between TikTok use frequency, self-esteem, and conscientiousness among 381 international students (aged 18-24) at the University of Queensland. Using a qualitative, correlational, cross-sectional approach, data was collected online via accidental sampling. Results indicated a significant negative correlation between TikTok consumption and self-esteem. Similar result was also found significant negative correlation between TikTok consumption and conscientiousness. These findings provide prospective insights on psychological aspects crucial for interventions aimed at understanding TikTok users better."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas ndonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Chusna Az Zahra
"Thriving at work merupakan hal yang penting karena karyawan yang thriving cenderung lebih produktif, memiliki kesehatan mental yang lebih baik, dan lebih berkomitmen terhadap pekerjaan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran kepemimpinan diri sebagai mediator, dan otonomi kerja sebagai moderator pada hubungan langsung conscientiousness terhadap kepemimpinan diri dan hubungan tidak langsung antara conscientiousness terhadap thriving at work melalui kepemimpinan diri. Penelitian ini dilakukan dengan survei menggunakan teknik convenience sampling (N = 259). Hasil penelitian menunjukkan kepemimpinan diri memediasi hubungan antara trait conscientiousness dengan thriving at work. Penelitian menunjukkan bahwa otonomi kerja memoderasi hubungan antara conscientiousness dengan kepemimpinan diri. Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa otonomi kerja memoderasi hubungan antara conscientiousness dengan thriving at work melalui kepemimpinan diri. Implikasi dari penelitian ini adalah penggunaan teori conservation of resources dalam menjelaskan hasil penelitian. Secara praktis, penelitian ini memberikan saran bagi orgaisasi untuk mempertimbangkan trait conscientiousness dalam melakukan rekrutmen karyawan.

Thriving at work is important because thriving employees are more productive, have better mental health, and are more committed to their work. This study examines the role of self-leadership as a mediator, and work autonomy as a moderator on the direct relationship of conscientiousness to self-leadership and the indirect relationship between conscientiousness to thriving at work through self-leadership. This research was conducted with a survey using a convenience sampling technique (N = 259). The results showed that self-leadership mediates the relationship between trait conscientiousness and thriving at work. The research shows that work autonomy moderates the relationship between conscientiousness and self-leadership. In addition, results show that work autonomy moderates the relationship between conscientiousness and thriving through self-leadership. The implication of this study is the use of conservation of resources theory in explaining the study results. Practically, this study suggests that organizations consider trait conscientiousness in recruiting employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeferson Margasaputra Muchlis
"Remaja merupakan populasi yang rentan terhadap perilaku kekerasan fisik karena masa remaja adalah masa pencarian jati diri dan emosi yang masih belum stabil serta belum matang dalam melakukan pengambilan keputusan jika dibandingkan dengan orang dewasa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross-sectional. Sampel penelitian berjumlah 382 Remaja dengan rentang usia 15-19 tahun di 2 SMA yang ada di Kota Bandar Lampung yakni SMA N 3 dan SMA N 14 Bandar Lampung. Sampel didapatkan dengan teknik probability sampling jenis simple random sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dengan nilai R hitung lebih besar daripada R tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini valid. Sementara itu uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach's Alpha 0,731. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji chi-square menunjukkan terdapat hubungan antara kontrol diri dengan perilaku kekerasan fisik pada remaja dengan hasil p value 0,002 (P< 0,05). Implikasi dari analisa ini adalah semakin rendah kontrol diri yang dimiliki remaja maka semakin tinggi perilaku kekerasan fisik pada remaja tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki remaja maka semakin rendah perilaku kekerasan fisik pada remaja tersebut. Hal ini disebabkan karena kontrol diri yang baik dapat membantu remaja untuk dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak baik untuk dilakukan. Rekomendasi berkaitan dengan penelitian ini ialah Perawat perlu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya seperti pendidik, psikolog dan dinas terkait dalam penyelenggaraan program dukungan pengasuhan yang secara khusus disesuaikan dengan kondisi remaja.

Adolescents are a population that is vulnerable to physical violent behavior because adolescence is a period of self-discovery and emotions that are still unstable and immature in making decisions when compared to adults. This research is a quantitative study with a cross-sectional research design. The research sample amounted to 382 adolescents with an age range of 15-19 years in 2 high schools in Bandar Lampung City, namely SMA N 3 and SMA N 14 Bandar Lampung. The sample was obtained using probability sampling technique of simple random sampling type. This study uses a questionnaire that has been tested for validity with a calculated R value greater than the R table, so it can be concluded that the data in this study are valid. Meanwhile, the reliability test showed a Cronbach's Alpha value of 0.731. The results of the study analyzed using the chi-square test showed that there was a relationship between self-control and physical violent behavior in adolescents with a p value of 0.002 (P <0.05). The implication of this analysis is that the lower the self-control of adolescents, the higher the physical violent behavior of these adolescents. Conversely, the higher the self-control of adolescents, the lower the physical violent behavior of these adolescents. This is because good self-control can help adolescents to be able to refrain from things that are not good to do. Recommendations related to this study are Nurses need to collaborate with other stakeholders such as educators, psychologists and related agencies in the implementation of parenting support programs that are specifically tailored to the conditions of adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>