Ditemukan 153031 dokumen yang sesuai dengan query
Cinta Betsy Helena
"Penelitian ini mengaitkan perkembangan rute Air France selama masa Les Trente Glorieuses dengan masyarakat di masa itu. Setelah Perang Dunia II berakhir, pemulihan penerbangan komersial pascaperang adalah salah satu prioritas Pemerintah Prancis. Air France sebagai maskapai nasional Prancis didorong untuk melakukan perkembangan pelayanan berupa peningkatan fasilitas di dalam dan di luar kabin pesawat, juga pembukaan rute-rute baru. Selama l'rga puluh tahun, Air France mewakili Prancis menjalin kerjasama dengan berbagai negara beserla maskapai nasionalnya untuk memperluas jaringan rute. Perkembangan rute dilakukan karena Air France sebagai maskapai nasional berlugas mengakomodir kebutuhan masyarakat Prancis untuk bepergian lebih cepat nyaman, dan dengan pilihan destinasi yang semakin banyak. Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini secara deskriptif-analisis membahas keadaan sosial ekonomi masyarakat Prancis pada Masa Les Trente Glorieu.ses agar terlihat kebutuhan mereka sebagai konsumen penerbangan. Latar sosial ekonomi setiap kalangan dalam masyarakat akan menimbulkan motif-motif khusus untuk memanfaatkan rute baru Air France.
This thesis specifies on Air France route accession during The Glorious Thirty and its correlation with French society in that period. At the end of World War II, commercial aviation has made it into one of French Govemment's priorities. Air France as a flag-carrier was assigned to improve its service through innovations on the inside and outside of the cabin, as well as route inaugurations. Throughout The Glorious Thirly, Air France on behalf of French Government affiliated with numerous countries along with their flag-carrier to expand its route network. This step was essential for Air France as it has full responsibility to accommodate French people's need to travel. Air France had to offer a faster and more pleasant flight with divers destination choices due to its status as flag-carier. Thus, the during The Glorious Thirty This thesis specifies on Air France route accession during The Glorious Thirty and its correlation with French society in that period. At the end of World War II, commercial aviation has made it into one of French Govemment's priorities. Air France as a flag-carrier was assigned to improve its service through innovations on the inside and outside of the cabin, as well as route inaugurations. Throughout The Glorious Thirly, Air France on behalf of French Government affiliated with numerous countries along with their flag-carrier to expand its route network. This step was essential for Air France as it has full responsibility to accommodate French people's need to travel. Air France had to offer a faster and more pleasant flight with divers destination choices due to its status as flag-carier. Thus, the, o"iul-""o.romic background of French society at that time is descriptively analyzed in order to see their needs as commercial aviation consumer as it will interpret their motivation of travelling with Air France's new routes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61104
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadya Anastasya Putri Yasmeen
"Artikel ini bertujuan untuk memaparkan representasi produk
prêt-à-porter Yves Saint Laurent terhadap perkembangan kelas menengah pada masa
les trente glorieuses (1945 – 1975). Analisis dalam artikel ini dilakukan dengan menggunakan teori diferensiasi milik Pierre Bourdieu untuk mengetahui faktor pembeda antar kelas sosial melalui pakaian. Konteks masa
les trente glorieuses juga akan dikaitkan dengan permasalahan perkembangan kelas menengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk
prêt-à-porter Yves Saint Laurent menjadi alternatif bagi kelas menengah agar dapat berpenampilan seperti kaum borjuis dengan tujuan membuktikan adanya perubahan kelas sosial yang dialaminya dengan cara menggunakan merek pakaian yang sama, walaupun produk yang digunakan berbeda kelasnya.
The purpose of this article is to explain the Yves Saint Laurent’s prêt-à-porter products as the representation of the development of the middle class during the les trente glorieuses era (1945-1975). The theory of differentiation from Pierre Bourdieu is used to analyses the differentiating factors between social classes through its attire. The context of les trente glorieuses will also be linked to the issue of the development of the middle class in this article. The results show that Yves Saint Laurent's prêt-à-porter product seems to be an alternative for the middle class in order to look like the bourgeoisie by using the same clothing brand, even though the products has the different class."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Joesana Tjahjani
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Handoko F. Zainsam
Jakarta: Indonesia Book Project, 2018
387.7 HAN s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Abdul Kadir Al Asirie
"
ABSTRAKAngkutan umum yang merupakan salah satu sarana vital yang digunakan oleh masyarakat kota. Khusus untuk masyarakat Kotamadya Ujung Pandang yang sarana angkutan umumnya masih dilayani oleh mikrolet (pete-pete) yang daya angkutnya antara 10-12 penumpang sudah tidak sesuai lagi untuk saat ini digunakan pada koridor jalan utama.
Untuk maksud tersebut maka tujuan utama dari karya tulis ini adalah untuk mencari solusi pemecahannya dengan jalan mencari suatu metode untuk menentukan rute pada koridor jalan utama dengan angkutan umum massal.
Metode yang digunakan dalam menentukan rute angkutan umum adalah dengan menggunakan program EM/VI /2 untuk menghitung traffic assignment."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S35068
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dwi Angella
"Dalam pelaksananaannya,peran infrastruktur transportasi batubara penting dalam mendukung pertambangan industri di Kota Jambi. Namun, itu juga menyebabkan berbagai masalah kompleks, salah satunya adalah Kemacetan Lalu Lintas di jalan Arteri di Kota Jambi. Pada Mei 2023, Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jambi mengeluarkan surat pemberitahuan untuk menghentikan mobilisasi transportasi batubara di Provinsi Jambi. Kebijakan tersebut menyebabkan beberapa perusahaan lain berhenti beroperasi sampai waktu yang tidak ditentukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari perbandingan kinerja lalu lintas sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan jalan arteri Kota Jambi khususnya di Jalan Pelabuhan Talang Duku dan Jalan Lingkat Timur II. Metode yang digunakan adalah analisis komparatif daro tingkat saturasi sebelum dan setelah diberlakukannya peraturan tentang larangan operasi truk batubara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pentingnya manajemen lalu lintas sebagai salah satu solusi untuk mengurangi kemacetan lalu lintas. Namun demikian alternatif lain masih diperlukan untuk mendukung kegiatan kelancaran operasi transportasi batubara.
In its implementation, the role of coal transportation infrastructure is important in supporting the mining industry in jambi City. However, it also causes various complex problems,one of them is traffic congestion on Arterial Roads in Jambi City. In May 2023, the jambi Regional Police of the Republic of Indonesia issued a notification letter to stop the mobilization of coal transportation in Jambi Province. The policy caused several coal companies stopped operatinf until an indeterminate time. implementation of the policy on Jambi City arterial roads, especially on Talang Duku Port Road and East Ring Road II. The method used was a comprative analysis of the degree of salutarion before and after the enactment of regulations on the prohibition of coal truck operations. The results of this study show the importance of traffic management as one of the solutions to reduce traffic congestion. Nevertheless, other alternatives are still needed to support the smooth operation of coal transportation activities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sesaria Mardhiani Rachma Puspita
"Aktivitas logistik merupakan salah satu bagian dari rantai pasok supply chain yang sedang menjadi perhatian dibanyak negara, salah satunya Indonesia. Di Indonesia biaya logistik masih terhitung tinggi, dikarenakan adanya ketidakseimbangan aliran distribusi barang di Indonesia bagian Barat dengan bagian Timur. Saat ini pemerintah Indonesia sedang dalam proses untuk mempersiapkan pembangunan pelabuhan peti kemas strategis untuk menyeimbangkan permasalahan anatara Indonesia Timur dengan Indonesia Barat. Dilihat dari konsep perencanaan tersebut maka dalam penelitian tersebut akan mencari alternatif model matematika untuk mencari rute yang optimal dengan fungsi tujuan meminimumkan biaya. Dari model matematika tersebut didapatkan rute yang menghubungkan dari Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur.
Logistic is a part of supply chain that is being addressed in many countries, including Indonesia. The costly logistic of Indonesia is caused by imbalance trading between western and eastern regions in Indonesia. Challenging conditions come to the stakeholders particularly in the logistics sector. In this regard, the Government also plans to develop strategic container terminal ports. Concept of the planning in this research would also search for alternative a mathematics model to minimize logistics cost. From the model mathematics were obtained the route join the west Indonesia with eastern Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50249
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dhearika Ramadhanty
"
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran CECA dan CEE dalam pertumbuhan ekonomi Prancis pada masa les trente glorieuses yang berlangsung dari 1945 hingga akhir 1970-an di Prancis. Keterpurukan pasca-Perang Dunia II mendorong Prancis untuk bekerja sama dengan negara Eropa Barat lainnya. Pada 1951, Prancis bergabung dengan Communauté Européenne du Charbon et de L'acier (CECA). Selanjutnya pada 1957, Prancis menjadi anggota Communauté Économique Européenne (CEE). Bersamaan dengan itu, Prancis mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Keberhasilan terbesar terjadi pada sektor industri dan jasa Prancis. Perjanjian antaranggota pada dua badan itu memberikan kemudahan untuk melakukan transaksi baik dengan sesama negara anggota maupun dengan negara lain. Berdasarkan hal tersebut, artikel ini membahas bagaimana pengaruh keanggotaan Prancis di CECA dan CEE terhadap sektor industri Prancis pada masa les trente glorieuses. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan sudut pandang ekonomi. Melalui penelitian ini diketahui bahwa terciptanya pasar terintegrasi Eropa menjadi sarana perdagangan bebas baru bagi Prancis dan negara-negara Eropa Barat. Kebebasan ini memberikan banyak kemudahan kepada negara anggota berdasarkan regulasi yang mengatur dan menjamin keberlangsungan pasar terintegrasi. Regulasi itu menjamin pergerakan bebas bagi barang, jasa, orang, dan modal dengan menghapuskan bea serta penyetaraan tarif negara non-anggota. Ternyata regulasi tersebut sangat membantu peningkatan ekspor, impor, dan investasi di Prancis. Kerja sama kedua badan ini sangat mendukung perkembangan ekonomi anggotanya terutama dengan terciptanya pasar yang terintegrasi di kawasan Eropa.
ABSTRACTThis study aims to explain the role of CECA and CEE in the growth of the French economy during the trente glorieuseswhich lasted from 1945 to the late 1970s in France. The post-World War II downturn prompted France to cooperate with other Western European countries. In 1951, France joined the Communauté Européenne du Charbon et de L'acier(CECA). Later in 1957, France became a member of the Communauté Économique Européenne(CEE). At the same time, France experienced rapid economic growth. The greatest success occurred in the French industrial and service sector. The agreement between members of the two bodies makes it easy to make transactions both with fellow member countries and with other countries. Based on this, this article discusses how the influence of French membership in CECA and CEE on the French industrial sector during the trente glorieuses. The method used in this study is a method of historical research with an economic perspective. Through this research it is known that the creation of an integrated European market became a means of new free trade for France and Western European countries. This freedom provides many facilities to member countries based on regulations that regulate and guarantee the sustainability of integrated markets. The regulation guarantees free movement of goods, services, people and capital by abolishing duties and equalizing non-member countries' tariffs. It turned out that the regulation greatly helped increase exports, imports and investments in France. The cooperation between the two bodies strongly supports the economic development of its members, especially with the creation of integrated markets in the European region."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nisrina Afifah Susiana
"Makalah non-seminar ini dibuat untuk membatu Ultra Violette menentukan negara yang tepat untuk melakukan ekspansi berikutnya. Ultra Violette adalah perusahaan asal Australia yang didirikan pada tahun 2019 oleh Ava Matthews dan Bec Jefferd yang bergerak dalam bidang skincare, dengan fokus kategori tabir surya. Selain beroperasi di Australia, Ultra Violette juga beroperasi di beberapa negara lain, seperti New Zealand, Hong Kong, dan Inggris. Ultra Violette berambisi untuk menjadi perusahaan skincare global yang aktif memberikan edukasi betapa pentingnya penggunaan tabir surya bagi kesehatan kulit. Oleh karena itu, Ultra Violette mempertimbangkan Amerika Serikat (AS) dan Cina sebagai negara tujuan ekspansi selanjutnya dikarenakan kedua negara tersebut memiliki jumlah populasi penduduk paling banyak di dunia. Penulis menggunakan secondary research methods sebagai sumber data utama dan SWOT and PESTLE analysis sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Setelah melakukan perbandingan antara kedua negara, penulis menyarankan Ultra Violette untuk melakukan ekspansi ke Cina. Hal yang mendasari pengambilan keputusan ini adalah adanya restriksi dari Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat, dimana FDA melimitasi bahan baku yang diperbolehkan untuk produksi tabir surya yang layak diperjual belikan di Amerika Serikat. Selain itu, regulasi pajak ekspor di Amerika Serikat juga mempersulit Ultra Violette dalam memasuki pasar dikarenakan prosesnya yang panjang. Berbanding terbalik dengan Cina, Cina membuat perjanjian dengan Australia untuk mempermudah proses ekspor antara kedua negara. Agar lebih mudah memasuki pasar Cina, penulis menyarankan Ultra Violette untuk melakukan integrasi supply chain network dan personifikasi saluran komunikasi pemasaran yang sesuai dengan pasar.
This non-seminar paper was made to help Ultra Violette choose the most suitable country for the next expansion. Ultra Violette is an Australian skincare brand founded in 2019 by Ava Matthews and Bec Jefferd, focusing on the sunscreen category. Apart from operating in Australia, Ultra Violette operates in several other countries, such as New Zealand, Hong Kong, and England. Ultra Violette aims to become a global skincare brand that actively provides education on the importance of sunscreen for skin health. Hence, Ultra Violette considers either the United States (US) or China as the country's next expansion destination because these two countries have the largest populations in the world. The author used secondary research methods as the primary data source and SWOT and PESTLE analysis for the decision-making tools. After comparing the two countries, the author suggested Ultra Violette expand its business to China. The underlying reason for this decision was the restrictions applied by the United States Food and Drug Administration (FDA), where the FDA limits the raw materials allowed for sunscreen production that are appropriate for sale in the United States. Apart from that, the export tax regulations in the US also make it difficult for Ultra Violette to enter the market due to the lengthy process. In contrast to China, China agreed with Australia to simplify the export process between the two countries. To make it easier to enter the Chinese market, the author suggested Ultra Violette integrate supply chain networks and personify marketing communication channels according to the market."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library